Relapse Prevention (RP) adalah strategi prevensi tersier untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan setelah individu mulai mengurangi dan mencoba untuk berhenti dari perilaku buruk tersebut. Pada 1986, Brownell dan rekannya (Brownell, Marlat, Lichtenstein & Wilson) melakukan ulasan yang luas dan berkemungkinan untuk berkembang di masa depan dalam perilaku adiktif. Pada dasarnya ketika individu ingin mengubah suatu perilaku yang buruk dalam hidupnya, maka kemungkinan untuk kembali pada masalah sebelumnya sangat tinggi. Hasil lain yang mungkin terjadi pada individu tersebut juga akan kembali ke arah yang positif, artinya individu akan meninggalkan perilaku buruknya secara total. Dalam studi kasus literatur penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan individu ketika berusaha untuk mengubah suatu yang buruk seperti berhenti merokok, meningkatkan budaya hidup sehat dll akan megalami penyimpangan sehingga akan menyebabkan orang tersebut kembali ke perilaku yang buruk / kambuh (Polivy & Herman, 2002). 25 tahun yang lalu, Marlatt (1978) memperoleh informasi dari 70 pria yang mengonsumsi alkohol tentang situasi yang dapat menyebabkan mereka untuk mengulang meminum alkohol setelah dirawat di RS. Kemudian beberapa tahun setelah Marlatt mendapatkan informasi tersebut, Marlatt mengusulkan model perilaku yang berpusat pada situasi individu yang berisiko tinggi untuk kambuh. Jika seseorang tidak memiliki suatu kepercayaan diri yang tinggi untuk merubah perilaku buruknya, maka kecenderungannya untuk kambuh dan menyerah untuk berubah ke arah yang postif sangat tinggi. Keputusan untuk kembali pada suatu yang negatif atau tidak itu tergantung dari individu (Jones, Corbin & Fromme, 2001). B. Relapse Prevention Model perilaku kognitif membentuk dasar untuk Relapse Prevention, sebuah intervensi yang dirancang untuk mencegah dan mengelola kambuh individu yang telah diterima atau menerima pengobatan untuk masalah perilaku adiktif (Carroll, 1996). Pengobatan pendekatan berdasarkan Relapse Prevention dimulai dengan penilaian situasi berpotensi berisiko tinggi untuk kambuh. Situasi berisiko tinggi didefinisikan sebagai keadaan dimana upaya individu untuk menahan diri dari perilaku tertentu (mulai dari penggunaan substansi hingga penggunaan berat atau berbahaya) terancam. Keadaan yang berisiko tinggi dengan orang yang menjadi pengedar narkoba, orang yang berada di tempat seperti Bar, atau pun pada acara pesta itu sering bervariasi dari orang ke orang dan dalam setiap individu. Menantang harapan seseorang untuk efek positif yang dirasakan dari suatu zat dan mendiskusikan komponen psikologis dari penggunaan zat (misalnya, efek plasebo) membantu klien membuat pilihan yang lebih tepat dalam situasi yang mengancam. Demikian juga, mendiskusikan efek pelarangan ketidakstabilan dan menyiapkan klien untuk kehilangan, dapat membantu mencegah kekambuhan besar. Situasi berisiko tinggi sering muncul tanpa peringatan (R.C. Hawkins & Hawkins 1998). Marlatt dan Gordon (1985) menggambarkan masalah “Keputusan yang Tampaknya tidak Relevan”, yang merupakan keputusan yang dibuat seseorang tanpa menyadari implikasi dari keputusan yang mengarah pada kemungkinan sewaktu-waktu. Misalnya, seorang pria yang mencoba menjauhkan diri dari minum minuman keras mengambil rute yang mengharuskan berjalan melewati Bar favoritnya. Meskipun dia tidak berniat minum atau berhenti di Bar favoritnya, keputusan untuk mengambil rute tertentu bisa menghadirkan situasi yang berisiko (Marlatt, 1985). Pendidikan tentang proses kekambuhan, kemungkinan terjadinya peningkatan, dan ketidakseimbangan gaya hidup mungkin lebih baik melengkapi klien untuk berupaya keras dalam penghentian. C. Efektifitas Dan Keberhasilan Model Relapse Prevention Carroll (1996) melakukan penilaian tercatat dari 24 percobaan acak terkontrol, termasuk penelitian RP untuk merokok, alkohol, dan kecanduan kokain. Carroll menyimpulkan bahwa RP lebih efektif daripada tidak ada pengobatan sama sekali, dan RP juga sama efektifnya dengan perawatan aktif lainnya (misalnya, terapi suportif, terapi interpersonal) dalam meningkatkan keberhasilan untuk pencegahan kekambuhan. Beberapa penelitian telah menunjukkan efek utama yang berkelanjutan untuk RP, bahwa RP dapat memberikan perbaikan berkelanjutan dalam jangka waktu yang lebih lama sedangkan pengobatan lain mungkin hanya efektif selama durasi yang lebih singkat. Temuan ini menunjukkan adanya kurva belajar lapse-relaps, di mana ada kemungkinan lebih tinggi untuk kambuh segera setelah pengobatan, tetapi perubahan bertahap terhadap keterampilan koping yang baik dapat mengatasi menyebabkan penurunan kemungkinan kambuh dari waktu ke waktu. Irvin dan rekan (1999) melakukan meta-analisis teknik RP dalam pengobatan alkohol, merokok, penggunaan kokain, dan penggunaan polisubstansi. Pada catatan 26 penelitian, mewakili sampel 9.504 peserta, efek pengobatan keseluruhan menunjukkan bahwa RP adalah intervensi yang berhasil untuk mengurangi penggunaan zat, meningkatkan penyesuaian psikososial, dan pencegahan kambuh paling efektif untuk individu dengan masalah alcohol. D. Penemuan Terbaru Dalam Mendukung Komponen Model Relapse Prevention Bagian berikut ini meninjau temuan-temuan empiris terpilih yang mendukung atau bertepatan dengan prinsip-prinsip model RP. Bagian disusun sesuai dengan konstruksi model utama. Karena ruang lingkup literatur ini menghalangi tinjauan yang mendalam, kami menyoroti temuan-temuan terpilih yang relevan dengan prinsip-prinsip utama dari model RP, khususnya yang bertepatan dengan prediksi model relaps yang dirumuskan kembali. 1. Self-efficacy Self-efficacy (kemampuan yang dirasakan untuk memberlakukan perilaku tertentu dalam konteks tertentu) adalah penentu utama perilaku kesehatan menurut teori-teori sosial-kognitif. Bahkan, beberapa teori memandang SE sebagai jalur utama untuk kekambuh. Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa para partisipan memiliki SE yang lebih rendah pada hari sebelum kambuh, dan SE yang jauh lebih rendah pada hari-hari setelah kambuh, sehingga SE bisa memprediksi perkembangan akan menjadi kekambuhan. Akhirnya, para peneliti menguji self-efficacy tingkat kambuh dalam jangka waktu yang diperpanjang. Hasil menunjukkan bahwa self-efficacy yang lebih tinggi secara konsisten memprediksi tingkat kekambuhan yang lebih rendah di sepanjang waktu. 2. Self-control and coping responses Penguatan keterampilan koping adalah tujuan dari hampir semua intervensi kognitif-perilaku dan beberapa peneliti mengatakan bahwa pengendalian diri diperlukan untuk mempertahankan perubahan perilaku. Bukti lebih lanjut menunjukkan bahwa berlatih dengan rutin dalam pengendalian diri dapat mengurangi insiden kambuh jangka pendek. E. Strategi Model Relapse Prevention Model RP mencakup berbagai macam pendekatan kognitif dan perilaku yang dirancang untuk menargetkan setiap langkah dalam proses kekambuh. Kekambuhan dibedakan antara lapse dan relapse. Lapse (slip) adalah kembalinya pola tingkah laku yang sangat sulit terdeteksi. Diperlukan kepekaan melihat perubahan perilaku yang sedang dalam masa pemulihan. Relapse adalah masa pengguna kembali kambuh. Strategi yang digunakan adalah strategi intervensi khusus/spesifik yang sering dirancang untuk membantu pasien mengantisipasi dan mengatasi situasi berisiko tinggi serta strategi pendekatan pengendalian diri global, yang dimaksudkan untuk mengurangi risiko kambuh dengan mempromosikan perubahan gaya hidup yang positif.. Baik strategi spesifik dan global meliputi tiga kategori utama yaitu; pelatihan keterampilan, restrukturisasi kognitif, dan penyeimbangan gaya hidup. 1. Strategi Intervensi Spesifik Strategi yang berfokus pada peningkatan kesadaran klien terhadap reaksi kognitif, emosional, dan perilaku untuk mencegah selang dari meningkat menjadi kambuh. Langkah pertama dalam proses ini adalah untuk mengajarkan klien model RP dan memberi mereka gambaran "besar" dari proses kambuh. a. Mengidentifikasi dan Mengatasi Situasi Berisiko Tinggi Untuk mengantisipasi dan merencanakan dengan tepat high-risk situasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi situasi di mana ia mungkin mengalami kesulitan coping atau keinginan yang meningkat. Setelah high-risk situasi seseorang telah diidentifikasi, terdapat dua jenis strategi intervensi dapat digunakan untuk mengurangi risiko. Strategi pertama melibatkan klien untuk mengenali sinyal peringatan yaitu isyarat yang menunjukkan bahwa klien akan memasuki high-risk situasi. Hasil dari identifikasi tersebut, klien dapat mengambil beberapa tindakan menghindar (misalnya, melarikan diri dari situasi) atau mungkin menjauhi situasi berisiko tinggi sepenuhnya. Strategi kedua, yang mungkin merupakan aspek terpenting dari RP, memberikan evaluasi motivasi dan kemampuan klien yang ada untuk mengatasinya situasi berisiko tinggi tertentu yang kemudian dapat membantu klien belajar lebih efektif dalam keterampilan koping. b. Meningkatkan Self-Efficacy Strategi yang dirancang untuk meningkatkan rasa penguasaan klien dan mampu menangani situasi sulit tanpa harus menyerah. Peningkatan self-efficacy berkaitan erat dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, pelaksanaan yang berhasil dari tugas-tugas kecil adalah strategi terbaik untuk meningkatkan perasaan penguasaan diri. c. Lapse Management Strategi Lapse Management berfokus untuk menghentikan lapse dan mencegah episode kekambuh yang tidak terkendali. Cara yang sering digunakan adalah menghubungi terapis sesegera mungkin ketika terjadi kekambuhan dan mengevaluasi penyebab terjadinya kekambuhan. d. Restrukturisasi kognitif (Cognitive Restructuring) Klien diajarkan untuk menyusun ulang persepsi mereka bahwa dirinya bukanlah kegagalan ataupun kurang kemauan, akan tetapi sebagai kesalahan dalam belajar untuk meningkatkan efektifitas penanganan kekambuhan di masa depan. F. Global Lifestyle Self-Control Strategies Strategi ini dirancang untuk mengubah gaya hidup klien untuk meningkatkan keseimbangan serta untuk mengidentifikasi dan mengatasi anteseden kambuhan. 1. Balanced Lifestyle and Positive Addiction Salah satu strategi adalah mendorong klien untuk melakukan aktifitas yang dulunya mereka anggap menyenangkan dan memuaskan. Selain itu, dengan pelatihan keterampilan kognitif-perilaku spesifik, seperti pelatihan relaksasi, manajemen stres, dan manajemen waktu, dapat digunakan untuk membantu klien mencapai keseimbangan gaya hidup yang lebih baik. 2. Stimulus-Control Techniques Teknik pengendalian-stimulasi adalah strategi yang relatif sederhana tetapi efektif yang dapat digunakan untuk mengurangi dorongan/hasrat dan keinginan untuk merespon suatu rangsangan terutama selama periode awal. Contohnya bagi pecandu alcohol, mereka bisa menyembunyikan alcohol tersebut ditempat yang jarang ditemui, mengubah kebiasaan sehari-hari juga dapat mengalihkan pikiran dari alcohol.