1. Limfadenitis Reaktif.
1.1 Etiologi
Pembesaran kelenjar getah bening di sebabkan oleh adanya
keadaan imflamasi yang luas, aliran limfe dapat mengakut agen penyerang
atau (mikroba atau kimiawi) dan juga dengan adanya poliferasi limfosit
dan makrofag pada folikel dan sinus limfoid serta hipertrofi sel fagositik
yang menyebabkan limfadenitis reaktif atau limfadenitis meradang.
1.2 Limfadenitis Nonspesifik Akut
Bentuk limfadenitis ini mungkin terbatas pada sekelompok kelenjar
getah bening yang mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin
generalisata apabila terjadi infeksi bakteri atau virus sistematik.
1.2.1 Perubahan Morfologi
Secara makroskopis, kelenjar yang meradang akut tampak
membengkak, abu-abu kemerahan, dan terbendung. Secara histologis,
tampak pusat germinativum. Apabila keadaan ini disebabkan oleh
organisme piogenik, disekitar folikel dan didalam sinus limfoid
ditemukan infiltrat neutrofilik. Pada infeksi yang parah, pusat
germinativum mengalami nekrosis sehingga terbentuk abses.
Kelenjar getah bening yang terkena terasa nyeri dan apabila
pembentukan absesnya ekstensif, kelenjar menjadi fluktuatif. Kulit
diatasnya sering tampak merah, dan penetrasi infeksi infeksi ke kulit
dapat menyebabkan terbentuknya sinus drainase. Apabila infeksi
1
terkendali, kelenjar getah bening akan kembali tampak normal atau
terjadi pembentukan jaringan parut apabila penyakit destrutif.
1.3 Limfadenitis Nonspesifik Kronis.
Keadaan ini memiliki tiga pola, bergantung pada agen
penyebabnya: hiperplasia folikel, hiperplasia limfoid parakorteks, atau
histiositosis sinus.
1.3.1 Perubahan Morfologi
1.3.1.1 Hiperplasia Folikel.
Pola ini berkaitan dengan infeksi atau proses peradangan yang
mengaktifkan sel B. Sel B dalam berbagai tahap diferensiasi berkumpul di
dalam pusat germinativum besar yang bulat atau oblong (folikel sekunder).
Agregat nodular ini juga mengandung debris nukleus (tingible body
macrophage) dan jaringan samar sel dentrik yang berfungsi dalam
penyajian antigen. Penyebab hiperplasia folikel, antara lain artritis
reumatoid, toksoplasmosis, dan stadium awal infeksi HIV. Bentuk
limfadenitis ini secara morfologis dapat mirip dengan limfoma folikular.
Temuan yang menunjang diagnosis hiperplasia folikel adalah (1)
dipertahankannya arsitektur kelenjar getah bening dengan jaringan limfoid
normal diantara pusat germinavitum; (2) nodus limfoid yang ukuran dan
bentuknya sangat bervariasi; (3) populasi campuran limfosit pada tahap
diferensiasi yang berbeda; dan (4) aktivitas fagositik dan miotik yang
menonjol di pusat germinativum.
1.3.1.2 Hiperplasia Limfoid Parakorteks
Pola ini ditandai dengan perubahan reaktif di dalam regio sel T
kelenjar getah bening. Sel T parafolikel mengalami proliferasi dan
transformasi menjadi imunoblas yang mungkin menyebabkan lenyapnya
folikel germinativum. Hiperplasia limfoid parakorteks terutama ditemukan
pada infeksi virus atau setelah vaksinasi cacar, dan pada reaksi imun yang
di picu oleh obat tertentu (terutama fenitoin)
1.3.1.3 Histioistosis Sinus
Pola reaktif ini ditandai dengan peregangan dan menonjolnya
sinusoid limfe, akibat hipertrofi hebat sel endotel yang melapisinya dan
infiltrasi oleh histiosit. Histiositosis sinus sering ditemukan si oleh
histiosit. Histiositosis sinus sering ditemukan pada kelenjar getah bening
2
yang merupakan drainase kanker dan mungkin mencerminkan respons
imun terhadap tumor atau produknya.
1.3.2 Penyakit Cat-Scratch
Cat-Scratch disease adalah suatu limfadenitis swasirna yang disebabkan
oleh Bartonella henselae. Mikroba ini terkait dengan riketsia, tetapi tidak
seperti riketsia, mikroba ini dapat di tumbuhkan di dalam biarkan artifisial.
Penyakit tersebut terutama mengenai anak-anak; 90% pasien berusia kurang
dari 18 tahun. Penyakit bermanifestasi sebagai limfadenopati regional,
terutama diketiak dan leher. Pembesaran kelenjar getah bening muncul
sekitar 2 minggu setelah pasien tercakar kucing atau, yang lebih jarang,
setelah tertusuk duri atau serpihan kayu. Di tempat cedera kulit mungkin
terbentuk nodus meradang yang meninggi, vesikel, atau krusta, mungkin juga
tidak. Pada sebagian besar pasien, pembesaran kelenjar getah bening mereda
dalam 2 sampai 4 bulan berikutnya. Walaupun jarang, paien dapat
mengalami ensefalitis, osteomielitis, atau trombositopenia.
1.3.2.1 Perubahan Morfologi
Perubahan anatomik pada kelenjar getahbening cukup khas; pada
awalnya, terbentuk granuloma mirip-sarkoidosis dengan bagian tengah
mengalami nekrosis disertai akumulasi neutrofil. Granuloma nekrotikans
stelata yang iregular tersebut tampak mirip dengan yang ditemukan pada
infeksi tertentu lain, seperti limfo granuloma venereum. Mikroba berada
diluar sel dan bahkan dapat dilihat hannya dengan pewarnaan perak atau
pemeriksaan mikroskop elektron. Diagnosis di dasarkan pada riwayat
terpajan kucing, temuan klinis, uji kulit terhadap antigen mikroba yang
positif, dan gambaran morfologik kelenjar getah bening yang khas.
2. Mononukleosis Infeksiosa
2.1. Etiologi
Di dunia Barat, mononukleosis infeksiosa (MI) merupakan penyakit
akut pada kaum remaja dan dewasa muda yang disebabkan oleh EBV
limfositotropik B, suatu anggota dari famili virus herpes. Infeksi terutama
ditandai dengan demam, nyeri tenggorokan, dan limfadenitis generalisata,
peningkatan limfosit dalam darah, yang banyak diantaranya memiliki
morfologi atipikal, dan respon antibodi humoral terhadap EBV. Perlu
3
dicatat bahwa sitomegalovirus dapat menyebabkan sindrom serupa yang
hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan serologik.
EBV banyak ditemukan pada populasi manusia. Apabila terdapat
kendala ekonomi yang menyebabkan penurunan standar kehidupan,
hampir pasti terjadi infeksi EBV pada usia dini. Pada usia ini, penyakit
jarang bergejala dan walaupun terdapat kenyataan bahwa pejamu yang
terinfeksi mengembangkan respon imun, lebih dari separuh populasi terus
menjadi penyebar virus (viral shredder), yang menjelaskan penyebab
infeksi meluas. Sebaliknya, di negara maju yang standar higienenya lebih
baik, infeksi biasanya baru muncul setelah remaja atau dewasa muda.
Mungkin standar kesehatan yang lebih baik dan lebih jarangnya penyakit
kronis lain memungkinkan terbentuknya respon imun yang lebih efektif
terhadap EBV, sehingga hanya sekitar 20% orang sehat seropositif
menyebarkan virus. Secara bersamaan, hanya sekitar 50% dari mereka
yang terpajan akan mengalami infeksi. Penularan ke sepupu seronegatif
biasanya terjadi melalui kontak oral erat. Dihipotesiskan bahwa virus
mula-mula menginfeksi sel epitel orofaring kemudian menyebar ke
jaringan limfoid dibawahnya (tonsil dan adenoid) tempat limfosit B, yang
memiliki reseptor untuk EBV, terinfeksi. Infeksi sel B mengambil salah
satu dari dua bentuk. Pada sebagian kecil sel B, infeksi produktif
menyebabkan lisis sel dan pembebasan virion. Namun, pada sebagian
besar sel infeksinya nonproduktif dan DNA virus menetap dalam bentuk
laten sebagai episom ekstrakromosom. Sel B yang mengalami infeksi laten
oleh EBVmengalami pengaktifan dan proliferasi poliklonal, akibat efek
beberapa polipeptida yang dikode oleh EBV. Virus menyebar melalui
sirkulasi dan mengeluarkan antibody yang memiliki beberapa spesifisitas,
termasuk antibody anti-sel darah merah domba heterofil yang terkenal
yang digunakan untuk mendiagnosis MI. Selama infeksi akut dini ini,
virus yang diproduksi pada sel yang terinfeksi dikeluarkan ke dalam air
liur, tidak diketahui apakah sumber virion in adalah sel epitel orofaring
atau sel B.
4
Respon imun normal sangat penting untuk mengendalikan proliferasi
sel B yang terinfksi HBV dan virus bebas sel. Pada awal perjalanan
infeksi, antibody IgM, kemudian IgG, dibentuk terhadap antigen kapsid
virus. Yang terakhir ini menetap seumur hidup. Yang lebih penting untuk
mengendalikan proliferasi sel B poliklonal adalah sel T sitotoksik spesifik-
virus dan sel natural killer (NK). Sel T sitotoksik spesifik-virus tampak
sebagai limfosit atipikal dalam sirkulasi, yang merupakan cirri penyakit
ini. Pada orang sehat, respon humoral dan seluler terhadap EBV bekerja
sebagai rem terhadap pengeluara viru, lebih pada membatasi jumlah sel B
yang terinfeksi dibandingkan mengeliminasinya. EBV laten tetap berada di
beberapa sel B dan mungkin juga sel epitl orofaring.
2.2. Perubahan Morfologi
Perubahan utama mengenai darah, kelenjar getah bening, limpa, hati,
susunan saraf pusat, dan kadang-kadang organ lain. Darah perifer
memperlihatkan limfositosis absolute dengan hitung sel darah putih total
antara 12.000 sampai 18.000/µL, dengan lebih dari 60% di antaranya
adalah limfosit. Banyak dari limfosit ini adalah limfosit atipikal yang besar,
bergaris tengah antara 12 sampai 16 µm., dan ditandai dengan sitoplasma
besar yang mengandung vakuol jernih dan inti sel yang oval, bertakik, atau
terlipat. Limfosit atipikal ini memiliki penanda sel T dan biasanya cukup
khas sehingga diagnosis dapat diperkirakan berdasarkan apusan darah tepi.
Kelenjar getah bening biasanya disekret dan membesar di seluruh
tubuh, terutama di daerah servikalis posterior, ketiak, dan lipatan paha.
Secara histologist jaringan limfoid dibanjiri oleh limfosit atipikal, yang
menempati daerah parakorteks (sel T). selain itu, terdapat reaksi sel B,
disertai pembesaran folikel. Kadang-kadang ditemkan sel yang mirip sel
Reed-Sternberg, tanda utama limfoma Hodgkin, di kelenjar getah bening.
Karena gambaran atipikal ini, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan
khusus untuk membedakan perubahan reaktif pada MI dari limfoma
maligna.
5
2.3. Manifestasi Klinis
Limpa membesar pada sebagian besar kasus. Dengan berat antara
300 dan 500 g. gambaran histologik analog denga yang ditemukan di
kelenjar getah bening, yaitu memperlihatkan sebukan padat limfosit
atipikal. Peningkatan pesat ukuran limpa dan infiltrasi trabekula dan
kapsul oleh limfosit menyebabkan limpa rapuh, dapat terjadi ruptur limpa
dan hanya dengan trauma minor.
2.4. Gangguan Fumgsi
Fungsi hati hampir selalu sedikit banyak terganggu secara transien.
Secara histologist, tampak limfosit atipikal di daerah porta dan sinusoid,
dan mungkin terdapat sel atau focus nekrosis parenkim terisi limfosit yang
disekret dan tersebar.
2.5. Patogenesis
Perilaku penyakit ini sering menyimpang, yaitu mungkin hanya
menimbulkan demam ringan atau tidak disertai demam hanya malaise,
rasa lelah, dan limfadenopati, mirip dengan spectrum leukemia limfoma,
bermanifestasi sebagai demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of
unknown origin) tanpa limfadenopati atau temuan local signifikan lain,
kemudian muncul sebagai hepatitis yang sulit dibedakan dengan sidrom
virus hpatotropik, atau bermanifestasi sebagai demam dan ruam mirip
rubella. Akhirnya, diagnosis bergantung pada pada temuan berikut :
1. Limfositosis dengan limfosit atipikal khas di daerah perifer
2. Reaksi heterofil positif (uji monospot)
3. Antibodi spesifik terhadap antigen EBV
6
EBV merupakan virus transforming yang poten dan berperan penting
dalam sejumlah keganasan pada manusia, termasuk pada beberapa jenis
limfosit B. penyulit serus pada mereka yang tidak memiliki imunitas sel T
(terutama resepien transplantasi organ dan sumsum tulang) adalah bahwa
proliferasi sel B yang dipacu oleh EBV mengamuk dan menyebabkan
kematian. Proses ini dapat dipicu oleh infeksi akut atau reaktivitas infeksi
sel B laten dan umumnya berawal dari proliferasi poliklonal yang
berkembang menjadi limfoma sel B seiring dengan waktu.
3. Limfoma Hoadgkin
Limfoma Hoadgkin timbul pada satu kelenjar atau rangkaian kelenjar
limfe dan mula-mula menyebar ke kelenjar limfe yang secara anatomis
berdekatan. Neoplasma ini secara morfologis ditandai oleh adanya sel raksasa
neoplastik khas yang dinamai sel Red-Sternberg yang memicu akumulasi
limfosit reaktif, histiosit(makrofag) dan granulosit. Sel Reed-Sternberg
neoplastik biasanya membentuk sebagian kecil(1% sampai 5%)dari massa sel
tumor total, sehingga HL lebih sulit diteliti dibandingkan dengan NHL tipikal.
HL membentuk 0,7% dari semua kanker baru di AS, dengan sekitar 7400
kasus baru dilaporkan setiap tahun. HL merupakan salah satu bentuk
keganasan tersering pada dewasa muda dengan usia rata-rata saat diagnosis
adalah 32 tahun.
Klasifikasi WHO mengenali adanya lima subtipe HL antara lain:
1. Sklerosis noduler
2. Selularitas campuran
3. Kaya- limfosit
7
4. Kurang limfosit
5. Predominasi limfosit
Fibrosis dapat sedikit atau banyak dan sel neoplastik ditemukan dalam
latar belakang sel-sel yang beraneka ragam, seperti limfosit T kecil,
eosinofil, sel plasma dan makrofag. Tipe sklerosis nodular terjadi sama
seringnya pada pria dan wanita. Penyakit ini mempunyai kecenderungan
untuk mengenai kelenjar limfe servikalis bawah supraklavikula, dan
mediastinum pada remaja atau dewasa muda dan jarang berkaitan dengan
EBV.Prognosis Baik.
8
Gambar 1. Limfoma Hodgkin, tipe sklerosis nodularis. Sebuah sel lacuna dengan nucleus
multilobus yang mengandung banyak nucleolus kecil tampak berada di ruang jernih yang tercipta
akibat retraksi sitoplasma. Sel ini dikelilingi oleh limfosit.
9
atau varian-varian morfologiknya. Fenotipe sel tumor identik dengan yang
diamati pada tipe sklerosis nodular dan selularitas campuran. Hl deplesi –
limfosit terutama ditemukan pada pasien lanjut, orang positif HIV, atau
dinegara non-industri dan sering berkaitan dengan EBV. Pasien sering
datang dengan stadium lanjut dan gejala sistemik, dan prognosis
keseliuruhan kurang dibandingkan dengan subtipe lain.
5. Limfoma Hodgkin tipe predominan Limfosit
Membentuk sekitar 5% dari semua kasus, ditandai oleh lenyapnya
nodus oleh infiltrat nodular yang terdiri dari limfosit kecil bercampur
dengan histiosit jinak dalam jumlah bervariasi. Sebagian besar pasien Hl
tipe predominan limfosit adalah pria, biasanya berusia kurang dari 35
tahun dengan limfadenopati leher atau axila. Mediastinum dan sum-sum
tulang jarang terkena.Beberapa penelitian, bentuk HL ini lebih besar
kemungkinan kambuh dibandingkan dengan subtipe klasik,tetapi
prognosisnya baik.
3.1 Etiologi dan Patogenesis
Studi memperlihatkan bahwa di dalam sebagian besar kasus,sel Reed-
Sternberg memiliki tata ulang gen imunoglobulin yang identik,yang
memperhatikan tanda-tanda hipermutasi somatik. Hal ini memastikan
bahwa sel Reed-sternberg memiliki tata ulang gen imunoglobulin yang
identik, yang memperlihatkan tanda-tanda hipermutasi somatik. Hal ini
memastikan bahwa sel Reed- Sternberg berasal dari sel B sentrum
germinativum atau pasca-sentrum germinativum. Meskipun sebagian besar
kasus berasal dari sel B sentrum germinativum atau pasca-sentrum
germinativum, termasuk gen-gen imunoglobulin. Sel tumor posiitif EBV
mengekspresikan latent membrane protein(LMP-1), protein yang dikode
oleh genop EBV yang mampu menyebabkan traansformasi sel. LMP-1
menyalurkan sinyal yang meningkatkan ekpresi NF-kB, faktor transkripsi
yang penting dalam pengaktifan limfosit.
Terjadi akumulasi khas sel-sel reaktif sebagai respons terhadap
berbagai sitokin yang dikeluarkan oleh sel Reed-sternberg, misalnya IL-
5,IL-6,IL-13,faktor nekrosis tumor (TNF),dan GM-CSF.
10
Sel Reed-Sternberg bersifat aneuploid dan sering memiliki beragam
penyimpanan kromosom klonal. Penambahan kromosom 2p, tempat proto-
onkogen c-REL, sangat sering ditemukan dan juga dapat berfungsi
meningkatkan aktivitas NF-kB.
3.2 Perjalanan Penyakit
HL seperti NHL biasanya bermanifestasi sebagai pembesaran kelenjar
limfe yang tidak nyeri. Meskipun HL dan NHL dapat dibedakan hanya
dari pemeriksaan biopsi kelenjar limfe, beberapa gambaran klinis khas
memberi petunjuk tentang diagnosis HL. Pasien dengan penyakit
diseminata (stadium III dan IV) atau subtipe selularitas campuran atau
deplesi limfosit, lebih besar kemungkinannya mengalami gejala sistemik
misalnya penurunan berat badan dan keringat malam. Satu gejala
paraneuplastik jarang yang spesifik untuk HL adalah rasa nyeri di kelenjar
limfe yang terkena saat pasien minum alkohokl. Pada sebagian besar kasus
ditemukan alergi kulit akibat tertekannya imunitas seluler.
Dengan tata lakssana pengobatan yang ada, variabel prognostik
terpenting adalah stadium tumor dibandingkan dengan tipe histologik.
Angka kesembuhan pasien stadium I dan IIA mendekati 90%.Bahkan pada
stadium lanjut(IVA dan IVB), angka harapan hidup 5 tahun mencapai 60%
sampai 70%.
4. Limfoma Burkitt
Limfoma Burkitt adalah kanker yang terjadi pada sistem limfatik yang
biasanya terdapat pada limfosit B. Penyakit ini umumnya menyerang anak-
anak.
Limfoma burkitt sendiri merupakan penyakit endemik di beberapa bagian
afrika dan sporadik di tempat lain, termasuk amerika serikat. Di afrika dan
daerah nonendemik identik, walaupun terdapat perbedaan klinis dan virologis,
Hubungan penyakit ini dengan EBV
4.1 Etiologi dan Patogenesis
Penyebab limfoma Burrkit adalah virus Epstein Barr. Limfoma
Burkitt merupakan penyakit ganas, tumor yang tumbuh cepat yang berasal
dari subtipe sel darah putih yang disebut limfosit B dari sistem kekebalan
tubuh dan sering mempengaruhi organ-organ internal dan sistem saraf
11
pusat. Tumor ini berasal dari pusat-pusat germinal dari organ limfoid
(patch Peyer di usus kecil, kelenjar getah bening dan limpa). Reaksi pusat
germinal diinisiasi oleh sel B matang pada deteksi zat asing (antigen). Sel-
sel B memodifikasi DNA mereka dalam perjalanan reaksi, sehingga
akhirnya dalam respon antibodi yang sangat spesifik terhadap antigen.
The B reseptor sel (BCR), sebuah antibodi yang disajikan pada permukaan
sel B matang, memainkan peran penting dalam reaksi pusat germinal.
Hal yang terjadi pada limfoma Burrkit ialah kesalahan dalam
perbaikan DNA istirahat hasil dalam translokasi onkogen c-MYC. Gen ini
mengatur pembelahan sel, dan dengan demikian ekspresinya secara ketat
dikontrol dalam sel normal. C-MYC translokasi mengarah ke deregulasi,
dan sel-sel yang terkena membelah secara tidak terkendali. Namun, c-
MYC berlebih juga menyebabkan kematian sel besar. Oleh karena itu c-
MYC deregulasi dengan sendirinya tidak dapat mengubah sel normal
menjadi sel kanker. Pada limfoma Burkitt, induksi apoptosis peningkatan
ekspresi c-MYC harus diatasi oleh mutasi tambahan mencegah kematian
sel. Seorang Profesor Rajewsky dan koleganya menunjukkan bahwa enzim
yang disebut PI3K sangat penting untuk kelangsungan hidup sel B matang.
Ini akan mengaktifkan jalur sinyal yang mengatur pertumbuhan sel dan
melawan kematian sel terprogram. Mereka menunjukkan bahwa PI3K
merupakan elemen kunci dalam pengembangan limfoma Burkitt yang
memungkinkan c-MYC untuk mengubah germinal limfosit B menjadi
pusat sel limfoma yang membelah terus menerus dan melarikan diri
apoptosis. Namun, tidak setiap sel co-mengekspresikan c-MYC B PI3K
berubah menjadi sel limfoma, sehingga mereka menduga mutasi genetik
tambahan yang mungkin memainkan peran dalam Burkitt limfoma genesis
4.2 Perubahan Morfologi
Sel tumor tampak monoton, berukuran antara limfosit kecil dan
besar yang tidak membelah, serta memilikiinti oval atau bundar yang
mengandung dua sampai lima nukleolus yang mencolok. Ukuran inti sel
menyamai inti sel makrofag jinak yang terdapat di dalam tumor.
Sitoplasma berukuran sedang, sedikit basofilik dan ampofilik, sangat
12
pironinofilik, dan sering berisi vakuola kecil berisi lemak. Laju mitosis
yang tinggi merupakan ciri tumor ini, demikian juga kematian sel,
sehingga terdapat banyak makrofag jaringan dengan debris inti sel di
dalamnya. Karena makrofag jinak ini sering dikelilingi oleh ruang jernih,
sel ini membentuk suatu pola langit berbintang.
4.2.1 Imunofenotipe
Limfoma burkitt adalah tumor sel B yang mengekspresikan IgM
permukaan dan penanda sel pan-B seperti CD19, serta antigen
CD10.
4.2.2 Kariotipe
Limfoma burkitt berkaitan erat dengan translokasi yang
melibatkan gen MYC di kromosom 8. Sebagian besar translokasi
menyatukan MYC dengan gen IgH di kromosom 14, tetapi juga di
temukan translokasi varian yang melibatkan lokus lantai ringan ҡ,
masing-masing di kromosom 2 dan 22 hasil akhir setiap translokasi
adalah ekspresi berlebihan yang poten.
13
4.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi limfoma burrkit sering terjadi dalam beberapa minggu
karena sel limfoma dapat menyebar dengan cepat. Orang dengan limfoma
burrkit akan memengaruhi perut (usus). Jika memengaruhi perut maka
seseorang akan merasakan nyeri abdomen, kesakitan dan diare. Gejalanya
kadang-kadang membingungkan karena hampir sama dengan apendicitis.
Limfoma Burrkit sering dijumpai pada bagian extranodul. Gejala
limfoma termasuk berkeringat malam, kelelahan, gejala flu,kehilangan
berat badan tanpa sebab, pembesaran kelenjar getah bening tanpa sebab
dan penurunan berat badan tanpa sebab.
4.4 Gangguan Fungsi
Pada penyakit ini akan ditemukan pembengkakan satu atau lebih
nodus limfe. Limfoma burrkit memiliki efek pada abodome. efeknya ialah
seseorang akan merasakan nyeri abdomen, kesakitan dan diare. Gejalanya
kadang-kadang membingungkan karena hampir sama dengan appendicitis,
kemungkinan limfoma juga disebabkan oleh penimbunan cairan pada
rongga abdomen, atau disebabkan obstruksi abdomen.
14