Anda di halaman 1dari 3

A.

Kasus (4)
Nama: KARTIKA DEWI
NIM: 112017264

Seorang anak perempuan dengan inisial D (usia 3 tahun berat badan 14 kg), dibawa ke klinik
oleh kedua orangtuanya dengan keluhan kejang. D mengalami demam sejak satu hari
sebelumnya disertai batuk, 12 jam setelah onset demam terjadi kejang seluruh tubuh kira-kira 5
menit. Karena panik, orang tua memanggil dukun desa dan dukun membalurkan minyak telon
dengan bawang merah ke seluruh tubuh anak. Kejang berhenti sendiri, 10 menit kemudian anak
sadar. Dua tahun lalu D pernah juga mengalami kejang dan demam. Kata nenek pasien, ayah D
juga pernah mengalami hal serupa saat masih kecil. Pemeriksaan fisik oleh dokter di klinik
menemukan adanya demam, kondisi umum baik, anak sadar.

Pertanyaan:
1. Sebutkan diagnosis kerja pasien tersebut di atas

Kejang demam sederhana. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang
berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu
24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.

2. Sebutkan diagnosis banding (DD) nya

-Epilepsi: Pada epilepsi kejang tidak disertai dengan demam. Pemeriksaan EEG dapat
menunjukkan adanya gelombang epileptiform (contoh: gelombang spike and slow).

- Meningitis Bakterial Akut: Pasien tampak lebih letargis dan gelisah, terdapat gangguan
kesadaran setelah kejang, ruam kulit, fontanel membonjol, dan kaku kuduk. Pemeriksaan pungsi
lumbal tidak normal dan kultur liquor cerebrospinalis (LCS) tumbuh bakteri.

- Meningitis Viral: Kaku kuduk positif. Pemeriksaan pungsi lumbal tidak normal, kultur
bakteri LCS negatif, tetapi polymerase chain reaction (PCR) kemungkinan positif

- Ensefalopati Akut: Gejala prodromal seperti gejala pada infeksi virus, diikuti dengan
gangguan kesadaran dan kejang dan dapat disebabkan oleh zat beracun (pada Sindroma Reye)
Pemeriksaan pungsi lumbal dapat menunjukkan:

 Peningkatan tekanan LCS, hitung sel dan protein meningkat, dengan penurunan glukosa
 Peningkatan rasio albumin LCS / serum mengindikasikan adanya gangguan sawar otak dan
menjadi tanda awal dari ensefalopati akibat virus yang akut.
 Peningkatan enzim liver dan kadar amonia di dalam darah.
 Gula darah dapat menurun.
Dapat ditemukan gangguan pada hasil elektroensefalografi (EEG). Dapat ditemukan hasil MRI
yang normal dan tidak normal (contoh: nekrosis talamus bilateral dan edema otak).
Pemeriksaan virus dapat ditemukan positif (contoh: influenza A).

3. Pemeriksaan fisik apa yang harus dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding? Apakah
butuh pemeriksaan penunjang? Sebutkan bila ada.

 Pemeriksaan fisik : kesadaran , nadi dan pernafasan , tanda-tanda rangsang meningeal


( kaku kuduk, brudzinki 1 dan 2, kernik dan laseque ) , reflek patologis ( Hoffman
tromar , bing tes, openheim , babinski , chadok)

 Pemeriksaan penunjang:

- Pungsi lumbal: Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada bayi kurang dari 12 bulan (sangat dianjurkan), Bayi antara 12-18
bulan (dianjurkan), Bayi > 18 bulan tidak rutin dan bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak
perlu dilakukan pungsi lumbal.

- Pemeriksaan elektroensefalografi: Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat


memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

- untuk mengetahui infeksi (pemeriksaan darah lengkap hematokrit, leukosit , trombosit ,


hemoglobin), elektrolit , gula darah sewaktu , urinalisis

4. Obat apa yang diberikan untuk pasien terebut?

o Antipiretik: Paracetamol 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5
kali.

o Antikonvulsan: Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%- 60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C

5. Edukasi apa yang harus diberikan ?

 Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mem- punyai prognosis baik.

 Memberitahukan cara penanganan kejang

 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali


 Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping

B. Penanganan kegawatdaruratan pediatri


1. Sebutkan tanda-tanda serangan asma berat

 Bicara dalam kata

 Duduk bertopang dan gelisah

 Frekuensi nafas meningkat

 Frekuensi nadi meningkat

 Spo2 < 90%

 Retraksi dinding dada

2. Jelaskan penanganan asma serangan berat pada anak

 Pemberian oksigen 2-4L/menit

 Pasang jalur parenteral dan lakukan foto toraks,

 Berikan - agonis dan antikolinergik

 Pemberian oksigen diteruskan. Jika ada dehidrasi dan asidosis maka diatasi dengan pemberian
cairan intravena dan dikoreksi asidosisnya.

 Steroid diberikan tiap 6-8 jam, secara bolus IV / IM / oral. -agonis + antikolinergik dengan
oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika dalam 4-6 kali pemberian telah terjadi perbaikan klinis,
jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.

 Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis: Bila pasien belum mendapat aminofilin
sebelumnya, diberi aminofilin dosis awal sebesar 4-6 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrose atau
garam fisiologis sebanyak 20 ml, diberikan dalam 20-30 menit. Selanjutnya aminofilin dosis
rumatan diberikan sebesar 0,5-1 mg/kgBB/jam. Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang
dari 6-8 jam), dosis awal aminofilin diberikan 1/2nya. Sebaiknya kadar aminofilin diukur dan
dipertahankan 10-20 mcg/ml. Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan tiap 6 jam
hingga 24 jam, dan steroid serta aminofilin diganti pemberian peroral.

Anda mungkin juga menyukai