Anda di halaman 1dari 5

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Merokok merupakan suatu masalah di dalam masyarakat yang dapat menimbulkan


banyak kerugian baik dari segi sosial ekonomi maupun kesehatan bahkan kematian. Selain
itu, akibat yang ditimbulkan berupa penyakit akibat rokok terjadi dalam jangka waktu yang
cukup lama, sehingga sering kali menyebabkan kegagalan dalam upaya mencegah untuk
tidak merokok atau menghentikan kebiasaan merokok.1 Rokok mengandung lebih dari 7000
zat kimia toksik dan mengiritasi (CDC, 2018). Terdapat setidaknya 250 senyawa berbahaya
termasuk senyawa hidrogen sianida, karbon monoksida, dan amonia. Rokok juga
mengandung nikotin yang dapat menimbulkan adiksi pada perokok, serta zat karsinogenik
seperti tar. 2 Rokok membunuh sekitar 225.720 orang per tahun atau sekitar 14,7% dari angka
kematian total. Perokok berisiko terkena kanker paru sepuluh kali lebih besar dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok karena terlalu banyak terpapar senyawa karsinogenik. 3

Wabah tembakau atau rokok telah meracuni dan membunuh 4 juta penduduk dunia setiap
tahunnya, selain itu merokok juga bertanggung jawab terhadap kematian satu dari lima
orang. Rokok masih menjadi polemik di masyarakat hingga saat ini. Menurut data World
Health Organization (WHO) diperkirakan terdapat 1,26 miliar perokok aktif yang ada di
dunia. Data epidemi tembakau di dunia menunjukkan tembakau membunuh lebih dari 5
(lima) juta orang setiap tahunnya. Jika hal tersebut terus berlanjut maka diproyeksikan akan
terjadi 10 (sepuluh) juta kematian pada tahun 2020, dengan 70% kematian terjadi di negara
sedang berkembang.3 Di Indonesia prevalensi perokok berusia 15 - 24 tahun memiliki tren
yang meningkat. Pada tahun 2000 berdasarkan data WHO 2015 prevalensi perokok pada usia
tersebut sebesar 23,5%, pada tahun 2010 meningkat menjadi 28% dan proyeksi pada tahun
2025 akan menjadi 38,8%.3 Berdasarkan data Global Adult Tobaco Survey tahun 2011,
Indonesia memiliki prevalensi perokok aktif tertinggi sebanyak 36,1 persen orang dewasa,
dan 67 persen pria remaja. 4 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013 sekitar 48% usia remaja dan dewasa muda di DKI Jakarta adalah perokok. 5 Jumlah
rokok yang dikonsumsi di Indonesia rata-rata mencapai 13 batang per hari. Biaya yang harus
dikeluarkan untuk penyakit yang diakibatkan oleh rokok pada tahun 2016 mencapai 5,3
triliun. Sedangkan menurut Survei indikator kesehatan nasional tahun 2016 menyebutkan
bahwa terdapat perokok remaja laki-laki sebanyak 54,8%.6
Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 terdapat sekitar kira-kira 48% perokok usia
muda (remaja dan dewasa muda) di DKI Jakarta, tidak menutup harapan terdapat sekitar 52%
pemuda yang bebas dari rokok atau pemuda bukan perokok. Sebutan bukan perokok atau
individu anti-rokok adalah individu yang tidak pernah merokok selama hidupnya. 5 Seperti
dalam penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti dkk, mengenai Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja Kampung Bojong Rawalele,
Jatimakmur, Bekasi tahun 2017 menunjukan pengetahuan yang baik meningkatkan
prevalensi tidak merokok atau meningkatkan individu bebas rokok.7 Meningkatkan
pengetahuan juga merupakan wujud edukasi dari pemerintah. Sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2013, mulai Selasa (24 Juni 2014), semua produk
rokok di tanah air wajib mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan dengan
gambar yang menyeramkan pada rokok. Pemasangan gambar peringatan di bungkus rokok
ini diharapkan dapat menambah pengetahuan akan bahaya rokok sehingga dapat mengubah
persepsi individu tersebut terhadap bahaya rokok. Menurut Sugiharti, Sukartini, dan
Handriana (2015), individu dengan tingkat pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD)
memiliki tingkat kecenderungan merokok lebih tinggi dibandingkan dengan jenjang
pendidikan yang lebih tinggi dan menurut mereka juga semakin tinggi tingkat pendapatan
maka pengeluaran untuk konsumsi rokok juga semakin tinggi. Menurut Ahsan, Wiyono, dan
Aninditya (2012), Peningkatan prevalensi perokok di setiap kelompok dan tingkat
pendapatan sekaligus menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah perokok di Indonesia.
Harga rokok yang terjangkau oleh berbagai kalangan masyarakat terutama perokok dari
kelompok berpendapatan tinggi, dan juga oleh perokok dari kelompok-kelompok pendapatan
lainnya. Bagi perokok yang berpendapatan tinggi, beban kesehatan mungkin tidak begitu
menjadi beban ekonomi yang signifikan. Namun berbeda halnya bagi perokok yang
berpendapatan rendah. Beban kesehatan yang ditanggung sebagai akibat dari kebiasaan
merokok menjadi beban ekonomi tambahan bagi mereka. 8
Seseorang yang tidak merokok di tengah lingkungan dengan prevalensi perokok yang di
tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor, beberapa faktor telah dibahas diatas, namun
masih banyak faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok di Indonesia yang
akan kami terliti dan bahas dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya
adalah :
1.2.1 Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 terdapat sekitar kira-kira 48%
perokok usia muda (remaja dan dewasa muda) di DKI Jakarta, tidak menutup
harapan terdapat sekitar 52% pemuda yang bebas dari rokok atau pemuda bukan
perokok.5
1.2.2 Sebutan bukan perokok atau individu anti-rokok adalah individu yang tidak
pernah merokok selama hidupnya.5
1.2.3 Seseorang yang tidak merokok di tengah lingkungan dengan prevalensi perokok
yang di tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor.
1.2.4 Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti dkk, mengenai Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja Kampung Bojong
Rawalele, Jatimakmur, Bekasi tahun 2017 menunjukan pengetahuan yang baik
meningkatkan prevalensi tidak merokok atau meningkatkan individu bebas
rokok.7
1.2.5 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Anti-Rokok di Puskesmas
Kelurahan Kedoya Utara Bulan Oktober 2019

1.3 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara faktor-faktor dengan perilaku
anti-rokok di Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara Bulan Oktober 2019.
1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku anti-rokok di
Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara Bulan Oktober 2019.
1.4.2 Tujuan Khusus

1) Diketahuinya gambaran frekuensi responden dengan perilaku anti-rokok di


Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara Bulan Oktober 2019.

2) Diketahuinya gambaran distribusi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,


pengetahuan dan tingkat pendapatan, di Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara
Bulan Oktober 2019.

3) Diketahuinya hubungan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan


dan tingkat pendapatan dengan perilaku anti-rokok di Puskesmas Kelurahan
Kedoya Utara Bulan Oktober 2019.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis


Diharapkan dapat menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan tentang perilaku
anti-rokok, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Puskesmas Kelurahan Kedoya
Utara Bulan Oktober 2019.
1.5.2 Manfaat Praktis
1) Bagi peneliti, diharapkan menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman
mengenai permasalahan yang berkaitan dengan perilaku anti-rokok dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya.
2) Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, diharapkan dapat
menjadi sumber referensi dan bahan bacaan di perpustakaan, dan sebagai bahan
bagi peneliti selanjutnya.
3) Bagi Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara, diharapkan dapat memberikan
informasi dalam rangka dapat meningkat perilaku anti-rokok terhadap warga yang
berada di Puskesmas Kelurahan Kedoya Utara mencegah meningkatkan
prevalensi perokok, sehingga menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat rokok.

Anda mungkin juga menyukai