Oleh :
Anisia Mikaela Maubere 0715044
Kevin Budi Harto 09150
Arif Rachman 09150
Annisa Denada 0915
Dhany Saptari 0915
Pembimbing :
dr. Antonius, Sp.B FInaCS
1
KETERANGAN UMUM
Nama : Ny.S
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sembawa
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Ruangan : Elisa
No. RM : 164442
Tanggal Dirawat : 7 Agustus 2014 pk.11.31
Tanggal Diperiksa : 7 Agustus 2014
ANAMNESIS (autoanamnesis)
2
Usaha berobat: 17 tahun yang lalu pernah ke pengobatan alternatif dan pasien
mengaku benjolan diambil sebagian namun setelah itu benjolan membesar
kembali.
B. TANDA VITAL
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 68x/menit, iregular,isi cukup
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36.6 °C
C. PEMERIKSAAN UMUM
Kepala
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Eksofthalmus (-), Stellwag’s sign (-), Joffroy’s sign (-), Moebius’ sign (-),
Rosenbach’s sign (-), von Graefe’s sign (-)
Leher
Kelenjar Thyroid
3
Inspeksi: terlihat benjolan di leher sebelah kiri kira-kirasebesar telor ayam,
ikut bergerak naik turun saat pasien menelan, terlihat benjolan di leher
sebelah kanan sebesar kelereng, kemerahan (-) .
Palpasi : terababenjolan di leher sebelah kanan berukuran 1x1cm,permukaan
rata, konsistensi kenyal, batas tegas, mobile , nyeri tekan (-), tidak teraba
hangat, deviasi trakea (-), benjolan di leher sebelah kiri kurang lebih 4x3
cm, permukaan berbenjol-benjol, konsistensi kenyal keras,batas tegas,
mobile, ikut bergerak saat menelan, nyeri tekan (-), tidak teraba hangat
Auskultasi : Bruit (-)
Thoraks
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris, kiri =kanan.
Palpasi : pergerakan simetris kiri = kanan
taktil fremitus kiri = kanan
Perkusi : Pulmo : sonor kanan = kiri
Cor : Pembesaran jantung (-)
Auskultasi : Pulmo: VBS +/+, ronchi-/- ,wheezing -/-
Cor : bunyi jantung murni, reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi :datar, tidak tampak benjolan
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : soepel, defence musculer (-), hepar dan Lien tidak teraba.
Punggung
Nyeri ketok CVA -/-
Genital ; Anus dan Rectum
Tidak dilakukan Pemeriksaan
Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2 detik,tremor (-)
4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thorax (14 Juli 2014)
5
Hematologi (7 Agustus 2014)
Eritrosit : 4.25 juta/mm3 HbsAg : negatif
Hb : 12,3 g/dl Elektrolit:
Ht : 37% Kalium : 3,46 mmol/L
Leukosit :7.400 /mm3 Natrium : 147,6 mmol/L
Trombosit : 252.000/mm³ Chlorida : 105,7 mmol/L
MCV : 86 fl SGOT : 24 U/L
MCH : 29 pg/sel SGPT : 13 U/L
MCHC : 34 g/dl Ureum : 18,0 mg/dl
BT : 1 menit Kreatinin : 0,4 mg/dl
CT : 4 menit GDS :92mg/dl
V Diagnosis
Diagnosis banding :
Struma Nodosa Non Toksik
Keganasan
Diagnosis kerja :Struma Nodosa Non Toksik
VI. Prognosis
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo ad Fuctionam : Ad bonam
VII. Terapi
Pre Op Ceftriaxone 1 gr 1x1
Post Op Ceftriaxon 2x1gram
Ketorolac 2x1 amp
Asam tranexamat 3x1 amp
Asam mefenamat tab 3x500mg
Ranitidine 2x1 amp
6
Amlodipin tab 5mg 1x1
Ditemukan
7
Instruksi Post Operasi
Puasa: Sampai pasien sadar penuh
Infus: RL 20 tetes/menit
Obat: Ceftriaxon 2x1gram
Ketorolac 2x1 amp
Asam tranexamat 3x1 amp
8
Asam mefenamat tab 3x500mg
Ranitidine 2x1 amp
Amlodipin tab 5mg 1x1
9
Follow Up
10
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher dan memiliki dua bagian
lobus yang dihubungkan oleh isthmus .Masing-masing lobus memiliki kutub
superior yang tajam dan kutub posterior yang tumpul.Kelenjar ini berukuran
kurang lebih panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm.
Kelenjar tiroid merupakan salah satu dari kelenjar endokrin yang terbesar,
dengan berat sekitar 14-20 gram. Pada pembesaran kelenjar tiroid, beratnya dapat
mencapai ratusan gram.Kelenjar ini terdiri dari folikelyang mengandung banyak
jaringan kapiler.Folikel tersebut berisi koloid protein berwarna jernih.
Dua pasang pembuluh darah yang mensupply meliputi: a.thyroid superior
yang merupakan percabangan dari a. carotis externus dan a.thyroid inferior yang
merupakan percabangan dari arteri subclavia. Pada struma toksik diffusa yang
disebabkan oleh Grave’s dissease, aliran darah dapat menjadi berlebihan,
mencapai 1L/menit/g dan dapat menghasilkan bruit pada auskultasi atau thrill
pada perabaan.
11
Kelenjar tiroid memproduksi hormon yang mengatur metabolisme tubuh.
Hormon tersebut mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, mempertahankan
suhu tubuh, mempengaruhi denyut jantung, dan mengatur pembentukan protein.
Kelenjar tiroid juga memproduksi hormon kalsitonin yang berfungsi mengatur
kadar kalsium dalam darah.
Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan
metabolisme energi, mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan
energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah
sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal
terhadap glukosa, merangsang pertumbuhan somatik, dan berperan dalam
perkembangan normal sistem saraf pusat.
Gambar 2
Gambar struma noduler di lobus kiri tiroid.
12
Gambar 3
Anatomi leher
Definisi
Epidemiologi
Struma biasanya terjadi pada oreng-orang yang tinggal di daerah yang
miskin iodin atau daerah-daerah yang jauh dari laut. Kebanyakan terjadi di
negara-negara berkembang seperti Asia dan Afrika Tengah. Insidensi biasanya
terjadi pada populasi dengan usia diatas 40 tahun, wanita lebih banyak daripada
pria dan adanya faktor keturunan. Ras tidak berpengaruh pada struma. Nodul
13
tiroid jarang pada pria daripada wanita tetapi saat ditemukan pada pria sering
ganas.
Kebanyakan struma jinak dan menyebabkan hanya gangguan kosmetik.
Morbiditas dan mortalitas dapat disebabkan karena kompresi struktur sekitar,
kanker tiroid, hipertiroid atau hipotiroid.
Etiologi
Defisiensi iodin adalah penyebab tersering struma nodosa non-toksik,
defisiensi iodin timbul bila asupan iodin dibawah 50 ug/hari. Berdasarkan WHO,
kebutuhan asupan iodin optimal orang dewasa adalah 150-300 ug/hari.
Penyebab lainStruma Nodosa Non-Toksik adalah defek enzim untuk
sintesis T3 dan T4, goitrogen (amiodaron, litium karbonat, sayur kol) yang
melepaskan thiocyanate dan akibat terapi antitiroid (methimazole dan
carbimazole).
14
darah adalah 0,08-0,60 μg/dl. Angka <0,08 μg /dLmenunjukkan defisiensi
dan >1 μg/dL menunjukkan adanya tambahan yodium eksogen. Di daerah
tropis banyak yodium yang keluar lewat keringat. Kebutuhan manusia
sehari minimal 100-300 μg yodium. Bila ekskresi yodium <50 μg/hari
merupakan indikasi adanya defisiensi pada populasi tersebut.
2. Bahan goitrogenik, makanan, obat-obatan, rokok sering menimbulkan
hambatan pada masuknya yodium pada folikel kelenjar tiroid, lebih-lebih
bila asupan yodium juga kurang. Bahan-bahan goitrogenik antara lain:
sayuran mentah, lobak, sawi putih, ketela pohon (mengandung sianida)
dan pada sayuran yang dimasak, bahan goitrogenik tersebut menjadi tidak
aktif. Bahan-bahan ini bekerja pada sistem pompa masuknya yodium ke
dalam sel folikel kelenjar tiroid.
3. Faktor genetika
4. Iodine excess
Klasifikasi
Struma Nodosa Non-Toksik dibagi menjadi :
chronic lymphocytic thyroiditis (Hashimoto disease)
endemic goiter
sporadic goiter
struma kongenital
struma fisiologis pada saat pubertas
15
Berdasarkan konsistensinya ,nodul dibedakan menjadi ;
• nodul lunak
• nodul kistik
• nodul keras
• nodul sangat keras
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi
fungsi fisiologis kelenjar thyroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan
istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. Struma dikenal
beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang
diketahui dengan palpasi atau auskultasi :
1. Bentuk kista : Struma kistik
Mengenai 1 lobus
Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan tangan
16
Kadang multilobaris
Fluktuasi (+)
2. Bentuk noduler : Struma nodusa
Batas jelas
Konsistensi kenyal sampai keras
Bila keras curiga neoplamsa, umumnya berupa adenocarcinoma
thyroidea
3. Bentuk diffusa : Struma diffusa
Batas tidak jelas
Konsistensi biasa kenyal, lebih kearah lembek
4. Bentuk vascular : Struma vasculosa
Tampak pembuluh darah
Berdenyut
Auskultasi : bruit pada neoplasma dan struma vasculosa
Kelenjar getah bening : paratracheal dan vena jugularis
Berdasarkan fisiologisnya
Berdasarkan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar thyroid yang berada di bawah normal
sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang
meningkat.Goiter atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang.Gejala hipotiroidisme
adalah penambahan berat badan, sensitive terhadap udara dingin, dementia,
sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok,
17
menstruasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan
bicara.
c. Hipertiroidisme
Nama lainnya adalah tirotoksikosis atau Grave yang dapat didefinisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon
tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis
antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar thyroid, sehingga tidak hanya
produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar thyroid menjadi
besar. Gejala hipertitoid berupa berat badan menurun, nafsu makan
meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih suka udara dingin, sesak
napas, jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalmus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
Berdasarkan klinisnya
a. Struma toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Jika tidak diberikan tindakan medis, struma nodusa
akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tirotoksikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormone tiroid yang berlebihan dalam
darah.Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tirotoksikosis yang paling banyak
ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut
sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi
tetapi bukan mencegah pembentukannya. Apabila gejala hipertiroidisme
bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis
18
tirotoksik. Gejala klinisnya yaitu rasa khawatir yang berat, mual, muntah,
kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.
b. Struma non toksik
Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang
kronik.Struma ini disebut simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang
sering ditemukan di daerah yang air minumnya kurang sekali mengandung
yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang
berobat karena keluhan kosmetik atau khawatir akan keganasan. Namun sebagian
pasien mengeluh adanya gejala seperti penekanan pada esofagus (disfagia) atau
trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul
perdarahan di dalam nodul.
Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh
hampir sama dengan yang diekskresikan lewat urin. Kriteria daerah endemis
gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas
10%, endemik sedang 20-29% dan endemik berat di atas 30%.
Gejala dan tanda hipertiroid dapat dinilai melalui indeks Wayne :
19
Tabel 1
Indeks Wayne
Tabel 2
Indeks New Castle
Patogenesis – Patofisiologi
Pada struma nodosa non-toksik biasanya merupakan suatu perjalanan
penyakit yang fisiologis biasanya terjadi karena peningkatan kebutuhan terhadap
tiroksin saat masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan,
menopause, infeksi, dan stres.
Pada perjalanan struma nodosa non-toksik dengan defisiensi iodin atau
defek sintesis T3 dan T4 menyebabkan peningkatan sekresi TSH. Hal ini
merupakan respon kompensasi dari produksi hormon tiroid yang inadekuat. Ini
kemudian berkembang menjadi hiperplasia tiroid difus dan berlanjut menjadi
hiperplasia nodular, yang mempunyai kemungkinan untuk menjadi TSH-
independent (otonom).Akibatnya dapat menjadi goiter multinodular yang toksik
maupun nontoksik TSH-independent.Nodul-nodul hiperplastik ini dapat menjadi
nekrotik dan hemorhagik. Goiter multinodular dapat terdiri dari hot nodules
(hiperplastik) atau cold nodules (nekrotik, hemorhagik, atau mikrofolikular).
20
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating hormone (TSH),
disekresikan dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh
thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. TSH memungkinkan
pertumbuhan, diferensiasi sel serta produksi dan sekresi hormon tiroid oleh
kelenjar tiroid. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH yang terletak pada kelenjar
tiroid. Hormon tiroid levothyroxine serum dan triiodothyronine memberikan
umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH.
Stimulasi reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, antibodi TSH - reseptor, atau
agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan struma
difus.Ketika sekelompok kecil sel tiroid, sel-sel inflamasi, atau sel-sel ganas
metastasis ke tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya asupan yodium dapat
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan selularitas dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk
menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, struma terjadi.
Penyebab kekurangan hormon tiroid yaitu kelainan sintesis hormon tiroid
kongenital, kekurangan yodium, proses peradangan atau gangguan autoimun
seperti Grave’s disease dan penghambatan sintesa hormone oleh zat goitrogenik.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar thyroid
yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya.Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan oesophagus.Struma dapat
mengarah ke profunda sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas, dysphagia, dysphonia. Hal tersebut akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran ke superficial makaakan memberi bentuk leher yang
besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan dysphagia.
Diagnosis
Anamnesis
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tiroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan
21
menelan.Peningkatan metabolisme dapat menyebabkan hiperaktif dengan
meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi
berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan
kelelahan.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan status lokalis struma, dibedakan dalam hal :
1. Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler
local
2. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
3. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.
4. Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus
5. Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler
6. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
7. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
8. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
9. Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut
bergerak
10. Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan
Pemeriksaan gondok yang terbaik dilakukan dengan pasien tegak, duduk atau
berdiri. Inspeksi dari samping mungkin lebih baik untuk menilai profil tiroid.
Meminta pasien untuk meminum seteguk air agar pemeriksaan lebih jelas.Tiroid
harus bergerak saat menelan.
22
Palpasi gondok dilakukan baik dari depan pasien atau dari belakang pasien,
dengan leher santai dan tidak hiperekstensi. Beberapa hal yang perlu dinilai pada
pemeriksaan palpasi :
1. Perluasan dan tepi
2. Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak
dapat diraba trachea dan kelenjarnya.
3. Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
4. Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih
dalam daripada musculus ini.
5. Limfonodi dan jaringan sekitar
Ukuran masing-masing lobus diukur. Sebuah kelenjar tiroid yang lunak
menunjukkan Hashimoto tiroiditis, dan kelenjar tiroid keras menunjukkan
keganasan atau Riedel struma.4
Beberapa nodul mungkin menunjukkan goiter multinodular atau tiroiditis
Hashimoto. Sebuah nodul keras soliter menunjukkan keganasan, sedangkan nodul
tegas soliter mungkin kista tiroid. Nyeri tiroid yang difus menunjukkan subakut
tiroiditis, dan nyeri tiroid lokal menunjukkan perdarahan intranodal atau nekrosis.
Kelenjar getah bening leher yang teraba menunjukkan tanda-tanda kanker tiroid
metastatik.
Pada auskultasi dapat terdengar bruit lembut di atas arteri thyroid inferior yang
menandakan struma toksik.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
o Pemeriksaan kadar TSH, T3 total, Free T4, dan T4 total.
o Skriningawal harus mencakupTSH. Penilaiantiroksin
bebasakanmenjadi langkah berikutnyadalam evaluasi. Pengujian
laboratoriumlebih lanjutdidasarkan padapresentasi danhasilpenelitian
skriningdanmungkin
termasukantiboditiroid(antibodiantimicrosomaldanantithyroglobulin),
tiroglobulin, laju sedimentasidankalsitonindalam individuyang berisiko
tinggi untukkarsinomamedulatiroid.
Radiologi
23
o Thorax adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion
(papiler), cloudy (folikuler).
Leher AP lateral evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
USG
o Dilakukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior
yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat
dipakai untuk membedakan nodul yang padat atau kistik serta dapat
dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsy aspirasi jarum
halus.
Scanning tiroid (pemeriksaan sidik tiroid)
o Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila
uptake > normal disebut hotarea, sedangkan jika
uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma)
Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
o Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum
halus. Cara pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis
suspek maligna ataupun benigna.
Diagnosis banding
Lipoma
Limfoma tiroid
Carcinoma Anaplastic Thyroid
Carcinoma Medullary Thyroid
Carcinoma Papillary Thyroid
Thyroiditis subacute
Terapi
Kebanyakan pasien dengan non toksik goiter memiliki kelenjar tiroid yang
eutiroid, kecil, difus, sehingga tidak memerlukan pengobatan. Goiter dapat
berhubungan dengan hipotiroid atau hipertiroid, khususnya Grave’s disease.
Hipotiroidisme dapat meningkatkan risiko goiter karena menyebabkan
24
peningkatan produksi TRH dan TSH. Levotiroksin, biasa digunakan sebagai
terapi hipotiroidisme, juga pada pasien eutiroid dengan pongobatan goiter. Terapi
supresif levotiroksin menurunkan produksi TRH dan TSH sehingga mengurangi
goiter, nodul tiroid, dan kanker tiroid. Pemeriksaan darah diperlukan untuk
meyakinkan bahwa TSH masih dalam batas normal dan pasien tidak menjadi
hipertiroid yang subklinis. Jika kadar TSH tidak dimonitor dengan baik,
levotiroksin dapat meningkatkan risiko osteoporosis. Endemik goiter diterapi
dengan pemberian iodine.
Hipertiroid (Grave disease) dapat diterapi dengan 3 macam pengobatan, yaitu
obat antitiroid, ablasi tiroid dengan radioaktif I131 (suatu isotop radioaktif iodine
yang diserap oleh kelenjar tiroid dan menghancurkan kelenjar tiroid), dan
tiroidektomi (pengangkatan kelenjar tiroid secara operatif). Pemilihan terapi
bergantung pada beberapa faktor, seperti usia pasien, berat ringannya penyakit,
ukuran kelenjar, keadaan patologis yang menyertai, oftalmopati, pilihan pasien,
dan keinginan untuk hamil.
Obat Antitiroid
Pengobatan dengan obat antitiroid biasa diberikan sebagai persiapan tindakan
ablasi tiroid dengan radioaktif iodine atau operatif. Obat yang biasa diberikan
adalah Propylthiouracil (PTU, 100-300 mg 3x /hari) dan Methimazole (10-30 mg
3x/hari). Methimazole memiliki waktu paruh yang lebih panjang dan dapat
diberikan 1x/hari. Kedua obat ini bekerja mengurangi produksi hormon tiroid
dengan mencegah pengikatan organik dari iodine dan pemasangan (coupling)
ioditirosin yang dimediasi oleh tiroid peroksidase. PTU juga menghambat
konversi perifer dari T4 menjadi T3, berguna pada terapi badai tiroid. Walaupun
disekresikan melalui ASI, PTU lebih sedikit berefek pada janin sehingga lebih
dipilih pada terapi hipertiroid pada wanita hamil dan menyusui. Efek samping
terapi yaitu granulositopenia reversibel, skin rash, febris, neuritis perifer,
poliarteritis, vaskulitis, dan yang jarang dijumpai yaitu agranulositosis dan anemia
aplastik. Jika terdapat komplikasi agranulositosis, terapi operatif perlu ditunda
hingga granulosit mencapai 1000sel/mm.
25
Terapi dengan obat antitiroid yang ditujukan untuk pengobatan lebih
diutamakan untuk pasien dengan goiter ukuran kecil (<40 g), non toksik,
peningkatan kadar hormon tiroid yang ringan, dan penurunan ukuran glandula
yang cepat setelah terapi antitiroid. Katekolamin memberi efek penurunan
konversi perifer T4 menjadi T3. Propanolol dengan dosis 20-40mg 4x/hari juga
merupakan obat yang sering diberikan.
Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan apabila terdapat kontraindikasi terhadap
RAI, seperti pada pasien dengan (1) nodul tiroid atau kecurigaan kanker tiroid, (2)
usia muda, (3) kehamilan atau rencana untuk hamil dalam jangka waktu dekat
26
setelah terapi, (4) alergi terhadap obat antitiroid, (5) mempunyai goiter berukuran
besar sampai terdapat sindroma kompresi, dan (6) pasien yang tidak mau
menjalani terapi RAI. Yang termasuk indikasi relatif untuk tiroidektomi adalah
pada pasien dengan kebiasaan merokok, oftalmopati goiter derajat sedang sampai
berat, pasien yang mempunyai kecenderungan untuk menjadi eutiroid, dan pasien
yang mempunyai pengaruh kecil terhadap pengobatan.
Sebelum operasi, pasien harus dibuat eutiroid dahulu dengan obat
antitiroid yang diteruskan hingga saat operasi. Tiroidektomi subtotal yaitu
mengangkat sebgaian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau kanan yang mengalami
perbesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang masihtersisa masih dapat
memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid sehingga tidak
diperlukan terapi penggantian hormon.Tiroidektomi total yaitu mengangkat
seluruh kelenjar tiroid. Pasien yang menjalani tindakan ini harus mendapat terapi
hormon pengganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan dapat
dipengaruhi oleh usia, pekerjaan dan aktivitas.
Pasien dengan kanker tiroid dan pasien yang menolak terapi RAI, pasien
yang mempunyai oftalmopati berat, atau yang mempunyai efek samping yang
berat dari obat antitiroid, seperti vaskulitis, agranulositosis, atau gagal hati, harus
dilakukan total atau subtotal tiroidektomi. Oftalmopati dapat menjadi stabil atau
lebih baik pada kebanyakan pasien setelah dilakukan tiroidektomi, kemungkinan
setelah dihilangkannya stimulus antigen. Tiroidektomi subtotal, meninggalkan 4-7
gram sisanya. Selama tiroidektomi subtotal, 1 sampai 2 gram sisa jaringan
disisakan pada sisi kiri dan kanan, atau dengan lobektomi total dapat dikerjakan
pada satu sisi dengan tiroidektomi subtotal pada sisi yang lainnya (Hartley-
Dunhill procedure) dimana teknik ini lebih disarankan. Tirotoksikosis rekuren
dapat diterapi dengan radioiodine. Diperlukan follow up jangka panjang bagi
setiap pasien dari pemeriksaan klinis, pengukuran TSH setiap tahun untuk
mengetahui onset awal terjadinya hipotiroidisme atau hipertiroidisme yang
rekuren.
Pre-Operatif
Tercapainya keadaan eutiroid sebelum terapi operatif
Evaluasi stabilitas saluran napas
27
Terapi operatif pada pasien dengan hipotiroidisme membutuhkan
levotiroksin dan glukokortikoid intravena
Terapi operatif pasien dengan tirotoksikosis memerlukan pengobatan
amtitiroid sebelumnya, beta bloker, dan glukokortikoid. Dosis supresif
iodine juga diperlukan.
Komplikasi
Kompresi trakea dengan trakeomalasia dan asfiksia
Pasien goiter autoimun dapat menderita limfoma
Goiter multinodular dapat menjadi ganas
Nodular goiter dapat menyebabkan nyeri, nekrosis intranodular, atau
perdarahan
Pencegahan
Tergantung pada penyebabnya
Perbaiki defisiensi iodium dan jauhi makanan goitrogenik.
Levotiroksin bermanfaat pada beberapa pasien dengan nodular hyperplasia
yang telah diterapi dengan lobektomi untuk mencegah goiter ulang pada
lobus kontralateral.
28
Prognosis
Goiter yang jinak memberi prognosis yang baik. Akan tetapi seluruh goiter
harus dimonitor dengan pemeriksaan fisik dan biopsy untuk mendeteksi
kemungkinan keganasan yang ditandai dengan perubahan ukuran yang
tiba-tiba, nyeri, atau konsistensi.
PEMBAHASAN
Pasien ini didiagnosis Struma nodosa non toksik karena pada anamnesis
didapatkan benjolan di leher kanan dan kiri. Awalnya timbul benjolan di leher kiri
kurang lebih 18 tahun yang lalu sebesar telor puyuh. Benjolan dirasakan
membesar sekarang sebesar telor ayam . Lalu benjolan muncul di leher sebelah
kanan sejak 1 tahun yang lalu kira-kira sebesar kelereng. Pasien menyangkal
benjolan yang sebelah kanan bertambah besar. Pasien mengatakan merasa
berkeringat berlebihan, gelisah, mudah lelah, berdebar-debar, dan nafsu makan
berkurang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan di leher sebelah kanan berukuran
1x1cm,permukaan rata, konsistensi kenyal, batas tegas, mobile , nyeri tekan (-), tidak
teraba hangat, deviasi trakea (-), benjolan di leher sebelah kiri kurang lebih 4x3 cm,
permukaan berbenjol-benjol, konsistensi kenyal keras,batas tegas, mobile, ikut
bergerak saat menelan, nyeri tekan (-), tidak teraba hangat
29
Kesan: Cardiomegali tanpa bendungan paru. Tak tampak TB aktif.
30
Hematologi (14 Juli 2014)
Eritrosit : 4.63 juta/mm3
Hb : 13,2 g/dl
Ht : 39 %
Leukosit : 10.000 /mm3
Trombosit : 293.000/mm³
MCV : 85 fl
MCH : 29 pg/sel
MCHC : 34 g/dl
BT : 2 menit
CT : 3 menit
HbsAg : negatif
Elektrolit:
Kalium : 3,44 mmol/L
Natrium : 142,5 mmol/L
Chlorida : 107 mmol/L
SGOT : 17 U/L
SGPT : 14 U/L
Ureum : 37,6 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
GDS :105mg/dl
Pasien datang pada tanggal 14 Juli 2014 ke Rumah Sakit Sekar Kamulyan.
Kemudian dilakukan persiapan operasi untuk tanggal 15 Juli 2014, dilakukan
pemeriksaan EKG, Foto Thorax, dan Hematologi. Dari hasil EKG tidak didapatkan
kelainan, Foto Thoraxmenunjukkan gambaran kardiomegali tanpa bendungan paru
dari hematologi rutin tidak didapatkan kelainan.
Pada tanggal 15 Juli 2014 dilakukanThyroidectomy total pada kelenjar tiroid
pasien atas indikasi adanyakecurigaan keganasan, dan kosmetis. Temuan operasi
berupa kelenjar tiroid kiri sebesar 5x4 cm dan tiroid kanan sebesar 1,5x3cm,
berbenjol, dengan konsistensi kenyal keras sebagian kistik dengan
31
perlengketan.Akan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan tiroidnya.
Pasien diinstruksikan untuk -puasa sampai sadar betul, mendapat infus RL 20
tetes/menit, Ceftriaxon 2x1 gr, ketorolac 3x1 amp, asam tranexamat 3x1 amp,
ranitidin 3x1 amp dan dinyatakan bisa pulang tanggal 17Juli 2014.
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
32