Anda di halaman 1dari 39

BAB I

ILUSTRASI KASUS PASIEN

IDENTITAS
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir/ Usia : 31 Desember 1942 / 76 tahun
Pekerjaan : Tani
Agama : Islam
Alamat : Karangkuten, Gondang, Mojokerto
Tanggal MRS : 12 Desember 2018
Tanggal periksa : 12 Desember 2018

DATA DASAR
Keluhan Utama
Buang air kencing tidak lancar

Riwayat Penyakit Sekarang


(pasien datang melalui Poliklinik Urologi RS Sumberglagah dengan diantar
anaknya untuk rencana operasi prostat). Pasien datang dengan keluhan buang air kecil
tidak lancar sejak ± 6 bulan yang lalu. Pasien merasa sering sulit untuk berkemih. Pasien
harus menunggu pada permulaan buang air kecil, mengedan pada saat buang air kecil,
alirannya terputus-putus, pancaran air kencing lemah dan menetes pada akhir kencing.
Pasien juga merasa tidak puas setelah buang air kecil, sehingga sering kencing terutama
pada malam hari terbangun untuk kencing. Selain itu, pasien merasakan rasa nyeri pada
ujung penis dan batang penis saat buang air kecil.
Selama ini buang air kecil pasien tidak pernah bercabang, tidak pernah
mengeluarkan batu saat kencing. Air kencing tidak pernah dikerumuni semut. Pasien juga
tidak pernah mengalami operasi sebelumnya. Pasien juga tidak pernah mengeluarkan darah
pada saat buang air kecil, nyeri punggung tidak ada, perasaan baal/kesemutan tidak ada,
kelemahan anggota gerak bawah tidak ada, dan buang air besar lancar.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
Kesulitan berkemih sudah dirasakan pasien sejak 6 bulan terakhir. Pasien
mengatakan sudah 3 kali dipasang selang untuk mengeluarkan kencing. Saat 6 bulan yang
lalu pasien pertama kali berobat ke puskesmas dan dilakukan pemasangan selang untuk
mengeluarkan kencing. Sudah 2 kali pasien berobat ke puskesmas dengan keluhan yg
sama, hingga akhirnya dari puskesmas disarankan untuk berobat ke rumah sakit. Pertama
kali berobat ke rumah sakit pasien datang ke IGD, dilakukan pemasangan selang kencing
untuk selanjutnya rawat jalan dan kontrol poli urologi. Dari poli pasien disarankan untuk
operasi prostat tapi saat itu menolak dan masih berunding dengan keluarga. 1 bulan
kemudian pasien datang dengan keluhan yang sama, dan untuk kemudian setuju untuk
dilakukan tindakan operasi.
Pasien menyangkal pernah mengalami cidera pada bagian kemaluan maupun
daerah pinggang, riwayat pembedahan disangkal, dan riwayat DM juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku tidak ada penyakit yang spesifik dalam anggota keluarga dan
menyagkal adanya anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit yang serupa.
Riwayat penyakit jantung, penyakit ginjal, diabetes mellitus, dan alergi dalam keluarga
disangkal.

Gaya Hidup dan Kondisi Lingkungan Sosial


Pasien adalah seorang buruh tani yang berusia 76 tahun dengan keadaan fisik
cukup baik dan proporsional baik tinggi maupun BB, pasien merupakan perokok dan
peminum kopi. Pasien tinggal bersama istri dan keluarga dari anak pertamanya. Pasien
menyangkal pernah atau sedang mengkonsumsi obat-obatan seperti obat penenang. Pasien
mengaku saat ini sudah tidak begitu aktif dalam aktivitas seksual. Dulu pasien mengaku
kehidupan seksualnya normal dan melakukannya hanya dengan pasangannya saja.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/70mmHg
Nadi : 78 kali/menit, regular, isi cukup
Pernafasan : 18 kali/menit, regular

2
Suhu : 37 C
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 65 kg

Status Generalis
K/L : a/c/i/d -/-/-/-, pembesaran KGB -
Thorax :
Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : simetris, perkusi sonor, ves/ves, rh -/-, wh -/-
Abdomen : soefl, BU + normal, timpani, H/L tidak teraba,
nyeri tekan (+) pada regio suprapubic,
nyeri ketok sudut costovertebrae (-)
Ekstremitas : akral hangat kering merah +/+, CRT < 2 detik, oedem -/-
+/+ -/-

Status Neurologis
Nervus Cranialis : dbn
Motorik : 5/5
5/5
Sensorik : dbn

Status Urologi
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak ditemukan tanda radang, jejas,
maupun bekas operasi. Tidak terdapat kelainan bentuk genitalia dan
terpasang kateter urin.
Palpasi/Perkusi: Tidak teraba massa, ginjal tidak teraba, nyeri ketok costovertebrae (-).
Buli tidak teraba membesar, nyeri tekan (+) pada regio suprapubic.
Rectal Touche : Pada inspeksi tak tampak massa, tak tampak luka pada area anus.
Tonus Musculus Spinchter Ani mencengkram kuat.
Mukosa rekti licin dan tidak kolaps. Prostat teraba membesar,
polle atas sulit untuk diraba, konsistensi padat kenyal, permukan licin,
tidak bernodul dan tidak terdapat nyeri. Pada handscoon tidak terdapat
feses dan mucus, tidak didapatkan darah.

3
Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap:
 Hb 13,3 g/dl  GDA 137 mg/dl  Na 142 mg/dl
 Leukosit 8700 /mm3  Serum Kreatinin 0,93 mg/dl  K 3.8 mg/dl
 Trombosit 445.000/mm3  Bleeding Time 1.5 menit
 Hematokrit 31,8 %  Clotting Time 13 menit

Radiologi Thorax PA:


Jantung dan Paru tak tampak kelainan

ECG: Normal

USG Urologi:
Pembesaran prostat dengan volume 30.02 ml
Tak tampak kelainan pada Ren D et S / VU

Diagnosis
Cystitis + Retensio Urine e.c BPH

Penatalaksanaan
- MRS
- Pro tindakan TURP
- Profilaksis ceftriaxone 1g
- c/ Ts Anastesi terkait tindakan operasi (acc op dengan SAB, premed ranitidin
dan ondancentron sebelum ke OK)

Prognosis
Dubia ad Bonam

FOLLOW UP
Follow Up I (13/12/2018) / R. ICU Follow Up II (14/12/2018) / R. Anggrek
S Nyeri post op minimal S (-)
O Keadaan umum : cukup O Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis Kesadaran : compos mentis

4
Tekanan darah : 130/80 mmHg Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 84x/ menit, regular, isi cukup Nadi : 80x/ menit, regular, isi cukup
Respirasi : 18x/ menit, regular Respirasi : 20x/ menit, regular
Suhu : 36,8 Suhu : 36,5
Pemeriksaan : nyeri tekan suprapubic Pemeriksaan : nyeri tekan suprapubic
minimal. Kateter (+) spoel lancar, (-). Kateter (+) aff traksi, spoel lancar,
hematuri sangat minimal, stosel (-) hematuri (-) stosel (-), urine jernih (+)
A Post Op TURP BPH H-0 A Post Op TURP BPH H-1
P Diagnostik P Terapeutik
- Histologi PA - IVFD NaCl 0,9% : D5% 2:1/24
Terapeutik jam
 IVFD NaCl 0,9% : D5% 2:1/24 jam - inj. ceftriaxone 2x1 gr
 inj. ceftriaxone 2x1 gr - inj. metamizole 3x1 ampul (k/p)

 inj. metamizole 3x1 ampul - Pertahankan irigasi

 inj. asam traneksamat 3x500 mg


 BU (+) mss
 Aff traksi 24jam
 Irigasi NaCL sampai urin jernih
 Hari ke 2-3 urin jernih tanpa irigasi,
acc KRS

Follow Up III (15/12/2018) / R. Anggrek


S (-)
O Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 78x/ menit, regular, isi cukup
Respirasi : 18x/ menit, regular
Suhu : 36,6
Pemeriksaan : Kateter (+), spoel lancar,
hematuri (-) stosel (-), urine jernih (+)
A Post Op TURP BPH H-2
P Terapeutik

5
- KRS
- ciprofloxacin 2x500 mg
- asam mefenamat 3x500 mg
- 3 hari pro kontrol poli urologi

6
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 76 tahun dengan keluhan buang air kecil tidak lancar sejak ± 6
bulan yang lalu. Pasien merasa sering sulit untuk berkemih. Pasien harus menunggu pada
permulaan buang air kecil, mengedan pada saat buang air kecil, alirannya terputus-putus,
pancaran air kencing lemah dan menetes pada akhir kencing. Pasien juga merasa tidak
puas setelah buang air kecil, sehingga sering kencing terutama pada malam hari terbangun
untuk kencing. Selain itu, pasien merasakan rasa nyeri pada ujung penis dan batang penis
saat buang air kecil.
Kesulitan berkemih sudah dirasakan pasien sejak 6 bulan terakhir. Pasien
mengatakan sudah 3 kali dipasang selang untuk mengeluarkan kencing. Saat 6 bulan yang
lalu pasien pertama kali berobat ke puskesmas dan dilakukan pemasangan selang untuk
mengeluarkan kencing. Sudah 2 kali pasien berobat ke puskesmas dengan keluhan yg
sama, hingga akhirnya dari puskesmas disarankan untuk berobat ke rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada regio suprapubik dan dari
pemeriksaan rectal toucher didapatkan prostat teraba membesar, puncak (polle atas) dan
batas sulit untuk diraba, konsistensi padat kenyal, permukan licin, tidak bernodul, dan
tidak terdapat nyeri tekan. Dari hasil pemeriksaan penunjang dengan USG abdomen
didapatkan kesan pembesaran kelenjar prostat.
Pasien didiagnosis dengan cystitis dan retensio urine berulang karena adanya
pembesaran prostat. Hal ini terkait dengan keluhan dan riwayat medis pasien. Keluhan
yang mengarah pada LUTS dan juga ditunjang dengan pemeriksaan fisik pada pasien
maupun pemeriksaan penunjang yang terkait.
Rencana tatalaksana pada pasien ini dengan dilakukannya tindakan operasi TURP.
Tindakan mengurangi jaringan prostat yang berlebihan, yang kemudian jaringan prostat
tersebut dikirim ke laboratorium untuk mengetahui gambaran patologi anatominya.
Pada pasien ini pertimbangan terkait dilakukannya tindakan tersebut yaitu adanya
keluhan yang berulang dan dengan ditunjang pemeriksaan lain yang sesuai. Dengan
harapan dimana penyebab utama keluhan pasien tersebut dapat dihilangkan, selain itu dari
riwayat keluarga maupun riwayat kehidupan sosial pasien dan juga riwayat penyakit
lainnya pun tidak ada yang memberatkan kondisi pasien tersebut.

7
BAB II
PENDAHULUAN

Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada
pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat.1,2,3

Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia


(BPH) yang bergejala pada pria berusia 40–49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini
meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50–59 tahun prevalensinya
mencapai hampir 5% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian
BPH di Indonesia sebagai gambaran hospital prevalensi di Rumah Sakit besar di Jakarta
selama 3 tahun terakhir terdapat 1040 kasus.1

Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan


dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat
yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal
sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh
pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO)1,5.
Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun
ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.

Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang
paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat
yaitu pembedahan.1

Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk
mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat
diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang
merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat5. Kecurigaan suatu keganasan pada
pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada

8
pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma
prostat sebesar 33%.

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan
uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-
buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria, tebalnya ± 2 cm dan
panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram.3

Gambar 1. Alat Reproduksi Pria

Kelenjar prostat dibagi dalam 5 zona :


a. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer

9
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
c. Zona Sentralis
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
d. Zona Transisional
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5%
tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi
benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Gambar 2. Zona Kelenjar Prostat

2. FISIOLOGI PROSTAT

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret
dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen
berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat
ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam,

10
enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui
kontraksi otot polos.3

Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosterone, yang


terdapat di dalam sel kelenjar prostat, hormon ini dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α-reduktase. DHT inilah yang
secara langsung memacu m-RNA di dalam sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein growth factor yang memacu pertumbuhan dan proliferasi sel kelenjar
prostat.5

3. DEFINISI

Hiperplasia Prostat Benigna sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar


periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang
asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat
jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia lanjut. 4

Gambar 3. Benign Prostat Hyperplasia

4. EPIDEMIOLOGI
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna.
Keadaaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan ±80% pria yang
berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran
urin sehingga menimbulkan gangguan miksi.

11
5. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya
ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan
sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.5
a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di
dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.
DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA)
membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas
enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal
ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 5

b. Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone
relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan
dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian
sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah,
meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone
menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar. 5

c. Interaksi stroma epitel

12
Ada penelitian yang membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri, serta
mempengaruhi sel- sel epitel. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi
sel- sel epitel maupun stroma. 5

d. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)


Apoptosis pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi
dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan
difagositosis oleh sel-sel sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostast baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon androgen
berperan dalam menghambat proses kematian sel.5

e. Teori stem cell


Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon
ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan
terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

6. PATOFISIOLOGI
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada
prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2 banding 1, maka pada

13
BPH rasionya meningkat menjadi 4 banding 1. Hal ini menyebabkan pada BPH
terjadi peningkatan tonus otot polos bila dibandingkan dengan prostat normal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya
disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga
disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan
otot polos pada leher buli-buli. Otot polos ini dipersarafi oleh serabut simpatis yang
berasal dari nervus pudendus.
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pembesaran prostat
menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan
itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary
tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5

7. MANIFESTAS KLINIK
Obstruksi yang terjadi pada BPH dapat menimbulkan keluhan pada saluran
kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.

14
a. Keluhan di luar saluran kemih

Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit


hipertrofi prostat. Tidak jarang pasien datang berobat karena dua hal tersebut.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

b. Keluhan pada saluran kemih bagian atas

Keluhan penyulit akibat hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (tanda
dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari suatu infeksi atau
urosepsis.

c. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)

Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :

Obstruksi Iritasi

 Hesistansi  Frekuensi

15
 Pancaran miksi lemah  Nokturi

 Intermitensi  Urgensi

 Miksi tidak puas  Disuria

 Distensi abdomen

 Terminal dribbling (menetes)

 Volume urine menurun

 Mengejan saat berkemih

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih


tergantung tiga faktor, yaitu:

 Volume kelenjar periuretral

 Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

 Kekuatan kontraksi otot detrusor

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk


mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue)
sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urin akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus
antara lain :

1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang


mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)

2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/infeksi


prostat)

3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor


(golongan antikolinergik atau adrenergic-α)

Untuk menilai tingkat keparahan penyakit dari keluhan pada saluran kemih
bagian bawah, beberapa organisasi urologi membuat suatu sistem skoring yang
valid dan reliable, dimana secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh
pasien. Terdapat beberapa sistem skoring, diantaranya yang dianjurkan oleh

16
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah dengan menggunakan Skor
Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score)
berdasarkan American Urological Association (AUA).
Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaaan yang berhubungan
dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan
kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi
diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup
pasien diberi nilai 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala
LUTS dalam 3 derajat, yaitu
1) Ringan : skor 0-7
2) Sedang : skor 8-19
3) Berat : skor 20-35

8. PEMERIKSAAN FISIK

17
Beberapa pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pembesaran prostat,
meliputi :

1) Inspeksi dan Palpasi


Pada pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria
bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi
pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Kadang-kadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien,
yaitu merupakan tanda dari inkontinensia paradoksa. Apabila sudah terjadi
retensi total, pada buli-buli teraba massa kistus di daerah supra simfisis, disertai
nyeri dan pekak pada perkusi.
Daerah inguinal juga harus diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.
Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab
yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa
navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, maupun
condiloma di daerah meatus1.

2) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination (DRE)


Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, dimana dapat memberikan
gambaran tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan
adanya kelainan buli-buli neurogenik, mukosa rektum, adanya kelainan lain
seperti benjolan di dalam rektum, dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan
prostat harus diperhatikan :
 Konsistensi pada pembesaran prostat

 Adakah asimetri

 Adakah nodul pada prostat

 Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba
biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr

18
Gambar 4. Pemeriksaan Colok Dubur

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal, permukaan
licin dan konsistensi yang kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan
kiri simetris dan tidak didapatkan nodul sedangkan pada karsinoma prostat,
konsistensi prostat keras atau teraba nodul dan mungkin di antara lobus prostat
tidak simetris.12

3) Derajat Berat Obstruksi
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan (Brunner & Suddarth, 2001). Sisa urin ditentukan dengan
mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula
diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa
urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan
intervensi pada hipertrofi prostat.

19
Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin
pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih
rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada
obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium5,7,9
a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein
atau glukosa
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi
ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang
tinggi
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)

20
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika dicurigai adanya keganasan prostat
2. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia
a. Foto polos5
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu
dan kadang kala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin,
yang merupakan tanda suatu retensi urin
b. Pemeriksaan Ultrasonography5,7,10
Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui transabdominal atau trans
abdominal ultrasonography (TAUS) dan transrectal atau trans rectal
ultrasonography (TRUS).
 trans abdominal ultrasonography (TAUS)
Pada pemeriksaan TAUS diharapkan mendapat informasi
mengenai perkiraan volume prostat, panjang protrusi prostat ke buli-
buli atau intra prostatic protrusion (IPP), adanya kelainan pada buli-
buli (massa, batu atau bekuan darah), menghitung sisa urin pasca
miksi, serta hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi
prostat.
IPP diukur dari ujung tonjolan (protrusi) prostat di dalam buli-
buli hingga dasar sirkumferensi buli-buli. Derajat 1 besarnya ≤ 1,5
mm, derajat 2 besarnya ≥ 5-10 mm, dan derajat 3 besarnya ≥ 10 mm.
Besarnya IPP berhubungan dengan derajat obstruksi pada leher buli-
buli, jumlah urin sisa pasca miksi, dan volume prostat. Artinya adalah
pasien dengan derajat IPP rendah, tidak menunjukkan urin residu
yang bermakna (< 100 ml), dan tidak menunjukkan keluhan yang
nyata, sehingga tidak memerlukan terapi atau pembedahan.
Sebaliknya pada pasien yang menunjukkan IPP derajat tinggi terbukti
mempunyai urin sisa > 100 ml, dengan keluhan yang bermakna dan
pasien seperti ini membutuhkan terapi yang lebih agresif.

21
Gambar 7. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 8. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia


 trans rectal ultrasonography (TRUS)
TRUS merupakan tes USG melalui rektum. Dalam prosedur ini,
probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di
prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar
prostat pada layar tampilan. TRUS juga bisa digunakan untuk
mengukur volume prostat.
Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya focus
keganasan berupa area hipoekoik dan kemudian sebagai penunjuk
dalam melakukan biopsi prostat. Untuk menentukan apakah suatu
daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan
gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai.
Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk
pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsi terutama dilakukan untuk
pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat.

Prostat normal pada TRUS

22
BPH dengan hipoekoik nodul
c. Sistoskopi7,11
Dalam pemeriksaan ini disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan
urethra di dalam penis. Tabung sebagai sebuah cystoscope, berisi lensa dan
sistem cahaya yang membantu melihat bagian dalam uretra dan kandung
kemih. Melalui pemeriksaan ini dapat ditentukan ukuran kelenjar prostat dan
mengidentifikasi lokasi serta derajat obstruksi.

Gambar 6. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia


3. Pemeriksaan Patologi Anatomi9
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di
prostat. Beberapa kasus hampir murni menunjukkan proliferasi otot, meskipun
kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomatus hiperplasia.

4.
5.
6.
7.
8.
9.
Gambar 5. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat
Hiperplasia
4. Pemeriksaan lain5,12
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:

23
 Residual urin
Merupakan jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin ini dapat dihitung
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau dapat ditentukan
dengan pemeriksaan USG setelah miksi. Pengukuran dengan kateterisasi
lebih akurat dibandingkan dengan USG setelah miksi, tetapi tidak
mengenakkan bagi pasien dan memiliki komplikasi. Tujuh puluh delapan
persen pria normal memiliki residu urin kurang dari 5 ml dan semua pria
normal memiliki residu urin tidak lebih dari 12 ml.
 Pancaran urin/flow rate
Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin
yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan
residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di
dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL
umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan.
Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin
ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

Gambar 10. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH


Keterangan :

24
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada USG
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s,
pasien ini urin residunya 100 mL

10. KOMPLIKASI

Akibat retensi urin pada BPH terjadi tekanan intravesika yang tinggi, dimana
tekanan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara
ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin
dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan berbagai macam komplikasi mulai dari
infeksi traktus urinarius hingga akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal5

Hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Peningkatan tekanan intravesikal

Buli-buli Ginjal dan Ureter


 Hipertrofi otot detrusor  Refluks vesiko-ureter
 Trabekulasi  Hidroureter
 Selula  Hidronefrosis
 Divertikel buli-buli  Gagal ginjal

25
Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor

Benigna Prostat Hiperplasi

26
11. PENATALAKSANAAN

Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala AUA Retensi urin+gejala yang


berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Batu buli
Tidak ada Gejala sedang/berat Infeksi saluran kemih
gejala/Gejala (AUA≥8) berulang
ringan Insufisiensi renal
(AUA≤7)
Tes diagnostik, Uroflow
Residu urin postvoid Operasi

Pilihan terapi

Terapi non-invasif Terapi invasif

Tes diagnostic
Pressure flow
Watchful waiting Terapi medis Uretrosistoskopi
USG prostat

Terapi invasif minimal Operasi

Bagan 2. Penatalaksanaan Benign Prostat Hiperplasia14

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik.


Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasihat saja. Namun ada pula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhan
penyakit yang semakin parah.

27
Tujuan terapi pada hiperplasia prostat adalah memperbaiki keluhan miksi,
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urine setelah miksi,
dan mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan modifikasi gaya
hidup, medikamentosa, tindakan endourologi invasif minimal hingga pembedahan.

Observasi Medikamentosa Operasi Invasif minimal


Watchful Antagonis Prostatektomi terbuka  TUMT
waiting adrenergik α  TUBD
Inhibitor 5α Endourologi  Stent uretra
reduktase  TUNA
Hormonal 1. TURP
2. TUIP
3. TULP
4. Elektovaporasi

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Benign Hiperplasia Prostat

1. Watchful Waiting5
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun, tetapi
perkembangan penyakitnya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini
ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan
yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pada watchful waiting, pasien tidak
mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya:
 Jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol
 Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada
buli-buli (kopi atau cokelat)
 Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin
 Jangan menahan kencing terlalu lama
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan
diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan
laboratorium pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika
keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan
untuk memilih terapi yang lain.

28
2. Medikamentosa
Sebagai patokan jika skor IPSS>7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi
medikamentosa atau terapi lain. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha
untuk :
 Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab
obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat a-adrenergik
(adrenergic a-blocker)
 Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan
kadar hormon testosteron atau dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat
5a-reduktase
Selain kedua cara diatas, sekarang muncul terapi menggunakan fitofarmaka namun
mekanismenya masih belum jelas dan tidak banyak dipakai dalam dunia
kedokteran.
a. Penghambat a-adrenergik5
Pengobatan dengan antagonis adrenergik-α bertujuan menghambat kontraksi
otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan
uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik-α non selektif yang
pertama kali diketahui mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan
mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak disenangi oleh pasien karena
menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah
hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada sistem kardiovaskuler.
Diketemukannya obat antagonis adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit
sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada-α2 dari fenoksibenzamin.
Beberapa golongan obat antagonis adrenergik-α1 yang selektif mempunyai
durasi obat yang pendek (short acting) diantaranya adalah prazosin yang
diberikan dua kali sehari, dan durasi obat yang panjang (long acting) yaitu
terazosin, doksazosin, dan alfuzosin yang cukup diberikan sekali sehari. Obat
tersebut akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala
dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.
Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergik- α1A,
yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan
obat ini mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap
tekanan darah maupun denyut jantung.

29
b. Penghambat 5a-reduktase5
Finasteride, obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5α-
reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis
protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride 5 mg sehari) yang diberikan
sekali setelah 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%,
dan hal ini memperbaiki keluhan miksi maupun pancaran miksi.
c. Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang
kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai
saat ini belum diketahui secara pasti. Kemungkinan fitoterapi mempunyai
berbagai macam cara kerja mulai dari hormonal hingga efek anti inflamasi.
3. Tindakan Invasif Minimal
Selain tindakan invasif, saat ini sedang dikembangkan tindakan invasif minimal
terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap
pembedahan. Tindakan invasif minimal itu diantaranya Microwave Transurethral
(TUMT), Transurethral Jarum Ablasi (TUNA), Termoterapi dengan air, dan
Pemasangan stent (prostacath).
a. Microwave Transurethral (TUMT)
Perangkat dengan menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan
menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut
microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim
gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dengan

30
setidaknya 111 derajat Fahrenheit sehingga menimbulkan destruksi jaringan
pada zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Sebuah sistem
pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur guna menghindari
kerusakan selama proses pemanasan berlangsung.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat
jalan tanpa anestesi umum. Tidak banyak menimbulkan perdarahan sehingga
cocok diindikasikan pada pasien yang memakai terapi antikoagulansia. TUMT
belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun
terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tetapi mengurangi gejala
frekuensi kencing, urgensi, dan intermitensi.

Gambar 11. Microwave Transurethral

b. Transurethral Jarum Ablasi (TUNA)


TUNA (transurethral needle ablation of the prostate) merupakan suatu
prosedur dengan memakai energi dari frekuensi radio tingkat rendah melalui
jarum kembar untuk daerah prostat, sehingga dapat menyebabkan nekrosis
jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan
dengan generator yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi radio 490
kHz. Kateter dimasukkan ke dalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian
anastesi topikal xylocaine, sehingga jarum yang berada di ujung kateter terletak
pada kelenjar prostat. Prosedur ini dapat meningkatkan aliran urin dan
mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan
dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

31
Gambar 12. Transurethral Jarum Ablasi

c. Termoterapi dengan air


Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan kelebihan jaringan
dalam prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang diposisikan dalam
uretra sehingga balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer
mengontrol suhu air yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat
sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat pada prostat,
sedangkan jaringan sekitar dalam uretra dan kandung kemih dilindungi.
Jaringan yang hancur keluar melalui urin.

Gambar 13. Thermotherapy dengan Air

d. Pemasangan stent (prostacath)


Stent dipasang pada uretra pars prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proksimal, sehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra pars
prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer
dipasang selama 3-36 bulan dan terbuat dari bahaan yang tidak diserap dan
tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas
kembali secara endoskopi. Untuk yang permanen terbuat dari anyaman dengan
bahan logam. Dalam jangka waktu lama bahan ini akan diliputi oleh urotelium
sehingga jika suatu saat ingin dilepas harus membutuhkan anastesi umum atau
regional.

32
Pemasangan stent diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani
operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Seringkali stent dapat
terlepas dari insersinya di uretra posterior. Sayangnya setelah pemasangan alat
ini pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan
uretra, atau rasa tidak enak pada daerah penis.
4. Pembedahan
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah
dengan pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non atau minimal
invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil
terapi. Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan
miksi yang tidak terlampiaskan. Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH
yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, mengalami
retensi urin berat, infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, serta
timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagian bawah.
a. Operasi Endourologi5,11,13,16,17
Jenis operasi ini tidak memerlukan sayatan eksternal. Setelah memberikan
anestesi, operator mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui
uretra. Pembedahan endourologi dapat dilakukan dengan memakai tenaga
elektrik atau dengan energi laser. Operasi terhadap prostat berupa reseksi
(TURP), insisi (TUIP), evaporasi atau koagulasi.
 TURP (transurethral resection of the prostate)
Saat ini tindakan TURP merupakan operasi yang paling banyak
dikerjakan di seluruh dunia. Prosedur yang disebut reseksi
transurethral dari prostat (TURP) digunakan 90 persen dari
semua tindakan operasi untuk BPH. Operasi ini lebih disenangi
karena tidak diperlukan insisi pada kulit perut, masa perawatan
lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda
dengan tindakan operasi terbuka.
Pada TURP, kelenjar prostat dipotong menjadi bagian-bagian
jaringan prostat yang dinamakan cip prostat yang akan
dikeluarkan dari buli-buli melalui evakuator ellik. Alat yang
disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The

33
resectoscope dengan panjang sekitar 12 inci dan diameter 1/2
inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan
loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Selama operasi operator menggunakan loop kawat resectoscope
untuk menghilangkan jaringan obstruksi, kemudian potongan
jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan dibuang
keluar pada akhir operasi.
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan
mempergunakan cairan pembilas agar daerah yang akan
direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang
digunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan
agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang
sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H 2O steril
(aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik,
sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui
pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi dan dapat
menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala
intoksikasi air yang dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma
ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak
yang akhirnya jatuh ke dalam kondisi koma hingga dapat
menyebabkan kematian. Angka mortalitas sindroma TURP ini
adalah sebesar 0,99%.
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator
harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1
jam. Di samping itu beberapa operator memasang sistostomi
terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi
penyerapan air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non
ionic lain selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi risiko
hiponatremia pada TURP, tetapi karena harganya cukup mahal
sehingga tidak banyak digunakan.

34
Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat
operasi, pasca bedah dini, maupun pasca bedah lanjut. Penyulit
saat operasi meliputi perdarahan, sindroma TURP, dan perforasi.
Penyulit pasca bedah dini meliputi perdarahan dan infeksi lokal
atau sistemik. Penyulit pasca bedah lanjut meliputi inkontinensia
urin, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde, dan striktura uretra.

Gambar 14. Alat TURP, Cara melakukan TURP, dan


Uretra pars prostatica pasca TURP

 TUIP (transurethral incision of the prostate)


TUIP direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil
(kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius,
pada pasien yang umurnya masih muda, dan tidak ditemukan
adanya kecurigaan karsinoma prostat. Sebelum melakukan
tindakan harus dapat disingkirkan kemungkinan adanya
karsinoma prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan
pemeriksaan USG transrektal, dan pengukuran kadar PSA.

35
TUIP atau bladder neck insicion merupakan prosedur
melebarkan uretra dengan membuat beberapa potongan kecil
pada leher kandung kemih dimana terdapat kelenjar prostat.
Teknik ini dipopulerkan oleh Orandi pada tahun 1973, dengan
melakukan mono insisi atau bilateral insisi mempergunakan
pisau colling mulai dari muara ureter, leher buli-buli-sampai ke
verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula prostat. Waktu
yang dibutuhkan lebih cepat dan lebih sedikit menimbulkan
komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu
memperbaiki keluhan akibat BPH dan meskipun tidak sebaik
TURP.
 Laser Prostatektomi5,7,11
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi
dan pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami evaporasi. Serat
laser masuk melalui uretra ke dalam prostat menggunakan
cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan
energi yang berlangsung selama 30-60 detik. Energi laser
menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.
Jika dibandingkan dengan pembedahan, penggunaan laser
ternyata lebih sedikit komplikasinya, dapat dikerjakan secara
poliklinis, penyembuhan lebih cepat dengan hasil yang kurang
lebih sama, tetapi kemampuan dalam meningkatkan perbaikan
gejala miksi maupun pancaran maksimal tidak sebaik TURP.
Disamping itu terapi ini membutuhkan terapi ulangan setiap
tahun serta tidak bisa diperoleh suatu jaringan untuk
pemeriksaan patologi. Teknik ini dianjurkan pada pasien yang
memakai terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau
tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya.

36
Gambar 15. Operasi Laser pada Prostat
 Elektrovaporasi Prostat
Prosedur dengan menggunakan energi laser tinggi untuk
menghancurkan jaringan prostat. Cara elektrovaporisasi prostat
hampir mirip dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai
roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup
kuat, sehingga mampu membuat evaporisasi kelenjar prostat.
Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan
pada saat operasi, dan masa tinggal di rumah sakit lebih singkat.
Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak
terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang
lebih lama.

Gambar 16. Fotoselektif Evaporasi pada Prostat


b. Operasi Terbuka5,12
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka yang memerlukan insisi eksternal dapat
digunakan. Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang
masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif, dan paling efisien sebagai
terapi BPH. Prostatektomi terbuka sering dilakukan pada kelenjar prostat
yang sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika
kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki.
Prostateksomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan retropubik
infravesikal (Millin) atau suprarubik transvesikal (Freyer). Berbagai macam
teknik operasi dengan metode dari Millin yaitu melakukan enukleasi
kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika maupun dengan

37
metode dari Freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika. Perbaikan
gejala klinis mencapai 85-100% dan angka mortalitas sebanyak 2%.
Penyulit yang dapat terjadi setelah tindakan adalah inkontinensia uirn (3%),
impotensi (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%), dan kontraktur buli-buli
(30%). Dibandingkan dengan TURP dan TUIP, penyulit yang terjadi
berupa striktura uretra dan ejakulasi retrograde lebih banyak dijumpai pada
prostatektomi terbuka.
5. Pemantauan Berkala
Setiap pasien BPH yang telah mendapatkan pengobatan perlu kontrol secara teratur
untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal kontrol tergantung pada
tindakan apa yang telah dijalaninya.
Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchful waiting) dianjurkan kontrol
setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi perbaikan
klinis.
Pada pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5α-reduktase harus dikontrol
pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian
setiap tahun untuk menilai perubahan gejala miksi. Pasien yang mendapatkan terapi
penghambat adrenergik-α harus dinilai respon terhadap pengobatan setelah 6
minggu dengan melakukan pemeriksaan IPSS, uroflometri, dan residu urin pasca
miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala tanpa menunjukkan penyulit yang berarti,
pengobatan dapat diteruskan. Selanjutnya kontrol dilakukan setelah 6 bulan dan
kemudian setiap tahun.
Pasien yang telah menerima pengobatan medikamentosa dan tidak menunjukkan
adanya perbaikan perlu dipikirkan tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang
lain.
Pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal harus menjalani kontrol secara
teratur dalam jangka waktu yang lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan,
dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal, selain
dilakukan penilaian terhadap skor miksi, juga dilakukan pemeriksaan kultur urin
untuk melihat kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih akibat tindakan
tersebut.
Pasien dengan tindakan pembedahan harus menjalani kontrol paling lambat 6
minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol
selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam:


Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-344.

2. Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta:Sagung
Seto.

3. Sjamsuhidajat, de Jong. Hiperplasia Prostat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.


Jakarta: EGC; 2010.
4. Price SA, Wilson LM. Hiperplasia Prostat. Patofisiologi. Ed. 6. Jakarta : EGC;
2005.
5. Emil A. Tanagho, Jack W.McAninch.Smith’s General Urology.17th
Edition.USA:McGraw-Hill;2008.
6. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Prostate Hyperplasia. Harrison’s Manual of
Medicine. Ed. 17. USA : The McGraw Company; 2009.
7. Benign Prostatic Hyperplasia. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview.

39

Anda mungkin juga menyukai