DISUSUN OLEH
dr. Ikrima
STASE BANGSAL
29 NOVEMBER 2019 – 20 MARET 2020
PENDAMPING
dr. Indriantoro Haditomo
PROGRAM INTERNSIP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
2019/2020
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA
Diajukan untuk memenuhi syarat program internsip
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
Disusun oleh :
dr. Ikrima
Tegal,
2
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 61 tahun
No. CM : 972xxx
Alamat : Tegal Timur
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 6 Februari 2020, Pukul 11.00 WIB
II. ANAMNESA
- Diperoleh dari : Pasien sendiri (autoanamnesis)
- Keluhan Utama : Sulit buang air kecil
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Kardinah dengan keluhan sulit buang air kecil
sejak 2 hari SMRS. Pasien mengeluh harus mengedan agar air kencingnya
keluar, selain itu pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak
puas. Pasien menyatakan gejala yang dirasakan menjadi bertambah,
pasien merasa BAK menjadi lebih sering, tidak bisa menahan saat ingin
BAK dan air kencing yang keluar menetes dan terasa sakit di perut bawah.
Air kencing warna kuning agak keruh, tanpa disertai dengan demam,
keluhan lain disangkal.
3
Riwayat pernah nyeri buang air kecil disertai buang air kecil berwarna
kemerahan disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat DM dan jantung disangkal
- Riwayat Pribadi
Pasien adalah seorang petani, memiliki riwayat suka menahan BAK.
Paru
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Pengembangan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (positif/ positif)
ronkhi negatif, wheezing negatif
Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising usus positif, tidak meningkat
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, tidak teraba perbesaran hepar dan
lien, tidak ada nyeri tekan
Extremitas : Akral hangat nadi teraba kuat angkat,
regular, simetris, oedem negatif, capillary refill time <
2 detik.
5
Status Lokalis
Regio Costovertebra
- Inspeksi : Bentuk pinggang simetris, benjolan (-)
- Palpasi : Bimanual Ballotement ginjal (-)
- Perkusi : Nyeri Ketok (-)
Regio Anal
- Inspeksi : Bentuk Normal, benjolan(-)
- Rectal Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
1. Laboratorium
Hematologi (6/2/2020, pukul 14.11):
Hb : 11,0 gr/dl
Leu : 7.800 /uL
Ht : 34 %
Tro : 364.000 /uL
Eritrosit : 4,55 juta/uL
RDW : 14,3 %
MCV : 81 U
6
MCH : 29 pcg
MCHC : 33,2 g/dl
Elektrolit :
Natrium : 140,9 mmol/L
Kalium : 3,81 mmol/L
Klorida : 104,6 mmol/L
APTT : 32,6 detik
PT : 10,2 detik
INR : 0,82
SGOT : 15,5 U/L
SGPT : 15,3 U/L
Ureum : 27,3 mg/dL
Creatinin : 1,04 mg/Dl
Tumor marker, PSA : 20,04 ng/mL (H)
USG ABDOMEN : pembesaran prostat (volume : 35,6 ml)
V. DAFTAR MASALAH
Anamnesis
- Sulit BAK
- BAK mengedan, tidak tuntas/puas
- BAK lebih sering, tidak bisa menahan BAK
- Air kencing yang keluar menetes dan terasa sakit
Pemeriksaan fisik
- VU distensi
- Nyeri tekan suprapubic
Pemeriksaan penunjang
- PSA : 20,04 ng/mL
- USG abdomen : pembesaran prostat (volume : 35,6 ml)
7
VI. DIAGNOSIS
Benigna Prostat Hyperplasia
VII. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa :
Rawat inap
Pasang FC 22 fr 3 way
Edukasi :
- Mengurangi konsumsi cairan, terutama beberapa jam sebelum tidur.
- Mengurangi konsumsi minuman yang dapat memicu diuresis seperti
kafein dan alkohol.
- Membiasakan diri untuk miksi ganda, yaitu menunggu beberapa saat
setelah berkemih dan mencoba mulai berkemih kembali.
- Menghindari kebiasaan mengejan saat miksi.
- Konsumsi daging merah dan sayuran dapat menurunkan risiko benign
prostatic hyperplasia simtomatik. Melakukan pemeriksaan paling tidak 6
bulan sekali untuk pasien risiko tinggi dan melakukan skrining untuk
kanker prostat paling tidak 12 bulan sekali.
Medikamentosa :
IVFD RL 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1 gr extra premedikasi
Inj. Ketorolac 2 x 30 mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Operatif : TURP
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
8
IX. FOLLOW UP
Tgl. S O A P
7-2- BAK warna TD 130/70 mmHg BPH Infus RL 20tpm
2020 kuning agak keruh, N 82 x/menit Inj. Ceftriaxone 1 gr extra
nyeri perut bawah RR 22 x/menit Inj. Ketorolac 2 x 30 mg
S 36,3 S Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Thoraks : TURP hari ini
Cor BJ I-II regular
Pulmo vesikuler +/+
Abdomen :
VU distensi
berkurang, nyeri
tekan (+)
Ekstremitas : akral
hangat
Urine kuning agak
keruh ± 550 cc
BAB II
10
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
I. Definisi
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu
keadaan dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang
akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai
bedah.
11
II. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi
posterior akan menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada
12
dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil
13
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan
dari verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di
sebelah depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah
ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia
denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat
prostatovesikal.
15
prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis
inferior (cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari
a. mesenterium inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca
interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis prostat
di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi
menjadi 2 kelompok , yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral darivesico
prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan
kelompok kelenjar periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus
simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
16
Fisiologi
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang
menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan
prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu
ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodiesdan dapat
dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
III. Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang
ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami
peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada
peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan
hyperplasia.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat
benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan
kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.
IV. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
17
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen.
Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron
menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan
enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya
hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian
estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan
lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang
dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan
menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol
pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi
penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan
menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi
hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis,
prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi
terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap
estrogen.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron
didalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH.
6. Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan
pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan
suatu mekanisme “glandular budding” kemudian bercabang yang
menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan
epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada
embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan
adanya “reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan
pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat
tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan
tentang penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial
dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori
yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan
kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas
hubungan sebab-akibatnya.
20
V. Patofisiologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk
terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik.
Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar
periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi
gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen
dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan
alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus.
Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang
juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan
resistensi uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran
kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot
detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor
masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang
semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
21
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal.
23
gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-
PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri
atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)
dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0
sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup
pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat,
yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot
vesica urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica
urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase
dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Faktor pencetus
Kompensasi Dekompensasi
(LUTS) Retensi urin
Inkontinensia paradoksa
International Prostatic Symptom Score
24
b. Berapa kali anda
berkemih lagi dalam 0 1 2 3 4 5
waktu 2 menit
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
25
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
intraabdominal.
VII. Diagnosis
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
26
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang
keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum,
adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja
teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya
kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba
membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,
permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul,
dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia
prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada
carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan
diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan
teraba krepitasi.
27
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus
urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila
sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok
pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi
total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui
adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat
adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan
gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi
penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio
urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada
tidaknya komplikasi.
1. Darah
Ureum dan Kreatinin
Elektrolit
Blood urea nitrogen
Prostate Specific Antigen (PSA)
Gula darah
2. Urin :
Kultur urin + sensitifitas test
Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
Sedimen
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine
berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan
28
sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula
darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit
diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada
vesica urinaria.
d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat
menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin,
yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa
menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau
adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
29
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis
2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh
adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh
kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk
seperti mata kail atauhooked fish
3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya
trabekulasi, divertikel, atau sakulasi vesica urinaria
4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
3. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena
retensi urin, maka sistogram retrograd dapat pula memberi
gambaran indentasi.
5. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria
atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi
dapat memberikan gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica
urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari
muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga
memberi keterangan mengenai basar prostat dengan mengukur
30
panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke
dalam uretra.
e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran
urin ditentukan oleh :
daya kontraksi otot detrusor
tekanan intravesica
resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik
dengan puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada
obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik
dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat
obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
31
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan
dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan
mengukur berapa volume urin yang masih tinggal atau ditentukan
dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula
dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat
IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada
retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal
vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas
indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita prostat
hipertrofi.
32
derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara
ureter
derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Infeksi saluran kemih
3. Prostatitis
4. Batu ureter distal
5. Batu vesika kecil.
X. Komplikasi
Hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Inkontinensia Paradoks
33
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Hidroureter
h. Hidronefrosis
i. Gagal Ginjal
XI. Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya
akan menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala
klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok
dubur dan sisa volume urin, yaitu:
Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok
dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa
urin kurang dari 50 ml.
Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada
derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan
sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba
lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml
Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi
atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila
WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol
dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS
25 ke atas atau bila timbul obstruksi.
34
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV
digunakan untuk menentukan cara penanganan, yaitu :
Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan
dapat diberikan pengobatan secara konservatif.
Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan
intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai
cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang
derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam
keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.
Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang
cukup berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat
sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup
besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka
sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
35
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah
menghilangkan obstruksi pada leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai
dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.
36
kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok
dubur.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan
golongan blocker (penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar
hormon testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
Obat Penghambat adrenergik
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot
polos di dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat
rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos
prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik.
Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan
alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif
terhadap otot polos prostat yaitu α1a (tamsulosin), sehingga efek
sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat dikurangi.
Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari.
Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi
pada vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran
urine, menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini
juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun
sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah
pemakaian obat.
Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan.
Fitoterapi yang digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa
repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama
Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya
pengendalian prostatisme BPH dalam konteks “watchfull waiting
strategy”.
Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:
frekuensi nokturia berkurang
aliran kencing bertambah lancar
volume residu di kandung kencing berkurang
gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.
Mekanisme kerja obat diduga kuat:
menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir
reseptor androgen
Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah
menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran
kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih
bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah
38
menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan
adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
1. Prostatektomi terbuka
a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar
pada subservikal
Mortaliti rate rendah
Langsung melihat fossa prostat
Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
Perdarahan lebih mudah dirawat
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak
perlu selama bila membuka vesika
Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus
dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis
39
adanya sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os pubis,
kerusakan sphingter eksterna minimal.
Kerugian :
Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada
dinding vesica sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan
Merusak mukosa kulit
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder
neckstenosis 4%)
Inkontinensia (<1%)
Perdarahan
Epididimo orchitis
Recurent (10 – 20%)
Carcinoma
Ejakulasi retrograde
Impotensi
Fimosis
Deep venous trombosis
a.3. Transperineal
Keuntungan :
Dapat langssung pada fossa prostat
Pembuluh darah tampak lebih jelas
Mudah untuk pinggul sempit
40
Langsung biopsi untuk karsinoma
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Bisa terkena rektum
Perdarahan hebat
b. Prostatektomi Endourologi
b.1. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang
direseksi hampir seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis.
Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup
aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan
pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik
diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah.
Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna
untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-
obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu
tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling
banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat
dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan
(pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan
tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa
larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran
41
listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya
cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik
melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi.
Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif
atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P.
Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak
yang akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka
mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu
untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non
ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades,
antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu operasi
tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk
mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek
Morbiditas dan mortalitas rendah
42
Prostat fibrous mudah diangkat
Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
Teknik sulit
Resiko merusak uretra
Intoksikasi cairan
Trauma sphingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Komplikasi:
Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi
retrograd, dan striktura uretra.
43
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan
cara TUR.
Kerugian :
44
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).
3. Invasif Minimal
1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5C – 47C ini mulai
diperkenalkan dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan
memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan
gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik
atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis
jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos
dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga
obstruksi berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal,
efektifitasnya serta side efek yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter
dapat memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh
karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi
dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan
proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi
juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency)
memancarkan gelombang “radio frequency” yang panjang
gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari
gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang
ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat
menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena
kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga
pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat
mengalir keluar.
45
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula
dikerjakan dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam
12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka (transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.
Mekanismenya :
1. Kapsul prostat diregangkan
2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars
prostatika dirusak
47