Anda di halaman 1dari 7

2.

8 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan ileus paralitik secara langsung bertujuan untuk

mengatasi etiologi, tanpa memerlukan penanganan bedah. Namun. sampai sekarang tidak ada

obat atau farmakoterapi yang telah terbukti bermanfaat untuk mengembalikan motilitas usus

pada pasien ileus paralitik. Menentukan etiologi dari penyakit ileus paralitik tidaklah mudah,

sehingga perlu penatalaksanaan konservatif segera saat diagnosis ileus paralitik ditegakkan

sambil mengidentifikasi diagnosis etiologi. (Elizabeth, 2016)

Penatalaksanaan pada ileus paralitik terdiri dari terapi suportif dan terapi etiologi. Terapi

suportif pada ileus paralitik terdiri dari: (Elizabeth, 2016)

1. Perawatan umum

- Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya dan

menjelaskan managemen penatalaksanaan kepada keluarga, karena keberhasilan


terapeutik sangat ditentukan oleh kerja sama pasien dan keluarga, seperti puasa,

kebutuhan untuk memasukkan alat seperti NGT, observasi lebih lanjut, dan obat-

obatan yang dibutuhkan

- Bed rest

- Puasa

- Memasang monitor untuk memantau vital sign setiap 6-8 jam selam 24-48 jam

- Mamasang iv line untuk memberikan cairan kristaloid (0,9% NaCl atau RL)

- Memeriksa labortaorium : DL, ureum kreatinin, gula darah, serum elektrolit, BGA

setiap 6-8 jam sampai 24-48 jam

- Memasang kateter urin untuk menghitung balance cairan

- Monitor EKG untuk identifikasi hipokalemia

2. Koreksi cairan dan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

Pemberian cairan pada pasien dengan kondisi umum dan vital sign yang baik adalah

sekitar 2,5-3 liter/hari. Jika didapatkan tanda syok hipovolemik maka pemeberian cairan

NaCl 0,9% atau RL dengan grojok cepat sampai memungkinkan tekanan darah

meningkat sampai 100/60 mmHg.

Alkalosis metabolik terjadi karena kehilangan HCl dari muntahan dan cairan

nasogastrik yang di suction secara intermitten. Kondisi ini dapat dikoreksi dengan

pemberian kristaloid isotonik NaCl 0,9% untuk menggantikan volume cairan

ekstraselular yang hilang. Setelah produksi urin cukup, pemberian KCl (5-10 mEq / jam)

harus diberikan mengingat kalium yang keluar. Evaluasi kalium dalam urin dalam 24

jam untuk evaluasi terapi.


Asidosis metabolik terutama terjadi karena gangguan asupan (pasien tidak dapat

mentolerir makanan / minuman oral). Kondisi ini dapat dikoreksi dengan pemberian

natrium bikarbonat. Koreksi bikarbonat harus diberikan jika tingkat pH arterial di bawah

7,1. Koreksi pH sampai 7,4 dilakukan secara progresif, karena koreksi yang terlalu cepat

menyebabkan cairan intraselular memasuki ekstraselular, dan pH cairan serebrospinal

turun drastis yang akan memperparah gejala neurologis yang ada. Setengah dari defisit

bikarbonat diberikan untuk meningkatkan kadar HCO3 plasma menjadi 16 mEq / L

dalam 12 jam, sedangkan sisanya harus diberikan dalam 12 jam berturut-turut.

3. Dekompresi pada abdomen

Dekompresi bertujuan untuk mengurangi akumulasi gas di saluran gastrointestinal.

Dekompresi pada abdomen berguna untuk:

1. Mengurangi nyeri pada abdomen / abdominal discomfort

2. Mengurangi kesulitan dlam bernafas

3. Mengurangi mual dan muntah

4. Mencegah terjadinya aspirasi dari cairan muntah masuk ke saluran nafas.

Dekompresi dilakukan dengan memasukkan nasogastric tube untuk mengeluarkan

gas dari saluran gastrointestinal bagian atas, dan pada kondisi tertentu, seperti acute colon

pseudo-obstruction.

4. Nutrisi parenteral

Nutrisi parenteral diberikan apabila terdapat penurunan berat badan dan

hipoalbuminemia atau jika intoleransi terhadap intake oral karena ileus paralitik

sedikitnya 7 hari atau lebih. Mengingat hal ini, maka observasi sangatlah diperlukan.
Terapi etiologi pada ileus paralitik, diantaranya: (Elizabeth, 2016)

1. Pancreatitis akut

Pengobatan konservatif masih dianggap sebagai terapi dasar untuk setiap stadium

pankreatitis akut. Pasien diminta untuk berpuasa dan NGT dimasukkan untuk menghisap

cairan lambung sambil memberikan 1 botol somatostatin iv per jam per tetesan di dalam

dekstrosa 5%. Petidin juga dapat diberikan beberapa kali sehari untuk mengurangi rasa

sakit. Koreksi cairan dan elektrolit juga harus dilakukan.

2. Ketidakseimbangan elektrolit

Ketidakseimbangan elektrolit diyakini mempengaruhi pengangkutan ion kalsium

ke dalam sel otot polos dari usus halus dan usus besar, yang diperlukan untuk kontraksi

otot polos.

a. Hipokalemia

Hipokalemia sering terjadi pada kasus diare, penggunaan diuretic hemat kalium

dalam jangka lama, dan alkalosis respiratory pada pasien dengan paralisis hipokalemi

periodik.

KCl intravena diberikan apabila pasien tidak dapat menggunakan peroral karena

ileusnya. Dosis KCl tidak boleh lebih dari 10 mEq/jam perinfus. Pemberian KCl harus

dievaluasi setiap 3-6 jam karena resiko terjadinya aritmia.

b. Hipokalsemia

Hipokalsemia sering terjadi pada kasus hipoparatiroid/ pseudohipoparatiroid,

pancreatitis akut, ca prostat, ca mammae dengan metastasis osteoblastik, dan gagal ginjal

kronis. Hipokalsemia dapat di tatalaksana dengan pemberian Ca glukonas 10% 1-2 vial

dalam 10 ml.
c. Hipermagnesemia

Hipermagnesemia sering terjadi pada kasus gagal ginjal kronis dan terapi MgSO4

pada eklampsia. Terapi yang diberikan tergantung pada fungsi ginjal pasien. Terapi yang

mungkin dapat diberikan adalah NaCl dan diuretic (furosemide), Calcium iv (seperti

antagonis Mg) diberikan 500mg calcium chloride dalam 100mg/ menit, hemodialisis

(pada kasus disfungsi ginjal yang berat).

3. Infeksi

Dalam semua jenis infeksi dalam tubuh seperti halnya septicemia dapat

menyebabkan ileus paralitik. Pemeberian antibiotic parenteral pada kasus ini diberikan

sesuai dengan jenis infeksi dan hasil uji sensitivitas antibiotik untuk mencapai hasil yang

memuaskan.

Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder

atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah

yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

o Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

o Reseksi usus dengan anastomosis

o Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

2.9 Komplikasi

 Nekrosis usus

 Perforasi usus
 Sepsis

 Syok-dehidrasi

 Abses

 Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

 Pneumonia aspirasi dari proses muntah

 Gangguan elektrolit

2.10 Prognosis

Beberapa kondisi seperti syok hipovolemik, septicemia, septic syok dan

malnutrisi dapat mempengaruhi penanganan dalam ileus paralitik. Secara umum,

prognosis pada ileus paralitik adalah baik, meskipun etiologinya belum diketahui.

(Elizabeth, 2016)
Daftar Pustaka

Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang, 2003. Gawat Abdomen.

Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Editor : Sjamsuhudajat, R dan De Jong, Wim.

Jakarta: EGC. Hal: 181-192

Elizabeth, 2016. Management of Paralytic Ileus. The Indonesian Journal of

Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy. Diakses tanggal 30

Juni 2017

Fiedberg, B. and Antillon, M, 2004. Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas,

J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. di akses di

http://www.emedicine.com.

Basson, M.D, 2004. Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F.,

Mechaber, A.J., and Katz, J. diakses di http://www.emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai