Anda di halaman 1dari 14

JOURNAL READING

CRYSTALLOID VERSUS COLLOID FOR INTRAOPERATIVE


GOAL-DIRECTED FLUID THERAPY USING A CLOSED-LOOP
SYSTEM

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Anestesi
RSUD Ambarawa

Pembimbing:
dr. Ferra Mayasari, Sp.An

Disusun Oleh:
Fadhli Dzil Ikram
Stella Arzsa Sarahnaz
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
PERIODE 22 JULI – 24 AGUSTUS2019
LEMBAR PENGESAHAN
Journal Reading

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Anestesi
RSUD Ambarawa

Disusun Oleh:
Fadhli Dzil Ikram
Stella Arzsa Sarahnaz

Telah disetujui,
Pada tanggal 20 Agustus 2019

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Ferra Mayasari, Sp.An


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Journal Reading ini. Penulis berharap agar Journal
Reading ini bermanfaat bagi diri sendiri, teman sejawat, tenaga kesehatan dan
instansi.

Dalam penyelesaian Journal Reading ini penulis ingin menyampaikan


terimakasih kepada:

1. dr. Ferra Mayasari, Sp.An selalu penguji dan pembimbing.


2. Teman-teman Departemen stase Interna yang selama ini selalu memberikan
dukungan.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini, penulis masih mempunyai
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritikan untuk
menyempurnakan laporan kasus ini.

Ambarawa, 20 Agustus 2019

Penulis
Perbandingan Kristaloid dengan Koloid untuk terapi cairan intraoperative
menggunakan Closed-Loop System

Sebuah penelitian acak, double-blinded, dan terkontrol pada operasi


abdominal.
Abstract:
Latar Belakang
Tipe dari cairan dan regimen volume yang diberikan intraoperative pada
keduanya dapat membuat pengaruh dari akibat setelah operasi yang besar. Kedua
perlengkapan ini, bersifat parallel, di control secara acak, double blind, penelitian
ini menggunakan hipotesis yang ketika menggunakan system loop yang tertutup
dapat dilakukan untuk terapi cairan, menyeimbangkan koloid yang berhubungan
dengan komplikasi pos-operasi yang sedikit untuk membandingkan keseimbangan
kristaloid pada pasien yang mengalami operasi pada abdominal.

Metode
100 pasien dan 60 pasien telah di daftarkan pada protocol. Semua pasien
telah memiliki keseimbangan kristaloid sebesar 3ml.kg-1.h-1. Sebuah system loop
yang tertutup mengirim tambahan sebanyak 100 ml cairan bolu(Pasien yang telah
di acak untuk menerima sebuah keseimbangan kristaloid atau koloid) menurut yang
sudah ditentukan sebelumnya tujuan yang akan dilakukan, menggunakan sebuah
stroke volume dan monitor stroke volume yang ber variasi. Semua pasien termasuk
pada analisis tersebut. Hasil yang utama pada pos operasi pada pasien yang mudah
sakit, ukuran 9 doamain, pada 2 hari setelah operasi. Hasil yang sekunder termasuk
semua komplikasi yang terjadi setelah post operasi

Hasil
Pasien yang telah di acak pada kelompok koloid mengalami tingkatan sakit
yang rendah dan rendahnya komplikasi pada post operasi. Total volume cairan
intraoperasi and kesimbangan cairan rendah pada kelompok yamg koloid.

Kesimpulan: pada penelitian ini, koloid sebagai terapi cairan berhubungan


dengan rendahnya komplikasi post operasi daripada menggunakan kristaloid.
Manfaat ini dapat mempengaruhi rendahnya keseimbangan cairan ketika
menggunakan koloid pada post operasi. Namun, hasil penelitian telah diberikan,
mekanisme pada perbedaan tidak bisa di deteksi dengan jelas.

Ada beberapa bukti bahwa tatalaksana cairan pada intraoperasi dapat


memberi pengaruh yang besar pada pasien yang telah melakukan operasi. 2 faktor
utama yang terlibat ada di literature. Di satu sisi, kuantitas pada tatalaksana cairan
telah dibuktikan pengaruhnya pada insidensi komplikasi post operasi. Seperti yang
telah diperkirakan, hal ini akan sulit untuk mengevaluasi pada variasi yang besar
pad pasien yang menggunakan terapi cairan, yang menghasilkan banyak variasi
pada pasien. Untuk melawan perbedaan ini, tujuan pemberian terapi cairan
berdasarkan optimisasi untuk variabel yang terkait aliran yang telah ditunjukkan
untuk pasien yang mengalami resiko tinggi untu dilakukan operasi. Sayangnya,
strategi ini telah dilakukan oleh beberapa penyedia layanan dan institusi. Satu dari
tantangan yang dapat di praktikkan adalah strategi mengenai terapi cairan sebagai
kebutuhan substansi untuk membentuk sebuah system loop yang tertutup untuk
mengaplikasi tatalaksana keseimbangan cairan pada ruang operasi. Sistem ini telah
di demonstrasikan kemungkinan dan kemanjuran nya pada kasus yang berbeda.
Sistem ini mengirim bolus cairan menggunakan cara yang telah di standarisasi dan
dapat menjaga hampir 100% pemenuhan dan menghilangkan sumber utama
penyakit pada pasien.

Tambahan nya untuk mengetahui dan seberapa banyak cairan yang dikirim,
tipe cairan yang di tamahkan juga dapat bermain peran penting. Pada penanganan
yang intensif, sebuah percobaan pengacakan yang besar disarankan pada
hydroxyethyl starches yang merupakan insiden yang tinggi pada komplikasi.
Tindakan alternative pada perioperative masih di pertimbangkan agar aman bagi
beberapa penulis. Perdebatan yang optimal mengenai cairan intravena yang masih
belum terselesaikan pada pasien yang mengalami operasi besar. Teori nya, koloid
mempunya manfaat untuk menjaga tekanan osmotic intravaskular untuk menaikkan
angka pada waktu saat volume nya mengalami penurunan untuk mencapai
hemodinamik yang sama yang dibandingkan dengan kristaloid. Seperti itu
penggunaan Hydroxyethyl Straches sebagai menentang dengan otomatis
menggunakan loop yang tertutup untuk melakukan terapi cairan pada pasien yang
sedang melakukan operasi yang besar dapat berhubungan dengan kurangnya
akumulasi cairan dan menjadi sedikit setelah operasi. Menggunakan system loop
yang tertutup dapat membolehkan terutama penelitian dampak pada cairan yang
telah bebas dari banyak nya variasi tersebut pada pemenuhan dengan tujuan untuk
pemberian terapi cairan.

Peneliti menggunakan hipotesis ini pada dua sisi, parallel, secara acak, dan
double blind, bi center superiority, dimana pasien di berikan jadwal untuk yang
bukan operasi yang penting pada operasi yang besar untuk didapatkan
keseimbangan cairan kristaloid atau keseimbangan cairan koloid.

Material dan Metode


Etik
Percobaan ini telah disahkan oleh komite etik Brugmann dan rumah sakit
Erasme dan di daftarkan pada tanggal 5 Desember 2014 pada clinicaltrial.gov.
penelitian ini dilakukan pada dua tempat di Brussels dari April 2015 sampai
November 2016. Semua pasien telah dilakukan informed consent yang tertulis
sebelum melakukan operasi.

Inklusi dan Eksklusi


Kriteria inklusi adalah pasien dewasa yang di jadwalkan melakukan anestesi
umum untuk operasi bagian abdominal yang dilakukan selama kurang lebih 3 jam.
Kriteria eksluksi adalah pasien yang berumur kurang dari 18 tahun, seseorang yang
berada di komunitas anestesiologi dengan score lebih dari 3, pasien pre operasi
ejeksi ventrikel kiri dengan fraksi kurang dari 30%, aritmia kardia atau regurgutasi
aorta, gangguan koagulasi, pasien dengan pre operasi insufisiensi ginjal, gangguan
fungsi hepar, operasi yang bersifat gawat, pre operasi untuk infeksi, kehamilan atau
periode laktasi, adanya alergi terhadap hydroexyethyl starches, dan telah mengikuti
penilitian lain. Tambahan nya, pasien yang ditemukan memiliki diseminasi
metastatic pada operasi yang pertama dan memiliki prosedur yang di batalkan yang
telah di eksklusikan. Akhirnya, pasien yang membutuhkan sebuah penjempitan
pada aorta suprarenal juga di eksklusi.

Randomisasi, Blinding, dan Pendataan


Randomisasi pada penelitian ini dibuat dengan seorang apoteker di rumah
sakit, menggunakan software randomisasi. Operasi yang dilakukan pagi hari,
dengan terapi cairan juga dikirim kepada anestesiologi pada pasien. Angka
penelitian pada cairan telah di identifikasi oleh angka pada pasien. Persiapan,
penyimpanan, dan pengeluaran cairan telah selesai dilakukan oleh apoteker rumah
sakit. Yang terpentingnya, semua peneliti dberikan sisa waktu untuk melakukan
pengobatan untuk penelitian akhir untuk dilakukan analisis statistic. Intraoperatif
data yang di kumpulkan oleh peneliti and pos operasi dilakukan oleh perawat,
residen, bagian anestesiologi, dan jurnal pada mahasiswa kedokteran yang tidak
terlibat pada penelitian ini. Nilai Post operasi telah ditentukan pada post operasi
pada pagi hari ke-2 oleh peneliti yang melakukan penelitian menggunakan alokasi
kelompok.

Tatacara Anestesi
Semua pasien termasuk telah diizinkan untuk mengkonsumsi makanan
padat sampai 6 jam sebelum melakukan operasi dan mengkonsumsi cairan sampai
2 jam sebelum operasi. System pencernaan mempersiapkan untuk tidak dilakukan
kecuali untuk pasien operasi aorta. Tidak ada penamahan penyembuhan setelah
dilakukan operasi di tempat ataupun di rumah sakit saat penelitian. Pada kedua
kelompok, sebelum dilakukan pengobatan terdiri dari 0,5mg alprazolam, diberikan
pada pagi hari sebelum operasi. Beberapa pasien mempunyai kateter epidural yang
diletakkan saat anestesi pada ruang operasi. Namun, sebagian besar pasien
menerima hanya ijeksi morfin pada bagian spinal. Monitoring yang standart pada
operasi ini termasuk 5 elektrokardiogram, nadi oksimetri, noninvasive tekanan
darah, tekanan arteri radial yang invasive, tekanan vena sentral, suhu di rektal,
inspirasi, dam ekspirasi konsentrasi gas, pengeluaran urin, dan monitoring proses
elektroenchepalografi. Sebagai tambahannya, semua subyek di awasi dengan
sangat minimal untuk cardiac output nya. Anestesi di induksi dengan berat badan
dengan dosis propofol (2mg/kg), rocuronium dan dijaga dengan remifentanil (2
sampai 6 mg/ml) dan anestesi volatile. Setelah di intubasi, sebuah ventilasi protektif
diberikan, yang terdiri dari volume tidal sebanyak 8ml/kg yang menyesuaikan berat
badan, tekanan ekspirasi dari 5 sampai 7 cm H2O, dan manuver yang diperlukan.
Respiratory rate telah di persiapkan untuk mencapai carbon yang naik turun, tetapi
idealnya, tekanan parsial berada pada 32-36 mmHg. Antibiotik profilaktik yang
adekuat telah diberikan kepada seluruh pasien. Volatile yang dihirup dan
konsentrasi remifentanil dilakukan intraoperative untuk mencapai target bispectral
entropi atau bispectral index yang bernilai diantara 40-60. Anestesi yang diberikan
untuk penyesuaian dibuat oleh dokter. Tekanan arteri tetap dibawah 65mmHg
dengan efedrin atau bolus phenylepherin. Jika ditambahkan vasopressor yang
dibutuhkan, norepinefrin telah digunakan sebagai tambahan cairan. Sel darah
merah di transfuse pada tambahan cairan loop yang tertutup untuk menjaga
konsentrasi Hb diantara 7-9 gr/dl. Setelah penutupan kulit, sebagian besar pasien di
ekstubasi dari ruang operasi. Penyembuhan pasca operasi telah dilakukan pada
bagian unit post anestesi atau bagian ICU, tergantung dari operasi apa yang
dilakukan. Semua dokter peduli terhadap pasien nya yang melakukan perioperative
yang telah dilakukan penelitian mengenai cairan.

Pengaturan penutupan loop


Software penutupan loop telah dijalankan oleh Shuttle X50 PC layar sentuh
dan laptop ACER yang menggunakan windows 7. System di sambungkan dengan
serial output EV-1000 untuk waktu mengambil data.

Sebuah Q-Core Sapphire Multi-Therapy Infusion Pump telah digunakan


untuk menutup loop yang mengirim 100ml cairan. The Sapphire pump adalah alat
untuk memompa volumetric yang tingkatannya mencapai 0,1 sampai 999 ml/h.
Pompa di control dengan menutup sistem menggunakan Q-core.

Setelah penggantian garis tengah, tetapi sebelum insisi, penutupan loop


yang dipilih dan dimulai dari anestesi. Semua kasus penelitian dimulai dengan
pengaturan standart sebanyak 15%, yang berarti bolus yang efektif jika di timbang
mencapai 500ml dapat mencapai kenaikan 15% pada stroke volume.

Penutupan system loop dan tatalaksana cairan


Penutupan system loop telah di deskripsikan sebagai publikasi yang
sebelumnya. Sebagai ringkasan yang singkat, system monitor stroke volme, variasi
stroke volume (SVV), Heart rate, dan MAP, dan menggunakan informasi ini untuk
mengoptimalisasi stroke volume. Kontroler menggunakan keduanya untuk
mengformulasi seuah respon predikat untuk bolus cairan dan sebuag lapisan adaptif
untuk bolus berdasarkan penilaian yang salah saat tatalaksana mengubah induksi
saat operasi untuk mengubah menjadi kondisi anestesi. Penanganan terakhir
dilakukan oleh kontroler dan tujuan nya untuk mengoptimisasi pasien dengan status
cairan dan stroke volume dekat tingkatan nya. Anestesiologi senior yang
bertanggung jawab atas pasien ini memiliki pilihan untuk berinteraksi dengan
system dan dikirim ke bolus jika dibutuhkan. Visual dan audio membuat cairan satu
sama lain mengerti atas intervensi yang diberikan. Selain itu, untuk mencegah
kemungkinan pemberian cairan berlebih oleh sistem loop tertutup, perangkat lunak
membutuhkan jumlah cairan total yang dapat diberikan loop tertutup pada waktu
yang telah ditentukan oleh ahli anestesi (terbatas pada 500 ml).

Setelah induksi anestesi, infus kristaloid seimbang seimbang (Plasmalyte)


isotonik ditetapkan pada 3 ml · kg – 1 · jam – 1 melalui pompa infus (Volumat
Agilia, Fresenius Kabi, Belgium) dan diberikan selama durasi prosedur. Bolus
cairan tambahan disampaikan oleh strategi terapi cairan yang diarahkan pada tujuan
yang menggunakan sistem loop tertutup dan terdiri dari beberapa 100-ml, tantangan
cairan mini dari cairan penelitian (Plasmalyte atau Volulyte). Pada kedua
kelompok, dosis harian batas atas 33 ml / kg cairan studi diizinkan. Jika batas atas
dari cairan penelitian tercapai, Plasmalyte yang tidak tertutup secara konsisten
digunakan setelahnya pada semua pasien. Yang penting, sistem loop tertutup hanya
menghasilkan 100 ml cairan bolus selama 6 menit dan karena itu tidak dirancang
untuk resusitasi perdarahan melainkan optimisasi cairan sejalan dengan protokol
terapi cairan yang diarahkan pada tujuan. Akibatnya, ahli anestesi yang
bertanggung jawab pada pasien juga memiliki kesempatan untuk memberikan
Plasmalyte tambahan tanpa menggunakan loop tertutup (sebagai penyelamatan)
dalam kasus ketidakstabilan hemodinamik terkait dengan perdarahan akut atau
unclamping aorta. Tidak ada cairan lain yang dibolehkan selain dari crys Talloid
penyelamat (Plasmalyte). Terakhir, jika ahli anestesi senior merasa bahwa pasien
dioptimalkan cairan tetapi MAP kurang dari 65 mmHg (meskipun kedalaman
anestesi yang sesuai), vasopresor dapat digunakan. Cairan pemeliharaan pasca
operasi untuk semua pasien adalah 1,5 ml · kg – 1 · jam – 1, 5% dekstrosa-NaCl,
0,45%, di Rumah Sakit Brugmann dan Sterofundin B (B-Braun Medical SA,
Belgia) di Rumah Sakit Erasme. Jika volume tambahan diperlukan, Plasmalyte atau
saline diberikan, tergantung pada preferensi dokter. Di lembaga kami, ini sebagian
besar dilakukan untuk mengobati oliguria (keluaran urin kurang dari 0,5 ml · kg-1
· h-1) dan meningkatkan konsentrasi laktat. Namun, jika hipotensi terjadi,
pemberian gelatin cairan yang dimodifikasi, 3% (Geloplasma, Fresenius Kabi
GmbH), diizinkan sebagai opsi lain untuk solusi kristaloid untuk dengan cepat
mengembalikan volume intravaskular.
Hasil, Pengumpulan Data, dan Analisis
Karakteristik intraoperatif berikut dikumpulkan untuk setiap pasien dari
grafik medis: waktu anestesi, waktu operasi, volume cairan dan keseimbangan
cairan bersih, keluaran urin, perkiraan kehilangan darah, dan jumlah vasopresor.
Sistem loop tertutup juga mencatat data hemodinamik lanjut (curah jantung, SV,
SVV) yang disediakan oleh EV-1000 pada interval 2 detik, serta pengiriman bolus
cairan.

Hasil utama adalah skor POMS di POD2. skor ini mencakup sembilan
domain yang pasien dinilai untuk fitur diagnostik (paru, infeksi, ginjal,
kardiovaskular, gastrointestinal, neurologis, hematologis, luka, dan nyeri; lihat
lampiran 2). skor ini telah divalidasi dan digunakan dalam berbagai operasi elektif
sedang dan besar.28 Hasil sekunder adalah jumlah komplikasi pasca operasi hingga
30 hari setelah operasi. Komplikasi utama termasuk: jantung (sindrom koroner akut
/ aritmia), paru (emboli, edema, atau pneumonia), gastrointestinal (kebocoran
anastomosis usus dan bedah), ginjal (gagal ginjal yang membutuhkan dialisis),
infeksi (peritonitis / sepsis), koagulasi (pendarahan yang membutuhkan operasi
ulang), dehiscence luka, stroke, operasi ulang, dan semua penyebab kematian pada
30 hari. Komplikasi kecil termasuk infeksi luka superfisial, infeksi saluran kemih
dan lainnya, ileus paralitik, perlunya loop diuretik, kebingungan pasca operasi,
mual dan muntah pasca operasi, dan timbulnya pruritus. Definisi dari hasil yang
berbeda ini disajikan dalam lampiran 3. Hasil sekunder tambahan penting yang
telah diperiksa dengan teliti adalah efek cairan penelitian pada fungsi ginjal
pascaoperasi. Fisis ini dinilai dengan mengkuantifikasi insiden cedera ginjal akut,
yang didefinisikan menggunakan klasifikasi Penyakit 1: Meningkatkan Hasil
Global (KDIGO) 1 atau lebih tinggi, atau kebutuhan terapi penggantian ginjal
(RRT). Akhirnya, jumlah cairan yang diberikan dan hilang, paparan produk darah,
tingkat transfusi, parameter laboratorium dan gas darah arteri diukur pada titik
waktu yang berbeda, dan lama rawat inap ICU dan rumah sakit (didefinisikan
sebagai waktu dari hari operasi hingga yang terakhir). hari di rumah sakit atau
kematian) juga dianalisis. Yang penting, lama rawat inap rumah sakit juga
dikuantifikasi dengan menggunakan kriteria “fit for discharge,” 30 karena
pemulangan dari rumah sakit diputuskan oleh ahli bedah tanpa kriteria objektif
nyata.

Kekuatan Belajar
Penentuan apriori dari jumlah pasien yang diperlukan untuk masing-masing
kelompok didasarkan pada skor POMS yang tercatat dari pasien sebelumnya di
kedua rumah sakit. Sebelumnya, skor POMS rata-rata di POD2 adalah 3,09 dan SD
adalah 2,13. Mempertimbangkan bahwa perbedaan klinis penting minimum adalah
perbedaan 1 poin pada titik akhir primer, sebuah studi dengan kekuatan 80% dan
kesalahan alpha 0,05 akan membutuhkan 73 pasien per kelompok. Sebagai
hasilnya, kami memutuskan untuk memasukkan 160 pasien (80 per kelompok).
Tidak ada analisis sementara yang direncanakan.

Analisis statistik
Analisis niat-untuk-pengobatan dilakukan pada data. Data berkelanjutan
diuji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Karena mereka tidak
terdistribusi secara normal, mereka dilaporkan sebagai median dan rentang
interkuartil, dan perbandingan dibuat dengan uji Mann-Whitney U. Data diskrit
disajikan sebagai persentase dan dibandingkan dengan menggunakan chi-square
atau uji Fisher saat ditunjukkan. Signifikansi ditetapkan pada tingkat 0,05. Data
dianalisis menggunakan Minitab (Prancis).

Hasil
Sebanyak 198 pasien diskrining untuk kelayakan dari April 2015 hingga
November 2016. Pada akhirnya, 160 pasien direkrut dan secara acak prospektif
antara kedua kelompok. Sepuluh pasien menunjukkan kriteria eksklusi setelah
pengacakan: enam pada kelompok kristaloid (penjepit aorta suprarenal yang tidak
terduga [n = 2]; durasi operasi kurang dari 3 jam [n = 2]; pelanggaran protokol [n
= 2]: pemberian cairan nonprotocol) dan empat pada kelompok koloid (penjepitan
aorta suprarenal supranenal [n = 1]; durasi operasi kurang dari 3 jam [n = 2]; kriteria
eksklusi preoperatif yang terlewatkan [n = 1]). Semua dimasukkan dalam analisis
intention-to-treat (gbr. 1). Karakteristik dasar pasien disajikan pada tabel 1.

Data INTRAOPERATIF
Volume perawatan kristaloid yang seimbang tidak berbeda antara
kelompok, dan tidak ada persyaratan untuk cairan penyelamatan tambahan (tabel
2). Total volume cairan penelitian adalah 1.500 ml (kisaran interkuartil, 800 hingga
2.500 ml) pada kelompok kristaloid dan 900 ml (400 hingga 1.300 ml) pada
kelompok koloid. Studi volume cairan, jumlah total cairan, dan keseimbangan
cairan bersih secara signifikan lebih rendah pada kelompok koloid dibandingkan
dengan kelompok kristaloid (P <0,001 untuk semua). Terlebih lagi, hanya satu
pasien (1%) dalam kelompok koloid yang mencapai dosis cairan studi maksimum
(33 ml · kg – 1 · hari-1) dibandingkan dengan 16 pasien (20%) pada kelompok
kristaloid (P <0,001) . Kebutuhan akan segala jenis transfusi darah tidak berbeda
antar kelompok. Namun, penggunaan vasopresor lebih rendah pada kelompok
koloid daripada pada kelompok kristaloid (55% vs 89%; P <0,001). Pasien dalam
kelompok koloid memiliki detak jantung yang secara signifikan lebih rendah (67
[60 hingga 76] vs 72
[64 hingga 82]; P = 0,012) dan SVV (8 [7 hingga 9] vs 10 [8 hingga 13];
P <0,001), dan PETA yang lebih tinggi (79 [74 hingga 84] vs 75 [72 hingga 81];
P = 0,036) (tabel 3).

Variabel hasil
Skor POMS (titik akhir primer) secara signifikan lebih rendah pada
kelompok koloid (2 [1 hingga 3] vs 3 [1 hingga 4]; –1 (–1 hingga 0); P <0,001).
Insidensi komplikasi juga secara signifikan lebih rendah pada kelompok koloid
daripada pada kelompok kristaloid (tabel 4). Lebih khusus, kejadian kebocoran
anastomosis secara signifikan lebih tinggi pada kelompok kristaloid dibandingkan
pada kelompok koloid untuk pasien yang menjalani anastomosis gastrointestinal
(tabel 4). Fungsi ginjal yang dinilai oleh klasifikasi KDIGO29 mengungkapkan
tidak ada perbedaan antara kelompok. Dua pasien mengalami RRT pada periode
pasca operasi (satu di setiap kelompok; pasien memiliki penjepitan aorta suprarenal
selama operasi mereka). Lama tinggal di ICU, PACU, dan rumah sakit tidak
berbeda antar kelompok. beberapa pasien meninggal dalam 30 hari pasca operasi
— semua dalam kelompok kristaloid. Orang pertama meninggal karena syok
hemoragik pada POD1, yang kedua dari kebocoran anastomosis pada POD7, dan
yang ketiga dari emboli paru setelah keluar rumah sakit (POD15).

Parameter laboratorium dan gas darah diukur


pada titik waktu yang berbeda tidak berbeda antara kelompok (data tidak
ditampilkan). Namun, pada saat kedatangan di ICU / PACU, pasien yang secara
signifikan lebih sedikit dalam kelompok koloid memiliki tingkat laktat lebih besar
dari 2 mEq / l (23% vs 39%; P = 0,029).

Manajemen loop tertutup


Ahli anestesi yang bertanggung jawab atas pasien tidak pernah
menghentikan bolus cairan aktif yang diberikan oleh sistem otomatis. Bolus cairan
tambahan dikirim secara manual melalui sistem loop tertutup oleh ahli anestesi
yang bertanggung jawab atas pasien pada 41% kasus pada kelompok kristaloid dan
28% kasus pada kelompok koloid (P = 0,07). Pada pasien ini, jumlah tambahan
bolus tidak berbeda antara kelompok (kelompok kristaloid: 2 [1 hingga 2];
kelompok koloid: 1 [1 hingga 1]; P = 0,12). Dalam sebagian besar kasus, alasan
cairan tambahan adalah perdarahan akut. Analisis per-protokol mencakup 74 pasien
dalam kelompok kristaloid dan 76 pasien dalam kelompok koloid. Hasil analisis ini
(data tidak ditampilkan) tidak berbeda dari inten-analisis.

Pembahasan
Pada penelitian ini pemberian terapi cairan koloid berhubungan dengan
rendahnya skor POMS (post operative morbidity survey) dan lebih rendahnya
angka kejadian komplikasi setelah tindakan operasi dibandingkan dengan
pemberian terapi cairan kristaloid pada pasien yang dilakukan operasi besar pada
abdomen. efek yang menguntungkan ini kemungkinan tidak terlalu berhubungan
dengan penurunan signifikan cairan intraoperatif dan keseimbangan cairan pada
kelompok koloid; namun, sesuai dengan desain penelitian yang digunakan, hampir
tidak mungkin untuk menbedakan tipe cairan, volume total, ataupun kombinasi dari
keduanya yang bertanggung jawab terhadap efek yang diamati dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan dua studi prospektif, randomized, double-
blinded untuk membandingkan efikasi antara cairan koloid dan kristaloid
menggunakan pendekatan studi goal-directed untuk manajemen cairan pada pasien
yang menjalani operasi abdomen. Pada studi pertama, Yates et al. melaporkan
bahwa tidak ada manfaat perioperatif dari penggunaan HES dibandingkan
kristaloid dalam hal komplikasi dan kebutuhan penggunakan vasopressor pada 202
pasien yang menjalani operasi colorectal, meskipun pada operasi ini dibutuhkan
cairan yang lebih sedikit. Sebuah monitor yaitu Continuous Cardiac Output
Monitor (LIDCO Rapid, United Kingdom) digunakan untuk menstandarisasi dan
memandu terapi cairan pada pasien tersebut. Terdapat 38% pasien pada kelompok
koloid menerima koloid tambahan (gelatin cairan yang dimodifikasi), dibandingkan
dengan 12% pasien pada kelompok HES. Hasilnya, percobaan ini membandingkan
dua kelompok yang menerima kombinasi kristaloid dan koloid dalam proporsi yang
berbeda.
Studi kedua, Feldheiser et al, melaporkan terdapat hubungan antara larutan
HES yang seimbang dengan curah jantung yang lebih tinggi dan volume yang lebih
rendah, pada 50 pasien yang menjalani operasi kanker ovarium. Pada penelitian ini,
protocol cairan goal-directed diaplikasikan menggunakan dopler esophagus.
Namun, dikarenakan penelitian ini merupakan studi percobaan kecil, percobaan ini
kurang kuat untuk menilai efek cairan dalam kejadian komplikasi postoperative dan
kejadian perpanjangan waktu tinggal di RS.
Ketika hasil dari dua penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya
membandingkan kristaloid yang seimbang dengan koloid yang seimbang dievaluasi
bersama-sama, hasil dua penelitian tersebut mengatakan bahwa koloid yang
seimbang menginduksi ekspansi volume yang lebih besar dibandingkan kristaloid,
dan sebagai hasilnya, volume koloid yang lebih rendah diperlukan untuk
mendapatkan titik akhir hemodinamik yang seimbang. Akibat tidak adanya manfaat
hasil dari penelitian sebelumnya, sehingga tidak ada rekomendasi untuk
menggunakan cairan koloid dibandingkan kristaloid pada perioperative. Penelitian
yang dilakukan saat ini, memberikan hubungan yang lebih kuat antara jenis cairan,
optimalisasi variable fisiologis dan peningkatan hasil klinis. Selain itu, penggunaan
sistem closed-loop untuk menghilangkan intervensi bias diantara kelompok
penelitian merupakan fitur yang tidak digunakan untuk membandingkan cairan
sebelumnya.
Beberapa penyelidikan baru-baru ini telah menekankan terdapat efek positif
dari penggunaan protokol cairan goal-directed untuk memandu pemberian cairan.
Strategi ini telah direkomendasikan oleh para profesional di negara-negara Eropa.
Meskipun demikian, strategi ini tidak umum diimplementasikan dalam praktik
klinis. Di antara alasan yang mungkin adalah fakta bahwa strategi cairan goal-
directed membutuhkan pelatihan, perhatian, dan upaya yang substansial untuk
implementasi yang baik dan efektif. Bahkan dalam kondisi penelitian yang
sempurna, tingkat kepatuhan seringkali 50% atau kurang. Selain itu, percobaan
OPTIMIZE baru-baru ini menegaskan bahwa kurva pembelajaran hadir ketika
mencoba menerapkan protokol fluida goal-directed.

Oleh karena itu, sistem closed-loop dapat meningkatkan kepatuhan terhadap


protokol dan dapat meningkatkan akurasi implementasi. Komputer secara ideal
cocok untuk pekerjaan yang berulang dan "berbasis perhatian", dan tidak dibatasi
oleh penurunan kewaspadaan bila dibandingkan dengan manusia. Sistem seperti
itu secara konsisten menunjukkan keunggulan dalam mempertahankan target yang
ditetapkan daripada klinisi. Dalam penelitian saat ini, penggunaan sistem
pengiriman cairan closed-loop bermanfaat karena melibatkan standarisasi yang
ketat dalam pemberian cairan studi, yang menghasilkan perlakuan serupa pada
kedua kelompok. Sistem ini memberikan terapi cairan yang konsisten, individual,
dan diarahkan pada tujuan untuk semua kasus selagi menghilangkan variabilitas
interprovider sebagai pembaur yang sering. Efek menguntungkan yang diamati
dengan penggunaan koloid tidak terlalu penting untuk peningkatan optimalisasi
variabel kardiovaskular sentral seperti curah jantung atau SV dibandingkan efek
periferal dari jenis cairan lainnya. Tingginya angka kejadian komplikasi
postoperative pada kelompok kristaloid kemungkinan berhubungan dengan fakta
bahwa sistem gastrointestinal dan pulmonal tidak dapat menoleransi kelebihan
akumulasi cairan. Observasi bahwa kelompok kristaloid memiliki tingkat
kebocoran anostomosis yang lebih tinggi (Tabel 4) mendukung hipotesa ini.

Kekuatan utama dari penelitian ini bergantung pada metodologi yang


digunakan untuk terapi cairan standar pada pasien melalui sistem terapi cairan yang
sepenuhnya otomatis, dengan bantuan closed-loop, intraoperatif, dan sistem terapi
cairan goal-directed. Dengan catatan, proporsi pasien yang dirawat oleh dokter,
memiliki sistem yang sama antar kelompok, juga tidak ada jumlah bolus cairan
tambahan per pasien. Berbeda dengan kebanyakan penelitian yang menggunakan
bolus 200 hingga 250 ml, kami memutuskan untuk menggunakan bolus 100 ml
dalam sistem closed-loop kami karena dua alasan. Alasan pertama, dikarenakan
dalam bekerja dengan ukuran dan kinerja bolus yang berbeda dari kontrol, kami
mengamati bahwa menggunakan bolus 100ml adalah keseimbangan yang tepat
antara konten informasi dalam respons bolus dan meminimalkan pengiriman cairan.
Memisahkan bolus 200-ml tunggal menjadi dua bolus 100-ml memberikan
pengontrol dengan dua titik data umpan balik, bukan hanya satu, sehingga
meningkatkan kinerja di masa mendatang dan mengurangi volume total yang
dikelola. Kedua, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa 100 ml cairan
mampu memprediksi respons cairan.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pertama dari penelitian ini adalah bahwa prosedur pada
kelompok kristaloid berlangsung sekitar 1 jam lebih lama dari pada kelompok
koloid. Ini adalah alasan mengapa semua data mengenai terapi cairan dinyatakan
sebagai mililiter per kilogram per jam operasi. Meskipun kami tidak dapat
mengesampingkan perbedaan waktu yang mungkin mempengaruhi hasil, insidensi
pembedahan berisiko tinggi dan Physiologic and Operatice Severity Score for the
enUmeration of Mortality and Morbidity (POSSUM) diprediksi sama di antara
kelompok. Selain itu, kehilangan darah intraoperatif yang mungkin dianggap
sebagai penanda kompleksitas bedah sebanding pada kedua kelompok.
Kedua, kristaloid dan koloid memberikan volume intravaskular diferensial
yang jelas. Namun, rasio yang tepat antara kedua jenis cairan sebagian besar masih
diperdebatkan dan jelas tergantung pada situasi klinis, karena efek volume cairan
sensitif terhadap konteks. Seperti kebanyakan penelitian di lapangan, kami
memutuskan untuk menggunakan volume kristaloid yang sama dan koloid untuk
memastikan desain penelitian kami. Ketiga, hasil penelitian ini terbatas pada hasil
jangka pendek; hasil jangka panjang yang direncanakan, seperti fungsi ginjal dan
kualitas hidup jangka panjang, akan ditindaklanjuti pada 1 tahun sesuai dengan
protokol terdaftar, dan hasilnya akan dipublikasikan pada waktu mendatang.
Namun, beberapa penulis telah menunjukkan dampak komplikasi pasca operasi
awal pada hasil jangka panjang. Keempat, karena kekuatan penelitian didasarkan
pada skor POMS, penelitian ini kurang kuat untuk mendeteksi perbedaan fungsi
ginjal (cedera ginjal akut, RRT) dan tingkat kematian. Selain itu, perbedaan 1 poin
dalam skor POMS mungkin tidak dianggap signifikan secara klinis. Namun, skor
POMS yang lebih rendah yang diamati pada kelompok koloid juga dikaitkan
dengan insiden komplikasi mayor pasca operasi yang lebih rendah. Kelima, hasil
kami mungkin tidak digeneralisasikan pada keadaan lain, karena hanya relevan
dengan pertanyaan cairan mana yang digunakan untuk terapi cairan goal-directed
disampaikan oleh closed-loop pada pasien yang menjalani operasi abdomen.
Sehingga, perlu dicatat bahwa penelitian ini adalah percobaan kecil dan karena itu
rentan terhadap kesalahan tipe 1.

Kesimpulan
Dalam kondisi penelitian kami, ketika resusitasi cairan distandarisasi dan
dipandu oleh sistem closed-loop, terapi cairan koloid goal-directed dikaitkan
dengan lebih sedikitnya komplikasi pascaoperasi daripada dengan kristaloid. Efek
menguntungkan ini kemungkinan terkait dengan keseimbangan cairan intraoperatif
yang lebih rendah secara signifikan, yang terkait dengan administrasi volume cairan
yang lebih rendah ketika cairan koloid digunakan dengan seimbang. Namun,
mengingat keterbatasan desain penelitian, mekanisme untuk perbedaan tidak dapat
ditentukan dengan pasti.

Anda mungkin juga menyukai