Anda di halaman 1dari 23

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 ATRESIA ANI

A. DEFINISI

Istilah atresia ani berasal dari bahasa yunani, yaitu “a” yang artinya tidak ada dan

trepis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu

keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.

Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate

meliputi anus, rectum atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).Atresia ini merupakan

kelainan bawaan (Kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna,

2003).Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan ebrionik pada distal anus atau

tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001).

Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah

suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk

Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti.Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat

muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (Vertebra,

Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).

Malformasi anorektal mencakup spetrum luas defek-defek pada pembentukan

saluran makanan dan urogenital bagian paling bawah.Banyak anak-anak dengan

malformasi ini dikatakan memiliki anus imperforata karena mereka tidak mempunyai

lubang dimana anus seharusnya berapa.Walaupun istilah tersebut dapat secara akurat

mendeskripsikan penampakan pada anak tersebut, selalu diyakini bahwa kebenaran

kompleksitas dari malformasi tersebut jauh diatasnya. Ketika muncul malformasi pada
anus, otot dan saraf-saraf yang berhubungan dengan anus selalu memiliki derajat

keterlibatan yang sama.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa, Anus imperforata merupakan defek kongenital

dimana lubang anus hilang atau tersumbat.Anus merupakan lubang menuju rektum

dimana kotoran meninggalkan tubuh.

B. ETIOLOGI

Penyebab sebenarnya dari atresia ini belum diketahui pasti, namun ada sumber yang

mengatakan ada kelainan bawaan anus disebabkan oleh :

1. Karena kegagalan pembentukan sektum urorektal secara komplit karena gangguan

pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.

2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa

lubang anus.

3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada

kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3

bulan.

4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot

dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin

tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli, bahwa gen autosomal ressesif

yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai

gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang carier

saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25%-30% dari bayi yang mempunyi

sindrom genetic, abnormalitas kromosom, atau kelainan 2001).

Factor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat

lahir, seperti :

1. Kelainan system pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomaly pada

gastrointestinal.

2. Kelainan system perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinary.

C. KLASIFIKASI

1. Secara Fungsional

a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai

melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan

dengan fistula recto-vagina atau recto-fourchette yang relatif besar,dimana fistula

ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang

adekuat sementara waktu.

b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja.

Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresis

pontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera.

2. Berdasarkan Letak

a. Anomali rendah

Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat

sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan

tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

b. Anomali intermediet

Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal dan

sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.


c. Anomali tinggi

Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini

biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-retrouretral (pria) atau

rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum

lebih dari 1 cm.

3. Klasifikasi Wingspread

a. Jenis Kelamin Laki-laki

 Golongan I

- Kelainan fistel urin

Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium

eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika

urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang

kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak

uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung

mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar,

penderita memerlukan kolostomi segera.

- Atresia rektum

Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada

atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur

jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium

sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.

- Perineum datar

Tidak ada keterangan lebih lanjut.


- Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,

maka perlu segera dilakukan kolostomi.

 Golongan II

- Kelainan fistel perineum

Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya terletak

lebih anterior dari letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu

menimbulkan obstipasi.

- Membran anal

Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di

bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi

definit secepat mungkin.

- Stenosis anus

Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada stenosis anus,

lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.

Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan

terapi definitif.

- Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,

maka perlu segera dilakukan kolostomi.2,3,2


Gambar 1. Malformasi anorektal pada laki-laki

b. Jenis Kelamin Perempuan

 Golongan I

- Kelainan kloaka

Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus

urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak

sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.

- Fistel vagina

Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi

feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi.

- Fistel rektovestibular

Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya

evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai

terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat

direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.

- Atresia rektum

Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan

colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi

mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.


- Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,

maka perlu segera dilakukan kolostomi.

 Golongan II

- Kelainan fistel perineum

Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat

letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan

obstipasi

- Stenosis anus

Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,

tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus

segera dilakukan terapi definitif.

- Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,

maka perlu segera dilakukan kolostomi

Gambar 2. Malformasi anorektal pada perempuan


D. PATOFISIOLOGI

Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang.Ujung ekor dari

bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan

struktur anorektal.Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal

anorektal.Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan

struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal.Kegagalan migrasi

dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan

vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat

dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.

kelainan ini terjadi Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara

komplit karena gangguan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada

kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter dan otot dasar

panggul.Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internus mungkin tidak memadai.

Kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan

sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum

urorektal yang memisahkannya.Dalam hal ini terjadi fistula antara saluran kemih dan

saluran genital.Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan

abnormalitas pada uretra dan vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar

melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal

mengalami obstruksi.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,

sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.Atresia ini adalah suatu kelainan bawaan.

Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:


1. Tinggi (supralevator) : rectum berakhir di atas M. levator ani (M

pubrorektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit

perineum lebih dari 1 cm. letak upralevator biasanya disertai dengan

fistel ke saluran kencing atau saluran genital.

2. Intermediate : rectum terletak pada M. levator ani tetapi tidak

menembusnya.

3. Rendah : rectum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara

kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

E. MANIFESTASI KLINIS

Bayi muntah muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi

meconium, Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.

Pada golongan tiga hampir selalu disertai fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi

buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah

rektourinarius. Sedang pada bayi laki laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir

di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul :

1. Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah dilahirkan

2. Tidak dapat dilakukan suhu rektal pada bayi

3. Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.

4. Perut kembung

5. Bayi muntah muntah pada umur 24-48 jam


F. KOMPLIKASI

Komplikasi yang terdapat pada atresia ani antara lain :

1. Asidosis hiperkloremia

2. Infeksi saluran kemih yang bias berkepanjangan

3. Kerusakan uretra( akibat prosedur bedah)

4. Komplikasi jangka panJang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi

jaringan perut dianastomosis)

5. Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan tolit training

6. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

7. Prolaps mukosa anurektal

8. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).

G. PENEGAKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan:1

a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir

b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula

c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan

adalah letak rendah

2. Pemeriksaan penunjang

a. Radiologi dengan Barium Enema

 Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit ke

daerah yang melebar.


 Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran mikrokolon

pada Hirschsprung segen panjang.

b. Biopsi hisap rektum

 Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak adanya sel

ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan adanya serabut saraf

yang menebal.

 Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.

3. Pena menggunakan cara sebagai berikut:

a. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :

 Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti

atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti

(PSARP) tanpa kolostomi

 Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih

dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran

rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut

letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan

rektoperinealis.

b. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel

 Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP (Posterio

Sagital Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi.

 Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu.


 Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit

dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit

dilakukan kolostomi terlebih dahulu.

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,

vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada

pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan

foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis, dengan cara

Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala

dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul

didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.1

Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu

menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan

pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan

dengan memasukkan termometer melalui anus.3,5

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula

rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama

beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui

fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum

pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap

kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi

tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24

jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan

apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty.


Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai

dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien

memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan

malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.

Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi

anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle"

(skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat

keluarnya mekonium).

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi

harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani

menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak

menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries

pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital

anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus

levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,

meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis.

Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat

ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.

Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan

menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan


pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi

yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak

ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.

Leape (1987) menganjurkan pada:

1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,

setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)

2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes

provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus

3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion

4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana

dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet

dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah

4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital

anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.1

Posterior Sagital Anorektal Plasty (PSARP)

Insisi dibuat dari fistula yang nampak ke arah rektum.Sfingter rektal sebenarnya terdiri

dari saraf dan otot yang dapat diidentifikasi dan fistula dipisahkan dari rektum.Pembuatan

lubang anus dimana saraf dan otot rektum berada, bertujuan untuk memaksimalkan

kemampuan bayi dalam mengontrol pergerakan usus.Kolostomi tidak ditutup selama

prosedur operasi. Kotoran akan tetap keluar melalui kolostomi dan memberi waktu bagi

lubang anus yang baru untuk sembuh.


1.2 KOLOSTOMI

A. DEFINISI

Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon iliaka

(assenden) sebagai tempat mengeluarkan feses (Pearce, 2009 dalam N ainggolan & Asrizal,

2013).

Pembentukan kolostomi dapat dilakukan secara permanen atau sementara tergantung

tujuan dilakukan operasi dan 10% diantaranya adalah kolostomi permanen (Vonk - Klassen,

et al 2015) Lubang kolostomi yang muncul di permukaan/dinding abdomen yang berwarna

kemerahan disebut stoma.

Menurut Kalibjian (2013 ), kolostomi biasanya disebabkan oleh kanker kolorektal ,

pecahnya livertikulitis, perforasi usus, trauma usus atau penyakit /kerusakan sumsum tulang

belakang sehingga tidak adanya control dalam buang air besar. Dari beberapa penyebab

kolostomi, penyebab tersering menurut Indonesian Ostomy Association/INOA (2010) adalah

kanker kolorektal . Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan yang menyerang usus

besar (Manggarsari, 2013). Jenis kanker ini paling sering ditemui, terutama pada wanita atau

pria yang berusia 50 tahun atau lebih (Irianto, 2012)

Colostomi dapat berupa secostomy, colostomy transversum, colostomy sigmoid,

sedangkan colon accendens dan descendens sangat jarang dipergunakan untuk membuat

colostomy karena kedua bagian tersebut terfixir retroperitoneal.

Beberapa perbedaan antara stoma pada orang dewasa daan anak-anak telah diketahui.

Kebanyakan stoma pada orang dewasa biasanya di buat pada ileum distal atau kolon

untuk penanganan inflamatory bowel disease, keganasan dan trauma; stoma yang lebih

proksimal jarang dibuat. Berbeda dengan stoma pada bayi dan anak-anak yang bisa
dibuat di mana saja sepanjang traktus gastrointestinalis karena begitu bervariasinya

masalah kongenital dan didapat yang mengharuskan dibuatnya stoma. Juga efek dari

sebuah stoma pada tumbuh kembang fisik dan emosional merupakan pertimbangan yang

harus dipikirkan pada anak. Colostomy pada bayi dan anak hampir selalu merupakan

tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang pathologis.

Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat sementara.

Kolostomi juga merupakan salah satu penatalaksanaan yang dilakukan pada

kelainan congenital Atresia Ani. Atresia ani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup

sering dijumpai, menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak

sempurna. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-

10000 kelahiran, sedangkan atresiani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital

pada neonatus Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna,

sedangkan pada negro bantu frekuensi paling rendah.

Secara embriologis atresi ani terjadi akibat gangguan perkembangan pada minggu 4-6

kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal yang menyebabkan

yang menyebabkan kelainan atresiani letak tinggi, dan gangguan perkembangan

proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan letak atreasiani letak rendah. Pada

letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya abnormal, sedang otot sefingterani eksterna

dan interna dapat tidak ada atau rudimenter.

Kolostomi desenden seperti yang dianjurkan Pena (2000) merupakan prosedur

yang ideal untuk pelaksanaan atresia ani. Tindakan kolostomi merupaka upaya

dekompresi, deversi sebagai proteksi terhadap penatalaksanaan atresia ani sampai tahap
akhir. Tindakan kolostomi ini juga memungkinkan dilakukannya prosedur kolostogram

distal yang merupakan prosedur diagnostik akurat untuk memberikan gambaran anatomi

Menurut Pena dilakukannya perbaikan atresia ani tanpa dilakukan kolostomi terlebih

dahulu akan meningkatkan risiko infeksi dan tidak dapat menggambarkan anatomi secara

lengkap. Infeksi dan dehisensi masih merupakan komplikasi yang serius terhadap

mekanisme konstinensi. Kolostomi desenden mempunyai beberapa keuntungan

dibanding dengan kolostomi kanan atau transversum. Bagian dari kolostomi akan

mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. Dengan kolostomi

desenden maka segmen yang mengalami disfungsi akan lebih kecil. Atropi dari segmen

distal akan berakibat terjadinya diare cair sampai beberapa periode setelah dilakukan

penutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan kolostomi desenden.

Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan jika kolostomi terletak di

bagian kolon desenden. Pada kasus dengan fistula urorektal, urin sering keluar melalui

kolon, untuk kolostomi distal akan keluar melalui stoma bagian distal tanpa adanya

absorbsi. Bila stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan

diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya asidosis metabolik. Loop

kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi

infeksi saluran kencing serta pelebaran distal rektum. Distensi rektum yang lama akan

menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversibel yang dapat disertai dengan

kelainan hipomotilitas usus yang menetap hal ini akan menyebabkan konstipasi

dikemudian hari.
B. JENIS JENIS KOLOSTOMI

Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada

beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen

maupun sementara.

 Kolostomi Permanen

Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak

memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan, atau

pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus.

Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu ujung lubang).

 Kolostomi temporer/ sementara

Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan

feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup

kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui

abdomen yang disebut kolostomi double barrel.

C. INDIKASI

Indikasi colostomy yang permanent. Pada penyakit usus yang ganas seperti carsinoma

pada usus. Kondisi infeksi tertentu pada colon:

a. Trauma kolon dan sigmoid

b. Diversi pada anus malformasi

c. Diversi pada penyakit Hirschsprung

d. Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal


D. KOMPLIKASI

 Prolaps, merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan kulit.

Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan:

o Penonjolan seluruh dinding colon termasuk peritonium kadang-kadang sampat

loop ilium.

o Adanya strangulasi dan nekrosis pada usus yang mengalami penonjolan.

o Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor peristaltik usus meningkat,

fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra abdominal

tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta kemungkinan

omentum yang pendek dan tipis.

 lritasi Kulit

Hal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar mengandung

enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara membersihkan kulit

yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.

 Diare

Makin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid

biasanya normal.

 Stenosis Stoma

Kontraktur lumen terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu pasase

normal feses.

 Eviserasi

Dinding stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra abdomen keluar

melalui celah.
 Obstruksi/ penyumbatan

Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan

feses yang sulit dikeluarkan, udem ataupun timbunan feses. Stricture atau total obstruksi

pada stroma dapat terjadi jika pembuatan lobang untuk colostomy terlalu sempit , iritasi

yang berulang , Infeksi yang mengalami penyembuhann, dll. Untuk menghindari

terjadinya sumbatan, pasien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada

pasien dengan kolostomi permanen tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat

melakukannya sendiri di kamar mandi.

 Infeksi

Kontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya

infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat

diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong

kolstomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.

 Retraksi stoma/ mengkerut

Terjadi karena tidak cukupnya panjang stoma. Komplikasi ini dapat ditangani dengan

menyediakan kantong khusus. Memperbaiki stoma dapat pula menjadi pilihan

penanganan.Sering juga terjadi pada penderita yang gemuk atau overweight. Stoma

mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga karena

adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar stoma yang mengalami pengkerutan.

 Prolaps pada stoma

Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma

yang kurang adekuat pada saat pembedahan.

 Stenosis
Penyempitan dari lumen stoma.

 Perdarahan stoma

 Hernia Parastomal

Hernia parastomal merupakan problem paling sering yang memerlukan tindakan koreksi

pembedahan berkenaan dengan konstruksi kolostomi. Komplikasi ini terjadi mungkin

karena pembuatan lubang stoma yang terlalu besar atau peletakkan stoma diluar

muskulus rektus. Indikasi tindakan koreksinya adalah adanya gejala obstruksi, nyeri

para stomal, kesulitan perawatan stoma atau pemasangan stoma bag / appliance.

Relokasi stoma dan penutupan defek hernia adalah tindakan yang paling efektif.

 Nekrosis pada stoma

Terjadi diakibatkan tidak adekuatnya suplai darah. Komplikasi ini biasanya terlihat 12-24

jam setelah pembedahan dan biasa diperlukan pembedahan tambahan untuk

menanganinya.

 fistula parastomal

Dapat terjadi jika terjadi in feksi yang cronis atau abces para stoma yang tidak di tangani

dengan baik sehingga abses akan membentuk fistel enterocutan.Dapat juga terjadi

sewaktu operasi berupa kesalah , penjahitan sehingga ada bagian yang mengalami

perforasi dll.

 dermatitis pada stoma

Terjadi akibat makanan yang di makan penderita karena keluar melalui stoma

menimbulkan allergi atau iritasi yang berulang.atau bisa juga karena penderita

mengalami allergi terhadap bahan colostomi bag seperti lem pelengker , plastik dll.
 dehischence parastoma.

Terjadi karena infeksi yang berat dan kronis berulang - ulang sehingga jahitannya lepas ,

ini memerlukan repair ulang sesegera mungkin sebab berpotensi untuk menjadi infeksi

seluruh rongga perut atau diffuse peritonitis.

 Sepsis dan kematian

Untuk mencegah komplikasi, diperlukan colostomi dengan teknik benar serta perawatan

pasca bedah yang baik, selain itu pre-operatif yang memadai.

E. KONTRA INDIKASI

Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Foto polos abdomen 3 posisi

 Colon inloop

 Colonoscopy

 USG abdomen

E. PENDIDIKAN PADA PASIEN DAN KELUARGA

Perawatan stoma harus diajarkan pada pasien dan keluarga. Singkatnya masa perawatan

(2-4 minggu) membuat pasien dan keluarga belum sepenuhnya terlatih dalam teknik

perawatan luka stoma sebelum pulang Pasien membutuhkan orang lain ketika meninggalkan

Rumah Sakit (WHO, 2005). Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu berbagai penjelasan

baik sebelum maupun setelah operasi, terutama tentang perawatan kolostomi bagi pasien

yang harus menggunakan kolostomi permanen. Pada pasien anak, peran orang tua sangatlah

penting dalam melakukan perawatan kolostomi di rumah sehingga dapat menghindari factor-
faktor komplikasi akibat kolostomi yang akan berdampak pada status kesehatan kesehatan

anak.

Berbagai hal yang harus diajarkan pada pasien/ keluarga adalah:

 Teknik penggantian/ pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar.

 Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma.

 Waktu penggantian kantong kolostomi.

 Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien.

 Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan.

 Pengeluaran feses agar tidak mengganggu aktifitas pasien.

 Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi.

 Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien.

 Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter ( jika pasien sudah

dirawat dirumah).

 Berobat/ control ke dokter secara teratur.

 Makanan yang tinggi serat

Anda mungkin juga menyukai