TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Istilah atresia ani berasal dari bahasa yunani, yaitu “a” yang artinya tidak ada dan
trepis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).Atresia ini merupakan
kelainan bawaan (Kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna,
2003).Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan ebrionik pada distal anus atau
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk
Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti.Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat
malformasi ini dikatakan memiliki anus imperforata karena mereka tidak mempunyai
lubang dimana anus seharusnya berapa.Walaupun istilah tersebut dapat secara akurat
kompleksitas dari malformasi tersebut jauh diatasnya. Ketika muncul malformasi pada
anus, otot dan saraf-saraf yang berhubungan dengan anus selalu memiliki derajat
dimana lubang anus hilang atau tersumbat.Anus merupakan lubang menuju rektum
B. ETIOLOGI
Penyebab sebenarnya dari atresia ini belum diketahui pasti, namun ada sumber yang
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.
bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin
tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli, bahwa gen autosomal ressesif
yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai
gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang carier
saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25%-30% dari bayi yang mempunyi
Factor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir, seperti :
gastrointestinal.
C. KLASIFIKASI
1. Secara Fungsional
melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan
ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresis
2. Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal dan
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum
3. Klasifikasi Wingspread
Golongan I
kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar,
- Atresia rektum
atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur
jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
- Perineum datar
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
Golongan II
lebih anterior dari letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi.
- Membran anal
bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi
- Stenosis anus
terapi definitif.
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
Golongan I
- Kelainan kloaka
urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak
- Fistel vagina
- Fistel rektovestibular
evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai
- Atresia rektum
colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
Golongan II
letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan
obstipasi
- Stenosis anus
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang.Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan
anorektal.Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan
dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan
vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat
komplit karena gangguan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada
kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter dan otot dasar
panggul.Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internus mungkin tidak memadai.
Kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan
urorektal yang memisahkannya.Dalam hal ini terjadi fistula antara saluran kemih dan
saluran genital.Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar
melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.Atresia ini adalah suatu kelainan bawaan.
menembusnya.
E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi muntah muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
Pada golongan tiga hampir selalu disertai fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi
buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah
rektourinarius. Sedang pada bayi laki laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir
di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
3. Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4. Perut kembung
1. Asidosis hiperkloremia
4. Komplikasi jangka panJang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan:1
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan
2. Pemeriksaan penunjang
Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit ke
Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak adanya sel
yang menebal.
Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti
Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih
rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut
letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan
rektoperinealis.
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP (Posterio
vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada
pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan
foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis, dengan cara
Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala
dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul
menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan
pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui
fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum
pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap
kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi
tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24
jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan
dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien
memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan
(skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat
keluarnya mekonium).
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani
menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries
pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus
levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,
meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis.
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat
ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah
4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital
Insisi dibuat dari fistula yang nampak ke arah rektum.Sfingter rektal sebenarnya terdiri
dari saraf dan otot yang dapat diidentifikasi dan fistula dipisahkan dari rektum.Pembuatan
lubang anus dimana saraf dan otot rektum berada, bertujuan untuk memaksimalkan
prosedur operasi. Kotoran akan tetap keluar melalui kolostomi dan memberi waktu bagi
A. DEFINISI
Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon iliaka
(assenden) sebagai tempat mengeluarkan feses (Pearce, 2009 dalam N ainggolan & Asrizal,
2013).
tujuan dilakukan operasi dan 10% diantaranya adalah kolostomi permanen (Vonk - Klassen,
pecahnya livertikulitis, perforasi usus, trauma usus atau penyakit /kerusakan sumsum tulang
belakang sehingga tidak adanya control dalam buang air besar. Dari beberapa penyebab
kanker kolorektal . Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan yang menyerang usus
besar (Manggarsari, 2013). Jenis kanker ini paling sering ditemui, terutama pada wanita atau
sedangkan colon accendens dan descendens sangat jarang dipergunakan untuk membuat
Beberapa perbedaan antara stoma pada orang dewasa daan anak-anak telah diketahui.
Kebanyakan stoma pada orang dewasa biasanya di buat pada ileum distal atau kolon
untuk penanganan inflamatory bowel disease, keganasan dan trauma; stoma yang lebih
proksimal jarang dibuat. Berbeda dengan stoma pada bayi dan anak-anak yang bisa
dibuat di mana saja sepanjang traktus gastrointestinalis karena begitu bervariasinya
masalah kongenital dan didapat yang mengharuskan dibuatnya stoma. Juga efek dari
sebuah stoma pada tumbuh kembang fisik dan emosional merupakan pertimbangan yang
harus dipikirkan pada anak. Colostomy pada bayi dan anak hampir selalu merupakan
tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang pathologis.
kelainan congenital Atresia Ani. Atresia ani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup
sering dijumpai, menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak
sempurna. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-
pada neonatus Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna,
Secara embriologis atresi ani terjadi akibat gangguan perkembangan pada minggu 4-6
proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan letak atreasiani letak rendah. Pada
letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya abnormal, sedang otot sefingterani eksterna
yang ideal untuk pelaksanaan atresia ani. Tindakan kolostomi merupaka upaya
dekompresi, deversi sebagai proteksi terhadap penatalaksanaan atresia ani sampai tahap
akhir. Tindakan kolostomi ini juga memungkinkan dilakukannya prosedur kolostogram
distal yang merupakan prosedur diagnostik akurat untuk memberikan gambaran anatomi
Menurut Pena dilakukannya perbaikan atresia ani tanpa dilakukan kolostomi terlebih
dahulu akan meningkatkan risiko infeksi dan tidak dapat menggambarkan anatomi secara
lengkap. Infeksi dan dehisensi masih merupakan komplikasi yang serius terhadap
dibanding dengan kolostomi kanan atau transversum. Bagian dari kolostomi akan
mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. Dengan kolostomi
desenden maka segmen yang mengalami disfungsi akan lebih kecil. Atropi dari segmen
distal akan berakibat terjadinya diare cair sampai beberapa periode setelah dilakukan
penutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan kolostomi desenden.
Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan jika kolostomi terletak di
bagian kolon desenden. Pada kasus dengan fistula urorektal, urin sering keluar melalui
kolon, untuk kolostomi distal akan keluar melalui stoma bagian distal tanpa adanya
absorbsi. Bila stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan
diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya asidosis metabolik. Loop
kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi
infeksi saluran kencing serta pelebaran distal rektum. Distensi rektum yang lama akan
menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversibel yang dapat disertai dengan
kelainan hipomotilitas usus yang menetap hal ini akan menyebabkan konstipasi
dikemudian hari.
B. JENIS JENIS KOLOSTOMI
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada
beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen
maupun sementara.
Kolostomi Permanen
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan, atau
pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus.
Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu ujung lubang).
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan
feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup
kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui
C. INDIKASI
Indikasi colostomy yang permanent. Pada penyakit usus yang ganas seperti carsinoma
Prolaps, merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan kulit.
loop ilium.
fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra abdominal
tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta kemungkinan
lritasi Kulit
Hal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar mengandung
enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara membersihkan kulit
yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.
Diare
Makin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid
biasanya normal.
Stenosis Stoma
Kontraktur lumen terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu pasase
normal feses.
Eviserasi
Dinding stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra abdomen keluar
melalui celah.
Obstruksi/ penyumbatan
Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan
feses yang sulit dikeluarkan, udem ataupun timbunan feses. Stricture atau total obstruksi
pada stroma dapat terjadi jika pembuatan lobang untuk colostomy terlalu sempit , iritasi
terjadinya sumbatan, pasien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada
pasien dengan kolostomi permanen tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat
Infeksi
Kontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya
infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat
diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong
Terjadi karena tidak cukupnya panjang stoma. Komplikasi ini dapat ditangani dengan
penanganan.Sering juga terjadi pada penderita yang gemuk atau overweight. Stoma
mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga karena
adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar stoma yang mengalami pengkerutan.
Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma
Stenosis
Penyempitan dari lumen stoma.
Perdarahan stoma
Hernia Parastomal
Hernia parastomal merupakan problem paling sering yang memerlukan tindakan koreksi
karena pembuatan lubang stoma yang terlalu besar atau peletakkan stoma diluar
muskulus rektus. Indikasi tindakan koreksinya adalah adanya gejala obstruksi, nyeri
para stomal, kesulitan perawatan stoma atau pemasangan stoma bag / appliance.
Relokasi stoma dan penutupan defek hernia adalah tindakan yang paling efektif.
Terjadi diakibatkan tidak adekuatnya suplai darah. Komplikasi ini biasanya terlihat 12-24
menanganinya.
fistula parastomal
Dapat terjadi jika terjadi in feksi yang cronis atau abces para stoma yang tidak di tangani
dengan baik sehingga abses akan membentuk fistel enterocutan.Dapat juga terjadi
sewaktu operasi berupa kesalah , penjahitan sehingga ada bagian yang mengalami
perforasi dll.
Terjadi akibat makanan yang di makan penderita karena keluar melalui stoma
menimbulkan allergi atau iritasi yang berulang.atau bisa juga karena penderita
mengalami allergi terhadap bahan colostomi bag seperti lem pelengker , plastik dll.
dehischence parastoma.
Terjadi karena infeksi yang berat dan kronis berulang - ulang sehingga jahitannya lepas ,
ini memerlukan repair ulang sesegera mungkin sebab berpotensi untuk menjadi infeksi
Untuk mencegah komplikasi, diperlukan colostomi dengan teknik benar serta perawatan
E. KONTRA INDIKASI
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Colon inloop
Colonoscopy
USG abdomen
Perawatan stoma harus diajarkan pada pasien dan keluarga. Singkatnya masa perawatan
(2-4 minggu) membuat pasien dan keluarga belum sepenuhnya terlatih dalam teknik
perawatan luka stoma sebelum pulang Pasien membutuhkan orang lain ketika meninggalkan
Rumah Sakit (WHO, 2005). Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu berbagai penjelasan
baik sebelum maupun setelah operasi, terutama tentang perawatan kolostomi bagi pasien
yang harus menggunakan kolostomi permanen. Pada pasien anak, peran orang tua sangatlah
penting dalam melakukan perawatan kolostomi di rumah sehingga dapat menghindari factor-
faktor komplikasi akibat kolostomi yang akan berdampak pada status kesehatan kesehatan
anak.
Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan.
Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien.
Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter ( jika pasien sudah
dirawat dirumah).