Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN KASUS

RSUD CIKALONG
WETAN
TUBERKULOSIS
Pembimbing : dr. Sanditia. SpPD
Presentan : dr. Aldy Fernando Sobandi
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. Siti Nuraeni

• Jenis kelamin : Perempuan

• Umur : 25 tahun ( 07-07-1997)

• Pekerjaan : IRT

• No. RM : 049494

• Tanggal MRS : 05 Agustus 2022


Anamnesis
Keluhan utama : Kejang tiba-tiba.
Anamnesis terpimpin :
Os datang dengan keluhan kejang pada 1 hari SMRS, kejang terjadi selama ±10 menit, tangan
kaku melipat ke atas, mata terbuka, setelah kejang pasien sadar tapi tidak mengetahui klau dirinya
kejang. Kejang Terjadi ketika pasien sedang dalam perjalanan ke puskesmas untuk penyuntikan rutin
obat TB di puskesmas. Sebelumnya pasien pernah mengalami kejang 1 minggu SMRS sebanyak 1 kali
dengan kondisi yang serupa.
Keluhan disertai dengan adanya batuk berdahak sesekali, lemas, dan nafsu makan kurang, dan
berat badan belum naik seperti normal.
OS menyangkal adanya demam, nyeri kepala, nyeri leher, kejang pada bagian tubuh tertentu,
mual, muntah, keluar dahak berdarah, BAB hitam, dan BAK berdarah.
Anamnesis
● Os sedang dalam masa pengobatan TB yang di mulai OS sejak 3 bulan lalu dengan rincian sebagai berikut:
• 23/4/2022 di RSUD cikalong wetan OS datang dengan keluhan awal sesak nafas sejak 1 minggu SMRS,
demam dan terjadi penurunan berat badan lalu OS didiagnosis efusi pleura dan susp TB, lalu pasien di rawat
selama 4 hari lalu di lakukan terapi pungsi pleura dan memulai terapi TB dengan pemberian OAT kategori I
1x2 tab / hari.
• 09/05/2022 di RSUD cikalong wetan OS datang untuk kontrol dan mengeluhkan masih ada batuk dan mata
menjadi kuning, sehingga pasien diminta melakukan tes OT PT ulang.
• 11/05/2022 di RSUD cikalong wetan OS datang untuk kontrol dengan keluhan kuning, dengan hasil
SGOT:126, SGPT:94. Dengan diagnosis DILI ec OAT, sehingga OS disarankan untuk STOP OAT dan di
rujuk ke RS ciumbuleuit.
• 17/07/2022 OS baru memulai pengobatan di RS rotinsulu dikarenakan masalah administrasi BPJS. OS
memulai regimen pengobatan TB terpisah yakni, Isoniazid, Etambutol, dan Streptomisin.
• 26/07/2022 OS mengalami kejang pertama saat sedang di rumah.
• 03/08/2022 OS mengalami kejang kedua saat sedang perjalanan menuju puskesmas untuk di injek
streptomisin.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga
 
 Riwayat gastritis : (+)  Riwayat Epilepsi (-)
 Riwayat Kejang Demam (-)  Riwayat hipertensi : (-)
 Riwayat Epilepsi (-)  Riwayat asma : (-)
 Riwayat DM : (-)  Riwayat penyakit jantung : (-)
 Riwayat hipertensi : (-)  
 Riwayat asma : (-)
 Riwayat penyakit jantung : (-)
 Riwayat alergi : (-)
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: Composmentis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Gizi kurang
BB : 40 kg
TB : 155 cm
IMT : 16.6 kg/m2 (kurang)

Tanda vital
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 133x/menit
Pernapasan : 24x/menit; tipe: thoracoabdominal
Suhu : 360C
SpO2 : 93% room air
Pemeriksaan Fisik
Kepala Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran
Ekspresi : normal Kaku kuduk : (-)
Simetris muka : kanan = kiri
Deformitas : (-)
Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut
Mata
Gerakan : ke segala arah
Kelopak mata : dalam batas normal
Kongjungtiva : anemis (+/+)
Sklera : ikterik(-/-)
Leher
Pemeriksaan Fisik
Thorax
Inspeksi:
Bentuk : simetris kiri=kanan
Retraksi : (-)

Paru-paru
Bunyi pernapasan : VBS ka=ki
Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-,

Jantung
Auskultasi : bunyi jantung S1 S2, murni regular, murmur(-), gallop(-)
Pemeriksaan Fisik
Abdomen
Inspeksi : datar,
Palpasi : Supel, distensi (-), massa (-), nyeri tekan (-), ballotement (-/-), hepatomegali (-), splenomengali (-)
Perkusi : Timpani di seluruh abdomen, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-/-)
Auskultasi : Bising Usus (+) kesan normal
 
Ekstremitas :
Inspeksi : Simetris, tremor (-/-), sianotik (-/-), ikterik (-/-), clubbing finger (-/-), edema tungkai bawah (-/-)
Palpasi : Akral hangat, pitting edema (-/-) tungkai bawah, pulsasi arteri dorsalis pedis teraba (+/+),
CRT normal (<2 detik)
Range of Motion : ROM motorik ekstremitas atas normal, ROM ekstremitas bawah normal
Status Neurologis :

Kaku kuduk(-)
Motorik : 5/5/5/5
Reflek Fisiologis (+/+)
Refleks Patologis :
 Babinski (-/-)
 Chaddok(-/-)
 Kernig(-/-)
 
Diagnosi

s
Observasi kejang ec susp Encepalitis TB
o DD/ elektrolit imbalance
o DD/ Epilepsi
 TB Paru on OAT lepasan (2SHE/10HE)
 Riwayat DILI
 Anemia ec inflamasi kronis
PENATALAKSANAAN di IGD
Penatalaksanaan IGD Rencana Tindakan

 O2 2 LPm • Pemeriksaan Darah lengkap,

 Citicolin 1x500mg • GDS,

 Streptomisin 1x500mg vial iv • SGOT SGPT,

 OMZ 1x40mg • Foto rontgen,


• Swab antigen,
Prognosis • elektrolit,
● Quo ad vitam : dubia • CT Scan
● Quo ad functionam : dubia
● Quo ad sanationam : dubia
Pemeriksaan Penunjang
Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi      

Hemoglobin 9,3 11,0 – 14,7 g/dL

Hematokrit 26 35 – 47 %
Leukosit 18.700 3.580 – 8.150 /µL

Tombosit 483.000 167.000 – 390.000 /µL


       
Glukosa Sewaktu 95 74 – 140 Mg/dL

       
Fungsi Hati      
SGOT 23 <40 U/L
SGPT 13 <40 U/L
Rontgen Thorax
Foto asimetris

Cor tidak membesar

Sinus dan diafragma kanan berselubung, kiri normal

Pulmo : Hili normal. Bronkhovascular marking tidak


bertambah. Tampak infiltrat di lapang atas sampai
bawah bilateral dengan kavitas di lapang atas kiri,
Tampak perselubungan opak homogen di hemithorak
bawah kanan

Kesimpulan :
o TB paru aktif
o Efusi pleura kanan

o Tidak tampak kardiomegali


Rontgen Thorax
Tatalaksana
• O2 2LPM NC
• OAT 2SHE/10HE
• OMZ 2x40mg iv
• Dexametason 4x1amp
• Fenitoin 2x1 amp
Tanggal Follow Up

Follow Up
Dokter Jaga
6/8/22
S:
Kejang(-), demam(-), pengobatan TB, Batuk sesekali
P:
Dari saraf:
  O: - RL 1500cc/24jam
Elektrolit: KU:CM, E4V5M6 - OMZ 2x40mg iv
Klorida 88↓ TTV: - O2 NK 3LPM
Natrium 127↓ TD: 114/74 - Streptomisin 1x500mg iv
Kalium 35↓ N: 86x/m - Isoniazid 1x300mg po
  RR: 22x/m - Etambutol 1x750mg po
CT scan S: 36.3 C - Dexa 4x1amp
Basahan(+) SpO2: 100% NK 3 LPM - Penitoin 2x1amp
Expertise(-) - Cek elektrolit(√)
Kepala: Ca(+/+), Si(-/-) - CT Scan lapor(√)
Leher: Kaku kuduk(-)  
Thorax: VBS ka=ki, Rh(-/-), Wh(-/-), Advice dr.Kun.SpS
S1 S2 Murni reg, murmur(-) - Pasang 2 line
Abdomen: datar, supel, BU(+), NT(-) 1. Asering 1500cc/24jam
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2dtk 2. NaCl 3% 500cc/24jam
  Advice dr.Sanditia.SpPD
A: - Koreksi Natrium dengan NaCl 0.9% 1500cc/24jam sebagai maintenance
- Susp ensefalitis TB - Terapi lanjut
- TB milier on OAT
- Riwayat DILI
Tanggal Follow Up

Follow Up Dokter Jaga


7/8/22
S:
Batuk kering(+), demam(-), kejang(-), nyeri kepala seperti
P:

• Pasang 2 line
  berdenyut, sesak(-)
1. Asering 1500cc/24jam
O:
2. NaCl 3% 500cc/24jam NaCl 0.9% 1500cc/24jam sebagai maintenance
KU:CM, E4V5M6
TTV:
• OMZ 2x40mg iv
TD: 122/83
• O2 NK 3LPM
N: 90x/m
• Streptomisin 1x500mg iv
RR: 21x/m
• Isoniazid 1x300mg po
S: 36.5 C
• Etambutol 1x750mg po
SpO2: 99% NK 2 LPM
• Dexa 4x1amp
• Penitoin 2x1amp
Kepala: Ca(-/-), Si(-/-)
Leher: Kaku kuduk(-) Advice dr.Kun.SpS
Thorax: VBS ka=ki, Rh(-/-), Wh(-/-),
• PCT 3x1000mg po
S1 S2 Murni reg, murmur(-)
• Ibuprofen 2x200mg po
Abdomen: datar, supel, BU(+), NT(-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2dtk
Advice dr.Sanditia.SpPD
A:
-Susp ensefalitis TB • Th lanjut
-TB milier on OAT
-Riwayat DILI
-Elektrolit imbalance
Tanggal Follow Up
Follow Up DPJP S: P:
Batuk(+), kejang(-), Nyeri kepala(-),
8/8/22  • Dexametason  Stop
pusing(+)
• PCT 3x500mg po
 
• Flunarizin 2x10mg
O:
• Phenitoin 2x100mg
KU: Sedang, GCS E4V5M6
• Rencana BLPL
Kaku kuduk(-)
• Kontrol kamis U/konsul EEG
Bruzinski 1-4 (-)
Kernig (-)
Ref. Patologis(-/-)
Motorik 5/5/5/5
 
A:
General tonic clonic ec susp meningitis TB
DD/epilepsi
 
Tanggal Follow Up
Follow Up
SPPD S: P:
8/8/22 Kontak Adekuat
OAT lanjut
O:
Kesadaran somnolen
Paru dbn
BU(+)
Datar supel

A:
TB paru
Riwayat DILI
Tuberculosis
Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh


bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam
(BTA). Sebagian besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi
parenkim paru dan menyebabkan TB paru, namun bakteri ini juga
memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru)
seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.

Kemenkes. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis.; 2020.


Etiologi
Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan
infeksi TB:
• Mycobacterium bovis (Pada susu sapi)
• Mycobacterium africanum,
• Mycobacterium microti
• Mycobacterium cannettii.
• M.tuberculosis (M.TB), hingga saat ini
merupakan bakteri yang paling sering
ditemukan, dan menular antar manusia
melalui rute udara.

M.TB dengan Pewarnaan Ziehl Nielsen


Sumber: http://www.baso.com.cn/en/view.asp?id=175

Kemenkes. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran


Tatalaksana Tuberkulosis.; 2020.
Faktor Risiko
Faktor Faktor
Lingkungan Host
• Orang dengan HIV positif dan
• Sirkulasi dan ventilasi udara yang penyakit imunokompromais lain.
buruk • Orang yang mengonsumsi obat
• Kelembaban udara imunosupresan dalam jangka waktu
• Sinar matahari yang tidak cukup panjang.
(ruangan gelap) • Perokok
• Populasi padat • Konsumsi alkohol tinggi
• Terpapar dengan individu TB dalam • Anak usia <5 tahun dan lansia
jangka waktu yang lama • Memiliki kontak erat dengan orang
dengan penyakit TB aktif yang
infeksius.
• Petugas kesehatan
Epidemiology

Tuberculosis (TB) merupakan penyakit


infeksi yang sejarahnya dapat dilacak
sampai ribuan tahun sebelum masehi.
Sejak zaman purba, penyakit ini dikenal
sebagai penyebab kematian yang
menakutkan. Sampai pada saat Robert
Koch menemukan penyebabnya, penyakit
ini masih termasuk penyakit yang
mematikan.
Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam . IV.; 2007.
Epidemiology Global

• Insidensi TB secara global sejumlah 127 per


100.000 populasi
• kasus TB baru dan relaps yang dilaporkan
sejumlah 5.834.584
• TB dengan positif HIV sejumlah 10/100.000
populasi.
• insidensi kematian pada TB dengan negatif
HIV sejumlah 17/100.000,
Gambar 2. 1 Insidensi Kasus Baru, Relaps TB, dan TB dengan
HIV positif Global
• insidensi kematian pada TB dengan positif HIV
sejumlah 2.7/100.000.
Global TB Database. Published 2020. Accessed September 4, 2022. https://worldhealthorg.shinyapps.io/tb_profiles/?_inputs_&lan=%22EN%22&entity_type=
%22group%22&group_code=%22global%22
Epidemiology INDONESIA

• insidensi TB sejumlah 301 per 100.000


populasi
• kasus TB baru dan relaps yang dilaporkan
sejumlah 384.025
• insidensi TB dengan positif HIV sejumlah
6.5/100.000 populasi
• insidensi kematian pada TB dengan negatif
HIV sejumlah 34/100.000,
Gambar 2. 2 Insidensi Kasus Baru, Relaps TB, dan TB dengan
HIV positif Indonesia
• insidensi TB dengan positif HIV sejumlah
1.8/100.000.
Global TB Database. Published 2020. Accessed September 4, 2022. https://worldhealthorg.shinyapps.io/tb_profiles/?_inputs_&lan=%22EN%22&entity_type=
%22group%22&group_code=%22global%22
TRANSMISI
Orang dengan infeksi TB ketika batuk, bersin, berteriak dan
bernyanyi membentuk droplet nuclei berisi mycobacterium
tuberculosis berdiameter 1-5 mikron

Droplet nuclei infeksius terbawa oleh partikel udara

Droplet nuclei berisi M.tb terhirup melalui hidung melintasi


mulut, saluran pernapasan bagian atas, dan ke bronkus
untuk mencapai alveoli paru-paru
Patogenesis
Gejala Gejala penyakit TB tergantung pada lokasi lesi, sehingga dapat
menunjukkan manifestasi klinis sebagai berikut:
1. Batuk >2 minggu
2. Batuk berdahak
3. Batuk berdahak dapat bercampur darah
4. Dapat disertai nyeri dada
5. Sesak napas
Dengan gejala lain meliputi :
6. Malaise
7. Penurunan berat badan
8. Menurunnya nafsu makan
9. Menggigil
10. Demam
11. Berkeringat di malam hari
Klasifikasi Pasien TB
Berdasarkan Riwayat Pengobatan

1 2 3

Pasien Baru :
Pasien yang belum pernah Pasien dengan riwayat
mendapatkan pengobatan pengobatan yang tidak
Pasien pernah diobati TB
TB atau sudah pernah diketahui sebelumnya
menelan OAT kurang dari
28 hari
Pasien berobat TB

Pasien Pasien putus


Pasien
pengobatan
Lain-lain
Kambuh berobat
gagal

Pasien yang pernah Pasien TB yang


Pasien TB menelan OAT 1 pernah diobati
dinyatakan Pasien TB yang bulan atau lebih, namun hasil
sembuh atau pernah diobati dan dan tidak akhir
pengobatan dinyatakan gagal meneruskan >2 pengobatannya
lengkap dan pada akhir bulan berturut-turut tidak diketahui/
saat ini pengobatan dan dinyatakan lost tidak di
didiagnosis TB follow up (putus dokumentasikan
berobat)
Klasifikasi Pasien TB
Berdasarkan Hasil Uji Kepekaan Obat
Klasifikasi
Mono Resistan (TB MR) Resistan terhadap satu jenis OAT lini pertama

Poli resistan (TB PR) Resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
kecuali isoniazid (H) dan rifampisin (R)

Multi drug resitan (TB MDR) Resistan terhadap isoniazid (H) dan Rifampisin (R)

Extensive drug resistan (TB XDR) TB MDR sekaligus resistan terhadap OAT fluorokuinolon dan
salah satu OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin, Amikasin)

Resistan Rifampisin (TB RR) Resistensi rifampisin dengan atau tanpa resistensi OAT lain
Klasifikasi Pasien TB
Berdasarkan Lokasi Anatomi

TB Paru TB Ekstra
Paru
TB yang terjadi pada jaringan
parenkim paru atau trakeobronkial. TB yang terjadi pada jaringan
Apabila pasien terdiagnosis memiliki diluar paru (pleura, sendi, tulang,
TB paru dan ekstra paru maka selaput otak, abdomen, dll.)
diklasifikasi termasuk kedalam TB
paru.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis pada pasien TB, diantaranya
berdasarkan :
1. Gelaja Klinis
2. Pemeriksaan Dahak
3. Pemeriksaan Foto toraks
Alur Diagnosis
Diagnosis TB Resisten Obat

Terduga TB-RO adalah pasien yang memiliki risiko tinggi resistan


terhadap OAT, yaitu pasien yang mempunyai gejala TB yang memiliki
riwayat satu atau lebih di bawah ini:
a. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2
b. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3
bulan pengobatan.
c. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak
standar serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua
paling sedikit selama 1 bulan.
d. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1.
e. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 2
bulan pengobatan.
Diagnosis TB Resisten Obat

f. Pasien TB kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT


kategori 1 dan kategori 2.
g. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai
berobat/default).
h. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien
TB- RO, termasuk dalam hal ini warga binaan yang ada di
lapas/rutan, hunian padat seperti asrama, barak, buruh pabrik.
i. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara bakteriologis
maupun klinis terhadap pemberian OAT, (bila pada penegakan
diagnosis awal tidak menggunakan TCM TB).
Tujuan Pengobatan

1. Menyembuhkan dan memperbaiki produktivitas serta kualitas


hidup pasien
2. Mencegah kematian akibat TB atau dampak bruk berikutnya
3. Mencegah kekambuhan
4. Menurunkan TB serta mencegah terjadinya dan penularan kuman
kebal obat (resistan)
Prinsip Pengobatan

1. Obat anti tuberculosis (OAT) diberikan dalam panduan yang tepat


2. Minimal mengandung 4 macam obat
3. Dosis tepat, sesuai dengan berat badan
4. Obat dikonsumsi secara teratur
5. Pengobatan diawasi langsung oleh pengawas minum obat (PMO)
6. Diberikan dalam waktu yang cukup (minimal 6 bulan)
Pengobatan

Dalam pemberian kombinasi obat TB,


diberikan kode-kode untuk memudahkan dalam
proses pemberian terapi. Cara pembacaannya
adalah sebagai berikut:

- 2HRZE/4H3R3 artinya 2HRZE lama


pengobatan 2 bulan, masing masing OAT
(HRZE) diberikan setiap hari.
- 4H3R3 lama pengobatan 4 bulan, masing
masing OAT (HR) diberikan 3 kali seminggu

Kemenkes. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran


Tatalaksana Tuberkulosis.; 2020.

PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis Dan


Penatalaksanaan Di Indonesia: 2021
Pengobatan TB Paru

Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa :


- Fase Insentif :
o 2HRZE
- Fase Lanjutan:
o 4HR
o 4H3R3 (Bila obat panduan setiap hari tidak ada) guideline
WHO 2021 tidak merekomendasikan pemberian OAT
selain pemberian setiap hari.
- Jika pada akhir fase intensif biakan dahak masih menunjukan
positif, lakukan evaluasi ulang untuk kemungkinan TB-RO
(Resisten Obat).
Pengobatan TB-RO
Pengobatan TB-RO
1) Durasi total pengobatan adalah 9–11 bulan, durasi tahap awal
Pengobatan dengan paduan jangka pendek adalah 4–6 bulan dan tahap lanjutan 5 bulan
2) Intoleransi Z tidak boleh mendapatkan paduan jangka
pendek.
3) Intoleransi / resistansi terhadap E, paduan jangka pendek
diberikan tanpa Etambutol

4) Capreomisin dapat menggantikan kanamisin apabila muncul


efek samping di dalam masa pengobatan. Mengingat
ketersediaan capreomisin yang terbatas, maka
penggunaannya harus berkordinasi dengan tim logistik
MTPTRO
Cara pemberian obat:
Pengobatan TB-RO
Pengobatan dengan paduan jangka pendek 1) Pada tahap awal, obat oral dan injeksi diberikan
setiap hari (7 hari, Senin s.d Minggu) selama 4
bulan dan pada tahap lanjutan, obat oral diberikan
setiap hari (7 hari, Senin s.d Minggu).
2) Pada keadaan dimana tidak terjadi konversi BTA
pada bulan ke-4, tahap awal diperpanjang
menjadi 6 bulan sehingga durasi total pengobatan
menjadi 11 bulan (6 bulan tahap awal dan 5 bulan
tahap lanjutan). Pada bulan ke-5 dan ke-6, obat
injeksi diberikan 3x seminggu (intermiten) dan
obat oral tetap diberikan setiap hari (7 hari, Senin
s.d Minggu).
Pengobatan TB-RO
Pengobatan dengan paduan jangka pendek
*) Kanamisin diberikan maksimum 0,75 g untuk pasien usia
>59 tahun. Jika kanamisin tidak dapat diberikan, maka dapat
diganti dengan kapreomisin dengan dosis yang sama.
**) Khusus untuk INH, pasien dengan BB 33-40 kg
diberikan 450 mg; >40 kg diberikan 600 mg.
#) Karena ketersediaan obat Clofazimin saat ini, untuk
pasien dengan berat badan <33 kg, Clofazimin 100mg
diberikan dua hari sekali.
Pengobatan TB-RO
Pengobatan dengan paduan individual (jangka panjang)

Pasien TB RO yang tidak memenuhi kriteria untuk pengobatan


dengan paduan jangka pendek akan mendapatkan paduan
pengobatan individual. Paduan individual diberikan untuk pasien:

a. TB pre-XDR
b. TB XDR
c. MDR dengan intoleransi terhadap salah satu atau lebih obat
lini kedua yang digunakan pada paduan jangka pendek
d. Gagal pengobatan jangka pendek
e. Kembali setelah putus berobat
f. TB MDR kambuh
Pengobatan TB-RO
Pengobatan dengan paduan individual (jangka panjang)

Durasi pengobatan paduan individual tanpa injeksi


1. Tidak ada tahap awal
2. Lama pengobatan setelah konversi 15 bulan
3. Total lama pengobatan 18 – 20 bulan

Durasi pengobatan dengan injeksi


Amikasin/Streptomicin
1.Lama tahap awal dengan suntikan 6 bulan
2.Lama pengobatan setelah konversi 15 bulan
3.Total lama pengobatan 18 – 20 bulan
Pengobatan tuberkulosis pada pasien HIV
- Rekomendasi WHO untuk pengobatan TB HIV pada fase intensif dan lanjutan diberikan setiap hari, tidak
direkomendasikan terapi intermiten.
- Pada pasien dengan infeksi HIV dan TB yang menderita imunosupresi berat (hitung CD4 kurang dari 50
sel/mm3), ARV harus dimulai dalam waktu 2 minggu setelah dimulainya pengobatan TB kecuali jika ada
meningitis tuberkulosis.
- Untuk semua pasien dengan HIV dan TB, terlepas dari hasil hitung CD4, terapi antiretroviral harus dimulai
dalam waktu 8 minggu semenjak awal pengobatan TB. Pasien dengan infeksi TB dan HIV harus diberikan
kotrimoksazol untuk pencegahan infeksi lain.
Pengobatan tuberkulosis pada pasien HIV
- Regimen pemberian pengobatan pencegahan Tuberkulosis menurut rekomendasi WHO :
1. Pengobatan Pencegahan dengan INH (PP INH) selama 6 bulan, dengan dosis INH 300 mg/hari
selama 6 bulan dan ditambah dengan B6 dosis 25mg/hari.
2. Pengobatan Pencegahan dengan menggunakan Rifapentine dan INH, seminggu sekali selama
12 minggu ( 12 dosis), dapat digunakan sebagai alternatif. Dosis yang digunakan adalah INH
15mg/BB untuk usia > 12 tahun dengan dosis maksimal 900 mg dan dosis Rifapentine 900 mg
untuk usia >12 tahun dan BB > 50 Kg (untuk BB 32 – 50 kg = 750 mg)
Tuberkulosis dengan kelainan hati
- Pasien dengan pembawa virus hepatitis, riwayat hepatitis akut serta konsumsi alkohol yang berlebihan apabila tidak terdapat bukti
penyakit hati kronik dan fungsi hati normal dapat mengkonsumsi OAT standar.

- Apabila kadar SGPT >3x normal sebelum terapi dimulai maka paduan obat berikut ini perlu dipertimbangkan. Paduan obat yang dapat
diberikan adalah dapat mengandung 2 obat hepatotoksik, 1 obat hepatotoksik atau tanpa obat hepatotoksik.
 Dua obat hepatotoksik
a. 9 bulan isoniazid + rifampisin + etambutol (9 RHE)
b. 2 bulan isoniazid + rifampisin + etambutol + streptomisin diikuti 6 bulan isoniazid + rifampisin (2 HRES/6HR)
c. 6-9 bulan rifampisin + pirazinamid + etambutol (6-9 RZE)
 Satu obat hepatotoksik,
 2 bulan isoniazid, etambutol, streptomisin diikuti 10 bulan isoniazid+etambutol (2SHE/10HE)
 Tanpa obat hepatotoksik,
 18-24 bulan streptomisin, etambutol, fluorokuinolon (18 – 24 SEQ)

- Paduan OAT yang direkomendasikan WHO


 2RHES/6 RH atau 2HES/10 HE
TB dengan hepatitis imbas obat
Hepatitis imbas obat (DILI) adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik. Gejala yang
paling sering ditemukan adalah mual, muntah dan anoreksia.
Faktor risiko terjadi nya DILI:
1. BMI
BMI yang rendah meningkatkan risiko terjadi nya DILI
2. Status Acetylator
Kondisi enzim Acetylator dalam melakukan detoksifikasi obat
3. Sex
Perempuan cenderung lebih sering terkena DILI
4. Usia
5. Faktor Metabolik
6. Konsumsi Alkohol

Soedarsono S, Riadi ARW. Tuberculosis Drug-Induced Liver Injury. Jurnal Respirasi. 2020;6(2):49. doi:10.20473/jr.v6-i.2.2020.49-54
TB dengan hepatitis imbas obat
Tata laksana hepatitis imbas obat:

1. Bila ditemukan gejala klinis yaitu Ikterik, gejala mual/muntah, maka OAT dihentikan.
2. Bila ditemukan gejala klinis disertai peningkatan SGOT dan/ SGPT > 3 kali, maka OAT dihentikan.
3. Bila tidak ditemukan gejala klinis, OAT dihentikan apabila hasil laboratorium bilirubin >2, atau SGOT,
SGPT >5 kali. Apabila SGOT, SGPT >3 kali, maka pengobatan dilanjutkan, dengan pengawasan.

Paduan OAT dapat diberikan secara individual setelah dilakukan inisiasi ulang atau rechallenge. Pada pasien yang mengalami
ikterik, maka dianjurkan tidak memasukkan pirazinamid kedalam paduan obat.

Bila rifampisin tidak dapat ditoleransi, maka paduan yang dianjurkan adalah

- 2 HES/10 HE

Bila INH tidak dapat ditoleransi, maka paduan yang dianjurkan adalah

- 6-9RZE

Bila pirazinamid dihentikan pada fase intensif, maka paduan RH pada fase lanjutan diperpanjang hingga 9 bulan.

Soedarsono S, Riadi ARW. Tuberculosis Drug-Induced Liver Injury. Jurnal Respirasi. 2020;6(2):49. doi:10.20473/jr.v6-i.2.2020.49-54
Tuberkulosis dengan reaksi alergi pada kulit
• Jika seorang pasien terjadi gatal tanpa ruam dan tidak ada penyebab yang jelas selain OAT, maka pendekatan
yang direkomendasikan adalah mencoba pengobatan simtomatik dengan antihistamin dan pelembab kulit, dan
pengobatan TB dapat dilanjutkan sambil dimonitor.
• Jika terjadi ruam kulit, semua obat anti-TB harus dihentikan. Dosis secara bertahap ditingkatkan selama 3 hari
seperti yang tertera di tabel berikut.
”drug challenging”:
1. Setelah reaksi dapat diatasi, OAT diberikan kembali secara bertahap satu persatu dimulai dengan OAT yang kecil kemungkinannya dapat
menimbulkan reaksi. Masing-masing obat diberikan dengan dosis yang meningkat bertahap selama 3 hari, dari dosis yang kecil ke dosis yang
lebih besar, sehingga ketika obat yang terduga sebagai penyebab diperkenalkan kembali dengan dosis kecil sehingga tidak terjadi efek samping
yang serius. Efek samping mungkin akan terjadi segera setelah dosis kecil diberikan tetapi diharapkan akan lebih ringan dibandingkan
pemberian dosis penuh. Obat yang ditoleransi baik segera diberikan dengan dosis penuh diikuti pemberian obat berikutnya mulai dosis kecil
dengan prosedur yang sama.
2. Apabila tidak timbul reaksi, prosedur ini dilakukan kembali dengan menambahkan 1 macam OAT lagi.
3. Jika muncul reaksi setelah pemberian OAT tertentu, menunjukkan bahwa OAT yang diberikan tersebut adalah penyebab terjadinya reaksi pada
kulit tersebut.
4. Apabila telah diketahui OAT penyebab reaksi dikulit tersebut, pengobatan dapat dilanjutkan tanpa OAT penyebab tersebut.
5. Jika obat yang menyebaban alergi adalah pirazinamid, etambutol atau streptomisin, rejimen pengobatan dapat diganti dengan obat yang lain
jika memungkinkan. Pada beberapa kasus dimana rifampisin atau INH sebagai penyebab reaksi, dapat dilakukan desensitisasi jika
memungkinkan, kecuali pada pasien HIV positif karena toksisitas yang ekstrim.
”drug challenging”:

Tabel 2. 7 OAT Drug challenging


Tuberkulosis milier
• Paduan OAT yang diberikan
adalah 2RHZE/4RH.

• Pemberian kortikosteroid tidak


dilakukan secara rutin, hanya
diberikan pada keadaan tertentu
yaitu apabila terdapat tanda /
gejala meningitis, sesak napas,
tanda / gejala toksik, demam
tinggi
Tuberkulosis dengan penyakit ginjal kronik
- Terapi yang disarankan
adalah 2RHZE/4HR
Tuberkulosis pada ibu hamil, menyusui dan pengguna
kontrasepsi. Tuberkulosis pada kehamilan.
- Tuberkulosis pada kehamilan. Tuberkulosis maternal berhubungan dengan peningkatan risiko abortus spontan, mortalitas perinatal
dan berat badan lahir rendah. tuberkulosis maternal akan menyebabkan TB kongenital merupakan akibat penyebaran hematogen
maternal. Streptomisin berhubungan dengan ototoksisitas janin sehingga tidak direkomendasikan untuk pengobatan
tuberkulosis pada ibu hamil.
- Tuberkulosis pada ibu menyusui Meskipun terdapat konsentrasi OAT yang disekresikan pada ASI namun konsentrasinya minimal
dan bukan merupakan kontraindikasi pada ibu menyusui. Konsentrasi OAT pada ASI sangat rendah sehingga bukan sebagai
pengobatan TB pada bayi. Ibu dengan TB paru sensitif obat dapat melanjutkan OAT sambil menyusui. Pemberian OAT yang cepat
dan tepat merupakan cara terbaik mencegah penularan dari ibu ke bayinya.
- Tuberkulosis pada pengguna kontrasepsi Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin,
dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), karena dapat terjadi interaksi obat
yang menyebabkan efektivitas obat kontrasepsi hormonal berkurang, maka dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi
nonhormonal. Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan.
Tuberkulosis dengan diabetes melitus
- Prinsip pengobatan TB DM sama dengan TB tanpa DM, selama kadar gula darah
terkontrol. Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat
dilanjutkan sampai 9 bulan.

- Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena pasien DM sering mengalami


komplikasi pada mata. Pemberian INH dapat menyebabkan neuropati perifer yang
dapat memperburuk atau menyerupai diabetik neuropati maka sebaiknya diberikan
suplemen Vitamin B 6 atau piridoksin selama pengobatan.

- Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektivitas obat


oral antidiabetes (golongan sulfonilurea) sehingga diperlukan monitoring kadar
glukosa darah lebih ketat atau diganti dengan anti diabetik lainnya seperti insulin yang
dapat meregulasi gula darah dengan baik tanpa mempengaruhi efektifitas OAT.
Efek Samping OAT
TB Ekstra Paru
Organ Pencitraan Spesimen Pemeriksaan bakteriologis/ Pengobatan
histopatologi
Kelenjar Getah Ultrasonografi (USG), Biopsi pada Biakan/ 2HRZE/4HR
Bening computed tomography Lokasi KGB mikroskopis/
(CT), magnetic terkait TCM/ histopatologi
resonance imaging
(MRI)
Pleura Foto polos dan Pleura dan cairan Biakan 2RHZE/4RH akan tetapi durasi
bronkoskopi pleura /mikroskopis/ histopatologi yang bervariasi 6 sampai 12 bulan
Tulang atau Foto polos, CT, MRI Lokasi penyakit Biakan/ 2HRZE/7HR atau 2HRZE/10HR
Sendi abses paraspinal mikroskopis/ histopatologi
dan sendi
Sistem USG, CT abdomen, Omentum, usus Biakan/ minimal 6 bulan (2RHZE/4RH).
Pencernaan laparoskopi besar, liver, cairan mikroskopis/
asites, cairan TCM/
lambung histopatologi
Sistem genital, Urografi Ultrasonografi Urin pagi hari Biakan/ 2HRZE/4HR tanpa komplikasi
saluran kemih Jaringan mikroskopis/
endometrium histopatologi 2HRZE/7HR atau 2HRZE/10HR
dengan komplikasi (kasus kambuh,
imunospresi dan HIV/AIDS)
TB Ekstra Paru
Organ Pencitraan Spesimen Pemeriksaan bakteriologis/ Pengobatan
histopatologi
Sistem saraf CT scan Kepala/ MRI Tuberkuloma Biakan/TCM/ 2HRZE/7HR atau 2HRZE/10HR
pusat dan dengan kontras Cerebrospinal histopatologi dewasa (>14 tahun) metilprednisolon
meningen fluid / cairan 0,4mg/kgBB/hari atau prednison/
serebrospinal deksametason/ prednisolone dengan dosis
(CSF) setara selama 6-8 minggu lalu dilakukan
tappering off
Pada kasus meningitis TB rifampisin oral
20-30 mg/kgBB maksimal 1200 mg/hari
atau penggunaan rifampisin intravena.
Kulit   Jaringan kulit Biakan/ minimal 12 bulan atau 2 bulan setelah lesi
histopatologi kulit menyembuh
Perikardium Ekokardiogram Perikardium Biakan/ 2HRZE/4HR
Elektrokardiografi Cairan mikroskopis/ histopatologi prednisolon 1 mg/kgBB dengan tappering
perikardium off dalam 11 minggu
Laring pemeriksaan endoskopi     2RHZE/4RH

Telinga Tomografi komputer jaringan mastoid, Biakan 2RHZE/10RH


tulang temporal cairan telinga /mikroskopis/ histopatologi
tengah
TB ANAK
TB Laten
Tuberkulosis laten adalah seseorang yang terinfeksi kuman M.tb tetapi tidak menimbulkan tanda dan gejala
klinik serta gambaran foto toraks normal dengan hasil uji imunologik seperti uji tuberkulin atau Interferon Gamma
Release Assay (IGRA) positif. Beberapa pilihan pengobatan yang direkomendasikan untuk pengobatan TB laten pada
kelompok berisiko tinggi menjadi TB aktif yaitu:

1. Isoniazid selama 6 bulan


2. Isoniazid selama 9 bulan
3. Isoniazid dan Rifapentine (RPT) sekali seminggu selama 3 bulan
4. 3-4 bulan Isoniazid dan Rifampisin
5. 3-4 bulan Rifampisin
Efek samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan Rifampisin Semua OAT diminum malam
sebelum tidur

Efek Samping OAT Nyeri sendi


Kesemutan
Pyrazinamid
INH
Beri aspirin
Beri vitamin B6 (piridoxin) 100
mg per hari

Warna kemerahan pada Rifampisin Tidak perlu diberikan apa-apa,


urine tapi berikan penjelasan pada
pasien

Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan


pada kulit

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan


Gangguan Streptomisin Streptomisin dihentikan ganti
keseimbangan dengan etambutol
Ikterus tanpa penyebab Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai
lain ikterus menghilang

Mual dan muntah Hampir semua OAT Hentikan semua OAT, segera
lakukan tes fungsi hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan rifampisin


(syok)
Evaluasi Pengobatan

1. Selama proses pengobatan, lakukan pemeriksaan rutin ke


klinik/puskesmas/RS
2. Pemeriksaan dahak dilakukan pada :
- Akhir tahap awal (intensif)
- Akhir bulan ke-5
- Akhir pengobatan (bulan ke-6)
Pencegahan

1. Gunakan masker atau menutup hidung dan mulut saat batuk &
bersin
2. Tidak meludah di sembarang tempat
3. Makan makanan bergizi
4. Membuka jendela
5. Menjemur alas tidur agar tidak lembab
6. Vaksinasi BCG untuk balita
7. Olahraga teratur
8. Tidak merokok
Analisis Kasus
Dari anamnesis di temukan bahwa OS mengalami kejang 2x, kejang pertama terjadi 1 minggu
SMRS dan kejang kedua 1 hari SMRS. Kejang terjadi selama ±10 menit, tangan kaku melipat ke atas,
mata terbuka, setelah kejang pasien sadar tapi tidak mengetahui klau dirinya kejang. Keluhan disertai
dengan adanya batuk berdahak sesekali, lemas, dan nafsu makan kurang, dan berat badan belum naik
seperti normal.

Diketahui bahwa Os sedang dalam masa pengobatan TB yang di mulai OS sejak 3 bulan lalu.
Dimulai pada 23/4/2022 OS datang ke RSUD Cikalong Wetan dengan keluhan awal sesak nafas sejak 1
minggu SMRS, demam dan terjadi penurunan berat badan, lalu OS didiagnosis efusi pleura dan susp TB,
lalu pasien di rawat selama 4 hari lalu di lakukan terapi pungsi pleura dan memulai terapi TB dengan
pemberian OAT kategori I 1x2 tab / hari.
Analisis Kasus
Lalu pada 09/05/2022 OS datang ke RSUD cikalong wetan untuk kontrol dan mengeluhkan masih
ada batuk dan mata menjadi kuning, sehingga pasien diminta melakukan tes OT PT ulang. Kemudian
pada 11/05/2022 OS datang ke RSUD cikalong wetan untuk kontrol dengan keluhan kuning, dengan hasil
SGOT:126, SGPT:94. Dengan diagnosis DILI ec OAT, sehingga OS disarankan untuk STOP OAT dan di
rujuk ke RS ciumbuleuit.

Pasien menunda pengobatan hingga 2 bulan sehingga baru pada tanggal 17/07/2022 OS baru
memulai pengobatan di RS rotinsulu dikarenakan masalah administrasi BPJS. OS memulai regimen
pengobatan TB terpisah yakni, Isoniazid, Etambutol, dan Streptomisin.

Dari riwayat penyakit terdahulu pasien mengaku hanya memiliki riwayat penyakit gastritis.

Dari status umum pasien datang dengan compos mentis GCS 15, TD:100/70, HR133x/m,
SpO2:93%, pasien memiliki berat badan 40kg dan tinggi 155cm sehingga didapati IMT yang rendah
yakni sebesar 16.6 kg/m2 yang dapat menjadi faktor risiko terjadi nya DILI.
Analisis Kasus
Dari pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal,
dengan status neurologis yang normal.

Dari hasil pemeriksaan lab menunjukan HB 9,3 menunjukan kurang dari nilai rujukan, leukosit
18.700 menunjukan leukositosis, dan trombosit, GDS, SGOT, SGPT dalam batas normal. Dari hasil
pemeriksaan elektrolit menunjukan penurunan elektrolit Klorida:88↓ Natrium:127↓ Kalium:35↓

Dari hasil pemeriksaan rontgen thorax menunjukan Tampak infiltrat di lapang atas sampai bawah
bilateral dengan kavitas di lapang atas kiri, Tampak perselubungan opak homogen di hemithorak bawah
kanan. Dengan kesimpulan TB paru aktif dan Efusi pleura kanan
Analisis Kasus
Diagnosis
 Observasi kejang ec susp Encepalitis TB
o DD/ elektrolit imbalance
o DD/ Epilepsi
 TB milier on OAT lepasan (2SHE/10HE)
 Riwayat DILI
 Anemia ec inflamasi kronis
Analisis Kasus
Tatalaksana

Pro Rawat Inap

Sesuai, pasien dengan kondisi kejang berulang memiliki indikasi untuk di rawat inap untuk dilakukan
pemantauan kondisi pasien dan mencari etiologi dari kejang pasien.

CT Scan Kepala

Sesuai, penyebab pasien kejang dapat disebabkan gangguan terutama pada saraf pusat.

Pemeriksaan Elektrolit

Sesuai, penyebab pasien kejang dapat disebabkan gangguan pada elektrolit.


Analisis Kasus
IVFD 2 line, Asering 1500cc/24jam, NaCl 3% 500cc/24jam, NaCl 0.9% 1500cc/24jam

Sesuai, dilakukan untuk mengkoreksi elektrolit pada pasien, dan sebagai maintanance cairan dan
elektrolit.

Penitoin 2x1 amp

Sesuai, berikan untuk mencegah kejang pada pasien

Omeprazole 2x40 mg iv, Paracetamol 3x1000 mg po, Ibuprofen 2x200mg po

Diberikan sebagai terapi simptomatis, sesuai dengan keluhan yang dialami oleh pasien, dimana pasien
mengeluhkan mual dan nyeri kepala.
Analisis Kasus
Streptomisin 1x500mg iv, Isoniazid 1x300mg po, Etambutol 1x750mg po

Sesuai, diberikan pada pasien karena pasien sedang menjalani terapi TB dengan regimen 2HES
yang diberikan pada pasien DILI.

Dexametason 4x1amp

Sesuai, diberikan pada pasien untuk meredakan proses peradangan, terutama apabila terdapat
peradangan pada sistem saraf pusat.

O2 NK 3LPM

Sesuai, diberikan untuk dukungan oksigen, dipertimbangkan karena pasien memiliki SpO2 93%
pada room air.
Analisis Kasus
Flunarizin 2x10mg

Sesuai, diberikan sebagai terapi simtomatis karena pasien mengeluhkan pusing.

Observasi

- Observasi tanda vital


- Observasi hasil pemeriksaan penunjang
- Observasi balans cairan
- Observasi status neurologis
- Obserbasi kepatuhan konsumsi OAT
Analisis Kasus
Prognosis

Prognosis pada pasien ad bonam. Hal ini dikarenakan pasien telah mendapatkan terapi yang sesuai, pasien
berespon terhadap terapi dan pada pasien juga tidak ditemukan komplikasi yang muncul selama masa
perawatan.
Daftar Pustaka
1. Kemenkes. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis.; 2020.

2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . IV.; 2007.

3. Price SA., Standridge MP. Tuberkulosis Paru Dalam: Patofisiologi . VI. EGC; 2006.

4. Global TB Database. Published 2020. Accessed September 4, 2022.


https://worldhealthorg.shinyapps.io/tb_profiles/?_inputs_&lan=%22EN%22&entity_type=%22group
%22&group_code=%22global%22

5. Maison DP. Tuberculosis pathophysiology and anti-VEGF intervention. J Clin Tuberc Other Mycobact
Dis. 2022;27:100300. doi:10.1016/J.JCTUBE.2022.100300

6. 6Soedarsono S, Riadi ARW. Tuberculosis Drug-Induced Liver Injury. Jurnal Respirasi. 2020;6(2):49.
doi:10.20473/jr.v6-i.2.2020.49-54
TERIMA
KASIH
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics
& images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai