1. IDENTITAS PASIEN
Nama : AFP
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Hatu
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan Terakhir : SMA
Status pernikahan : Belum Menikah
No. Rekam Medis ` : 10-52-08
Tanggal Masuk Rumah sakit : 14-11-2019 Pukul 11.40 WIT
2. ANAMNESIS
2.1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama: Benjolan pada leher kanan
Anamnesis:
Pasien datang dengan keluhan benjolan pada leher kanan yang sudah muncul sejak kurang
lebih 5 tahun yang lalu. Awalnya benjolan muncul sebesar biji kelereng dan perlahan-lahan
mulai membesar. Pasien mengaku benjolan membesar ketika kelelahan. Pasien tidak
merasakan nyeri pada daerah benjolan. Gangguan saat makan dan minum, sesak napas,
jantung berdebar-debar, penurunan berat badan dan sering berkeringat disangkal oleh pasien.
Mual dan muntah tidak ada. Demam tidak ada. BAB dan BAK normal.
2.2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi tidak ada, riwayat diabetes mellitus tidak ada, riwayat asthma tidak ada.
2.3. Riwayat Penyakit Keluarga
Ada keluarga yang juga mempunyai benjolan di leher (keluarga dari pihak bapak)
2.4. Riwayat Pengobatan
1
Pada tahun 2018, pasien pernah datang ke salah satu Rumah Sakit di Kota Ambon dengan
keluhan yang sama namun pasien tidak pernah mengonsumsi obat-obatan ataupun operasi
untuk benjolan di leher kanannya.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit sedang, gizi baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 89 x/ menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.7 °C (Axilla)
SpO2 : 98 % tanpa bantuan O2
Kepala: Normocephali
Mata: Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), entropion (-), exopthalmus (-) edema
palpebral (-/-) pendarahan subkonjungtiva (-/-)
THT: otorhea (-/-), rhinorea (-)
Leher: Pembesaran KGB (+), status lokalis
Thorax
Pulmo :
Inspeksi = Pergerakan dinding dada simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi = Krepitasi (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi = Sonor
Auskultasi = Bunyi Napas Dasar Vesikuler (+/+), Murmur (-/-), Wheezing (-/-)
Bunyi Jantung I/II regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi = Supel (+)
Auskultasi = bising usus (+) normal
Palpasi = Timpani (+) pada semua kuadran
2
Perkusi = Nyeri tekan (-) di 4 kuadran abdomen.
Ekstremitas
Superior = akral hangat, edema (-/-), jejas (-/-), palmar eritema (-)
Inferior = akral hangat, edema (-/-), jejas (-/-)
Status Lokalis
1. Regio Colli Dextra
Inspeksi = Tampak pembengkakan pada leher kanan, eritema (-), darah (-), benjolan
naik turun megikuti gerakan menelan
Palpasi = Teraba massa dengan konsistensi padat, kenyal, batas tegas, mobile, tidak
nyeri.
a. Leher tampak dari sebelah kanan b. Leher tampak dari sebelah depan
3
b. Leher tampak dari sebelah kiri
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (14 November 2019)
HASIL NILAI RUJUKAN
Hemoglobin 12 g/dL 12,0-15,0 g/dL (W)
Hematokrit 37.3 % 37-43%
Eritrosit 4.710.000/ mm3 3,5-5,5 106/ mm3
Jumlah trombosit 447.000 / mm3 150.000-400.000 mm3
Jumlah leukosit 10.38 mm3 5.0-10.0 mm3
Eosinofil 13.5 % 1-3 %
Foto Thorax
4
Endokrinologi (07 November 2019)
HASIL NILAI RUJUKAN
FT4 1.28 ng/dL 0.82-1.51 ng/dL
TSHs 2.589 uIU/mL 0.27-4.70 uIU/mL
5
Tampak limfonodi pada level 3 regio colli kanan (ukuran ± 0,89 cm)
Tampak pembesaran limfonodi dengan central hiler pada level 2 regio colli kiri (ukuran± 1,55
cm)
KESAN:
Ukuran lobus kanan thyroid membesar disertai nodul solid dengan muotiple kalsfikasi
dan area nekrotik didalamnya (ukuran ± 2.76x2.13 cm)
Reaktif limfadenopati pada level 2 regio colli kiri (ukuran ± 1.55 cm)
5. RESUME
Pasien datang dengan keluhan benjolan pada leher kanan yang sudah muncul sejak
kurang lebih 5 tahun yang lalu. Awalnya benjolan muncul sebesar biji kelereng dan
perlahan-lahan mulai membesar. Pasien mengaku benjolan membesar ketika kelelahan.
Pasien tidak merasakan nyeri pada daerah benjolan. Gangguan saat makan dan minum, sesak
napas, jantung berdebar-debar, penurunan berat badan dan sering berkeringat disangkal oleh
pasien. Mual dan muntah tidak ada. Demam tidak ada. BAB dan BAK normal. Ada riwayat
keluarga yang juga memiliki keluhan benjolan yang sama pada leher. Pada tahun 2018,
pasien pernah datang ke RS Bhayangkara dengan keluhan yang sama namun pasien tidak
pernah mengonsumsi obat-obatan ataupun operasi untuk benjolan di leher kanannya. Pada
hasil pemeriksaan fisik leher kanan, teraba massa dengan konsistensi padat, kenyal, batas
tegas, mobile, dan tidak nyeri. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan trombosis,
leukoitosis dan eosinofilia. Pemeriksaan FT4 dan TSH dalam batas normal. Sedangkan dari
hasil pemeriksaan USG Colli didapatkan kesan lobus kanan thyroid membesar disertai nodul
solid dengan muotiple kalsfikasi dan area nekrotik didalamnya dan terdapat reaktif
limfadenopati pada level 2 regio colli kiri.
6. DIAGNOSIS
Soliter Nodul Thyroid Dextra
7. PENATALAKSANAAN
6
Konservatif
Umum
- Terapi paliatif
- Edukasi penderita mengenai penyakitnya dan hal-hal yang dapat dilakukan
penderita untuk mendeteksi dini kelainan pada kelenjar thyroid
- Diet biasa
Khusus
a. IVFD Futrolit 24 tpm
b. Ceftriaxon 2x1 gr/i.v
c. Metilprednisolon 2x125 mg/iv
Operatif
Isthmolobektomy
Kemoterapi adjuvan
Pemeriksaan
FNAB (Fine Needle Aspiration Biospy)
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
15/11/19 S : Tidak ada nyeri KU : Sakit Soliter Nodul Ishtmolobectomy Dextra
Sedang
pada benjolan Thyroid Dextra
GCS : E4V5M6
TTD : 100/70
mmHg
N : 73x/menit
S : 36.5’ C
P : 16x/menit
Spo2 : 98%
Pemfis : teraba
massa dengan
konsistensi padat,
kenyal, batas
tegas, mobile,
dan tidak nyeri
16/11/19 S : Nyeri pada leher KU : Sakit - Soliter - IVFD Frutolit 24
sedang Nodul tpm
akibat luka operasi
GCS : E4V5M6 Thyroid - Ceftriaxon 2x1
TTD : 100/80 Dextra gram
7
mmHg - Post op - Ketorolac 3x30
N : 74x/menit mg
Isthmolobect
S : 36.7’ C - Metilprednisolon
P : 20x/menit omy H+1 2x125 mg
SpO2 : 94% - Asam tranexamat
Drain : 10 3x500 mg
cc ,merah - Omeprazole 1x40
Pemfis : Terdapat mg/iv
- PCT 3x1
luka bekas
operasi pada
bagian leher
17/11/19 S : Nyeri luka KU : Sakit Post op - IVFD Frutolit 24
sedang tpm
operasi berkurang Isthmolobectomy
GCS : E4V5M6 - Ceftriaxon 2x1
TTD : 120/80 H+2 gram
mmHg - Ketorolac 3x30
N : 78x/menit mg
S : 36.7’ C - Metilprednisolon
P : 20x/menit 2x125 mg
SpO2 : 98% - Asam tranexamat
Drain : 1 cc, 3x500 mg
kehitaman - Omeprazole 1x40
Pemfis : Terdapat mg/iv
- PCT 3x1
luka bekas
operasi pada
bagian leher, luka
terawat
18/11/19 S : Nyeri luka KU : Sakit Post op - IVFD Frutolit 24
sedang tpm
operasi berkurang Isthmolobectomy
GCS : E4V5M6 - Ceftriaxon 2x1
TTD : 100/80 H+2 gram
mmHg - Ketorolac 3x30
N : 68x/menit mg
S : 36.0’ C - Metilprednisolon
P : 20x/menit 2x125 mg
SpO2 : 98% - Asam tranexamat
Drain : 1 cc, 3x500 mg
kehitaman - Omeprazole 1x40
Pemfis : Terdapat mg/iv
- PCT 3x1
luka bekas
- Rawat luka
operasi pada
bagian leher, luka
terawat
19/11/19 S : Nyeri luka KU : Sakit Post op - IVFD Frutolit 24
sedang tpm
operasi berkurang Isthmolobectomy
GCS : E4V5M6 - Ceftriaxon 2x1
TTD : 100/60 H+3 gram
mmHg - Ketorolac 3x30
8
N : 67x/menit mg
S : 36.5’ C - Metilprednisolon
P : 17x/menit 2x125 mg
SpO2 : 97% - Omeprazole 1x40
Drain : 1 cc, mg/iv
kehitaman - PCT 3x1
Pemfis : Terdapat - Rawat luka
luka bekas - Aff drain
operasi pada
bagian leher, luka
terawat
20/11/19 S : Sudah tidak KU : Sakit Post op - IVFD Frutolit 24
sedang tpm
nyeri Isthmolobectomy
GCS : E4V5M6 - Ceftriaxon 2x1
TTD : 100/60 H+3 gram
mmHg - Ketorolac 3x30
N : 77x/menit mg
S : 36.8’ C - Metilprednisolon
P : 18x/menit 2x125 mg
SpO2 : 99% - Omeprazole 1x40
Pemfis : Terdapat mg/iv
luka bekas - PCT 3x1
operasi pada - Boleh pulang
bagian leher, luka
terawat
9
BAB II
PEMBAHASAN
Kelenjar tiroid terletak di leher diantara fasia koli media dan fasia vertebralis. Di
dalam ruang yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar, dan saraf.
Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis, dan melingkari trakea dua
pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya
terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan mungkin juga, jumlah
kelenjar ini sering bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna, dan nervus
vagus terletak bersama di dalam suatu sarung tetutup di laterodorsal tiroid. Nervus
recurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus
simpaticus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prervertebralis.1
Kelenjar tiroid kaya akan vaskularisasi yaitu berasal dari empat sumber, arteri
carotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri, kedua
arteria tiroidea inferior kanan dan kiri, dan cabang arteri brachialis. Kadang kala dijumpai
arteri tiroidea ima, cabang trunkus brachiocephalica, yang secara tidak sengaja terpotong
pada saat trakeostomi. Adapun sistem venanya terdiri atas vena tiroidea superior, yang
berjalan bersama arterinya, vena tiroidea media, yang berada di lateral dan berdekatan
dengan arteri tiroidea inferior dan vena tiroidea inferior, yang berada dalam satu arah
dengan arteri tiroidea ima (jika ada). Terdapat dua saraf yang mempersarafi laring dengan
pita suara (plica vocalis), yaitu nervus recurens dan cabang nervus laringeus superior.1
10
B. FISIOLOGI GLANDULA THYROID
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik
yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan
kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam
jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk
sedangkan
sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi,
hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid Thyroid Binding
peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus
anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai umpan balik negatif sangat
penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan
terlihat adanya sel parafolikular yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk
mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Kelenjar ini
secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam
sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan
11
terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin Releasing Hormone (TRH)
dari hipotalamus.2
Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak
langsung oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kategori yaitu:3
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara keseluruhan. Hormon
ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh
b) Efek kalorigenik
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam
metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik bersifat
multifaset, hormon ini tidak saja mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat,
lemak dan protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi efek
yang bertentangan.
d) Efek simpatomimetik
dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan
12
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung sehingga
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormone pertumbuhan, tetapi juga
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf terutama
Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk aktivitas normal SSP
leher yang bergerak dengan deglutisi. Prevalensi benjolan ini tergantung pada berbagai
faktor seperti usia, jenis kelamin, pola makan, defisiensi yodium, daerah endemis, dan
paparan radiasi. Kadar fluoride yang tinggi dalam air minum dan air tanah diketahui
klinis dan pembentukan nodul pada kelenjar tiroid. Nodul tiroid bisa tunggal atau
multipel. Nodul soliter dapat ditemukan di lobus kelenjar tiroid atau di isthmus. Nodul
soliter sebenarnya dapat menjadi multinodular goiter (23%), pembesaran asimetris pada
satu lobus tiroid seperti pada tiroiditis limfositik kronis (tiroiditis Hashimoto), simple
goiter, nodul malignansi, agenesis unilateral, atau jarang terjadi perkembangan seperti
jaringan ektopik. Nodul tiroid soliter (STN) terlihat pada 47% populasi orang dewasa. 4
13
Umumnya terjadi pada perempuan (6,4%) dibandingkan dengan laki-laki (1,5%).
Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, hanya 5-20% nodul yang ganas. Nodul jinak
diklasifikasikan sebagai adenoma, nodul koloid, kista, nodul infeksi, nodul limfositik atau
STRUMA NODUSA
Struma endemik, biasanya dalam bentuk struma nodosa atau struma adematosa, terutama
endemic dapat dicegah dengan substitusi yodium. Di luar daerah endemic, struma nodosa
sudah mulai membesar pada usia muda, awalnya difus, dan berkembang menjadi
multinodular.1
Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yag
terdapat pada kelenjar berupa kombinasi bagian yang hyperplasia dan bagian yang
tidak mempunyai keluhan karena tidak mengalami hipo- atau hipertiroidisme. Nodul
Karena pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan
14
gejala selain adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik.
Sebagian besar penderita struma nodosa dapat hidup dengan struma tanpa keluhan.1
terlihat melalui foto Roentgen polos leher sebagai “trakea pedang”. Sttruma nodusa
gangguan menelan akibat tekanan atau dorongan. Keluhan yang sering timbul ialah rasa
berat di leher, adanya benjolan yang bergerak naik turun waktu menelan, dan alasan
nodosa mengalami degenerasi maligna. Berbagai tanda keganansan yang dapat dievaluasi
meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan (lebih cepat), dan tanda infiltrasi pada kulit dan
jaringan sekitar, serta fiksasi dengan jaringan sekitar. Dapat terjadi penekanan atau
(disfagia). Adanya nodul tunggal harus tetap mendapat perhatian karena dapat merupakan
nodul koloid, kistik, adenoma tiroid, dan/ atau suatu karsinoma tiroid. Nodul maligna
Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat dipengaruh oleh
pengobatan supresi hormone tiroid atau pemberian hormone tiroid. Penanganan struma
15
lama adalah dengan tiroidektomi subtotal atas indikasi yang tepat. Struma dapat meluas
sampai ke mediastinum anterior superior, terutama pada bentuk nodullus yang disebut
retrosternum. Umumnya, struma retrosternum tidak turun naik pada gerakan menelan
karena aperture thorax terlalu sempit. Seringkali, struma ini berlangsung lama dan
bersifat asimptomatik, sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitarnya.
Penekanan ini akan memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau esophagus.
Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan foto Roentgen polos toraks, atau pemeriksaan
insisi di leher dan tidak memerlukan torakotomi karena pendarahan berpangkal pada
dengan cara torakotomi. Diagnosis banding struma nodosa adalah tumor lain di
mediastinum anterior superior, sperti timoma, limfoma, tumor dermoid, dan metastasis
PEMERIKSAAN
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penilaian klinis berperan penting dalam menentukan
diagnosis penyakit tiroid. Tanyakan kepada pasien benjolan yang muncul sudah berapa
16
lama? Adakah sesak napas? Sesak napas? Sulit menelan? Rasa tercekik? Jantung
konsumsi iodium yang berlebihan, riwayat terpapar radiasi pada kepala dan leher
kelenjar tiroid, pemeriksaan klinis dan fisik untuk menentukan kelainan morfologi
kelenjar tiroid, dan pemeriksaan sitologi atau histologi untuk menentukan perubahan
patologis.1
BIOKIMIA
tiroid, yaitu dengan mengukur kadar T4, T3, FT4, TBG, dan TSH dalam plasma. Kadar
T4/FT4 serum total tepat mencerminkan fungsi kelenjar tiroid. Kadar T3 serum total
selalu tinggi pada penderita tirotoksikosis. Penentuan kadar TBG kadangkala dibutuhkan
untuk menginterpretasi kadar T4, dan sampai tingkat tertentu berlaku untuk kadar T3.
Kadar TBG dapat berubah pada kehamilan atau pada pengobatan dengan estrogen.
Pemeriksaan kadar TSH serum merupakan pemeriksaan penyaring yang peka untuk
hipotiroidisme karena kadar ini meningkat sebelum terjadi penurunan kadar T4.1
pada penderita penyakit Grave. TSI juga dianggap berperan pada pathogenesis penyakit
ini. Tiroglobulin dapat ditemukan dalam serum orang normal, dan kenaikan kadar
tiroidektomi total.1
17
RADIOLOGI
Sidik radioaktif thyro-scan dengan unsur radiaoktif teknesium (Tc99m) atau yodium-131
kemampuan ambilan unsur radioaktif diatas. Cara ini berguna untuk menentukan apakah
nodul dalam kelenjar tiroid bersifat hiperfungsi (nodul panas), hipofungsi (nodul dingin),
atau normal (nodul hangat). Kemungkinan keganasan ternyata lebih besar pada nodul
dingin meskipun karsinoma tiroid dapat juga ditemukan pada nodul hangat atau bahkan
nodul panas seperti anak-anak.1 USG digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid,
baik yang teraba pada palpasi maupun tidak, merupakan nodul tunggala atau multiple
padat atau kistik. USG terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan
dan hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah sentimeter.1
SITOLOGI
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan biopsi aspirasi jarum halus (fine
needle aspiration biopsy, FNAB). Cara pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendiagnosis
kemungkinan keganasan dalam nodul tiroid, dan dianggap sebagai cara diagnosis yang
PATOLOGI
Diluar kelainan bawaan, kelainan kelenjar tiroid dapat digolongkan menjadi dua
kelompok besar, yaitu penyakit yang menyebabkan fungsi, seperti hipertiroidisme, dan
penyakit yang menyebabkan perubahan jaringan dan bentuk kelenjar, seperti struma
nodular, tiroiditis Hashimoto, atau karsinoma tiroid. Fungsi tiroid dapat rendah
18
penggunaan antitiroid, atau tiroiditis. Terdapat pula keadaan yang antitiroid, atau
tiroiditis. Terdapat pula keadaan yang dikenal sebagai hipotiroidisme iatrogenic, yang
Hipertiroidisme dapat terjadi pada struma difus toksik (penyakit Graves), struma nodosa
(jarang), dan pada metastasis ekstensif karsinoma tiroid berdiferensiasi baik. Gangguan
autoimun dengan atau tanpa rekasi inflamasi dapat menyebabkan terjadinya penyakit
koloid dan struma endemic. Keganasan primer pada kelenjar tiroid adalah
adenokarsinoma yang bervariasi, mulai dari berdiferensiasi baiik sampai dengan yang
bersifat anaplastik. Tumor ganas kelenjar tiroid dapat dibagi menurut tingkat
Pembedahan
Pembedahan diagnostic yang berupa biopsy insisi atau biopsy eksisi sangat jarang
dilakukan, dan telah ditinggalkan, terutama dengan semakin akuratnya biopsi jarum
halus. Biiposi diagnostic hanya dilakukan pada tumor yang tidak dapat dikeluarkan,
pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, atau karsinoma medularis, dengan atau tanpa
19
karsinoma tiroid berdiferensiasi baik dan unilateral dengan skor prognostic yang baik
tiroidektomi subtotal.1
unilateral atau bilateral, kerusakan cabang eksternus nervus laringerus superior, cedera
trakea, atau esophagus. Pembedahan pada struma yang besar dapat mengakibatkan
“sandaran” yang selama ini juga didapat dari struma yang melingkari trakea sampai dua
lapangan operasi yang menimbulkan penekanan, terutama terhadap trakea dan obstruksi
Krisis tiroid atau tirotoksikosis adalah penyulit yang sangat berbahaya dan harus
hipertiroidisme hebat yang berkembang ketika atau segera setelah pembedahan pada
hipertirodisme lain yang bersifat akut dan hebat. Tiroksikosis disebabkan oleh
“pencurahan sekresi berlebihan hormone tiroid ke dalam darah yang terjadi akibat
pembedahan atau manipulasi kelenjar tiroid selama pembedahan, dan hal ini relatif sering
terjadi pada pembedahan tiroid tanpa kecurigaan adanya hipertiroidisme. Oleh karena itu,
setiap penderita struma harus menjalani pemeriksaan prabedah yang seksama untk
menentukan ada tidaknya hipertiroidisme, baik secara klinis maupun laboratorium. Bila
20
ada hipertiroidisme, sebaiknya pembedahan dilakukan setelah hipertiroidisme terkendali
turut terangkat pada tiroidektomi total. Akan tetapi, penyulit ini lebih sering disebabkan
BAB III
DISKUSI
menentukan diagnosis penyakit tiroid. Tanyakan kepada pasien benjolan yang muncul
sudah berapa lama? Adakah sesak napas? Sesak napas? Sulit menelan? Rasa tercekik?
tentang konsumsi iodium yang berlebihan, riwayat terpapar radiasi pada kepala dan leher.
Pada kasus ini pasien tidak mengalami gangguan makan dan minum, sesak napas, rasa
gambaran fungsi tiroid, yaitu dengan mengukur kadar T4, T3, FT4, TBG, dan TSH dalam
plasma. Kadar T4/FT4 serum total tepat mencerminkan fungsi kelenjar tiroid. Kadar T3
serum total selalu tinggi pada penderita tirotoksikosis. Sidik radioaktif thyro-scan dengan
gambaran fungsional jaringan tiroid dengan melihat kemampuan ambilan unsur radioaktif
21
diatas. Cara ini berguna untuk menentukan apakah nodul dalam kelenjar tiroid bersifat
hiperfungsi (nodul panas), hipofungsi (nodul dingin), atau normal (nodul hangat). Pada
kasus ini, pasien telah dilakuan pemeriksaan laboratorium dan didapatkan hasil euthyroid.
Namun, tidak dilakukan pemeriksaan skintigraphy karena sarana yang tidak tersedia.
USG digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada
palpasi maupun tidak, merupakan nodul tunggala atau multiple padat atau kistik. USG
Pasien dalam kasus ini berjenis kelamin perempuan, hal ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa Nodul tiroid soliter (STN) terlihat pada 47% populasi orang
dewasa. Umumnya terjadi pada perempuan (6,4%) dibandingkan dengan laki-laki (1,5%).
teraupetik. Pembedahan diagnostic yang berupa biopsy insisi atau biopsy eksisi sangat
jarang dilakukan, dan telah ditinggalkan, terutama dengan semakin akuratnya biopsi
jarum halus. Biiposi diagnostic hanya dilakukan pada tumor yang tidak dapat
Tiroidektomi total dilakukan pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, atau karsinoma
medularis, dengan atau tanpa diseksi leher radikal. Tindakan operatif yang dilakukan
pada pasien ini adalah isthmolobektomy dextra, yaitu mengangkat lobus dextra dan
rekurens unilateral atau bilateral, kerusakan cabang eksternus nervus laringerus superior,
22
cedera trakea, atau esophagus. Pembedahan pada struma yang besar dapat mengakibatkan
“sandaran” yang selama ini juga didapat dari struma yang melingkari trakea sampai dua
lapangan operasi yang menimbulkan penekanan, terutama terhadap trakea dan obstruksi
napas. Obstruksi napas juga dapat terjadi akibat edema laring. Namun, komplikasi akibat
operasi tidak terjadi pada pasien ini karena tindakan pembedahan dilakukan dengan baik
dan benar.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC ; 2011.
2. Guyton A.C, Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC ; 2012.
3. Sherwood L. Fisiologi manusia ; dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2014.
4. Deepthi M, Sukthankar PS, Narsimloo K. Solitary nodule thyroid: diagnosis and management.
5. Tamhane and Gharib.. Thyroid nodule update on diagnosis and management. Clinical Diabetes
24