Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

HERNIA INGUINALIS LATERALIS REPONIBEL

Oleh :

dr. Kelvin Ade Chendra

Pembimbing:

dr. Ni Ketut Suyasni

dr. Made Tisnasari

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RSU. BHAKTI RAHAYU DENPASAR

2018
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : GPY
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Jl.Setiabudi Gang C no.4, Denpasar
Suku Bangsa : Bali
Status perkawinan : Sudah menikah
Tanggal Pemeriksaan : 12 Maret 2018

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Benjolan di kantung pelir yang hilang timbul sejak 3 bulan SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang dengan keluhan Benjolan yang tidak nyeri di kantung pelir yang hilang
timbul sejak 3 bulan SMRS. Benjolan muncul pada saat pasien berdiri, batuk, beraktivitas.
Benjolan hilang pada saat pasien tidur / didorong masuk sendiri.
Keluhan gangguan BAB, mual dan muntah, demam disangkal oleh pasien. Pasien masih
dapat BAB 1 hari sekali. Pasien masih dapat makan dan minum. Keluhan mual dan
muntah disangkal. Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal
Riwayat Alergi makanan dan obat disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat penyakit DM disangkal
Riwayat penyakit Jantung disangkal
Riwayat Asma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang mengeluh hal serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Keadaan umum : pasien tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi cukup
Tanda vital
BB : 55 kg
TB : 165 cm
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 16 x/menit
Suhu : 36,7º C (per axilar)

Kulit : Warna sawo matang, kelembaban cukup, kelainan kulit (-)


Kepala : Normocephali,
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Bentuk normal, konka tampak normal, sekret (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga : Bentuk normal, sekret(-).
Tenggorok :Uvula di tengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring hiperemis (-)
Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Lymphonodi : Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor:
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), Ronki(-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak jejas, distensi (-)
Palpasi : Hepar tidak teraba membesar, Lien tidak teraba membesar, Nyeri tekan
pada abdomen (-), tidak teraba massa., distensi(-)
Perkusi : Timpani pada sembilan kuadran abdomen.
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal
Punggung : alignment vertebra baik, nyeri ketok CVA -/-
Ekstremitas : tidak nampak edema pada keempat ekstremitas, CRT <2s, akral hangat
Genital : teraba testis kiri dan kanan, teraba benjolan pada skrotum kanan
Status Lokalis : Terdapat massa di regio skrotum dextra : nyeri (-), panas (-), dapat
dimasukkan kembali, sewarna kulit, mobile, konsistensi kenyal,
berukuran ± diameter 2-3 cm, bising usus (+), tes transluminasi (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 12 Maret 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Lengkap
WBC 5.300 4.100 – 11.000 /mm3
Hemoglobin 14.7 13,5 – 17,5 g/dl
Hematocrit 43,9 % 41,0 – 53,0 %
Eritrosit 4,45 4,0 – 5,0 juta/uL
Trombosit 243.000 150.000 – 440.000
/mm3

Faal Hemostasis
Bleeding time 1’ 1.00 - 3.00
Cloting time 8’ 30” 5.00 – 15.00

V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan Benjolan yang tidak nyeri di kantung pelir yang
hilang timbul sejak 3 bulan SMRS. Benjolan muncul pada saat pasien berdiri, batuk,
beraktivitas. Benjolan hilang pada saat pasien tidur / didorong masuk sendiri. Keluhan
gangguan BAB, mual dan muntah, demam disangkal oleh pasien. Pasien masih dapat
BAB 1 hari sekali. Pasien masih dapat makan dan minum. Keluhan mual dan muntah
disangkal. Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis dan tanda-tanda vital:
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84 x/menit, laju nafas 16 x/menit, dan suhu 36,7oC.
Pada pemeriksaan genital tampak massa di regio skrotum dextra : nyeri (-), panas (-),
dapat dimasukkan kembali, sewarna kulit, mobile, konsistensi kenyal, berukuran ±
diameter 2-3 cm, bising usus (+), tes transluminasi (-)
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan tidak dijumpai kelainan.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Hernia Inguinalis Lateralis (HIL) Dextra Reponibel

VII. PENTALAKSANAAN
Rawat dalam bangsal
Cek DL, BT, CT
Pro Herniotomy + Mesh
IVFD RL 18 tpm
Puasa 8 jam
Antibiotik pre-operasi : Cefoperazone 2 gram IV
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam

IX. FOLLOW UP

Tanggal Pemeriksaan Terapi


12/03/2018 S : Post operasi. Nyeri luka operasi (+),  Diet Bebas
kentut (+), BAK (+)  IVFD D5% + Pethidine 75 mg +
O : CM Tramadol 200 mg 20-24 tpm
TD = 120/80 mmHg Mikro
N = 80 x/menit  Ketorolac 30 mg IV tiap 8 jam
RR = 20 x/menit  Cefixime 2 x 100 mg PO
o
S = 36,7 C (per axilar)  Dexketoprofen 3 x 1 tab PO
Status Lokalis: Terdapat luka post op setelah drip analgetik habis
pada regio Inguinal dextra
tertutup kassa, rembesan darah
(-), nyeri (+)
A : Follow up post Herniotomy+ Mesh
HIL Dextra hari ke 0
13/03/18 S : Nyeri luka operasi (+),BAK (+),  IVFD RL 20 tpm,
Flatus (+)  Cefixime 2x 100 mg PO,
O : CM  Dexketoprofen 3x1 tab,
TD = 120/60 mmHg  Ketorolac 3 x 1 amp IV
N = 80 x/menit
RR = 20 x/menit
S = 36,5 oC (per axilar)
Status Lokalis: Terdapat luka post op
pada regio Inguinal dextra
tertutup kassa, rembesan darah
(-), nyeri (+)
A : Follow up post herniotomy + mesh
HIL Dextra hari ke 1
14/03/2018 S : Nyeri luka operasi (+)  Pasien BLPL, Kontrol ke poli
O : CM bedah 2 hari lagi,
TD = 110/70 mmHg  Obat pulang : Cefixime 2x 100
N = 88 x/menit mg tab PO, Dexketoprofen 3x1
RR = 20 x/menit tab PO
o
S = 36 C (per axilar)
Status Lokalis: Terdapat luka post op
pada regio Inguinal dextra
tertutup kassa, rembesan darah
(-), nyeri (+)
A :Follow up post herniotomy + mesh
ec HIL Dextra hari ke 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan adalah
suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek)
yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari
tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah
inguinal. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah
dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Berdasarkan terjadinya, hernia
dibagi atas hernia bawaan atau congenital dan hernia dapatan atau akuisita.

2.2 Anatomi
Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus inguinalis internus
yang merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis muskulus
transversus abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, dikanal
dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis muskulus
oblikus eksternus. Atapnya ialah aponeurosis muskulus oblikus eksternus dan
didasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada pria, dan
ligamentum rotundum pada wanita. (1,3)
Nervus ilioinguinalis dan nervus iliofermoralis mempersarafi otot di regio
inguinalis, sekitar kanalis inguinalis dan tali sperma, serta sensibilitas kulit regio
inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial.
Gambar 1. Anatomi Kanallis Inguinallis

2.3 Klasifikasi
Hernia berdasar letaknya dapat dibagi menjadi :
 Inguinalis
Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, terjadi
karena keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang
terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke
dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus
inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke
skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada didalam muskulus
kremaster terletak anteromedial terhadap vas diferens dan struktur lain dalam tali
sperma.
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol
langsung ke depan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi oleh
ligamentum inguinale dibagian inferior, pembuluh epigastrika inferior dibagian
lateral dan tepi otot rektus dibagian medial. Dasar segitiga Hasselbach dibentuk
oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat aponeurosis muskulus transversus
abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga daerah ini potensial
untuk menjadi lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis
inguinalis dan tidak ke skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin
hernia longgar. (1)

Gambar 2. Hernia Inguinal Direct dan Indirect

 Femoralis
◦ Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita
daripada pria. Hernia ini dimulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis
yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum dan hampir tidak dapat
dihindari kandung kemih masuk kedalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari
inkarserata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.
 Umbilikal
◦ Hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena
peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita
multipara. Tipe hernia ini terjadi pada sisi insisi bedah sebelumnya yang telah
sembuh secara tidak adekuat karena masalah pasca operasi seperti infeksi, nutrisi
tidak adekuat, distensi ekstrem atau kegemukan.
 Incisional
Hernia yang terjadi disebabkan oleh luka operasi yang belum sembuh sempurna
sehingga terjadi penonjolan organ dalam tubuh.

Gambar 3. Klasifikasi Hernia

Menurut sifatnya, hernia dapat dibagi menjadi :


 Hernia reponibel/reducible
◦ Hernia yang terjadi apabila isi hernia dapat dimasukkan kembali kedalam rongga
tubuh. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau
didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
 Hernia ireponibel
◦ Hernia yang terjadi apabila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam
rongga tubuh. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada
peritonium kantong hernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus
=perlekatan karena fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda
sumbatan usus.
 Hernia Strangulata dan Inkarserata
◦ Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia inkarserata berarti isi kantong
terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang
berupa gangguan pasase atau vaskularisasi.
◦ Secara klinis “hernia inkarserata” lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel
dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai
hernia strangulata. Hernia strangulata mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di
dalamnya karena tidak mendapat darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit.
Hernia jenis ini merupakan keadaan gawat darurat karenanya perlu mendapat
pertolongan segera.

2.3 Epidemiologi
Kurang lebih sebanyak 10% dari populasi di US mengalami hernia selama
hidupnya. Lebih dari satu juta operasi repair hernia dilakukan setiap tahun, dengan
kasus hernia inguinal dilaporkan sebanyak 770,000 kasus.

Menurut data, sekitar 75% persen hernia merupakan hernia inguinal


 50% merupakan hernia indirek (rasio laki-laki: perempuan  7:1) dengan
predominan sisi kanan
 25% merupakan hernia direk dengan predominan sisi kiri.

2.4 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko yang dapat berkontribusi terhadap munculnya hernia adalah :
 Jenis Kelamin. Laki-laki memiliki risiko delapan kali lebih besar mengalami
hernia.
 Usia. Semakin tua usia seseorang, otot dalam tubuh akan semakin melemah.
 Ras. Ras Caucasian berdasarkan data prevalensi memiliki angka kejadian
yang lebih besar dibandingkan ras lain.
 Riwayat Keluarga. Risiko akan bertambah apabila ada anggota keluarga yang
pernah menderita hernia.
 Batuk kronis yang timbul dari penyakit atau kondisi apapun.
 Konstipasi kronis, menyebabkan peningkatan tekanan dan tegangan pada saat
gerakan usus.
 Kehamilan dapat memperlemah otot dinding abdomen dan menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen.
 Kelahiran premature dan berat lahir rendah.
 Kejadian hernia sebelumnya atau pernah menjalani operasi hernia repair.

2.4 Etiologi
Penyebab terjadinya hernia inguinalis masih diliputi berbagai kontroversi, tetapi
diyakini ada beberapa penyebab, yaitu
 Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.
 Overweight. Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran
badan.
 Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan saluran
kencing
 Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus
 Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma, emphysema, alergi
 Kehamilan
 Ascites
 Adanya kelemahan jaringan /otot
 Tersedianya kantong

2.5 Patofisiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada pria ketimbang pada
wanita. Berbagai faktor penyebab berperan pada pempentukan pintu masuk hernia pada
anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Di
samping itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang
sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.oblikus
internus adominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan
adanya fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya
hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya
hernia.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut
karena usia. Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang
lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar
30% prosesus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya
beberapa persen.
Tidak sampai 10% anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada
anak dengan hernia unilateral dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral lebih
dari separo, sedangkan insidens hernia tidak melebihi 20%. Umumnya disimpulkan
bahwa adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal
terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar.
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi
prostat, konstipasi, dan asites sering disertai hernia inguinalis.Insidens hernia meningkat
dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan
tekanan intraabdomen dan berkurang kekuatan jaringan penunjangnya.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis
inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis
inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat
mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut
antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah
apendektomi. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut hernia
skrotalis.
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui annulus inguinalis
abdominalis (lateralis / internus) dan mengikuti jalannya spermatid cord di canalis
inguinalis dan dapat melalui annulus inguinalis subcutan (externus) sampai di scrotum.
Locus Minnoris Resistentiae hernia inguinalis lateralis congenital adalah pada annulus
inguinalis lateralis / internus. Hal ini sesuai dengan embriologik turunnya testis dari
cavum abdominalis ke scrotum melalui canalis inguinalis.
Pada keadaan ini terjadi kegagalan obliterasi proc.Vaginalis peritonii. Sedangkan
pada yang akuisital adalah bagian lateral dari fovea inguinalis lateralis dimana ductus
deferens dan vasa spermatica berlalu di tempat itu. Pada wanita, Locus Minoris Resistent
terletak di canalis inguinalis. Canalis inguinalis tersebut berisi ligamentum yang
menyangga uterus (ligamentum rotundum) dan hernia muncul sebagai jaringan
penghubung uterus yang bersinggungan dengan jaringan yang mengelilingi tulang pubis.
Canalis ini lebih dikenal dengan nama canalis Nuck.

Gambar 4. Patofisiologi Hernia

2.6 Gejala dan Tanda Klinis


2.6.1 Gejala
Pasien biasa mengeluh ada tonjolan di lipat paha ,pada beberapa orang adanya
nyeri dan membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan.seringnya hernia
ditemukan pada saat pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum masuk
kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada
hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke scrotum. Dengan
bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman dan rasa nyeri, sehingga
pasien berbaring untuk menguranginya. Pada umumnya hernia direct akan memberikan
gejala yang sedikit dibandingkan hernia ingunalis lateralis.dan juga kemungkinannya
lebih berkurang untuk menjadi inkarserasi atau strangulasi. Gejala dapat hilang dan
timbul tergantung dari aktivitas yang dilakukan, biasa muncul saat pasien berdiri, batuk,
beraktivitas berat dan hilang saat pasien tidur berbaring.

2.6.2 Tanda Klinis


Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan berdiri dan
berbaring dan juga diminta untuk batuk pada hernia yang kecil yang masih sulit untuk
dilihat.kita dapat mengetahui besarnya cincin eksternal dengan cara memasukan jari ke
annulus jika cincinnya kecil jari tidak dapat masuk ke kanalis inguinalis dan akan sangat
sulit untuk menentukan pulsasi hernia yang sebenarnya pada saat batuk. Lain halnya pada
cincin yang lebar hernia dapat dengan jelas terlihat dan jaringan tissue dapat dirasakan
pada tonjolandi kanalis ingunalis pada saat batuk dan hernia dapat didiagnosa.
Perbedaan hil dan him pada pemeriksaan fisik sangat sulit dlakukan dan ini tidak
terlalu penting mengingat groin hernia harus dioperasi tanpa melihat jenisnya. Hernia
ingunalis pada masing-masing jenis pada umumnya memberikan gambaran yang sama.
Hernia yang turun hingga ke skrotum hampir sering merupakan hernia ingunalis lateralis.
Pada inspeksi Pasien saat berdiri dan tegang, pada hernia direct kebanyakan akan
terlihat simetris,dengan tonjolan yang sirkuler di cicin eksterna. Tonjolan akan
menghilang pada saat pasien berbaring . sedangkan pada hernia ingunalis lateralis akan
terlihat tonjolan yang yang bebentuk elips dan sulit menghilang pada saat berbaring.
Pada palpasi Dinding posterior kanalis ingunalis akan terasa dan adanya tahanan
pada hernia inguanalis lateralis. Sedangkan pada hernia direct tidak akan terasa dan tidak
adanya tahanan pada dinding posterior kanalis ingunalis. Jika pasien diminta untuk batuk
pada pemeriksaan jari dimasukan ke annulus dan tonjolan terasa pada sisi jari maka itu
hernia direct. Jika terasa pada ujung jari maka itu hernia ingunalis lateralis. Penekanan
melalui cincin interna ketika pasien mengedan juga dapat membedakan hernia direct dan
hernia inguinalis lateralis. Pada hernia direct benjolan akan terasa pada bagian depan
melewati Trigonum Hesselbach’s dan kebalikannya pada hernia ingunalis lateralis. Jika
hernianya besar maka pembedaanya dan hubungan secara anatomi antara cincin dan
kanalis inguinalis sulit dibedakan.

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Dalam kondisi gawat darurat, pasien dengan hernia datang ke IGD disebabkan
oleh komplikasi yang berkaitan dengan hernia, atau hernia yang terjadi ditemukan oleh
pasien secara tidak sengaja. Pada kebanyakan kasus, diagnosis dari hernia dapat
ditegakkan oleh karena pasien atau keluarga atau pasangan yang secara tidak sengaja
melihat benjolan pada area inguinal atau skrotum. Benjolan yang ada biasa dikeluhkan
hilang timbul atau menetap tergantung dari tekanan intra adominal pasien dan keparahan
dari hernia itu sendiri. Diagnosis dari hernia sendiri sebagian besar dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang memadai.

Hernia yang asimtomatik biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut :


 Bengkak atau pembesaran pada regio tertentu yang hilang timbul / menetap
 Sensasi nyeri hilang timbul yang menjalar dari area sekitar hernia
 Tidak didapatkan sensasi nyeri pada pemeriksaan fisik
 Pembesaran dari benjolan seiring dengan peningkatan tekanan intra abdomen

Hernia inkarserata dapat berkaitan dengan keluhan sebagai berikut :


 Nyeri konstan pada area benjolan
 Benjolan tidak dapat mengecil atau masuk kembali dengan spontan maupun
manual.
 Mual, muntah, perut kembung, dehidrasi, konstipasi, dan gejalan obstruksi usus
lainnya.

Hernia strangulata dapat berkaitan dengan keluhan sebagai berikut :


 Demam, kemungkinan tanda-tanda infeksi sekunder dari usus yang mengalami
iskemik
 Nyeri pada area hernia yang diketahui mengalami inkarserata maupun tidak, dapat
menetap setelah direduksi manual

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Pada inspeksi dapat dilihat karakteristik benjolan yang ada pada inguinal pasien
yaitu, perubahan warna kulit sekitar, ukuran, dan lokasi benjolan yang ada. Benjolan
dapat timbul pada saat berdiri maupun saat pasien batuk / mengejan. Pada palpasi, dapat
dinilai adanya nyeri tekan dan konsistensi benjolan. Pada perkusi, dapat ditemukan
kondisi hipertimpani yang disebabakan obstruksi dari usus. Pada Auskultasi dapat
ditemukan hiperperistaltik yang merupakan gejala dari obstruksi usus.

Pada hernia dapat pula dilakukan tiga pemeriksaan fisik dasar yaitu :
 Finger Test
Pemeriksaan finger test dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk atau jari
kelingking yang dimasukkan kedalam skrotum menelusuri annulus eksternus di
kanalis inguinalis. Pasien diberikan instruksi untuk batuk atau mengejan. Bila
benjolan dirasakan di ujung jari menunjukkan hernia inguinalis lateralis. Bila
benjolan dirasakan di samping jari menunjukkan hernia inguinalis medialis.

 Ziemen Test
Ziemen test dilakukan dengan cara jari meraba di tiga tempat anulus inguinalis
internus (jari 2  henia lateralis ) , anulus inguinalis eksternus (jari 3)  hernia
medialis), fossa ovalis (jari 4  hernia femoralis).

 Occulsion Test
Occlusion test dapat dilakukan dengan cara jempol pemeriksa diletakkan di
annulus inguinalis internus, pasien mengejan , meraba terjadi penonjolan atau
tidak.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap  dapat ditemukan leukositosis pada hernia
strangulasi.
 Elektrolit, BUN, Serum Creatinin  dapat menunjukkan keadaan dehidrasi dari
pasien.
Pemeriksaan Radiologi
 Pada pemeriksaan USG abdomen dapat terlihat adanya herniasi massa abdomen
melewati canal inguinalis.
2.8 Tatalaksana
Hampir seluruh penatalaksanaan dari hernia adalah tindakan operasi. Hal ini
disebabkan apabila benjolan hernia dibiarkan dalam waktu yang lama dapat berkembang
menjadi inkarserata maupun strangulasi. Sering kali pasien dibawa dalam keadaan
terlambat sehingga risiko operasi menjadi semakin besar. Reduksi dari hernia tidak
dianjurkan untuk dilakukan karena pada akhirnya tetap dianjurkan untuk dilakukan
tindakan operatif.

Berdasarkan teknik operasi, penatalaksaan hernia dapat dibagi menjadi :


 Open Anterior Repair
Operasi hernia yang (teknik Bassini, McVay dan Shouldice) melibatkan
pembukaan aponeurosis otot obliquus abdomins ekternus dan membebaskan
funikulus spermatikus. fascia transversalis kemudian dibuka, dilakukan inspeksi
kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia biasanya diligasi dan
dasar kanalis spinalis di rekonstruksi.

 Tension Free Mesh Repair


Operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow ) menggunakan pendekatan awal
yang sama degan teknik open anterior. Akan tetapi tidak menjahit lapisan fascia
untuk memperbaiki defek , tetapi menempatkan sebuah prostesis, mesh yang tidak
diserap. Mesh ini dapat memperbaiki defek hernia tanpa menimbulkan tegangan
dan ditempatkan disekitar fascia. Hasil yang baik diperoleh dengan teknik ini dan
angka kekambuhan dilaporkan kurang dari 1 persen.
 Laparoscopic Hernia Repair
Operasi hernia laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun terakhir, tetapi
juga menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan teknik ini, hernia
diperbaiki dengan menempatkan potongan mesh yang besar di region inguinal
diatas peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena potensi obstruksi usus halus
dan pembentuka fistel karena paparan usus terhadap mesh.
Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorrhaphies dilakukan menggunakan
salah satu pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP) atau total
extraperitoneal (TEP) . pendekatan TAPP dilakukan dengan meletakkan trokar
laparoscopic dalam cavum abdomendan memperbaiki region inguinal dari dalam.
Ini memungkinkan mesh diletakkan dan kemudian ditutupi dengan peritoneum,
sedangkan pendekatan TAPP adalah prosedur laparoskopic langsung yang
mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk diseksi.

2.8 Prognosis dan Komplikasi


Prognosis dari Hernia sendiri bergantung pada tipe hernia serta kemungkinan
untuk menghindari faktor risiko yang dapat menimbulkan hernia. Secara umum,
prognosis dari hernia baik apabila dilakukan diagnosis dan tindakan dalam waktu yang
tepat. Morbiditas biasa disebabkan oleh hernia yang terlambat mendapatkan penanganan
medis di rumah sakit.
Hernia dapat berkembang menjadi tipe inkarserata dan sering disertai dengan
obstruksi usus, atau bahkan berkembang menjadi strangulata apabila tidak mendapat
suplai darah yang adekuat, yang mana bila tidak terdiagnosis dengan cepat dapat
berkembang menjadi perforasi usus dan peritonitis. Reduksi dari hernia tipe strangulata
dapat mengarah ke pada iskemia persisten atau nekrosis tanpa perbaikan dari klinis.
Intervensi bedah diperlukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut seperti perforasi
dan sepsi.
Secara umum, pasien dengan hernia inguinal tanpa komplikasi dapat sembuh
dengan baik. Namun, tingkat mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan hernia tipe
strangulata. Kemungkinan komplikasi pada operasi repair hernia yaitu risiko infeksi,
adhesi intra abdominal, dan munculnya hernia berulang pada lokasi yang sama setelah
operasi.
Dalam sebuah studi yang mempelajari komplikasi selama dan setelah tindakan
laparoscopic inguinal herniorrhaphies pada 569 pasien, didapatkan hernia berulang
pada 14 pasien (2,5%) dan komplikasi intraoperasi pada 28 pasien (4,9%) dengan
emfisema subkutan sebagai komplikasi tersering.
Komplikasi post-operasi terjadi pada 35 pasien (6,2 %). Perforasi usus terjadi
pada 1 pasien dan perforasi vesica urinaria terjadi pada 1 pasien. Tidak terdapat pasien
yang meninggal pada penelitian ini. Peneliti menyimpulkan bahkan meskipun mortalitas
tindakan operasi hernia repair rendah, namun tindakan laparoscopic inguinal
herniorrhapy juga dapat menimbulkan komplikasi yang mengancam nyawa.
BAB III
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

TEORI KASUS
 Usia diketahui meningkatkan resiko  Os berjenis kelamin laki-laki usia 44
terjadinya hernia seiring dengan tahun dengan pekerjaan karyawan
pertambahan usia. Jenis kelamin laki-laki swasta.
memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan
perempuan.
 Pekerjaan yang berat seperti mengangkat
beban / aktivitas fisik berlebih
berhubungan dengan terjadinya hernia
 Pada hernia inguinalis lateralis, gejala  Gejala yang dialami pasien berupa
berupa tonjolan di lipat paha ,pada penjolan yang tidak nyeri di kantung
beberapa orang adanya nyeri dan pelir yang hilang timbul sejak 3 bulan
membengkak pada saat mengangkat atau SMRS. Benjolan muncul pada saat
ketegangan. Seringnya hernia ditemukan pasien berdiri, batuk, beraktivitas.
pada saat pemeriksaan fisik misalnya Benjolan hilang pada saat pasien tidur
pemeriksaan kesehatan sebelum masuk / didorong masuk sendiri.
kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya  Gejala yang timbul sesuai dengan
sensasi nyeri yang menyebar biasanya Hernia Inguinalis lateralis Reponibel
pada hernia ingunalis lateralis, perasaan
nyeri yang menyebar hingga ke scrotum.
Pada hernia yang reponibel, gejala dapat
hilang dan timbul tergantung dari
aktivitas yang dilakukan, biasa muncul
saat pasien berdiri, batuk, beraktivitas
berat dan hilang saat pasien tidur
berbaring.
 Pada inspeksi dapat dilihat karakteristik  Tidak ditemukan tanda-tanda obstruksi
benjolan yang ada pada inguinal pasien yaitu, usus seperti hipertimpani, hiperperistaltik
perubahan warna kulit sekitar, ukuran, dan usus
lokasi benjolan yang ada. Benjolan dapat  Tidak ditemukan adanya perubahan warna
timbul pada saat berdiri maupun saat pasien pada benjolan, konsistensi kenyal, nyeri
batuk / mengejan. Pada palpasi, dapat dinilai tekan +
adanya nyeri tekan dan konsistensi benjolan.  Tidak ditemukan adanya leukosistosis pada
Pada perkusi, dapat ditemukan kondisi pasien.
hipertimpani yang disebabakan obstruksi dari  Pemeriksaan fisik tidak mengarah pada
usus. Pada Auskultasi dapat ditemukan hernia strangulata atau inkarserata
hiperperistaltik yang merupakan gejala dari  Pemeriksaan fisik mengarah pada diagnosis
obstruksi usus. hernia inguinalis lateralis reponibel
 Pada pemeriksaan laboratorium, dapat
ditemukan adanya leukositosis
 Penatalaksanaan dari hernia adalah  Pada kasus, os di diagnosa dengan Hernia
tindakan operasi. Hal ini disebabkan Inguinalis Lateralis Dextra Reponibel dan
apabila benjolan hernia dibiarkan dalam dilakukan tindakan berupa Herniotomy
waktu yang lama dapat berkembang dengan Mesh tanpa dilakukan reduksi.
menjadi inkarserata maupun strangulasi.  Herniotomy dengan Mesh termasuk
Sering kali pasien dibawa dalam keadaan tindakan Tension Free Mesh Repair.
terlambat sehingga risiko operasi
menjadi semakin besar. Reduksi dari
hernia tidak dianjurkan untuk dilakukan
karena pada akhirnya tetap dianjurkan
untuk dilakukan tindakan operatif.
 Tindakan yang dapat dilakukan adalah
Open Anterior Repair, Tension Free
Mesh Repair, Laparoscopic Hernia
Repair
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
 Hernia didefinisikan adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui
daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding.
 Diagnosis hernia inguinal dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Tipe hernia dapat dibedakan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang
mendalam. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap dapat
membantu untuk melihat perkembangan tipe hernia, seperti leukositosis menandakan
adanya hernia strangulata.
 Tatalaksana yang dapat dilakukan pada hernia adalah tindakan operatif yaitu open
hernia repair, tension free mesh repair, dan laparoscopic hernia repair. Tindakan
reduksi hernia tidak dianjurkan karena dapat memperparah kondisi hernia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Healthline. (2016). Inguinal Hernia: Causes, Symptoms, and Diagnosis. [online]


Available at: https://www.healthline.com/health/inguinal-hernia .
2. Li, M., Lin, S., Caughey, A. and Li, M. (2007). Principle of Basic Surgery. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Lowenfelt, A. (2015). Managing Inguinal Hernias. [online] Medscape. Available at:
https://www.medscape.com/viewarticle/517311 .
4. Medscape.org. (2013). Inguinal Hernia : Anatomy and Management. [online] Available
at: https://www.medscape.org/viewarticle/420354_5.
5. Rather, A. and Geibel, J. (2017). Abdominal Hernias: Practice Essentials, Background,
Anatomy. [online] Emedicine.medscape.com. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/189563-overview.
6. Sjamsuhidajat, R. (2010). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.
7. Dunphy, J. and Botsford, T. (1993). Pemeriksaan fisik bedah. Yogyakarta: Yayasan
Essentia Medica.

Anda mungkin juga menyukai