Anda di halaman 1dari 19

CASE BASED DISCUSSION

SEORANG PRIA 53 TAHUN DENGAN HIV/AIDS TETANUS GRADE III, DAN


HIPERTENSI STAGE 1

Disusun Oleh :
Robby Gunawan
30101607731

Pembimbing :
dr. Andri Sasmita Siregar, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
RSUD RA KARTINI
JEPARA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Robby Gunawan


NIM : 30101607731
Fakultas : Kedokteran
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Andri Sasmita Siregar, Sp.PD

Telah di presentasikan pada tanggal, 29 Januari 2022

Pembimbing

dr. Andri Sasmita Siregar, Sp.PD


LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn A

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Krapyak, Jepara

Suku : Jawa

Pendidikan : SD

Nomor RM : 008-XX

Dirawat di ruang : Kemuning (kohort)

Tanggal Masuk RS : 18 Januari 2022

Tanggal Keluar RS : (Pasien dinyatakan meninggal pada 21 Januari 2022 pukul 19:45
WIB)

Tanggal Pemeriksaan : 18 Januari 2022


DATA DASAR

ANAMNESIS : Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 18 Januari 2022 (15.00)

Keluhan Utama : Kaku pada leher,pundak,lengan, dan mulut

Riwayat Penyakit Sekarang

 Keluhan Utama : Kaku


 Onset : 2 hari SMRS
 Lokasi: Kedua kaki, leher, pundak ,pinggang ,dan mulut
 Kuantitas : kaku dirasakan memberat progresif
 Kualitas : kaku sulit digerakkan terasa kencang
 Kronologi : Pasien datang ke IGD dengan keluhan kaku sejak 2 hari yang lalu. Kaku
pada pasien dirasakan pada awalnya di lengan kemudian menjalar hingga
pundak,pinggang,dan mulut. Pasien sebelumnya terdapat riwayat terkena pecahan
kaca saat berkebun 1 minggu yang lalu di ibu jari kanan
 F. memperberat : saat bergerak dan melakukan aktivitas
 F. memperingan : -
 Gejala penyerta : sulit menelan, tenggorokkan terasa penuh
Riwavat Penyakit Dahulu
• Riwayat keluhan serupa (-)

• Riwayat DM (-)

• Riwayat HT (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa : (-)

Riwayat DM : (-)

Riwayat HT : (-)

Riwayat Alergi : (-)

Riwayat Sosial Ekonomi

 Pasien bekerja sebagai petani


 Kesan ekonomi kurang
 BPJS PBI
Riwayat Status Gizi
Nafsu makan menurun, selama dirumah sakit makan dan minum separuh dari makanan bubur
yang diberikan

PEMERIKSAAN FISIK (18 Desember 2022)

Keadaan Umum : tampak lemah, kesadaran composmentis

- BB : 64 kg
- TB : 168 cm
- BMI : 22,67 kg/m2  Normoweight (Berdasarkan Kriteria WHO
Tanda Vital :

- TD : 140/90 mmHg

- HR : 90 x/menit

- RR : 24 x/menit

- Suhu : 36,8⁰C

- GCS : E4V5M6

- SpO2 : 99 %

- Keadaan Umum : lemas, dan kesakitan

- Kesadaran : Komposmentis GCS (E4M6V5)

- Status Lokalis :

- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

- Hidung : napas cuping hidung (-), sianosis (-)

- Mulut : sianosis (-), pucat (-), sariawan (-),trismus 2 jari (+)

- Leher : peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-)

Dada :
Jantung

Abdomen:

Ekstremitas: Superior Inferior


Pembesaran kel.limfe axiler -/-

Pembesaran kel.limfe inguinal -/-

Edema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Ptechiae -/- -/-


Gerakan +/+ +/+

Kekuatan 5/5 5/5

Refleks fisiologis N/N N/N

Refleks patologis -/- -/-

Tonus +/+ +/+

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi (18-01-2022)
EKG (18-01-2022)

Rhytm : Sinus

Regularity : Regular

Frequency : 1500/15: 100 x/menit

P wave : 0,08s

PR Interval : 0,2s

QRS complex :

Axis : Lead I + , aVF + = NAD

Interval QRS : 0,08s

Transition zone :-

Q patologis :-

LVH : -

RVH :-

T wave :-
ST segment : ST elevasi V2,V3,V4,V5

Temuan lain : RBBB di V1

ABNORMALITAS DATA

Anamnesis :

 Kaku

 Sulit menelan

 Tenggorokkan terasa penuh

Pemeriksaan Fisik :

 Lemas

 Tampak kesakitan

 Trismus (+) 2 jari

 Gerakan bebas terbatas

 Tonus meningkat

Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan Laboraturium : -

EKG = Sinus Rythm 100x/menit,RBBB

PROBLEM AKTIF

1. TETANUS GRADE III


2. HIPERTENSI STAGE 1
RENCANA PEMECAHAN MASALAH

PROBLEM 1 : TETANUS GRADE III


IP Dx

◦ X foto thoraks

◦ Elektrolit darah
◦ CT Scan

IP Tx

• Perawatan di ruang isolasi (gelap dan tenang)

• Wound toilet & Debridement

• Hindari stimulus taktil atau suara pada pasien

• RL IV 20 Tpm

• Metronidazol 500 mg 3x1 PO

• TIG 3000 IU IM

• Diazepam 80 mg Syrng Pump/24 jam

IP Mx

Vital sign

Monitor tanda kejang

IP Ex

• Diet tinggi kalori tinggi protein

• Hindari stimulus taktil atau suara pada pasien

PROBLEM 2 : Hipertensi stage 1


Ass : Faktor risiko cardiovascular

Komplikasi : atherosclerosis, retinopati, stroke

IP Dx : Profil lipid, Funduskopi

IP Tx : amlodipine 5 mg 1x1

IP Mx : keadan umum dan vital sign

IP Ex : Menjelaskan mengenai penyakit pasien, penyebab dan pengobatannya

Mengedukasi pasien agar rutin mengkonsumsi obat

Makanan rendah garam


PROGRESS NOTE
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Penyakit ini timbul
jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga,
bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Di bawah kondisi anerobic seperti luka kotor dan nekrotik,
bacillus ini dimana-mana dapat memproduksi tetanospasmin yang merupakan neurotoksin poten.
Dalam tubuh, kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain
tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris. Toksin tetanus
memblok/menghambat neurotransmitter pada system syaraf pusat, menghasilkan kekakuan dan
spasme yang merupakan type dari tetanus

MANIFESTASI KLINIS

Tetanus memiliki gambaran klinis dengan ciri khas trias rigiditas otot, spasme otot, dan
ketidakstabilan otonom. Gejala awalnya meliputi kekakuan otot, pada kelompokkelompok
otot dengan jalur neuronal pendek yang terlebih dahulu terkena, maka dari itu trismus,
kekakuan leher, dan nyeri punggung yang tampak pada lebih dari 90% kasus pada saat masuk
rumah sakit. Keterlibatan dari otot-otot wajah dan faringeal menimbulkan ciri khas “rhisus
sardonicus”, sakit tenggorokan, dan disfagia. Peningkatan tonus pada otot-otot trunkal
mengakibatkan opisthotonus. Kelompok otot yang berdekatan dengan tempat infeksi
seringkali terlibat, menghasilkan penampakan yang tidak simetris.

DIAGNOSIS

Diagnosa tetanus tidak perlu konfirmasi dari tes laboratorium. WHO mendefinisikan
diagnosa tetanus pada orang dewasa harus meliputi lebih dari satu gejala yang mengikutinya,
yaitu: trismus (ketidak mampuan membuka mulut) atau (spasme pada otot wajah); atau nyeri
pada saat kontraksi otot. Bagaimanapun, definisi ini harus memerlukan riwayat luka, tetanus
mungkin terjadi pada pasien yang tidak terdapat luka yang spesifik
KLASIFIKASI

PENATALAKSANAAN
1. Secara Umum

- Jika memungkinkan, tempatkan pasien di ruangan/lokasi yang khusus untuk pasien

tetanus. Untuk meminimalkan risiko spasme paroxysmal yang dipresipitasi oleh

stimulus ekstrinsik, pasien sebaiknya dirawat di ruangan yang gelap dan tenang.

Pasien diposisikan sedemikian rupa dengan hati-hati untuk mencegah pneumonia

aspirasi.

- Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri dari terapi suportif sampai efek dari toksin yang

telah terikat habis. Semua pasien yang dicurigai tetanus sebaiknya ditangani di ICU,

dimana mereka bisa dimonitoring dan diobservasi secara kontinu.

- Luka, harus dibersih dan atas indikasi.

- Meminimalisir efek toksin yang sudah berikatan pada sistem saraf dan memberikan

terapi suportif. Khususnya di ruang terapi intensif, penatalaksanaan tetanus berupa

terapi suportif, dengan menitikberatkan pada sistem respirasi, instabilitas otonom, dan

spasme otot.
2. Immunotherapy:

Tindakan awalnya adalah memberikan imunisasi pasif. Jika

memungkinkan, diberikan TIG 500 units intramuscular atau intravena, segera mungkin.

Vaksin TT menggandung 0.5 cc, di injeksikan secara im. Penyakit tetanus tidak di

pengaruhi oleh imunitas, pasien dengan riwayat menerima primer vaksin TT, harus

menerima vaksin kembali 1-2 bulan kemudian setelah pemberian pertama dan 6-12 bulan

kemudian untuk dosis yang ke tiga.

3. Antibiotic:

Metronidazole 500 mg setiap 6 jam secara iv atau p.o ; Penicillin G (100,000–

200,000 IU/kg/hari iv, dibagi dalam 2-4 dosis). Tetracyclines, macrolides, clindamycin,

cephalosporins and chloramphenicol dapat juga diberikan.

4. Muscle spasm control:

benzodiazepines dapat diberikan. Untuk dewasa, dapat di berikan

diazepam iv hingga 5 mg, atau lorazepam 2 mg, tirtasi sampai control spasme tanpa

sedasi yang berlebihan dan hypoventilasi (Untuk anak-anak, dimulai dengan dosis 0.1–

0.2 mg/kg setiap 2–6 jam, dititrasi sesuai kebutuhan). Dosis yang besar dapat dibutuhkan

hingga 600 mg/hari).

5. Preparat Oral

dapat digunakan, akan tetapi harus hati-hati dengan monitoring untuk

menghindari depresi nafas da henti nafas.

6. Magnesium sulphate

dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan benzodiazepine

untuk control spasme dan autonomic dysfunction, dengan dosis 5 gr (atau 75mg/kg)

intravenous diberikan secara loading dose, lalu 2–3 grams per jam, hingga mencapai

spasm control. Untuk menghindari overdosis, monitoring reflek patella seperti areflexia

(tidak adanya reflek patellar) dapat terjadi pada range dosis terapi 4mmol/L. Jika

areflexia terjadi, dosis harus di turunkan.


7. Agen lain

Agen yang digunakan untuk spasm control termasuk baclofen, dantrolene (1–2

mg/kg intravenous atau p.o setiap 4 jam), barbiturates short-acting lebih baik (100–150

mg setiap 1–4 jam untuk dewasa ; 6–10 mg/kg untuk anak-anak; dengan segala), dan

chlorpromazine (50–150 mg im, setiap 4–8 jams pada dewasa; 4–12 mg im setiap 4–8

jam untuk anak).

8. Autonomic dysfunction control:

magnesium sulphate (seperti di atas) atau morphine.

Catatan: Beta Blocker: Propranolol dapat digunakan secara cepat, tetapi dapat

menyebabkan hypotensi dan sudden death; hanya esmalol yang direkomendasikan saat

ini

9. Airway / respiratory control:

Obat yang digunakan untuk control spasme and sedasi dapat

menghasilkan depresi nafas. Jika mechanical ventilation tersedia, ini sangat mengurangi

masalah. Jika tidak, pasien harus di monitoring secara ketat dan dosis obat-obatan untuk

control maximal spasm dan autonomic dysfunction control untuk mencegah gagal nafas.

Jika spasm, meliputi laryngeal spasm, terapi ventilasi yang adekuat, mechanical

ventilation di rekomendasikan jika memungkinkan. Tracheostomy awal sangat dianjurkan

untuk mengatasi spasme seperti endotracheal tubes, yang dapat menyebabkan

provokespasm dan membahayakan exacerbate airway.

10. Adequate Cairan dan nutrisi

Cairan adekuat dan nutrisi harus di berikan, karena tetanus spasms menghasilkan

kebutuhan metaolik yang tinggi dan katabolic state. Nutritional support dapat

mempertinggi angka kelangsungan hidup.

11. Elektrolit serta analisa gas darah sangatlah penting sebagai penuntun terapi
HIPERTENSI

DEFINISI

Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥140 mmHg dan/atau TDD ≥90 mmHg pada pengukuran di
klinik atau fasilitas layanan kesehatan. Berdasarkan pengukuran TDS dan TDD di klinik, pasien
digolongkan menjadi sesuai dengan tabel 1 berikut.
Pada pasien ini didapatkan tekanan darahnya 150/88 mmHg sehingga pasien termasuk dalam katergori
Hipertensi Grade 2. Pasien ini memiliki factor risiko cardiovascular berupa usia, asam urat, pola hidup inaktif
sehingga pasien memiliki risiko tinggi penyakit cardiovascular.

Anda mungkin juga menyukai