OLEH :
dr. Fani Adhikara
PEMBIMBING :
dr. Edwin
dr. Harry Kuncoro
2017
No. ID dan Nama Peserta : dr. Fani Adhikara
No. ID dan Nama Wahana : RS Palang Biru Gombong
Topik : Hipertensi Emergensi + Epistaksis
Tanggal (kasus) : 20 Mei 2017
Presenter : dr. Fani Adhikara
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Edwin & dr. Harry
K
Tempat Presentasi : RS Palang Biru Gombong
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat
dengan keluhan mengalami mimisan dari kedua lubang hidung nya. Mimisan terjadi sekitar
20 menit sebelum pasien datang ke Rumah sakit. Mimisan sampai menghabiskan satu
bungkus tissue. Sebelum mengalami mimisan pasien mengaku mengalami nyeri kepala
hebat. Nyeri kepala dirasakan memberat dan terasa kaku di daerah tengkuk kepala. Selain
itu, pasien juga mengeluh mual dan muntah. Muntah dialami sebanyak 2 kali selama di
rumah. Riwayat pandangan kabur disangkal. Batuk (-), Pilek (-), Sesak napas (-), riwayat
trauma juga disangkal oleh pasien.
Tujuan : mengetahui etiologi, tanda dan gejala, diagnosis dan penatalaksanaan yang dapat
dilakukan pada pasien dengan Hipertensi emergensi dan epistaksis.
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi & Diskusi E-mail Pos
Data Pasien : Nama : Ny. Nuraini No.RM : 116870
Nama Klinik : UGD Telp. : - Terdaftar sejak : 20 Mei 2017
Data Utama Untuk Bahasan Diskusi :
1. Seorang Perempuan berusia 55 tahun datang dengan keluhan mimisan dari kedua
lubang hidung, nyeri kepala hebat (+), terasa kaku di tengkuk kepala (+), muntah
(+), mual (+),
2. Pemeriksaan fisis, BB: 82 kg TB: 165 cm
TD: 190/100 mmHg, N: 87 x/menit, P: 22 x/menit, S: 36.8 0C.
Kepala : Normocephal, rambut hitam ikal
Mata : Rc +/+, Isokor ka/ki, anemis -/-, ikterik -/-
Hidung : Tampak perdarahan massif, jejas (-)
Mulut : Dalam Batas Normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Inspeksi : Tampak Simetris ka/ki
Palpasi : Stemfremitus ka/ki
Perkusi : Sonor ka/ki
Auskultasi : BJ I/II reg (+), m(-), g(-)
SP : Bronkhovesikuler +/+
ST : Rh -/- , Wh -/-
Abdomen
Inspeksi : Simetris ka/ki
Palpasi : Soepel (+),
Perkusi : Tymphani
Auskultasi : Peristaltik usus (+)N
Ureum : 47mg/dl
Creatinine : 1.0 mg/dl
Glukosa Sewaktu : 132 mg/dl
Asam Urat : 5.8 mg/dl
Cholesterol total : 297 mg/dl (H)
Trigliseride : 431 mg/dl (H)
Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui Etiologi yang terjadi pada pasien dengan Hipertensi Emergensi dan
Epistaksis
2. Mengetahui tanda dan gejala pasien Hipertensi Emergensi dan Epistaksis
3. Membedakan Hipertensi Emergensi dan Hipertensi Urgensi
4. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk pasien Hipertensi Emergensi dan
Epistaksis
5. Mengetahui cara mendiagnosis Hipertensi Emergensi dan Epistaksis
6. Manajemen tata laksana terhadap Hipertensi Emergensi menurut JNC 8
- Obyektif
Keadaan umum: Sakit sedang, gizi baik, compos mentis
BB: 82 kg TB: 165 cm
TD: 190/100 mmHg, N: 87 x/menit, P: 22 x/menit, S: 36.8 0C.
Hidung : Tampak Perdarahan massif
Istilah “Krisis Hipertensi” merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah mendadak pada penderita hipertensi, dimana tekanan darah
sistolik (TDS) >180 mmHg dan tekanan darah Diastolik (TDD) >120mmHg, dengan
komplikasi disfungsi dari target organ, baik yang sedang dalam proses impending maupun
sudah dalam tahap akut progresif. Yang dimaksud target organ disini adalh jantung, otak,
ginjal, mata (retina) dan arteri perifer.1
Sindroma klinis krisis hipertensi meliputi :2
1. Hipertensi emergensi (darurat)
Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak
disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin
dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena.
Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan
organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan
memberikan obat-obatan anti hipertensi oral.
MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan
darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai
tingkatan perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan
terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu
normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure(MAP) 60-70
mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen
lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme
ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap,
pingsan dan sinkop.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas ambang
autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,sehingga pengurangan aliran
darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi (lihat gambar 2).
Pada penelitian Stragard, dilakukan pemgukuran MAP pada penderita hipertensi dengan yang
normotensi. Didapatkan penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantara
grup normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan. Orang dengan hipertensi terkontrol
cenderung menggeser autoregulasi ke arah normal.
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,
diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah
restingMAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP sebanyak
20%-25% dalam beberapa menit
atau jam,tergantung dari apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada
penderita
diseksi aorta akut ataupun edema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-
30 menit
dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi
ensefalopati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk pasien dengan infark
serebri akut ataupun perdarahan intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih
lambat (6-12 jam) dan harus
dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.
- Plan :
Pengobatan:
Penanganan Awal pada pasien ini:
- IVFD Nacl 0.9 % 20 gtt/i macro
- O2 4lpm (Nasal Canul)
- Drips Nicardipine 2amp dalam 50 cc Nacl 0.9%
Flow rate : 4.5cc/jam dalam syringe pump
- Inj.Asam Tranexamat 500mg/iv/8jam
- Paracetamol 3x500mg i.o
- Tampon anterior hidung biasa
- Diet Rendah garam rendah lemak
- Rawat ICU
Pada sebagian besar Hipertensi Emergensi, tujuan terapi parenteral dan penurunan
mean arterial pressure (MAP) secara bertahap (tidak lebih dari 25% dalam beberapa
menit sampai 1 jam). Aturannya adalah menurunkan arterial pressure yang
meningkat sebanyak 10% dalam 1 jam pertama, dan tambahkan 15% dalam 3-12
jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat
dilanjutkan dalam 2-6 jam sampai tekanan darah 160/100-110mmHg selanjutnya
sampai mendekati normal. TD dapat diturunkan lebih lanjut dalam 48 jam
berikutnya. Pengecualian untuk aturan ini antara lain diseksi aorta dan perdarahan
pasca operasi dari bekas jahitan vascular, yang merupakan keadaan yang
membutuhkan normalisasi TD secepatnya. Pada sebagian besar kasus, koreksi cepat
tidak diperlukan karena pasien berisisko untuk perburukan serebral, jantung, dan
iskemi ginjal. 1,4
Rujukan:
Tidak diperlukan
Anjuran :
Kurangi makanan yang mengandung banyak garam
HIPERTENSI
2. Pemeriksaan fisik
Nilai tekanan darah diambil dari rerata dua kali pengukuran pada setiap kali
kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada dua atau lebih
kunjungan, hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaan tekanan darah harus
dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat
dengan jantung), serta teknik yang benar.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi:
i. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula
darah, lemak darah, elektrolit, kalsium, asam urat, dan urinalisis;
ii. Pemeriksaan lain: pemeriksaan fungsi jantung (elektrokardiografi),
funduskopi, USG ginjal, foto toraks, ekokardiografi.
b. Pemeriksaan penunjang untuk kecurigaan klinis hipertensi sekunder:
i. Hipertiroidisme/hipotiroidisme: fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3);
ii. Hiperparatiroidisme: kadar PTH, ion kalsium
iii. Hiperaldosteronisme primer: kadar aldosterone plasma, renin plasma,
CT-Scan abdomen, kadar serum natrium meningkat, kalium menurun,
peningkatan ekskresi kalium dalam urin, ditemukan alkalosis metabolic;
iv. Feokromositoma: kadar metanefrin, CT-Scan/MRI abdomen;
v. Sindrom Cushing: kadar kortisol urin 24 jam
vi. Hipertensi renovaskular: CT-angiografi arteri renalis, USG ginjal,
Doppler sonografi.
D. TATALAKSANA HIPERTENSI PRIMER
Tatalaksana hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup dan terapi medikamentosa:
1. Modifikasi gaya hidup
a. Penurunan berat badan
Target indeks massa tubuh dalam rentang normal, untuk orang Asia Pasifik
18,5-22,9 Kg/m².
b. Diet
Secara umum makanan dapat beraneka ragam tetapi ada bahan makanan yang
dihindari, yakni :
Jeroan (otak, ginjal, paru, jantung) dan daging kambing;
Makanan olahan dengan garam Natrium: kraker, pastries, kerupuk,
keripik, dan sebagainya;
Makanan dan minuman kaleng;
Makanan diawetkan: dendeng, abon, ikan asin, ikan pindang, udang
kering, telur asin, pindang, selai kacang, acar, manisan buah;
Mentega dan keju;
Bumbu: kecap asin, terasi, petis, garam, saus tomat, saus sambal, tauco,
bumbu penyedap;
Makanan beralkohol: durian, tape;
Seringkali pasien dengan diet hipertensi memiliki masalah dalam hal rasa
makanan karena terbatasnya garam yang boleh dikonsumsi dalam satu hari. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan asupan makanan:
Rasa dapat ditambah dengam gula merah, gula pasir, bawang merah,
bawang putih, jahe, kencur, atau bumbu lain yang tidak mengandung
Natrium;
Gunakan garam rendah natrium
Olah makanan dengan ditumis, digoreng, atau dipanggang;
Garam dapat dibubuhkan diatas meja makan, tidak lebih dari ½ sendok
teh. Konsumsi NaCl yang disarankan < 6 g/hari.
c. Aktivitas fisik
Target aktivitas fisik yang disarankan minimal 30 menit/hari, dilakukan paling
tidak 3 hari dalam seminggu
2. Terapi medikamentosa
Menurut JNC 8 pilihan antihipertensi didasarkan pada usia, ras, serta ada atau
tidaknya DM dan penyakit ginjal kronik (PGK). Pada populasi umum non ras hitam
dengan atau tanpa DM, pemilihan antihipertensi awal dapat berupa diuretik tiazid,
Calcium channel blocker (CCB), Angiotensin converter enzyme inhibitor (ACEI),
atau Angiotensin receptor blocker (ARB). Penggunaan β-blocker, α-blocker,
adrenolitik sentral (klonidin, metildopa), penghambat reseptor adrenergic α
(reserpine), direct vasodilator (hidralazin), antagonis aldosteron (spironolakton),
diuretik loop (furosemide) tidak direkomendasikan untuk lini pertama hipertensi.
b. Β-Blocker
Dengan pemberian β bloker baik yang kardioselektif maupun non selektif
akan menghambat reseptor β1, yang akan menyebabkan :
Penurunan frekuensi jantung dan kontraktilitas miokard sehingga curah
jantung menurun.
Menghambat sekresi renin yang berakibat berkurangnya penurunan
produksi angiotensin II.
Efek sentral berupa penurunan aktivitas simpatis, perubahan sensitivitas
baroreseptor, dan perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer
f. Adrenolitik sentral
Metildopa
Bekerja melalui stimulasi reseptor α2 di sentral sehingga
mengurangi sinyal simpatis ke perifer. Metildopa dapat menurunkan
resistensi perifer tanpa banyak mempengaruhi frekuensi dan curah
jantung.
Klonidin
Obat ini bekerja pada reseptor α2 di susunan saraf pusat dengan efek
penurunan simpathetic outflow. Efek hipotensif klonidin terjadi
karena penurunan resistensi perifer dan curah jantung.
i. Vasodilator
Hidralazin
Obat ini bekerja langsung merelaksasi otot polos arteriol dengan
mekanisme yang belum dapat dipastikan. Vasodilatasi yang terjadi
menimbulkan refleks kompensasi yang kuat berupa peningkatan
kekuatan dan frekuensi denyut jantung, peningkatan renin dan
norepinefrin plasma. Obat ini dikontraindikasikan pada hipertensi
dengan penyakit jantung koroner dan tidak dianjurkan pada pasien
di atas 40 tahun.
Minoksidil
Obat ini bekerja dengan membuka kanal kalium sensitif ATP (ATP-
dependent potassium channel) dengan akibat terjadinya efluks
kalium dan hiperpolarisasi membran yang diikuti oleh relaksasi otot
polos pembuluh darah dan vasodilatasi. Efeknya lebih kuat pada
arteriol daripada vena. Minoksidil lebih kuat dan kerjanya lebih lama
dibanding hidralazin. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien
hipertensi dengan PJK, edema paru, dan hipertensi dengan
koarktasio aorta.
Natrium Nitroprussid
Obat ini merupakan vasodilator yang kerjanya paling cepat dan
efektif untuk mengatasi hipertensi emergency. Obat ini merupakan
donor NO yang bekerja dengan mengaktifkan guanilat siklase dan
meningkatkan konversi GTP menjadi GMP-siklik pada otot polos
pembuluh darah. Selanjutnya terjadi penurunan kalsium intrasel
dengan efek akhir vasodilatasi arteriol dan venula. Pemberian
natrium nitroprusid harus dengan hati-hati karena dapat terjadi
hipotensi berlebihan dan pada dosis tinggi dapat terjadi efek toksik
akibat konversi nitropusid menjadi sianida dan tiosianat.
Setelah tekanan darah tercapai, pengobatan harus dilanjutkan dengan tetap
memperhatikan efek samping dan komplikasi hipertensi. Pasien perlu diedukasi
bahwa terapi antihipertensi bersifat jangka panjang (seumur hidup) dan terus
dievaluasi secara berkala.
Kriteria rujukan pasien hipertensi adalah pasien yang telah diterapi menurut
algoritma dan tidak mencapai tekanan darah target, dan pasien hipertensi dengan
penyulit dan membutuhkan konsultasi klinis tambahan.
Pasien hipertensi ≥ 18
E. KOMPLIKASI
Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain :
Serebrovaskular: stroke, transient ischemic attack, demensia vascular;
Mata: retinopati hipertensif;
Kardiovaskular: penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi ventrikel
kiri, penyakit jantung koroner;
Ginjal: nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis;
Arteri perifer: klaudikasio intermitten
KRISIS HIPERTENSI
A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI
1. Hipertensi urgensi
Tekanan darah sistolik > 180 mmHg ATAU diastolik >120 mmHg tanpa
disertai jejas organ target. Pada pasien dengan tekanan darah melebihi range
hipertensi stage II bisa ditemukan nyeri kepala hebat, sesak napas, epistaksis,
dan ansietas berat. Gejala tersebut muncul terutama pada pasien hipertensi yang
tidak mendapatkan pengobatan antihipertensi atau tidak mendapatkan
pengobatan antihipertensi yang adekuat, seringkali pasien tidak menunjukkan
adanya jejas organ target.
2. Hipertensi emergensi
Tekanan darah sistolik > 180 mmHg ATAU diastolik > 120 mmHg disertai jejas
organ target yang progresif. Beberapa organ target pada hipertensi krisis yang
harus diwaspadai, antara lain :
Neurologi : ensefalopati hipertensi, stroke iskemik / hemoragik, papil edem,
perdarahan intrakranial;
Jantung : sindrom koroner akut, edema paru, diseksi aorta, gagal jantung
akut;
Ginjal : proteinuria, hematuria, gangguan ginjal akut;
Preeklamsia / eklamsia, anemia hemolitik, dan lain-lain.
B. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi krisis hipertensi hingga saat ini masih belum diketahui dengan
jelas. Diperkirakan, krisis hipertensi diakibatkan kegagalan fungsi autoregulasi dan
peningkatan resistensi vascular sistemik yang mendadak dan cepat. Peningkatan
tekanan darah menyebabkan stres mekanik dan jejas endotel sehingga permeabilitas
pembuluh darah meningkat. Hal tersebut juga memicu kaskade koagulasi dan deposisi
fibrin. Hal tersebut menyebabkan iskemia serta hipoperfusi organ yang menyebabkan
gangguan fungsi. Siklus tersebut berlangsung dalam sebuah lingkaran yang
berkelanjutan sehingga disfungsi organ target bersifat progresif (semakin berat).
C. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Riwayat hipertensi dan pengobatan hipertensi sebelumnya. Riwayat
konsumsi agen-agen vasopresor seperti simpatomimetik. Gejala organ
target yang dirasakan (serebrovaskular, jantung, dan fungsi penglihatan).
2. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah: tekanan darah sistolik > 180 mmHg, tekanan darah
diastolik > 120 mmHg;
b. Funduskopi: spasme arteri segmental atau difus, edema retina,
perdarahan retina (superfisial, berbentuk api, atau titik), eksudat retina,
papilledema, vena membesar;
c. Pemeriksaan neurologis: sakit kepala, bingung, kehilangan penglihatan,
deficit fokal neurologis, kejang, koma;
d. Status kardiopulmoner;
e. Pemeriksaan cairan tubuh: oliguria pada gangguan ginjal akut;
f. Pemeriksaan denyut nadi perifer
3. Pemeriksaan penunjang
a. Hematokrit dan apusan darah;
b. Urinalisis: proteinuria, eritrosit pada urine;
c. Kimia darah: peningkatan kreatinin, azotemia (ureum > 200 mg/dL),
glukosa, elektrolit;
d. Elektrokardiografi: adanya iskemia, hipetrofi ventrikel kiri;
e. Foto toraks (jika ada kecurigaan gagal jantung atau diseksi aorta)
D. TATALAKSANA
1. Hipertensi Urgensi
Penurunan tekanan darah dilakukan dalam beberapa jam dengan target
tekanan darah normal dalam waktu 1-2 hari menggunakan antihipertensi
oral. Setelah tekanan darah mencapai normal. Lakukan :
Identifikasi penyebab hipertensi urgensi;
Pemberian regimen antihipertensi dalam jangka panjang untuk
control tekanan darah.
Klonidin 75-150 µg 30 menit – 2 jam 6-8 jam Dapat diulang setiap jam
2. Hipertensi Emergensi
Target terapi ialah penurunan mean arterial pressure (MAP) < 25% semula
dalam waktu kurang dari 1 jam dengan agen parenteral. Setelah stabil, dalam
2 – 6 jam turunkan tekanan darah diastol hingga mencapai 160/110-100
mmHg. Jika masih tetap stabil, turunkan tekanan darah hingga sesuai target
dalam 24-48 jam. Penurunan tekanan darah mendadak dapat menyebabkan
iskemia organ target. Khusus pada diseksi aorta tanpa syok, target tekanan
darah sistolik 120 mmHg harus dicapai dalam 20 menit. Penurunan dan
pemantauan tekanan darah sebaiknya dilakukan di intensive care unit (ICU).
Tabel 3. Jenis, Profil, dan Indikasi Organ Target Antihipertensi Parenteral
pada Hipertensi Emergensi
Obat Dosis Awitan Durasi Efek Samping Indikasi organ
Kerja Kerja target
Nyeri kepala,
muntah,
Nitrogliserin 5-100 2-5 menit 5-10 methemoglobinemia, EPA, SKA
µg/menit menit efek toleransi bila
digunakan jangka
panjang
0,3 µg/
KgBB/ jam Pusing, mulut
dalam 250 kering, hipotensi
Klonidin* cc D5%. 5-10 3-7 jam ortostatik, efek Semua organ
Dosis max menit withdrawal target
750 µg/24
jam
0,25-10 µg/ Mual, muntah, kedut
Nitroprusid** KgBB/ Sangat 1-2 menit otot, refleks Diseksi aorta,
menit cepat takikardia, toksisitas EH
sianida
20-80 mg Diseksi aorta,
IV bolus Mual, muntah, SKA,
setiap 10 bronkokonstriksi, eklamsia,
Labetalol menit 5-10 3-6 jam pusing, hipotensi stroke,
HCl*** dan/atau menit ortostatik, gagal perdarahan
0,5-2 jantung, blok nodus intracranial,
mg/menit AV EH dengan
IV infus gangguan
fungsi ginjal
*** Pada diseksi aorta dapat dikombinasikan dengan vasodilator intravena lainnya
DAFTAR PUSTAKA
1. Ashley EA, Niebauer J. Cardiology Explained. London: Remedica; 2004. Chapter
6, Hypertension. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2217/
(diakses 14 Maret 2016)
2. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler
J, dkk. 2014. Evidence-based guidelines for the management of high blood pressure
in adults: Report from the panel members appointed to the Eight Joint National
Committee (JNC8). JAMA. 2013
3. Nafrialdi. Antihipertensi. Dalam : Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi edisi ke-
5. 2008. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.h.364-50.
4. Tanto C dan Hustrini NM. Hipertensi, dalam : Kapita Selekta Kedokteran II Edisi
IV. 2014. Jakarta : Media Aesculapius. h.635-639.
5. Tanto C dan Hustrini NM. Krisis Hipertensi, dalam : Kapita Selekta Kedokteran II
Edisi IV. 2014. Jakarta : Media Aesculapius. h.642-644.