Anda di halaman 1dari 36

CEDERA KEPALA

DR. ADELINE
FASILITATOR :
DR. JUSTINUS SP AN
DEFINISI
Berdasarkan pedoman dari National Institute for Health and Care Excellence
(NICE) Inggris, trauma kepala didefinisikan sebagai trauma apa pun yang
mengenai kepala, yang bukan merupakan trauma superfisial pada wajah.

EPIDEMIOLOGI
• Cedera kepala merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian.
• Di AS, ~ 10% kematian disebabkan karena trauma, dan setengah dari total kematian
akibat trauma berhubungan dengan otak.
• Kasus cedera kepala terjadi setiap 7 detik dan kematian akibat cedera kepala terjadi
setiap 5 menit.
• Angka kejadian tertinggi adalah pada dewasa muda (15-24 tahun)
• Angka kejadian pada laki-laki 3 - 4 kali lebih sering dibandingkan wanita.
• Penyebab cedera kepala di Indonesia mayoritas karena kecelakaan lalu lintas
ETIOLOGI

Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu :


1. Trauma Primer, terjadi akibat trauma pada kepala secara langsung
maupun tidak langsung (akselerasi dan deselerasi).
2. Trauma Sekunder, terjadi akibat trauma saraf (melalui akson) yang
meluas, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi
sistemik
PATOGENESIS

CEDERA OTAK PRIMER Cedera otak primer menunjuk kepada kejadian yang tak terhindarkan
dan disertai kerusakan parenkim yang terjadi sesaat setelah terjadi
trauma.

Cedera ini dapat berasal


kekuatan ini
dari berbagai bentuk
menyebabkan tekanan
kekuatan seperti kerusakan fokal,
pada tulang tengkorak
akselerasi, rotasi, multifokal maupun difus
yang dapat
kompresi, dan distensi pada otak
mempengaruhi neuron,
sebagai akibat dari proses
glia, dan pembuluh darah
akselerasi dan deselerasi

• Cedera pada parenkim dapat berupa kontusio, laserasi, ataupun diffuse axonal injury (DAI)
• Cedera pada pembuluh darah otak dapat berupa perdarahan epidural, subdural, subaraknoid,
dan intraserebral yang dapat dilihat pada CT-scan
CEDERA OTAK SEKUNDER Cedera otak sekunder menunjuk kepada keadaan dimana
kerusakan pada otak dapat dihindari setelah proses trauma.

• Cedera otak sekunder merupakan lanjutan dari cedera otak primer. Hal ini dapat terjadi akibat
adanya reaksi peradangan, biokimia, pengaruh neurotransmitter, gangguan autoregulasi, neuro-
apoptosis, dan inokulasi bakteri.
• Faktor yang mempengaruhi cedera otak sekunder

• hematoma intrakranial, iskemik otak akibat penurunan


Faktor intrakranial perfusi ke jaringan di otak, herniasi, penurunan tekanan
(lokal) arterial otak, tekanan intrakranial yang meningkat, demam,
vasospasm, infeksi, dan kejang

• hipoksemia, hipotensi, hiperkapnia, hipokapnia, hipertermi,


Faktor ekstrakranial
hiperglikemi dan hipoglikemi, hiponatremi serta
(sistemik)
hipoproteinemia
KLASIFIKASI

GCS POST RESUSITASI


• CEDERA RINGAN : 14-15
• CEDERA SEDANG : 9-13
• CEDERA BERAT : 3-8
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
• Identitas pasien: Nama, Umur, Sex, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat
• Keluhan utama
• Mekanisma trauma
• Waktu dan perjalanan trauma
• Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
• Amnesia retrograde atau antegrade
• Keluhan : Nyeri kepala seberapa berat, penurunan kesadaran, kejang, vertigo
• Riwayat mabuk, alkohol, narkotika, pasca operasi kepala
• Penyakit penyerta : epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala, hipertensi dan
diabetes melitus, serta gangguan faal pembekuan darah
PEMERIKSAAN FISIK
• Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
• Lihat dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki
• Per organ B1-B6 (breath, blood, brain, bowel, bladder, bone)

PEMERIKSAAN KEPALA PEMERIKSAAN LEHER DAN TULANG BELAKANG

• Jejas di kepala • Mencari tanda cedera tulang servikal, tulang


• Tanda patah basis cranii belakang dan medula spinalis
• Tanda patah tulang wajah • Meliputi:
• Tanda trauma mata • Mencari jejas
• Auskultasi arteri karotis • Deformitas
• Status motorik
• Status sensorik
• Status autonomik
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Nilai GCS setelah stabilisasi GCS

GCS 14-15 : Cedera otak ringan


GCS 9-13 : Cedera otak sedang
GCS 3-8 : Cedera otak berat

• Saraf kranial • Funduskopi


• Saraf II-III • Motoris dan sensoris
• Lesi saraf VII perifer • autonomis
PEMERIKSAAN FOTO POLOS KEPALA
Indikasi:
• Kehilangan kesadaran, amnesia
• Nyeri kepala menetap
• Gejala neurologis fokal
• Jejas pada kulit kepala
• Kecurigaan luka tembus
• Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
• Deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba
• Kesulitan dalam penilaian klinis : mabuk, intoksikasi obat, epilepsi, anak
• Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai resiko
: benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras, pasien usia >
50 tahun.
PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA
Indikasi:
• GCS< 13 setelah resusitasi.
• Deteorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis,
kejang.
• Nyeri kepala, muntah yang menetap
• Terdapat tanda fokal neurologis
• Terdapat tanda Fraktur, atau kecurigaan fraktur
• Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
• Evaluasi pasca operasi
• pasien multitrauma (trauma signifikan lebih dari 1 organ)
• Indikasi sosial
DIAGNOSIS BANDING
MEKANISME TRAUMA
ED SD ICH
• Trauma • Trauma dan • Trauma dan
H tumpul H non trauma non trauma
• Jatuh dari • Karena
ketinggian akselerasi • Non trauma:
• Bukan dan hipertensi,
karena deselerasi konsumsi
akselerasi • Karena antikoagulan
atau pergerakan nekrosis
pergerakan tiba-tiba hemoragik
kepala akibat jatuh dll
atau
benturan
• Dapat terjadi
spontan
CT SCAN

ED SD ICH
H• Di antara H • Di bawah • Di
duramater duramater parenkim
dan dan di atas otak
kranium otak • Tidak
• Bentuk • Bentuk kontak
bikonveks cresent dengan
• Hematoma • Tidak permukaan
terbatas otak
tidak
melewati dengan • Ukuran 2
garis sutura garis sutura cm atau
• Midline lebih
• Midline
shift • multifokal
shift
GAMBARAN KLINIS

ED SD ICH
H• Laserasi
kepala
kulit H • Penurunan
kesadaran
• Penurunan
kesadaran
• Cephal • Sakit kepala • Mual muntah
hematoma • Kehilangan • Sakit kepala
• Penurunan keseimbangan • Kejang
kesadaran • Kehilangan • Defisit
• Ada lucid memori neurologis
interval • Perubahan fokal
• Cushing triad kepribadian
• Afasia
• Kejang
• Hemiparesa
• Muntah-
muntah
• Pupil anisokor
TATALAKSANA

1. Triage
2. Primary Survey
3. Resusitasi primary survey
4. Adjuncts to primary survey and resuscitation
5. Secondary survey
6. Adjuncts to the secondary survey
7. Continued postresuscitation monitoring and reevaluation
8. Definitive Care
TRIAGE

Triage adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
tersedia dengan prioritas ABC:
• Airway (dengan kontrol vertebra servikal)
• Breathing,
• dan Circulation (dengan kontrol perdarahan).

Triage juga berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan dan rumah sakit yang akan dirujuk,
yang merupakan tanggung jawab bagi tenaga pra-rumah sakit.
Dua jenis keadaan triage yang dapat terjadi:
a. Multiple Casualties
b. Mass Casualties
PRIMARY SURVEY

AIRWAY DAN RESTRIKSI SERVIKAL

Nilai :
• Obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh benda asing
• Fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.

Managemen airway harus melindungi vertebra servikal, dimulai dengan : chin lift atau jaw trust
tanpa ekstensi, fleksi atau rotasi terhadap leher

Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap jalan nafas bersih.

Definitive airway diindikasikan pada gangguan kesadaran GCS ≤ 8


BREATHING

• Look, Listen, and Feel


• Lihat keadaan pasien/:
• Berkeringat
• Sianosis sentral
• Penggunaan otot bantu napas
• dan pernapasan abdominal
• letak trakea.
• Kemudian, hitung frekuensi napas (normal: 12-20x/menit).
• Nilai juga kedalaman dan kualitas napas
• Ketinggalan bernapas pada salah satu lapangan paru
• Deformitas pada dinding dada (memperberat usaha bernapas)
• Tekanan vena jugularis yang meningkat (mengindikasikan asma akut berat atau pneumothoraks ventil),
• Distensi abdomen (membatasi gerakan diafragma).
• Perkusi dan auskultasi setiap segmen dinding dada.
Jika ada kesulitan usaha bernapas, bantu dengan kantong ventilasi.
CIRCULATION

VOLUME DARAH DAN CARDIAC OUTPUT

Nilai:
a. Tingkat kesadaran
b. Warna kulit
c. Nadi
PERDARAHAN

• Hentikan perdarahan (eksternal dengan penekanan, internal dengan hemostat)


• Lihat dan tandai lokasi pendarahan
• Nilai akral
• Ukur CRT
• Ukur tekanan darah dan denyut nadi (nadi sentral maupun perifer).
• Nilai nadi (tekanan, regularitas, volume)
• Auskultasi jantung untuk melihat apakah ada kelainan pada jantung.
Terapi resusitasi: cairan kristaloid hangat secara bolus (500 mL, habis dalam 15
menit).
Nilai tiap 5 menit. Kemudian, jika ada EKG dan monitor, pasang dan nilai kualitas
EKG-nya.
DISABILITY

• Penilaian kesadaran metode AVPU: Alert, Verbal, Pain, Unresponsive


• Atau GCS (Glasgow Coma Scale) dapat digunakan (dari Eye, Verbal, dan Movement).
• Nilai diameter pupil mata, refleks cahaya direk maupun indirek
• Ukur gula darah sewaktu untuk menilai kondisi glikemik pasien.
• Jika pasien tidak sadar, pastikan Airway stabil untuk mencegah aspirasi.

Derajat cedera kepala berdasarkan GCS: 


GCS : 14-15 = CKR (cedera kepala ringan)
GCS : 9-13   = CKS  (cedera kepala sedang)
GCS : 3-8     = CKB (cedera kepala berat)
EXPOSURE

• Evaluasi pasien dengan membuka keseluruhan pakaiannya


• Beri selimut hangat, berada di ruangan hangat
• Beri cairan intra-vena yang sudah dihangatkan agar tidak kedinginan.
• Nilai suhu pasien
• Transpor pasien secara langsung ke IGD RS yang mempunyai fasilitas lanjutan
RESUSCITATION

Resusitasi yang agresif dan pengelolaan cepat pada yang mengancam


nyawa merupakan hal yang mutlak bila ingin penderita tetap hidup.
ADJUNCT TO PRIMARY SURVEY AND RESUSCITATION

a. Monitor EKG
b. Kateter urin dan lambung
c. Kateter uretra
d. Kateter lambung
e. Monitor
f. Pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan tambahan lainnya
SECONDARY SURVEY

Survei sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe examination), termasuk
re-evaluasi pemeriksaan tanda vital.

ANAMNESIS

Setiap pemeriksaan lengkap memerlukan anamnesis


mengenai riwayat perlukaan, biasanya alloanamnesis.
Patut ditanyakan riwayat AMPLE:
A : Alergi
M: Medikasi (obat yang diminumsaatini)
P : Past Illness (penyakitpenyerta) / Pregnancy
L : Last meal
E :Even / Environment yang berhubungan dengan
kejadian perlukaan
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
1. Kepala
2. Maksilo-fasial
3. Vertebra servikalis dan leher
4. Toraks
5. Abdomen
6. Perineum/rektum/vagina
7. Muskulo-skeletal
8. Neurologis
ADJUNCT TO SECONDARY SURVEY

Dalam melakukan secondary survey, dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik


yang lebih spesifik seperti misalnya foto tambahan dari tulang belakang serta
ekstremitas, CT-Scan kepala, dada, abdomen dan spine, urografi dan angiografi,
USG transesofageal, bronkoskopi, esofagoskopi dan prosedur diagnostik lain.

Semua prosedur diatas jangan dilakukan sebelum hemodinamik penderita


stabil dan telah diperiksa secara teliti.
CONTINUED POSTRESUSCITATION MONITORING AND REEVALUATION

• Evaluasi ulang secara terus menerus tingkat kesadaran

• Monitoring tanda vital dan produksi urin sangat penting.

• Penanganan rasa nyeri

DEFINITIVE CARE
Untuk keputusan merujuk penderita dapat dipakai Interhospital Triage Criteria.
Kriteria ini memakai data fisiologis penderita, cedera anatomis, mekanisme perlukaan,
penyakit penyerta serta faktor – faktor yang dapat mempengaruhi prognosis. Setelah
keputusan merujuk diambil, harus dipilih rumah sakit terdekat yang cocok untuk
penanganan pasien.
PENATALAKSANAAN DI RUMAH SAKIT

Pada saat menerima pasien di RS, hal pertama yang perlu dilakukan adalah:
 Menilai ABCDE sekaligus tatalaksana
 Pasien dengan GCS <8 harus diberi tatalaksana jalan napas dan resusitasi segera.
 Penatalaksanaan nyeri (mencegah peningkatan TIK dan terjadinya kejang)
 Terapi ventilasi pada pasien dengan trauma otak sangatlah diperlukan karena
berisiko aspirasi paru ataupun gangguan usaha respirasi.
 Terapi hipotermia
CT SCAN

• CT Scan direkomendasikan pada pasien trauma dalam 1 jam pertama dengan indikasi:
- GCS <13 pada penilaian awal di IGD.
- GCS <15 pada 2 jam setelah penilaian awal di IGD.
- Kecurigaan fraktur tengkorak terbuka atau depresi.
- Terdapat tanda fraktur basis kranii
(hemotimpanum, mata ‘panda’ atau ‘rakun’, bocornya cairan serebrospinal dari telinga atau hidung,
tanda Battle).
- Kejang post-trauma.
- Defisit neurologis fokal.
- Lebih dari satu episode muntah.
KONSUL BEDAH SARAF

Setelah dilakukan penanganan awal pada pasien, pasien biasa dirujuk ke bedah
saraf apabila ditemui:
 CT Scan kepala abnormal
 Koma yang menetap (GCS <8) setelah resusitasi awal.
 Kondisi kebingungan yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari 4 jam.
 Defisit neurologis fokal progresif.
 Kejang tanpa pemulihan total.
 Terdapat trauma penetrasi
 Kebocoran cairan serebrospinal.
INDIKASI INTUBASI DAN
VENTILASI
Setelah dilakukan penilaian lanjut dan pasien akan dilakukan operasi, maka sebaiknya
dilakukan intubasi dan ventilasi segera pada keadaan berikut:

 GCS <8.
 Hilangnya refleks laring.
 Insufisiensi ventilasi (AGDA: PaO2< 100 mmHg dengan terapi oksigen) atau

hiperkarbia (PaCO2> 45 mmHg).

 Hiperventilasi spontan yang menyebabkan PaCO2< 30 mmHg.


 Pola pernapasan ireguler.
 Tingkat kesadaran menurun drastis (>1 pada skor motorik), meskipun tidak koma.
 Pendarahan yang banyak pada rongga mulut (cth, fraktur basis kranii).
 Kejang.
TERAPI BEDAH SARAF

Kraniektomi dekompresi

Sebaiknya <4 jam sejak kejadian dengan cara mengeluarkan sebagian dari tulang
tengkorak, sehingga otak dapat mengembang dan menurunkan TIK. Terapi ini biasanya
dilakukan ketika terapi konservatif lainnya gagal menurunkan TIK.

Setelah pembedahan pasien dirawat di ICU berkualitas tinggi.

Terapi suportif yang bisa dilakukan untuk pasien antara lain:

 menggerakkan kepala pasien secara rutin


 menjaga kebersihan mata, mulut, dan kulit
 regimen nutrisi untuk mencapai angka kecukupan gizi
 fisioterapi
KOMPLIKASI

• Epilepsi pasca trauma

• Sakit kepala pascatrauma

• Gangguan pergerakan pasca trauma

• Gangguan kejiwaan pasca trauma


PROGNOSIS
Cedera kepala dapat menyebabkan kematian, kondisi vegetatif, pemulihan sebagian, atau kembali
bekerja penuh.
Faktor prognostik yang paling penting mungkin adalah:
• Usia
• mekanisme cedera
• skor GCS pasca-resusitasi
• reaktivitas pupil pasca-resusitasi
• tekanan darah post-resusitasi
• tekanan intracranial
• durasi amnesia atau kebingungan pasca-trauma
• keseimbangan duduk
• dan patologi intrakranial yang diidentifikasi pada neuroimaging.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai