Anda di halaman 1dari 83

TRAUMA KEPALA

GRESIK EMERGENCY UPDATE


24 AGUSTUS 2019
Neurosurgery began with
the treatment of head injuries

Bryan Jennett
Definisi :
Cidera Kepala (Head Injury)
Physical injuries to the skull, facial fractures or
soft tissue damage to the face or head
“without” neurological consequences
Cidera Otak (Brain Injury)
Physical injuries to the face or head or others
with “neurological” consequences

Alex B. Valad, Raj Narayan


Cedera Otak Traumatik
• Cdera pada kepala atau wajah akibat trauma yang
bermanifestasi sebagai kelainan neurologis
– Penurunan kesadaran
– Tanda neurologis fokal
– Kejang
– Tanda peningkatan tekanan intrakranial
EPIDEMIOLOGI CEDERA OTAK
• 939 kasus/100.000 populasi
– 80% COR
– 13% COS
– 7% COB
• Laki-laki : wanita 2:1
• Puncak usia di bawah 5 tahun, dewasa muda (15-24 tahun), di atas
65 tahun
– Penyebab tersering pada kelompok anak dan geriatri jatuh
– Penyebab tersering pada kelompok dewasa muda  Road
Traffic Accidents
– Penyebab lain  kecelakaan kerja, kekerasan,
Problem Cedera Otak
1. Mortalitas-morbiditas tinggi
– Mortality rate 14-30/100.000 per tahun
– 70% accidental deaths
2. 10-40% more common persisting disability than
spinal cord injury Pada usia produktif
– RS Dr.Soetomo: Rata-rata usia 15-25 th
3. Resusitasi awal tak adequad
4. Memerlukan diagnosa - terapi cepat tepat
5. Proses rehabilitasi lama
6. Biaya mahal (di era BPJS sekarang ini → kendali
biaya dan kendali mutu )
Mortalitas-Morbiditas Cedera Otak

• Trauma → penyebab utama kematian :


Pada populasi < 45 tahun, nomor 4 pada seluruh
populasi.
• >50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan
kecelakaan kendaraan bermotor.
• Setiap tahun yang mengalami cedera kepala > 2 juta
orang, 75.000 orang di antaranya meninggal dunia
• > 100.000 orang yang selamat akan
mengalami disabilitas permanen (Suara
Merdeka online, 2007)
• Data dari kepolisian yang ada di depkes 2018,
setiap jam diperkiran ada 3 orang meninggal
akibat kecelakaan lalu lintas.
Patofisiologi Cedera Otak
• Trauma  penghantaran gaya ke
dalam cavum cranii
– Rotasi
– Akseleras-Deselerasi
– Penetrasi langsung
• Penghantaran gaya menyebabkan
peregangan struktur neural &
vascular
– Kerusakan struktur neural  laserasi,
axonal injury
– Kerusakan struktur vascular 
perdarahan/ hematoma intrakranial
Klasifikasi Cedera Otak
Mild (GCS: 14-15)

Severity Moderate (GCS: 9-13)

Severe (GCS: 3-8)


Cedera Otak Ringan: Pasien sadar dan orientasi baik (GCS 14-15)
Cedera Otak Sedang: Pasien bingung /somnolen tapi masih mampu mengikuti
perintah sederhana ( GCS : 9 – 13 )
Cedera Otak Berat: Pasien tak mampu mengikuti perintah sederhana (GCS : 3-8)
Patofisiologi: Cedera Otak Primer & Sekunder

• Cedera otak primer terjadi segera/ sesaat akibat gaya yang menyebabkan
deformitas jaringan
– Laserasi, contusion, hematom intrakranial
• Cedera otak sekunder : terjadi dalam beberapa menit, jam, hingga hari
akibat komplikasi dari cidera otak primer yang tidak tertangani (misalnya
akibat hipoksia, hipotensi, peningkatan TIK), berupa
– Hematoma intrakranial sekunder
– Edema sereberi
– Herniasi otak
• Penanganan pasien cidera otak difokuskan pada pencegahan cedera otak
sekunder
Cedera Otak Primer Cedera Otak Sekunder
(COP) (COS)

Complex Cellular Alteration :


Inflammation
Neurochemical
Metabolic

Insult Systemic Insult Intracranial


• Systemic Secondary • Intracranial Secondary
Insult Insult
– Hypoxemia – ICP ↑
– Hypotension • Brain herniation
– Hypercapnea • Mass lesion : EDH, SDH,
– Hypocapnea ICH
– Hyperthermia • Edema
– Hyperglycemia • Hydrocephalus

– Hypoglycemia – Vasospasme
– Hyponatremia – Seizures
– Infection
– Hypoxic – Ischemic
Cedera Otak Sekunder
• Diffuse
– Diffuse hipoxic – ischemic damage
– Diffuse brain swelling
• Focal
– Focal hipoxic – ischemic injury
– Focal brain swelling
Komplikasi Cedera Otak
1. Hematoma Intrakranial
• a1→ Epidural Hematoma
• a2 → Subdural Hematoma
• a3 → Subarachnoid Hematoma
• b1 → Intracerebral Hematoma
• b2 →Intraventrikel Hematoma
Komplikasi Cedera Otak
2. Fraktur Kalvaria
• c →Fraktur Impresi
• Fraktur linier
• Fraktur diastasis

3 Fraktur Basis Cranii


Komplikasi Cedera Otak
KOMPETENSI DOKTER INDONESIA
• Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia
• Konsil Kedokteran Indonesia 2012 :
– Perdarahan Intraserebral→3B
– Perdarahan Subarachnoid→3B
– Perdarahan Epidural→2
– Perdarahan Subdural→2
KOMPETENSI DOKTER INDONESIA
• Tingkat Kemampuan 2 : mendiagnosis dan
merujuk

• Tingkat Kemampuan 3 : mendiagnosis,


melakukan penatalaksanaan awal dan
merujuk Gawat darurat
Hematoma Epidural
• Dari sadar
• Cepat koma →CT scan
• Bila tidak ada CT scan SEGERA rujuk
ke RS terdekat yg ada CT Scan dan
spesialis bedah saraf
Definisi

• Hematoma epidural
(disebut juga ekstradural)
adalah akumulasi darah di
dalam rongga epidural
– Rongga epidural – antara
duramater dengan tabula
interna kranium
EPIDEMIOLOGI
• EDH terjadi pada 14-35% pasien dengan cedera otak
berat
• Lebih banyak terjadi pada pasien dewasa muda
daripada usia lanjut
– Pada pasien di bawah usia 20 tahun, hematoma
ekstradural terjadi pada sekitar 2/3 dari seluruh
kejadian hematoma intracranial traumatik2
– pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun,
hanya menyusun kurang dari 5% kejadian
hematoma intrakranial traumatik2
• Usia rata-rata penderita EDH adalah 20-30 tahun11
• Pada populasi pediatri, usia rata-rata pasien adalah 6-
10 tahun11
ANATOMI

 Skull
 Tabula eksterna
 Tabula interna
 Duramater
 Peiosteal
 Meningeal
 Arachnoid
 Piamater
PATOFISIOLOGI

• Fraktur tulang di permukaan hematoma terjadi pada


hampir sebagian besar pasien dewasa (95%) maupun
anak (75%).
• Sumber perdarahan
– middle meningeal artery atau cabangnya
– vena diploe
– sinus sagitalis superior
– sinus transversus
– arteri meningica posterior
SUMBER PERDARAHAN
PATOFISIOLOGI
• Pembesaran hematoma
menyebabkan lesi desak
ruang dalam kranium yang
tertutup
• Pada EDH temporal
bagian medial lobus
mengalami herniasi di
bawah tepi tentorium
– Tekanan pada nervus
III  dilatasi pupil
ipsilateral
– Tekanan pada traktus
pramidalis 
hemiparese
– Penekanan pada
medulla oblongata 
penurunan kesadaran
Manifestasi Klinis

• Mode of Injury  pada umumnya trauma dgn high


risk mechanism (tetapi dapat juga terjadi pada cidera
trivial)
• Penurunan kesadaran
– Bisa tidak ada penurunan kesadaran, penurunan kesadaran
sebentar, atau sejak kejadian tidak sadar sama sekali
• Gambaran klasik Lucid Interval (14-21% kasus):
pasien mengalami penurunan kesadaran inisial 
perbaikan kesadaran  perburukan neurologis
Manifestasi Klinis

• Tanda peningkatan TIK


– Nyeri kepala
– Muntah
– Dilatasi pupil ipsilateral  bilateral
– Hemiparesis
– Kelainan tanda vital: hipertensi, bradikardi, bradipneu
(Cishing’s Respons)
Pemeriksaan Penunjang

• Skull x-ray  tidak tampak • Yang penting untuk


lesi intrakranial diperhatikan
• CT Scan kepala tanpa – Ketebalan
kontras – Volume
– Lesi hiperdens – Midline shift
bikonveks/ellips
– Midline shift
– Dengan atau tanpa lesi
intrakranial lainnya
– Pada umumnya berupa
lesi coup
– tidak melewati sutura
Volume EDH

(A x B x C) /2
• A : diameter terpanjang dari
hematoma pada slice CT dengan
area hematoma terbesar (garis
merah)
• B: diameter ketebalan terpanjang
yang tegak lurus dengan A (garis
biru)
• C : perkalian dari jumlah slice yang
terdampak dan ketebalan slice
Tatalaksana
• Manajemen operatif/ non-operatif,
tergantung pada
– Volume EDH
– Ketebalan EDH
– Midline shift
– GCS
Tatalaksana Operatif EDH
• Indikasi pembedahan :
– Pasien EDH tanpa melihat GCS dengan volume > 30 cc, atau ketebalan
> 15 mm, atau pergeseran midline > 5 mm, atau
– Pasien EDH akut (GCS <9) dan pupil anisokor
• Waktu :
– Pasien EDH akut dengan koma (GCS < 9) dan pupil anisokor dilakukan
cito pembedahan atau evakuasi
• Metode :
– Belum ada data yang cukup untuk mendukung satu metode
pembedahan, craniotomy memberikan kemungkinan evakuasi yang
lebih baik

Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim
Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
TATALAKSANA NON-OPERATIF
• Pasien EDH dengan volume <30 cc, ketebalan <15 mm,
pergeseran midline <5 mm, GCS>8, yang tidak disertai
tanda fokal neurologis dapat dilakukan manajemen non
operatif yang agresif
– CT Scan kepala evaluasi pada pasien non operatif dilakukan
6-8 jam setelah trauma
– Rawat inap dengan observasi ketat
– Manajemen TIK, medikamentosa, pemberian cairan &
nutrisi adekuat
– Apabila ada tanda perburukan neurologis dapat dilakukan
pemeriksaan CT dan tatalaksana operatif

Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim
Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Prognosis
• Sebelum era CT scan, mortalitas EDH  >30%
• Saat ini, mortalitas pasien EDH pada literatur secara
umum bervariasi antara 0-12%
• Faktor penentu prognosis adalah
– Waktu antara penurunan kesadaran dengan evakuasi
hematoma.
– GCS awal paska resusitasi
– Ada/tidaknya lesi intrakranial lain.
Prinsip Penanganan
“ little can be done about the primary
brain injury, but that a lot can be
done to minimize secondary brain
injury “

• Close observation
• Prompt diagnosis and treatment
Brain injury is ongoing process
Tekanan Intrakranial

• Cavum cranii merupakan


rongga tertutup yang
volumenya tidak mungkin
bertambah
• Peningkatan salah satu dari
ketiga komponen (brain, blood,
CSF) akan diikuti kompensasi
berupa penurunan komponen
lainnya untuk mempertahankan
tekanan intrakranial. Apabila
mekanisme kompensasi jenuh,
TIK meningkat secara
eksponensial herniasi
Tekanan Intrakranial
• CPP (cerebral perfusion pressure) = MAP
(mean arterial pressure) – ICP
• Mekanisme autoregulasi Apabila TIK
meningkat, MAP harus ditingkatkan untuk
mempertahankan CPP
– Hipertensi, bradikardia  Cushing’s
Response
Herniation
Goal of brain injury treatment

Treatment of Primary BI
Prevent of Secondary BI
To Make a Good Metabolism
Prompt Diagnosis and Treatment
Manajemen Awal Pasien Cedera Otak

• Primary Survey
– Airway  waspada sumbatan jalan nafas pada pasien COB
– Breathing  suplementasi oksigen bila perlu
– Circulation  hentikan perdarahan, resusitasi cairan, cegah
hipotensi & shock hipovolemik
– Disability periksa kesadaran, pupil
– Exposure/environmentcari jejas di lokasi lain, curiga
multitrauma
• Secondary Survey
– Complete history taking
– Pemeriksaan tubuh + neurologis lengkap
Secondary Survey
 Anamnesa
– Identitas penderita : Nama, Umur, Sex, Suku, Agama,
Pekerjaan, Alamat
– Mekanisma trauma
– Waktu trauma
– Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
– Amnesia retrograde atau antegrade
– Keluhan : Nyeri kepala seberapa berat, kejang, vertigo
– Riwayat mabuk, alkohol, narkotika
– Penyakit penyerta : epilepsi, jantung, asma, pernah
trepanasi
Pemeriksaan Fisik Umum
• Dari ujung rambut sampai dengan
ujung kaki
• Perorgan B1 – B6
• Jejas pada kepala
– laserasi scalp, hematoma
subkutan, luka tembus kepala,
fraktur kranium.
• Tanda fraktur basis kranii:
– CSF rhinorea, brill hematoma,
battle sign, dan bloody
otorhoe,
• Tanda patah tulang wajah
– fraktur maxilla (Lefort), fraktur
rima orbita dan fraktur
mandibula
Pemeriksaan Neurologis
• Kesadaran
– Pemeriksaan menggunakan Glasgow Coma Scale:
best eye, verbal, motoric response
– Grading cedera otak berdasarkan GCS pasca
resusitasi
• Ukuran pupil dan refleks cahaya  bandingkan
kanan-kiri
– Dilatasi pupil ipsilateral dapat terjadi pada lesi
desak ruang intrakranial
Pemeriksaan Neurologis
• Pemeriksaan motorik anggota gerak, sensoris dan
autonom  bandingkan kanan dan kiri, atas dan
bawah :

– Hemiparese kontralateral lesi dapat terjadi akibat


penekanan traktus piramidalis .
Pemeriksaan Radiologis
– Servikal AP/lateral, bila :
• Jejas di leher
• Nyeri di leher
• Mekanisme trauma (jatuh dari ketinggian, flexi extensi
leher dsb)
• Gejala neurologis kelainan spinal
• Pasien tidak sadar
– Photo kepala AP / Lat, bila
• Jejas di kepala dengan diameter > 5 cm
• Luka tusuk, clurit,tombak atau korpus alienum lain
• Fraktur terbuka
• Deformitas kepala
Pemeriksaan Radiologis
• CT Scan kepala tanpa kontras merupakan modalitas
terbaik pada kasus trauma kepala
– Cepat
– Dapat menggambarkan lesi intrakranial dengan
akurat
– Bone window dapat menggambarkan adanya
fraktur
• Kekurangan : di Indonesia tidak tersedia di semua
Rumah Sakit, secara sosio-ekonomik masih dianggap
mahal
Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim
Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Pemeriksaan Radiologis
• Indikasi pemeriksaan CT Scan kepala
– GCS< 13 setelah resusitasi.
– Deteriorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih,
hemiparesis, kejang.
– Nyeri kepala, muntah yang menetap
– Terdapat tanda fokal neurologis
– Terdapat tanda fraktur, atau kecurigaan fraktur
– Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
– Evaluasi pasca operasi
– Pasien multitrauma (trauma signifikan lebih dari 1 organ )
– Indikasi sosial
Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim
Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Observasi di IGD

 Setidaknya selama 2 jam


 dicatat setiap 15 menit
 Keadaan vital ( T, N, R, t )
 Keluhan
 Neurologis
 GCS
 Pupil
 Motorik
 Sensorik
Kriteria MRS (Masuk Rumah Sakit)

 Pernah tidak sadar


 GCS < 15
 Terdapat gejala neurologis fokal
(lateralisasi, kejang)
 GCS < 15 progresif neurologis menurun
 Keluhan menetap setelah diberi obat-
obatan
 Fraktur basis kranii
 Tak ada yang mengawasi di rumah
 Tempat tinggal diluar kota
 Mabuk, epilepsi, pernah operasi kepala
 Disertai penyakit lain yang berat
 Umur > 50 tahun
 Atas permintaan keluarga
Kriteria Penderita Boleh Pulang

 Sadar dan orientasi baik, tidak pernah


pingsan
 Tidak ada gejala neurologis fokal
 Keluhan berkurang, muntah atau nyeri
kepala hilang
 Tak ada fraktur kepala atau basis kranii
 Ada yang mengawasi di rumah
 Tempat tinggal dalam kota
 Peringatan di rumah, segera dibawa
ke IRD bila : (baca dalam lembar
peringatan)

 Muntah makin sering


 Nyeri kepala atau vertigo memberat
 Gelisah atau kesadaran menurun
 Kejang
Kriteria masuk ICU-NeICU

 GCS < 8
 GCS < 13
 GCS < 15 dengan lateralisasi
 GCS  15 dengan observasi ketat
 cidera kepala neurologis progresif menurun
Algoritma
Penderita

Penanganan IRD

Cidera Otak 1. Stabilisasi airway, breathing dan sirkulasi (ABC)


2. Anamnesis, fisik diagnostik

Ringan
3. Pemeriksaan radiologis, sesuai indikasi
4. Pemeriksaan radiologis, labolatoris DL + sesuai indikasi
5. Tx. Simtomatik + AB sesuai indikasi
6. Lapor jaga bedah saraf

OPERASI Observasi ketat 2 jam

Pulang dg. MRS di Cepat


pesan Intermediate memburuk
Ne ICU
( ROI )

Infus D5 0,9 NS 1,5 ml/kgBB/jam


1. Resusitasi + Rediagonosis
Puasa 6 jam
2. Lapor dokter Bedah saraf yang merawat
Obat simptomatik IV atau supp
Catat keadaan vital dan neurologis saat akan
R. Intermediate
dikirim ke ruangan
Serah terima penderita serta informasi
lengkap keadaan penderita
Perawatan COR di R. Intermediate

R. Perawatan

KRS
Tatalaksana Definitif Cedera Otak
• Tatalaksana definitive tergantung pada
– grading (cedera otak ringan/ sedang/berat)
– temuan patologi intrakranial yang mendasari : operatif/non-operatif

• Tatalaksana umum
– Manajemen tekanan intrakranial : Mannitol 20% - Dosis awal 1 gr/KgBB
diberikan dalam 20-30 menit secara drip cepat. Dosis lanjutan diberikan 6 jam
setelah dosis awal. Berikan 0,5 gr/KgBB drip cepat selama 20-30 menit jika
diperlukan.
– Medikamentosa & penanganan komplikasi
• Manajemen kejang
• Analgetik  nyeri dapat menyebabkan peningkatan TIK, harus ditangani
• PPI/H2 blocker  mengatasi stress ulcer
– Manajemen cairan & nutrisi yang adekuat
CIDERA OTAK RINGAN
• Kriteria pasien cedera kepala • Pasien cedera kepala yang pulang
dapat dipulangkan dengan pesan diberi lembar peringatan. Harap
: segera dibawa ke IRD bila :
• Sadar dan orientasi baik, tidak • Muntah makin sering
pernah pingsan • Nyeri kepala atau vertigo
• Tidak ada gejala neurologis memberat
• Keluhan berkurang, muntah atau • Gelisah atau kesadaran menurun
nyeri kepala hilang • Kejang
• Tak ada fraktur kepala atau basis • Kelumpuhan anggota gerak
kranii
• Ada yang mengawasi di rumah
• Tempat tinggal dalam kota

Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim
Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Close
Observation
OBSERVATION & MANAGEMENT
OLD WAYS

1. GCS 7. Restlessness
2. Neurologic Sign 8. Seizures
3. Vital Sign : BP, Pulse 9. Urinary
4. Position 10. Skin Care
5. Fluid 11. Drug / Medicine
6. Temperature 12. ICP Monitor
OBSERVATION & MANAGEMENT
NEW WAYS
1 Breathing Ventilation,difussion, distribution,
circulation, BGA, Assisted breathing, Oral
Higiene, upper & lower respiratory tract.

2 Blood Blood Preasure, Pulse,


perfusion(CRT/Acral), anemia, blood sugar
3 Brain-Head-Neck GCS, Neurologic sign, Position,
Temperature, Seizures, Ct-Scan, Eyes, ICP,
FBC, Sign cervical fracture.
4 Bladder Fluid Imbalance, Electrolyte Imbalance,
Micturation
5 Bowel Nutrition imbalance, SRMD, Defecation

6 Bone Fracture, Skin care, muscle

7 Medicine Treatment and monitor


BRAIN
Modified GCS
Score > 1th < 1th
Eye Opening Respons
4 Spontaneous Spontaneous
3 To verbal command To shout
2 To pain To pain
1 None none
Motor Response
6 Obey command Spontaneous
5 Localizes pain Localizes pain
4 Withdraw to pain Withdraw to pain
3 Flexion to pain Flexion to pain (decorticate)
(decorticate)
2 Extension to pain Extension to pain (decerebrate
(decerebrate
1 None None
Cont’
Score > 5th 2-5th 0-2th
Verbal Response
5 Oriented&convers Uses appropriate Babbles, coos
es words and phrases appropriately
4 Confused Inappropriate Cries, but consolable
conversation words
3 Inappropriate Cries or scream Cries or scream
word persitently to pain persitently to pain

2 Makes Grunts or moans Grunts or moans upon


incomprehensible upon pain pain
words
1 None None None
Outcome, tergantung

• Quality of early management


• Severity of primary brain injury
• Adequate referral policy
• Prompt diagnosis and treatment
• Rehabilitation
INDIKASI OPERASI

• Cidera Otak Tertutup, pertimbangan operasi


adalah :
– Klinis
• Deteriorasi Neurologis Progresive
• Tanda-tanda herniasi
• Tanda-tanda penekanan batang otak
• Masih terdapat reflex batang otak
– Radiologis, terdapat efek masa yang berarti,
yaitu :
• Deviasi garis tengah lebih dari 0,5 cm.
• Penekanan atau penyempitan sisterna basalis
• Pembuntuan aliran liquor atau kompresi batang
otak pada lesi di fossa posterior
– Fraktur impresi yang menimbulkan gejala
neurologis.
• Trauma Kepala Terbuka
ICU atau
Ne-ICU (Neurological Intensive Care)

 Adalah ruangan dengan perawatan


neurologis yang intensive meliputi :
 Monitor tanda vital dan neurologis yang ketat
 Monitor balance cairan
 Monitor tekanan intrakranial (ICP)
 Resusitasi cardiopulmoner
 Ventilator
 Tenaga intensive
Ruang intermediate

 Adalah ruang perawatan paska intensivem


meliputi pelayanan :
 Monitor pada vital dan neurologis ketat
 Monitor balance cairan
 Resusitasi
 Tenaga terlatih dan trampil
Ruang perawatan

 Yaitu perawatan untuk kelainan neurologis


dan bedah
Kasus
• An D/10 th datang ke IGD RSUD Ibnu Sina, rujukan dari RS 2
dengan diagnosis COR + vulnus appertum pedis dextra.
• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada hari Kamis (10
Januari 2019) malam pukul 20.00 di Jalan raya. Saat itu
pasien sedang dibonceng oleh ayahnya mengendarai
sepeda motor. Sepeda motor yang ditumpangi ditabrak oleh
sepeda motor lain dari belakang dan pasien terjatuh dari
motor.
• Pasca kejadian, pasien dibawa ke Puskesmas 1. Menurut
keluarga, pasien tidak sadar selama 5 menit setelah
kejadian, kemudian sadar kembali. Pasien mengeluh sakit
kepala dan sakit pada kaki kanannya yang terluka. Dari
Puskesmas 1, pasien langsung dirujuk ke RS 2.
Kasus
• Tiba di RS 2 pukul 20.30. Saat itu pasien sadar baik,
mengenali orang di sekitarnya. Tidak ada kejang,
tidak ada luka pada kepala, perdarahan dari hidung
maupun telinga. Sampai pukul 24.00 pasien muntah
sekitar 5x. Kesadaran pasien menurun sejak pukul
24.00, menurut ibu pasien, pasien tidur pulas dan
sulit dibangunkan. Pasien bisa bangun sekitar pukul
06.00, namun gelisah dan tidak bisa diajak
berkomunikasi.
• Pasien kemudian dirujuk ke RSUD Ibnu Sina dan
sampai di IGD hari Jumat, pukul 10.00 (11 Januari
2019).
TIMELINE

10/1/20 10/1/201 10/1/2019 11/1/2


Muntah 5x 10/1/201 11/1/2019
19 9 20.30 019
Nyeri 9 06.00
20.00 20.10 RS 2 10.00
kepala 24.00 RS 2
KLL PKM 1 Pasien IGD
RS 2 Bangun,
Tidak Pasien sadar baik Ibnu
Tidur, gelisah,
sadar 5 sadar Rawat VA Sina
muntah tidak
menit baik pedis GCS
(-) komunikatif
GCS 15 10
Pemeriksaan Fisik (11 Januari 2019)
• Keadaan umum : Lemah
• Kesadaran : GCS 3,2,5
• Tekanan Darah : 112/59 mmHg
• Nadi : 72x/ menit
• -Pernapasan : 20 x/menit
• Suhu : 36 oC
• BB : 25 kg
Pemeriksaan Fisik (11 Januari 2019)
Status Neurologis
• GCS : 3,2,5
• Kaku kuduk : -
• N. Cranialis
– II : Pupil bulat, anisokor 5mm/3mm, Refleks Cahaya +/+
– VII : Facial palsy -/-
– I, III, IV, V, VI, VIII,IX, X, XI, XII : tidak dievaluasi
• Motorik : Lateralisasi (–), Refleks fisiologis dalam batas
normal, Refleks patologis (-)
• Sensorik : Sulit dievaluasi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Kimia Klinik Serum


Darah lengkap
(11/01/2019) Elektrolit
(10/01/2019)
(11/01/2019)
• BUN : 12,1 mg/dl
• HGB :12,1 • Kalium : 3,5
g/dL • Kreatinin : 0,96 mmol/L
mg/dl
• MCV : 77 fL • Natrium : 144
• GDA : 147 mg/dl mmol/L
• MCH : 27 pg
• SGOT : 32,1 UL • Chlorida : 110
• MCHC : 35 g/dL
• SGPT : 39,4 UL mmol/L
• WBC : 14 x
103/uL • HbsAg : Negatif
• PLT : 251 x • HIV : Negatif
103/uL
Foto skull ap/lat (10/1/2019)
CT SCAN KEPALA
TANPA KONTRAS
(11 JANUARI
2019)
• Epidural Hematoma
Parietal Dextra (83,6
mm x 23,3 mm;
volume 28,6 cm3
• ICH Frontal Sinistra
(ukuran 28,9 mm x
25,3 mm; volume 5,25
cm3
• Midline shift ke kiri 5,6
mm
Diagnosa dan Terapi

• Cedera Otak Sedang


• EDH Parietal Dextra
• ICH Frontal Sinistra
• Pro Craniotomy evakuasi EDH
Tinjauan pustaka
1. Anderson T, Heitger M, Macleod AD. Concussion and mild head injury. Pract Neurol (2006) 34:42-57.
2. Kaye AH. (2005). Essential Neurosurgery 3rd edition. Carlton: Blackwell Publishing
3. Dewan MC, Rattani A, Gupta S. Estimating the global incidence of traumatic brain injury. J Neurosurg April 27, 2018.
4. Hu CF, Fan HC Chang CF. Current Approaches to the Treatment of Head Injury in Children. Pediatrics and Neonatology (2013) 54: 73-81
5. Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga
6. Wells AJ dan Hutchinson PJ. The management of traumatic brain injury. Surgery (2018) 36:11
7. Lindsay KW, Bone I, Fuller G et al. 2010. Neurology and Neurosurgery Illustrated 5th edition, Elsevier
8. American College of Surgeons. 2012. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual 9 th edition.
9. Doppenberg AM dan Tuttle AR, Imaging of traumatic brain injury, Disease-a-Month, https: //doi.org/10.1016/j.disamonth.2019.02.009
10. Paiva WS, Andrade AF, Junior LM et al. Management of supratentorial epidural hematoma in children. Arq Neuropsiquiatr 2010, 68(6):888-892
11. Bullock MR, Chesnut R, Ghajar J et al. Surgical management of acute epidural hematomas. Neurosurgery 58:S2-7-S2-15, 2006
12. Drake RA, Vogl AW, Mitchell A. (2009). Grey’s Anatomy for Students 2nd edition. Elsevier
13. Khairat A, Waseem M. Epidural Hematoma. [Updated 2018 Nov 15] In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing 2019
14. Ahn ES, Proctor MR. (2018) Intracranial epidural hematoma in children: Clinical features, evaluation and management. In UpToDate. Retrieved from
https://www.uptodate.com/contents/intracranial-epidural-hematoma-in-children-clinical-features-evaluation-and-management. April 4th 2019.
15. Greenberg MS. 2016. Traumatic Hemorrhagic Conditions in Handbook of Neurosurgery, 8 th edition. New York: Thieme
16. Hu TT, Yan L, Yan PF et al. Assesment of the ABC/2 Method of Epidural Hematoma Volume Measurement as Compared to Computer Assisted
Planimetric Analysis. Biological Research for Nursing (2015):1-7
17. Gutowski P, Meier U, Lemcke J et al. Clinical Outcome of Epidural Hematoma Treated Surgically in the Era of Modern Resuscitation and Trauma Care.
World Neurosurg. (2018) 118:e166-e174. https://doi.org/10.1016/j.wneu.2018.06.147

83

Anda mungkin juga menyukai