Anda di halaman 1dari 125

NEUROSURGERY

EMERGENCY
RSUD SUMEDANG
NOVEMBER 2018

dr. Arief Setia Handoko, SpBS


PENDAHULUAN (1)
• LINGKUP BEDAH SARAF :
• NEUROTRAUMA
• NEUROPEDIATRIC NON-TRAUMA &
• NEUROSPINE & PRIPHERAL NERVE TRAUMA CASES
• NEUROVASCULAR
• SKULL BASE & ONCOLOGY NON-TRAUMA
• INFECTION CASES
• FUNCTIONAL
PENDAHULUAN (2)
• KASUS-KASUS EMERGENSI
• TRAUMA KEPALA & OTAK

• TRAUMA SPINAL & PERIPHERAL NERVES

• HIDROSEFALUS AKUT (Non-communicating/obstructive &

Communicating)
• Oncology TTIK
• Edema peritumoral & efek massa (tekanan tinggi intrakranial)
• Apoplexy (intratumoral bleeding) Tanda-tanda :
• Keadaan penyerta lain (herniasi, akut neuropathy, hidrosefalus) 1. Penurunan kesadaran
 GCS/CCS
• Infeksi SSP (efek massa, hidrosefalus)
2. Defisit neurologis
• Vaskular  perdarahan spontan , infark cerebri + edema serebri) 3. Kejang
4. Headache >>>
5. Muntah  “projectile”
• KASUS-KASUS NON-EMERGENSI (Elektif)  POLIKLINIK
PENDAHULUAN (3)
• Non-TRAUMA :
• Basic / Advanced Life Support
• TRAUMA :
• ATLS (Advanced Trauma Life Support)
• A : airway + C-spine control
• B : breathing
• C : circulation
• D : disability  Mini Neurology exam
• GCS
• Pupil
• Motorik
• E : exposure
• ACS (Acute Care Surgery)
• ISS / NISS (Injury Severity Score)
 Eye opening (E)  Verbal response (V)
4. Spontaneous 5. Oriented
3. To speech
2. To pain 4. Confused conversation
1. None 3. Inappropriate words
2. Incomprehensible sound
 Motor response (M) 1. None
6.Obeys command
5.Localizes pain
4.Normal flexion (Withdrawal)
3.Abnormal flexion
(Decorticate)
2. Abnormal Extension
(Decerebrate)
1. None
PENYEBAB PENURUNAN
KESADARAN
• LESI DI JALUR ARAS (ascending reticular activating system)
• Contoh : infark pada pons yang berasal dari oklusi A. Basilaris

• KELAINAN :
• INTRAKRANIAL
• EKSTRAKRANIAL
HEAD & BRAIN INJURY
PENDAHULUAN
(ANATOMI)
PENDAHULUAN
(ANATOMI)
PENDAHULUAN
(ANATOMI)
PENDAHULUAN (1)

• Angka kematian akibat trauma kepala di Indonesia

pada tahun 2005 berkisar 6,2–11,2%, hampir dua kali

lipat lebih tinggi dibandingkan dengan literatur

standar internasional yang berkisar 3–8%.


• Kelompok usia dewasa muda merupakan yang paling

rentan mengalami cedera kepala.


• Tingginya angka kematian akibat trauma kepala tidak

hanya ditentukan oleh tingkat keparahannya, tetapi

juga ketepatan dan kecepatan penanganannya.


• Penanganan trauma kepala secara cepat dan tepat

dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan


PENDAHULUAN (2)
• Di USA Cedera Kepala 500.000 kasus/tahun:
• 10% meninggal pra RS
• 90% di RS dg komposisi:
• 80% Cedera Kepala Ringan
• 10% Cedera Kepala Sedang
• 10% Cedera Kepala Berat
• 20% Cacat akibat cedera kepala
• Di U.K :
• Head Injury : 300.000 – 500.000
• 20%  perawatan
• 10%-nya dalam kondisi koma
• 50%-nya memiliki tekanan intrakranial > 20 mmHg
• 35% Severe HI : meninggal
• 18% Severe HI : sequele (+)
• Secara keseluruhan :
• 20 per 100.000 per tahun  ICH dan
• 10 – 12 per 100.000 SAH
• Pada pasien anak-anak
• insidensi TTIK sekitar 53% pada cedera kepala,
• 23% pada kerusakan otak anoksia-iskemik,
• 66% pada meningitis,
• 57% pada ensefalitis,
• 80% pada hidrosefalus, dan
• 100% pada lesi massa tumor (SOL)
• Cedera Kepala penyebab kematian
terbanyak di negara berkembang.
• Di daerah:
• Kecelakaan sepeda motor
• Mobil bak terbuka
• Jatuh dr pohon kelapa
Patofisiologi
• Cedera Kepala Primer :
• Rusaknya neuron di grey-white matter junctions yang
terjadi ‘on site’ di lokasi trauma dan bersifat irreversible

• Cedera Kepala Sekunder :


• Iskemia serebri
• TTIK
• Penekanan mekanik/herniasi
Patofisiologi
Cedera OTAK Sekunder
• Perlu antisipasi sedini mungkin karena dapat
memperburuk kerusakan otak
• Iskemia Serebri adalah suatu cedera otak
sekunder yang dapat terjadi akibat :
• Hipoksia
• Hipoperfusi
• Edema serebri
• Vasospasme
INTRAKRANIAL

PRINSIP :
CEGAH TTIK
Prinsip Tatalaksana Cedera Otak atau Trauma Otak:

1)Penanganan cedera otak primer


2)Mencegah dan menangani cedera otak
sekunder
3)Optimalisasi metabolisme otak
4)Rehabilitasi
Klasifikasi Cedera Kepala
• Berdasarkan Morfologi Cedera:
• Fraktur Tengkorak:
• Kalvaria : - Linier atau stelate
- Depresi atau non depresi
- Terbuka atau tertutup
• Basis Kranii : - Dgn/Tanpa kebocoran LCS
- Dgn/Tanpa paresis N. VII
• Lesi Intrakranial :
• Fokal : - Epidural (EDH)
- Subdural (SDH)
- Intraserebral (ICH)
• Difus injury
Raccon`s eyes Rhinorrhea
(brill hematoma)

Otorrhea Battle sign


Depressed / Impressed
Fracture
• CLOSED
• OPENED

DOUBLE CONTOUR APPEREANCE


Lesi Intrakranial

SDH
EDH

ICH IVH
Difus Injury berdasarkan CT Scan
Category Initial CT findings
 Diffuse Injury I No vissible pathology.
 Diffuse injury II Cisterns are present; midline shift
< 5mm and/or lesion densities
present, no high or mixed density
lesion > 25 ml, may include bone
fragmens and foreign bodies.
 Diffuse injury III Cisterns are compressed or absent
(swelling) midline shift 0-5 mm, no high or
mixed density lesion > 25 ml.
 Diffuse injury IV Midline shift > 5 mm, no high or
(Shift) mixed density lesion > 25 ml.

Evacuated mass Any lesion surgically evacuated.


Nonevacuated mass High or mixed density lesion >
25 ml, not surgically evacuated.
Penatalaksanaan Awal

• Dilakukan oleh Dokter yg pertama kali


melihat:
• Primary survey:
• A : Airway + C-spine control
• B : Breathing
• C : Circulation
• D : Disability →Mini Neurologis
• Secondary survey:
• Head to toe examination
Airway + C-spine Control
• Jaga kelancaran jalan nafas:
• Sementara :
• Bersihkan/Suction
• Chin lift
• Jaw thrust
• Definitif :
• Mayo
• Endo tracheal tube/ETT
• Krikotirotomi
Breathing + Ventilasi
• Frekuensi nafas (Respirasi Rate) dan Saturasi O2
• Inspeksi,Palpasi,Perkusi,Auskultasi:
• Hematothorax/pneumothorax
• Flail chest
• Kontusio paru
• Terapi Oksigen lembab 4-6 l/m
• Kalau perlu Chest Tube Thorakostomi (CTT)
• Ambu bag untuk ventilasi
• Pertahankan saturasi O2 95-100% !
Circulation Control
• Tekanan Darah, Nadi :
• Hipotensi
• Takikardia
• Atasi Syok hipovolemia :
• Kontrol perdarahan eksternal
• IVFD 2 line Kristaloid 2-3 liter

Pertahankan TD Sistolik > 100mmHg!


Disability
• Mini Neurologis:
1. GCS: EMV
2. Pupil : Bulat, Isokor/anisokor , Refleks
cahaya
3. Motorik: Parese +/-

Perhatikan Tanda Lateralisasi !


Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium:
• Darah Rutin
• Na,K,GDS,SGOT/SGPT
• AGD

• Foto Polos Kepala


• CT Scan Kepala
Indikasi CT Scan
KAPAN DI CT-SCAN KEPALA ?
• Riwayat penurunan kesadaran > 10
mnt
• Penurunan GCS > 2 point selama
masa observasi
• Defisit neurologis
• Kejang fokal atau umum
• Tanda2 TTIK
• Tanda2 lateralisasi
• Tanda2 fraktur
• Tanda2 kebocoran LCS
• Trauma tembus
• Indikasi SOSIAL
CT SCAN

• Midline shift
• Ventricle&
Cisterns
• Sulcus&
Gyrus
• Bone
• Soft Tissue
CT Scan kepala
RSHS 19 Maret 2014
CT Scan kepala
RSHS 19 Maret 2014
• Pembengkakan jaringan lunak a/r
frontoparietooccipitalis dextra et parietalis sinistra
• Discontinuitas tulang (-)
• Sylvian fissure terkompresi
• Sulci and gyrus terkompresi
• Ventrikel dan cysterna terkompresi
• Bayangan hiperdens berbentuk cressent shape di
frontotemporoparietalis sinistra (ketebalan >1cm)
• Midline shift > 5 mm ke arah kanan (+)
Kapan Dirawat Inap?
Indikasi Rawat Inap:
1) CT Scan abnormal atau indikasi CT Scan tapi tidak ada
2) Semua cedera tembus
3) Riwayat hilang kesadaran >15’
4) Kesadaran menurun
5) Sakit kepala sedang-berat
6) Intoksikasi alkohol/obat
7) Fraktur tengkorak
8) Rhinorea/Otorea
9) Cedera multipel bermakna
10) Amnesia
11) Tidak ada keluarga di rumah
12) Tidak mungkin kembali ke RS segera
Kapan pasien dipulangkan?

• Tidak memenuhi kriteria rawat.


• Berikan informasi kemungkinan
kembali ke RS segera bila keadaan
memburuk.
• Berikan jadwal ke Poliklinik ( 1
minggu )
• Pulang dengan nasihat dan pesan !
Nasihat Pulang
• Segera kembali ke rumah sakit secepatnya bila :
• Ada penurunan kesadaran/pasien sulit dibangunkan
• Ada kejang
• Pupil mata menjadi tidak sama ukurannya
• Lumpuh sebelah
• Nyeri kepala makin bertambah walau sudah minum obat
• Muntah2 makin hebat
Penatalaksanaan TTIK
CUSHING SIGN !!!
Terapi Konservatif:
 Posisi : Head up 30 0. - Hypertension
 Hiperventilasi 15-30 menit  SpO2 > 98% - Bradikardi
 Mild hipothermi - Irregular
 Manitol 20% dosis 0,5 - 1 gr/Kg BB/kali pemberian Breathing
tiap 4 – 6 jam.
 Barbiturate (thiopentone)

Terapi operatif
• Craniotomi / Craniectomi evakuasi
• Diversi LCS
• Craniectomy Dekompresi
Lokasi Burr hole
Operasi oleh ahli Bedah Saraf

Indikasi operasi :
I. Depressed fraktur > 1
tabula
II. Midline shift > 5mm
III. Perdarahan Intrakranial
(EDH/SDH/ICH) > 25cc
IV. Cedera penetrasi
NEUROSURGICAL INDICATIONS
NEUROSURGICAL INDICATIONS

TRAUMATIC ICH
We share the recommendations of several authors on surgery for patients with traumatic parenchymal lesions which included the following:

■ Progressive neurological deterioration referable to the lesion


■ Signs of mass effect on CT scan
■ Refractory intracranial hypertension
■ GCS of 6-8 with frontal or temporal contusion > 20 ml in volume with midline
shift > 5mm and/or cistern compression on CT scan
■ Any lesion > 50 ml in volume
■ Any hematoma more than 20 ml in the posterior fossa.

Surgery is performed through a classic trauma craniotomy that has been described
earlier for the same reason it is in EDH and SDH; which offers a good exposure and access to the commonest areas involved, temporal and
frontal.
Kesimpulan

1. Cedera kepala sering terjadi pada KLL.


2. Cedera otak sekunder perlu diantisipasi sedini mungkin mengingat
cedera sekunder sangat memperburuk klinis pasien
3. Penanganan pertama dg ABCD secara ATLS
4. Perlu diputuskan sedini mungkin apakah perlu dlilakukan terapi
operatif atau cukup konservatif (non-operatif)
5. Merujuk sedini mungkin ke ahli Bedah Saraf mengingat “golden
periode” adalah < 6 jam / rupture cele < 4 jam / open depressed
fracture < 4 jam
SPECIAL CASES
TRAUMA SPINAL
PENDAHULUAN
• Di USA : trauma spinal 12.000 – 14.000 kasus per tahun
• Usia ± 34 tahun
• ♂:♀≈4:1
• Tindakan awal : imobilisasi + rujuk
• Advance : stabilisasi, dekompresi
PENDAHULUAN
ANATOMY
Reflexes
• Deep Tendon Reflexes
• Arm
• Bicipital: C5
• Styloradial: C6
• Tricipital: C7
• Leg
• Patellar: L3, some L4
• Achilles: S1
• Pathological reflexes
• Babinski (UMN lesion)
• Hoffman (UMN lesion at or above cervical spinal cord)
• Clonus (plantar or patellar) (long standing UMN lesion)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pada pasien :
• sadar dan terorientasi baik,
• tanpa dicurigai adanya riwayat trauma yang bersifat
distraksi, RADIOGRAFIK
• tidak sedang memperoleh pengobatan analgetik- (-)
sedatif,
• tidak adanya tanda-tanda nyeri pada tulang belakang

• Pertimbangkan : kasus multipel-trauma :


imobilisasi sebagai pencegahan terhadap adanya
kelainan spinal, sampai dibuktikan aman
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Radiografik : Antero-posterior (AP) dan Lateral  Thorakal & Lumbal.
• Meragukan  ± CT scan
• MRI juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya hematom
epidural dan trauma ligamen
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Cervical  foto polos AP, Lateral, oblik, dan odontoid  harus dapat
mencapai craniocervical dan cervicothoracal junction.
• Apabila dicurigai adanya nyeri tanpa terlihat adanya kelainan foto
polos vertebra, dianjurkan dilakukannya pemeriksaan MRI dalam 48
jam pertama
IMOBILISASI DAN REDUKSI
• Pasien yang terbukti adanya fraktur dan dislokasi spinal harus tetap
menggunakan alat bantu yang bersifat imobilisasi sampai dapat
dilakukannya stabilisasi dan reduksi.
• Imobilisasi : eksternal atau pembedahan
IMOBILISASI DAN REDUKSI
• Hard cervical collar : stabilitas yang baik terhadap fraktur tulang
maupun trauma ligamen dan jaringan lunak dari segmen Occiput
s.d T1, dan paling besar berpengaruh pada segmen Occiput s.d C3
• Pada CTO (cervicothoracic orthotic) juga menyediakan stabilitas
dari Occiput hingga T3
• Sedangkan ortostik Lerman-Minerva hanya menyediakan
stabilisasi pada C2 s.d T3.Ortostik Thoracolumbar (TLSO)
menyediakan kondisi stabil pada segmen T9 s.d S1, namun kurang
baik pada segmen lumbar bawah dan segmen lumbosakral
IMOBILISASI DAN REDUKSI
• Komplikasi penggunaan alat bantu imobilisasi dalam jangka waktu yang lama:
• Ulkus dekubitus (Pressure sores). Apabila digunakan dalam waktu 6-7 hari berturut-turut. Yang terjadi pada 44%
kasus yang menggunakan hard cervical collar  longgarkan/mika-miki 2 jam + kebersihan kulit dan status nutrisi
• Pressure Sore pada Long Spine Board  bila > 2 jam

• Hipertensi intrakranial dan penggunaan cervical collar. Alat yang kaku akan meningkatkan
tekanan intrkranial sebesar 4,5 mmHg : adanya penekanan pada aliran darah balik di vena
jugularis.
• Gangguan Paru. Tirah baring lama  menurunkan fungsi sistem pernafasan : penurunan fungsi
silia saluran nafas dan penurunan komplains paru  pneumonia dan restriksi paru.
High cervical injuries (C3 and above)

• Motor and sensory deficits involve the entire arms and legs
• Dependent on mechanical ventilation for breathing (diaphragm is
innervated by C3-C5 levels)
What are the important vegetative functions and when are
they affected?
Penanganan Kegawatdaruratan
• Imobilisasi
MANAJEMEN
• A-B-C (AIRWAY-BREATHING-CIRCULATION)
• In line mobilisasi
• ASIA (American Spinal Injury Association)
• ICU sangat diperlukan terutama pada trauma cervical.
• Metilprednisolon 30 mg/kgBB dalam 15 menit dilanjutkan dengan
5,4mg/kgBB/jam setelah 45 menit kemudian untuk 23 jam selanjutnya
• Kemudian hari berikutnya dilanjutkan dengan 4mg/kgBB/jam selama 24 jam
• Efek samping : infeksi paru atau sistemik lainnya tidak dianjurkan pasien-
pasien : Diabetes, gangguan paru yang berat termasuk pneumonia maupun
kontusi paru, maupun luka tembus
MANAJEMEN
• Tekanan darah  MAP 70 -80 mmHg
• Beberapa agen : efek inotropik atau kronotropik dan selektif agonis
adrenergik (α atau β), beserta pemberian cairan yang adekuat
• Dopamin (5mcg/BB/mnt), Dobutamin (2,5 -15 mcg/BB/mnt), NE (0,05
– 0,1 mcg/BB/mnt)
MANAJEMEN
• Sistem respirasi 
• Ventilator (segmen C3-C5)
• Fisioterapi dada
• Trakeobronkial toilet untuk mengurangi terjadinya atelektasis paru, infeksi
paru dan sistemik.
• Trakeostomi dapat dipertimbangkan untuk mengurangi kerusakan laring 
ETT dalam jangka waktu lama
MANAJEMEN
• Insidensi trombosis vena dalam (DVT) pada pasien dengan imobilisasi jangka
panjang dilaporkan 2,1% dalam setahun pada kasus trauma spinal.
• Tanda :penurunan sirkulasi distal dari ekstremitas, nyeri kronik dan iskemik,
pembengkakan ekstremitas, dan dapat mengakibatkan emboli paru.
• DVT : Ultrasonografi DOPPLER + D-Dimer dan Fibrinogen.
• Diberikan Unfraction atau Low Mollecular Weight Heparin 5000 unit 2
-3x/hari, dengan evaluasi dari pemeriksaan PT/aPTT, dimana kenaikan titer
1,5x dari base line dapat menyebabkan komplikasi perdarahan yang tidak
terkontrol.
• Karena emboli paru terjadi dalam masa 2 – 3 bulan, maka pemberian
profilaksis Heparin diberikan hanya selama 8 – 12 minggu
MANAJEMEN
• Nutrisi yang cukup
• Pemberian nutrisi  sesegera mungkin dalam 72 jam pertama secara
enteral (nasogastrik atau orogastrik).
• Kalori 140% dari BEE dengan 50% total kalori yang diberikan berasal
dari protein
Refferences
HATUR NUHUN
TERIMA KASIH
NP5. Tn. Rahman Abdul/♂/23 th/0001494201/Trauma/OS
KU : Penurunan Kesadaran
Anamnesa :
± 3 jam SMRS saat pasien sedang mengendarai sepeda motor tanpa
menggunakan helm dan kecepatan sedang di daerah Tanjung Sari, Sumedang, tiba-
tiba pasien terjatuh karena jalanan licin dan kepala membentur aspal. Riwayat
pingsan (+), muntah (+), perdarahan hidung dan mulut (+), perdarahan telinga(-).
Pasien kemudian dibawa PKM TanjungSari, kemudian dirujuk ke RSHS.

Primary Survey :
A: Clear + C-Spine Control
B: RR : 20x/ m. B/G Simetris ,VBS ki = Ka
C: TD : 120/80 mmHg, N : 88x/m
D: GCS E3M5V2 = 10 , Pupil bulat isokor Ø ODS: 3 mm,
Refleks Cahaya ODS: +/+, Motorik : paresis (-)
Secondary Survey :
a/r temporal kiri : hematoma (+)
a/r Periorbita kiri : Luka robek ukuran 3 x 0.5 x 0,5cm, dasar subkutis
a/r Maksilaris kiri : Luka gores dengan ukuran 6x3 cm, edema (+),
a/r mandibular kanan : Edema (+), NT(+), diskontinuitas (+)
NP 1. Mr Asep / ♂ / 46 yo / 15060609 / Trauma / MZ
CC : Headache

History :
± 12 hours prior to admission, when he was playing badminton at Sumedang
area, suddenly his head hit a pillar. History of unconscious (-), vomiting (-), bleeding
from ear (-), mouth (-) and nose (+). Patient was brought to Cicendo hospital had
performed Head CT-Scan then referred to Hasan Sadikin Hospital

General state :
BP = 120/70 mmHg HR = 89x/m RR = 20 x/m T = 36.8oC

Local state :
at midfrontal : lacerated wound size 4 cm based on depressed fracture size 2x1 cm
at left medial cathus left oculi : lacerated wound size 2 cm

Neurological state :
GCS 15, Visus : RO : >6/60 LO : 4/60
Pupils round equal, ф ODS 3 mm, LR +/+
Motoric : no parese
UC 1. Baya / M / 58 yo / 16071138 / Spine / RD
The patient was consulted directly from Neurology
Departement

CC : Weakness of lower extrimities

History :
Since 2 months ago the patient complaining weakness
on his lower extrimities that getting worse overtime until
now he can’t move his leg anymore. History of trauma,
fever, vomiting and seizure were all denied. Because of this
complain he was brought to Sumedang Hospital, diagnosed
with tumor at his back and hospitalized for 1 week before
referred to Hasan Sadikin Hospital.
Since 5 months ago he was complaining radicular pain
from his waist that extend to his feet. He also felt numbness
from his stomach to his feet that getting worse overtime
until now he can’t feel anything. And also theres a lump on
his back that grows and getting bigger overtime.
RAISED INTRACRANIAL
PRESSURE

REFERAT ILMAH KLINIK


PEMBIMBING 1 : Dr. dr. Achmad Adam. SpBS, MSc.
PEMBIMBING 2 : dr. Mirna Sobana, SpBS, MKes.
PENYAJI : Arief Setia Handoko
• Di U.K :
PENDAHULUAN
• Head Injury : 300.000 – 500.000
• 20%  perawatan
• 10%-nya dalam kondisi koma
• 50%-nya memiliki tekanan intrakranial > 20 mmHg
• 35% Severe HI : meninggal
• 18% Severe HI : sequele (+)
• Secara keseluruhan :
• 20 per 100.000 per tahun  ICH dan
• 10 – 12 per 100.000 SAH
• Pada pasien anak-anak
• insidensi TTIK sekitar 53% pada cedera kepala,
• 23% pada kerusakan otak anoksia-iskemik,
• 66% pada meningitis,
• 57% pada ensefalitis,
• 80% pada hidrosefalus, dan
• 100% pada lesi massa tumor (SOL)
PATOFISIOLOGI
• ICP  keseimbangan tekanan yang tergantung oleh produksi dan absorbsi
cairan serebrospinal (CSF)
• Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus Choroid (0,35 mL/menit)
• Absorbsi CSF  pasif melalui granulation arachnoidal

CSF pressure = Resistance to CSF outflow x CSF outflow rate + Sagital sinus
pressure
(called by Davson’s equation)

• Davson : ICP  massa, akumulasi CSF, kongesti vascular, dan edema otak.
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
• ICP normal0 – 10 mmHg  15 mmHg Limit atas
• Tatalaksana aktif mutlak diberikan bila tekanan intrakranial mencapai
nilai 25 mmHg.
• Sehingga dipertimbangkan juga, tekanan intrakranial 15 – 20 mmHg
harus mulai diberikan tatalaksana menurunkan tekanan tinggi
intrakranial, untuk memperoleh prognosis yang paling baik.
• Pada usia yang sangat muda, Limit atas ICP normal adalah 5 mmHg
• Tekanan perfusi otak (CPP) :
PATOFISIOLOGI
CPP = MAP – ICP

• CPP : cerebral perfusion pressure (tekanan perfusi otak),


• MAP : mean arterial pressure (tekanan arteri rerata),
• ICP : intracranial pressure (tekanan intrakranial).

• ICP dianggap mendekati/menyerupai tekanan vena otak (CVP :


cerebral venous pressure).
• Batas bawah CPP  toleransi : 40 mmHg  Autoregulasi (+)
saat TTIK
TEKNIK MONITORING ICP
• Gambaran klinis
• nyeri kepala berulang,
• muntah proyektil
• gangguan visus  papiledema
• Paralisis CN VI  lateral diplopia).
• Papiledema (-) : tidak bisa menyingkirkan terjadinya TTIK  edema
pada diskus hanya terjadi 4% pada pasien dengan cedera kepala, dan
50%-nya yang terbukti mengalami TTIK yang termonitor
TEKNIK MONITORING ICP
• CT scan kepala
• massa
• hidrosefalus
• Edema periventrikuler
• edema serebri, edema otak difus
• hilangnya sisterna perimesensefalik,
• kompresi ventrikel ke-3
• midline shift
• dll
TEKNIK MONITORING ICP
Monitoring Tekanan Intrakranial dengan Metode Invasif
• “Gold standard” (1951) tekanan cairan intraventrikular secara
langsung atau melalui reservoir CSF.
• Selain itu, dapat dipilih juga dengan melalui ruang subdural.
• Resiko : infeksi, kejang, dan perdarahan lebih sedikit terjadi (ruang
subdural< kateter intraventrikular)
• Namun, kateter intraventrikular dapat digunakan juga sebagai terapi
drainage CSF bila terjadi dilatasi dari ventrikel.
TEKNIK MONITORING ICP
Monitoring Tekanan Intrakranial dengan Metode Non-Invasif
• Sangat diharapkan : pengukuran tekanan intrakranial atau tekanan
perfusi otak
• Beberapa cara dapat digunakan antara lain : Doppler transkranial,
pengukuran melalui membrane tympani, atau penelitian compliance
calvaria
• Monitoring Kontinu : tekanan perfusi otak dan aliran darah otak
dalam mengetahui adanya edema serebri
VIA MEMBRAN TIMPANI
TATALAKSANA TTIK
TATALAKSANA TTIK
HATUR NUHUN
TERIMA KASIH
CEREBRAL BLOOD FLOW
PHYSIOLOGY and
MONITORING

REFERAT : Clinical Session

Pembimbing 1 : Dr. dr. Achmad Adam, SpBS, MSc


Pembimbing 2 : dr. Mirna Sobana, SpBS, M.Kes
PENDAHULUAN
• OTAK
• Supply darah
• Neuron  metabolisme oksidatif  O2
• Energi  GLUKOSA
• Tanpa O2  metabolisme anaerob  cedera sel : (3 – 8 menit)
FISIOLOGI
• Otak orang dewasa (1200 – 1400 gr) dengan berat sekitar 2 – 3% bari
total berat badan dan menerima 15 – 20 % dari curah jantung
• Sel glial (50% dari populasi sel otak) konsumsi glukosa < 10% dari
total energi oleh otak karena metabolisme rendah
• Sel-sel neuron  energi >>>
• 50% energi yang dihasilkan  mempertahankan dan menciptakan
gradien ion untuk melewati membran sel
• 25% lagi digunakan untuk transpor molekul-molekul, transmisi sinaps,
dll
FISIOLOGI
• CBF normal pada manusia adalah 50 mL/100 gr otak/menit.
• CBF lebih besar pada anak-anak dan usia dewasa muda, dan akan
menurun seiring dengan pertambahan usia
• Range : 20ml/100g/min di white matter s.d 70ml/100g/min di grey
matter
• Kerusakan neuron
• irreversible : CBF menurun  < 10 – 15 mL/100 gr otak/menit
• reversible : CBF  15 – 20 mL/100 gr otak/menit
AUTOREGULASI
• 2 teori yang bisa dijelaskan : Mekanisme miogenik dan mekanisme
metabolik
• Mekanisme Miogenik  perubahan tekanan transmural vaskular
• Mekanisme Metabolik  perubahan microenvirontment yang akan
meningkatkan respon vasomotor
• PaCO2
• CBF akan berubah sekitar 3 – 4% setiap 1% perubahan PaCO2
• CBF akan meningkat 4% setiap kenaikan 1 mmHg PaCO2.
• Respon arteriol  efek dari ion H+/ pH
Fig. 1. In normal brain, CBF is kept constant through autoregulation of CPP between 40 and 140 mmHg. Other
factors that independently affect CBF include PaCO2 and PaO2
AUTOREGULASI

• Faktor fisiologis lain: PaO2 dan suhu.


• PaO2 di bawah 50 mmHg  CBF akan meningkat
• Suhu akan mempengaruhi CMRO2 dengan kenaikan 6 – 7% setiap
kenaikan 1OC, sehingga CMRO2 akan turun pada kondisi hipotermi
BATAS AUTOREGULASI
• Autoregulasi CBF : efektif sesuai dengan derajat tekanan perfusi yang
ditentukan oleh MAP (mean aretrial pressure) pada 60 – 150 mmHg.
• CBF terhadap penurunan MAP  iskemia, sedangkan bila diatas MAP
 edema otak bahkan kerusakan sawar darah otak (BBB)
AUTOREGULASI

• EFEK NEUROGENIK PADA CBF


• Aktivasi dari saraf simpatis α-adrenergic akan meningkatkan
tekanan MAP dan menigkatkan autoregulasi CBF, begitu pula
dengan sebaliknya
• Aktivasi simpatis  hipertensi akut yang kemudian akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah-pembuluh
darah di otak
• Hipertensi kronis
• Penebalan tunika media  rigid
• Deposisi hialin dan fibrin
• Hati-hati pemilihan Antihipertensi
• --> iskemik
REOLOGI THD CBF
• VISKOSITAS DARAH
• Hematokrit
• Agregasi Eritrosit
• Fleksibilitas Eritrosit
• Agregasi Platelet
• Plasma
• Penurunan hematokrit dari 35% menjadi 25% berhubungan dengan terjadinya
peningkatan CBF sebesar 5% -- HEMODILUSI
• Hemodilusi  vasospasme : SAH, namun untuk tatalaksana pada stroke iskemik
belum dapat dibuktikan.
• Hemoglobin > 15 g/dL merupakan faktor resiko terjadinya oklusi pembuluh darah
otak
ICP dan CBF
• CPP = MAP – ICP
• ICP >>>  CBF <<<
PENILAIAN CBF
• IDEAL : portable + kontinu + murah + non-invasif
• Cara :
• Status neurologi  kualitatif
• EEG 
• Lambat  CBF 16 – 22 mL/100 gr otak/mnt
• Hilang  CBF <10 mL/100 gr otak/mnt
• CPP  70 – 100 mmHg
• Tehnik Kety & Schmidt  gas NO
• 133
Xe & CT Xenon
• PET, SPECT, MRI, CT perfusion
• TCD (transcranial Doppler Ultrasound)
CBF & Kondisi Patologis
• Trauma Otak
• 50 – 60% : CBF <<< dalam 1 jam pertama
• Diikuti Hiperemia > 1 hari  ICP > 20 mmHg
• Iskemik pasca trauma otak  poor prognosis
CBF & Kondisi Patologis
• SIZURES
• Hipoperfusi
• Anaerob metabolism
• CBF >>>
CBF & Kondisi Patologis
• SAB
• Vasospasme  komplikasi SAB t.u ruptur aneurisma
• Delayed ischemic deficits
• CBF mulai turun : 48 jam – 2 mggu
• CBF embali N  hari XIV
• Hemodilusi, Hipervolemik, Hipertensi
• Dipakai juga pada Stroke Iskemik  penelitian?
• MAP dengan vasopressor : 12- 140 mHg
• Perbaikan “Penumbra”
HATUR NUHUUUN...

Anda mungkin juga menyukai