Anda di halaman 1dari 63

28/11/2022

CBL 6

Traumatic Brain
Injury
FG 4
Keperawatan Gawat Darurat Kelas C
Anggota Kelompok
● Almaida Fitria 1906400734
● Fairuz Raissa A 1906400482
● May Veillin Wijaya 1906349816
● Nanda Oktaviani 1906349463
● Rezkia Rahmadina 1906292181
● Tiara Pramudita 1906292231
Table of contents

0 Overview 0 Triase

1 Cedera Kepala
2 Cedera Kepala

Pengkajian Primer Pemeriksaan Diagnostik


0 & Sekunder 0 dan Kegawatdaruratan
3 Cedera Kepala 4 Cedera Kepala
Table of contents

0 Algoritma

5 Cedera Kepala

0 Asuhan Keperawatan

6 ●

Dx Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial b.d. cedera kepala
Dx Hipovolemia
Kasus 6B
Seorang laki-laki berusia 25 tahun diantar ke IGD dengan kondisi penurunan kesadaran setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengendarai sepeda motor dan bertabrakan dengan
pengendara motor lainnya. Saat berkendara, pasien tidak menggunakan helm. Pasien dilaporkan
sempat muntah dan mengalami kejang.

Hasil pengkajian; frekuensi napas 27x/menit tidak teratur, frekuensi nadi 65x/menit, TD 160/90 mmHg,
akral hangat, CRT <2 detik, GCS E3M5V2, tampak lesi pada temporal kanan. Pasien diketahui tidak
memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Hasil pemeriksaan CT Scan tanpa kontras
menunjukkan adanya lesi hiperdens berdensitas darah berbentuk bikonveks pada regio temporal kanan.
0 Overview
1 Definisi, Patofisiologi, Etiologi, dan
Kaitannya dengan kasus Cedera Kepala
Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala yang disebut juga sebagai
cedera otak traumatis atau traumatic
brain injury (TBI) merupakan cedera fisik
pada tengkorak dan struktur
intrakranial dengan luaran yang
berbeda-berbeda, mulai dari tidak
adanya gangguan neurologis (atau
sementara), hingga gangguan fungsi
otak yang permanen.

—Doenges & Murr, 2019


Patofisiologi
Cedera otak ini dapat terjadi akibat mekanisme primer
maupun sekunder.
1. Cedera primer: terjadi saat terdapat pukulan di
kepala (bahkan jika tanpa adanya fraktur tulang
tengkorak) dapat menyebabkan cedera otak yang
serius serta menyebar.
2. Cedera sekunder sendiri merupakan
perkembangan dari cedera awal akibat suatu
peristiwa yang mempengaruhi perfusi dan
oksigenasi pada sel otak

(Lemone, 2017)
Cedera Otak Primer
Terjadi saat terdapat tekanan fisik di dalam jaringan yang disebabkan oleh
kekuatan tumpul atau penetrasi. Cedera ini dapat dikategorikan ke dalam
cedera fokal atau difus (area).
1. Fokal: cedera yang areanya terbatas dan menyebabkan kerusakan yang
sifatnya lokal.
2. Difus: kerusakan di banyak area otak, awalnya mereka berada pada
tingkat mikroskopis dan tidak terdeteksi oleh CT scan. Namun dengan
MRI, kemampuan untuk mendeteksi kerusakan mikroskopisnya lebih
besar, namun mungkin area ini tidak dapat dicitrakan sampai nekrosis
telah terjadi.

(Ignatavicius et al, 2017)


Tingkat Keparahan Cedera
Kriteria Ringan Sedang Berat

Pencitraan struktural Normal atau abnormal Normal atau abnormal Normal atau abnormal

Loss of Consciousness 0-30 menit >30 menit dan < 24 jam > 24 jam
(LOC)/kehilangan
kesadaran

Perubahan Sesaat hingga 24 jam >24 jam


kesadaran/Alteration of
consciousness (AOC)*

Amnesia Pasca 0-1 hari >1 dan < 7 hari > 7 hari
Trauma/Post Traumatic
Amnesia (PTA)

GCS 13-15 9-12 <9

(Blyth & Bazarian, 2011)


Cedera Otak Sekunder

Cedera otak sekunder ini mencakup setiap proses yang terjadi setelah cedera
awal dan memperburuk atau secara negatif mempengaruhi hasil pasien.
Cedera sekunder diakibatkan oleh peristiwa fisiologis, vaskular, dan biokimia
yang merupakan perpanjangan dari cedera primer.

(Ignatavicius et al, 2017)


Cedera Otak Sekunder
Hipotensi dan Peningkatan Tekanan
Hipoksia Intrakranial
● Hipotensi: tekanan arteri rata-rata kurang ● TIK normal: kisaran 10-15 mmHg (seperti saat
dari 70 mmHg mengejan, batuk, atau bersin) dan jika masih
● Hipoksemia: tekanan parsial oksigen arteri ada pada kisaran ini tidak akan berbahaya. TIK
(PaO2) kurang dari 80 mmHg, >20 mmHg dianggap dapat merugikan otak
● Berakibat pada pembatasan aliran darah ke karena neuron bisa mulai mati
jaringan otak ● Saat TIK meningkat→perfusi serebral akan
● Hipotensi dan hipoksemia→berkontribusi menurun, dan menyebabkan iskemia serta
pada edema serebral→menciptakan siklus edema pada jaringan otak.
perfusi yang buruk dan hipoksia. ● Jika edema ini tidak kunjung diobati, batang
● Pasien cedera otak sedang atau berat yang otak dapat mengalami herniasi →
mengalami hipoksia dapat menghadapi menyebabkan terjadinya kerusakan otak yang
prognosis yang buruk dan akhirnya dapat irreversible dan kemungkinan kematian
mengalami penurunan kognisi (sindrom herniasi otak)
(Ignatavicius et al, 2017)
Cedera Otak Sekunder
Hidrosefalus Herniasi Otak
● Merupakan peningkatan volume CSF yang ● Herniasi otak ini terjadi akibat adanya
abnormal peningkatan TIK yang dapat mengakibatkan
● Mungkin disebabkan oleh gangguan jaringan otak bergeser dan mengalami herniasi
reabsorpsi CSF di vili arachnoid (dari ke bawah. Semua sindrom herniasi berpotensi
perdarahan subarachnoid atau meningitis) mengancam nyawa seseorang dan dokter
atau oleh gangguan atau penyumbatan aliran harus segera diberi tahu jika herniasi ini
keluar CSF dari sistem ventrikel. dicurigai
● Akibatnya ventrikel dapat melebar karena
peningkatan volume CSF → akhirnya, jika
tidak diobati, peningkatan ini dapat
menyebabkan peningkatan TIK

(Ignatavicius et al, 2017)


Cedera Otak Sekunder
Perdarahan
● Perdarahan, yang menyebabkan hematoma
otak (pengumpulan darah) atau bekuan
darah, dapat terjadi sebagai bagian dari
cedera primer (dimulai pada saat benturan
terjadi).
● Biasanya disebabkan oleh: kerusakan pada
vaskular akibat adanya gaya geser (shearing)
trauma atau kerusakan fisik langsung karena
fraktur tengkorak atau luka tembus.
● Semua hematoma memiliki potensi
mengancam jiwa seseorang.
● Jenis perdarahan setelah cedera pada otak
dibagi menjadi 3, perdarahan epidural,
subdural, dan intraserebral.

(Ignatavicius et al, 2017)


Etiologi

Jatuh Tertabrak
Jatuh ini memiliki persentase 47% Persentase 15%, tertabrak ini
(namun lebih tinggi pada meliputi penyerangan,
anak-anak dari usia 0-4 tahun dan kecelakaan pejalan
pada orang dewasa yang berusia kaki/kendaraan, dan cedera
65 tahun ke atas) terkait olahraga

Luka tembus di kepala Ledakan


Luka ini dapat terjadi karena luka Penyebab ini seringkali terjadi
tembak, luka tusuk, pecahan peluru, pada personel militer yang
dan kecelakaan motor atau sedang aktif di zona perang.
kecelakaan kerja)

(Doenges & Murr, 2019)


Kaitannya dengan Kasus (6B)
Kasus 6B
Seorang laki-laki berusia 25 tahun diantar ke IGD karena penurunan
kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengendarai
sepeda motor dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya. Saat
berkendara, pasien tidak menggunakan helm. Pasien dilaporkan sempat
muntah dan mengalami kejang. Hasil pengkajian: frekuensi napas 27x/menit
dan tidak teratur, frekuensi nadi 65x/menit, TD 160/90 mmHg, akral hangat,
CRT <2 detik, GCS E3M5V2 (10), tampak lesi pada temporal kanan. Pasien
diketahui tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus.
Hasil pemeriksaan CT scan tanpa kontras menunjukkan adanya lesi hiperdens
berdensitas darah berbentuk bikonveks pada regio temporal kanan.

(Ignatavicius et al, 2017)


Kaitannya dengan Kasus (6B)
● Pasien pada kasus 6B dikatakan mengalami cedera kepala karena pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas saat mengendarai sepeda motor, dan pasien juga tidak menggunakan helm, selain itu juga
terlihat adanya lesi pada temporal kanan pasien.
● Keparahan cedera kepala: cedera kepala sedang
Data:
- Saat diantar ke IGD pasien dalam kondisi penurunan kesadaran
- GCS →10 (jadi masih berada dalam rentang 9-12)
● Perdarahan: perdarahan yang terjadi diklasifikasikan ke dalam epidural hematoma
Data:
- CT scan: terdapat lesi hiperdens berdensitas darah berbentuk bikonveks pada regio temporal
kanan
- Tekanan darah pasien meningkat → (160/90 mmHg)
- Nadinya yang sudah mulai turun walaupun masih berada di batas normal untuk dewasa →
65x/menit.
- Pasien juga dilaporkan sempat mengalami kejang.
Kesimpulan → pasien mengalami cedera kepala sedang karena adanya epidural hematoma.
(Ignatavicius et al, 2017)
0 Triase
2
Triase

Triase → merah (emergent)


● Frekuensi napas 27x/menit ✔


atau takipnea (normal:
12-20x/menit), ✔

● GCS E3M5V2 → Skor GCS 10
● Sempat mengalami kejang ✔

0 Pengkajian
3 Primer dan Sekunder
Jenis

Pengkajian Primer Pengkajian Sekunder

Memastikan setiap kondisi


berpotensi mengancam jiwa dapat Mengidentifikasi indikator klinis
diidentifikasi dan diberikan penyakit atau cedera yang terjadi
intervensi segera

(Emergency Nurses Association, 2010; Sweet & Foley, 2020)


Pengkajian Primer
Komponen Hasil Pengkajian
Danger (D)➡ Prinsip 3A ● Perawat memakai APD sesuai, seperti
● Aman penolong masker dan sarung tangan
● Aman lingkungan ● Memastikan bed terkunci dan ketinggiannya
● Aman korban sesuai
● Klien dijauhkan dari bahaya yang
memperburuk kondisinya dan dipasangkan
collar neck untuk stabilisasi area servikal

Response (R)➡AVPU atau GCS ● GCS klien 10 (E3M5V2) (delirium)

Shout for Help(S) ● Klien belum memerlukan tim code blue


● Aktifkan code blue

(Curtis et al., 2019)


Pengkajian Primer
Komponen Hasil Pengkajian
Airway(A) ● Airway clear sebab tidak
● Memeriksa patensi jalan napas ditemukan sumbatan jalan
● Jika ada hambatan, lakukan penghilangan napas
obstruksi jalan napas parsial atau total dan
memposisikan jalan napas
● Lakukan head-tilt-chin-lift atau jaw-thrust
● Bisa menggunakan oropharyngeal airway (OPA),
nasopharyngeal airway (NPA), dan laryngeal mask
airway (LMA)
● Kaji edema bibir, mulut, orofaring, meneteskan air
liur, disfagia, dan suara napas abnormal

(Lewis et al., 2014; Nutbeam & Boylan, 2013; Tscheschlog & Jauch, 2015)
Pengkajian Primer
Komponen Hasil Pengkajian
Breathing (B) ● Frekuensi napas 27 kali/menit
● Menentukan ada atau tidaknya keefektifan ● Napas tidak teratur
upaya napas dan kelainan pernapasan ● Saturasi oksigen 94%
● Mengkaji pernapasan frontal, frekuensi dan ● Klien akan menggunakan nasal
pola napas, kesimetrisan dada, mencatat kanul
warna kulit, dan integritas dinding dada

Circulation(C) ● Tekanan darah 160/90 mmHg


● Pengkajian nadi dan tekanan darah, warna, ● Frekuensi nadi 65 kali/menit
suhu, kelembaban kulit, CRT, dan tanda shock ● CRT < 2 detik
● Akral hangat

(Lewis et al., 2014; Nutbeam & Boylan, 2013; Tscheschlog & Jauch, 2015)
Pengkajian Primer
Komponen Hasil Pengkajian
Disability (D) ● Klien mengalami penurunan
● Mengkaji status neurologis klien, seperti kesadaran
status kesadaran, pupil, fungsi motorik dan ● Tingkat kesadaran delirium
sensorik (GCS 10→ E3M5V2)
● Bisa dilakukan dengan AVPU atau GCS

Exposure and Environmental Control (E) ● Ada lesi pada temporal kanan
● Pengkajian kondisi tubuh klien secara pasien
menyeluruh dengan membuka pakaian klien ● Hasil CT scan tanpa kontras
terlebih dahulu menunjukkan lesi hiperdens
● Mempersiapkan selimut atau pengaturan berdensitas darah berbentuk
suhu ruangan bikonveks

(Legome & Shockley, 2011; Tscheschlog & Jauch, 2015)


Pengkajian Sekunder
Komponen Hasil Pengkajian
Full Set of Vital Signs(F) ● Tekanan darah 160/90 mmHg (TDS
● Pengkajian suhu, denyut nadi, laju abnormal)
pernapasan, saturasi oksigen, tekanan ● Frekuensi napas 27 kali/menit (takipnea)
darah, dan berat badan ● Frekuensi nadi 65 kali/menit (normal)
● Saturasi oksigen 94% (abnormal)
● Suhu 38,5℃ (demam)

Give Comfort Measures(G) ● Klien mengalami nyeri akut akibat


● Kenyamanan erat kaitannya dengan nyeri kecelakaan
● Nyeri dikaji dengan pertanyaan PQRST, ● Pengkajian nyeri belum bisa dilakukan
Wong-Baker FACES atau Face, Legs, sebab klien mengalami penurunan
Activity, Cry, dan Consolability (FLACC) kesadaran

(Emergency Nurses Association, 2010; Tscheschlog & Jauch, 2015)


Pengkajian Sekunder
Komponen Hasil Pengkajian
History (H) ● Klein kecelakaan lalu lintas saat
● Dilakukan melalui wawancara klien mengendarai motornya
langsung atau orang yang mengetahui ● Klien tidak menggunakan helm dan
kejadian atau penyakit klien bertabrakan dengan pengendara motor
● SAMPLE lainnya
○ Sign and symptom ● Setelah kejadian, klien sempat muntah
○ Allergy sebanyak 2 kali dan mengalami kejang
○ Medication ● Klien tidak mengalami hipertensi dan
○ Past health history diabetes melitus
○ Last meal eaten ● Peningkatan TIK melalui Trias Cushing
○ Events leading to the illness/injury (tekanan nadi melebar), bradikardia,
pernapasan tidak teratur. Klien masih dalam
tahap kompensasi.

(Dinallo & Waseem, 2022; Sweet & Foley, 2020)


Pengkajian Sekunder

Komponen Hasil Pengkajian


Head-to-Toe Assessment (H) ● Ada lesi pada temporal kanan dibuktikan
● Pengkajian mencakup inspeksi, auskultasi, dengan CT scan
perkusi, dan palpasi ● Klien takikardia dan pernapasannya tidak
● Area yang dikaji: Bagian kepala, tengkorak, teratur
wajah, leher, dada, abdomen, pelvis,
perineum, dan ekstremitas

(Curtis & Ramsden, 2016)


Pengkajian Sekunder
Komponen Hasil Pengkajian
Inspect Posterior Surfaces (I) ● Ada lesi pada temporal kanan klien
● Mempertahankan keselarasan tulang ● Tidak ada memar, luka, atau massa di area
belakang dengan teknik logrolling lainnya
● Mengkaji apakah luka terbuka, memar,
kelainan bentuk atau perubahan warna
● Perawat melakukan palpasi permukaan
posterior untuk melihat deformitas tonus
sfingter anal, dan nyeri
● Jika ditemukan perdarahan eksternal,
perawat dapat menghentikan perdarahan
terlebih dahulu

(Curtis & Ramsden, 2016)


0 Pemeriksaan
Diagnostik dan
4 Kegawatdaruratan
Pemeriksaan Diagnostik
CT SCAN
Modalitas pilihan untuk penilaian awal cedera kepala akut
→ Cepat dan sangat akurat untuk mendeteksi patah tulang
tengkorak dan perdarahan intrakranial akut

CT direkomendasikan untuk:
● TBI sedang sampai berat (GCS <12)
● TBI ringan yang mengalami sakit kepala atau muntah,
kehilangan kesadaran > 5 menit, defisit neurologis
persisten
● Fraktur tengkorak atau luka tembus

(Curtis & Ramsden, 2016; American College of Surgeons, 2018)


Pemeriksaan Diagnostik
MRI
● MRI juga dapat dilakukan untuk pasien dengan TBI akut yang temuan
neurologisnya tidak dapat dijelaskan oleh CT scan

● MRI lebih sensitif terhadap koleksi smear ekstra-aksial, lesi non hemorrhagic,
dan cedera batang otak

● Penggunaan pencitraan fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR) bersama


dengan MRI meningkatkan deteksi cedera pemotongan materi putih dan
kortikal fokal, seperti cedera aksonal difus

(Curtis & Ramsden, 2016)


Kegawatdaruratan 2. Doktrin Monroe-Kellie

Konsep Fisiologis

1. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)


● TIK normal → 10 mmHg

● Peningkatan TIK > 20 mmHg akan


menurunkan perfusi serebral dan
berhubungan dengan prognosis
yang buruk

● Cerebral perfusion pressure/CPP =


MAP - ICP
volume total isi intrakranial harus tetap
*CPP normal 60-100 mmHg konstan karena tengkorak merupakan
wadah kaku yang tidak mampu
mengembang
(American College of Surgeons, 2018)
Kegawatdaruratan
Konsep Fisiologis

3. Kurva Aliran Darah Otak


● Isi intrakranial awalnya dapat
mengkompensasi massa intrakranial
baru, seperti hematoma subdural atau
epidural.
● Begitu volume massa tersebut mencapai
ambang kritis, terjadi peningkatan TIK
yang cepat dan kemudian menyebabkan
penurunan atau penghentian aliran
darah serebral
Kegawatdaruratan
Peningkatan tekanan intrakranial akan
memberikan tekanan pendorong

Pada saat tekanan melampaui


kemampuan otak untuk berkompensasi,
mulai terjadi pergeseran jaringan otak
ke regio lain atau disebut sebagai
herniasi otak

(Gilardi et al., 2019; Ignatavicius et al., 2021)


Kegawatdaruratan
→ Herniasi Uncal
● Pergeseran salah satu atau kedua area lobus temporal, yang dikenal
sebagai unkus. Pergeseran ini menciptakan tekanan pada saraf kranial
ketiga (okulomotor)
● Temuan akhir termasuk pupil melebar dan nonreaktif, ptosis (kelopak
mata terkulai), dan tingkat kesadaran yang memburuk dengan cepat
→ Herniasi sentral
● Pergeseran batang otak dan diencephalon ke bawah dari lesi
supratentorial
● Bermanifestasi secara klinis dengan pernapasan Cheyne Stokes, pupil
pinpoint dan non-reaktif, dan potensi ketidakstabilan hemodinamik

(American College of Surgeons, 2018; Ignatavicius et al., 2021)


(Ignatavicius et al., 2021)
● Penanganan gawat darurat pada
pasien harus mencegah
terjadinya peningkatan TIK (>20
mmHg) melalui tatalaksana pada
hematoma pasien

● Penanganan yang terlambat atau


tidak tepat akan menuju pada
herniasi

(Peate, 2019)
0 Algoritma
5
Algoritma Cedera
Kepala Ringan
(Skor GCS 13–15)

American College Surgeons. (2018). Advanced Trauma Life Support (ATLS):


Student Course Manual, (10th ed.). Chicago: American College Surgeons.
Lanjutan..

American College Surgeons. (2018). Advanced Trauma Life


Support (ATLS): Student Course Manual, (10th ed.).
Chicago: American College Surgeons.
Algoritma Cedera
Kepala Sedang
(Skor GCS 9-12)

Kasus:

● GCS E3M5V2
● CT Scan tanpa kontras
menunjukkan adanya lesi
hiperdens berdensitas
darah berbentuk bikonveks
pada regio temporal kanan.
American College Surgeons. (2018). Advanced
Trauma Life Support (ATLS): Student
Course Manual, (10th ed.). Chicago:
American College Surgeons.
Algoritma Cedera Kepala Berat (Skor GCS 3-8)

American College Surgeons. (2018). Advanced Trauma Life Support (ATLS): Student Course Manual, (10th ed.). Chicago: American College Surgeons.
American College Surgeons. (2018). Advanced Trauma Life Support (ATLS): Student Course Manual, (10th ed.). Chicago: American College Surgeons.
Terapi Medikasi

Pemberian Cairan Intravena


● Untuk mempertahankan normovolemia pasien → dikarenakan, pasien dengan cedera
kepala akan sangat berbahaya apabila mengalami hipovolemia
● Dokter juga harus berhati-hati;
- Untuk tidak membebani pasien dengan cairan dan hindari penggunaan cairan
hipotonik.
- Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan hiperglikemia,
yang dapat membahayakan otak yang terluka.
● Larutan ringer laktat atau normal saline akan sangat direkomendasikan untuk resusitasi.
● Selanjutnya, pantau dengan cermat kadar natrium serum pada pasien agar tidak terjadi
hiponatremia yang berhubungan dengan edema otak

American College Surgeons. (2018). Advanced Trauma Life Support (ATLS): Student Course Manual, (10th ed.). Chicago: American College Surgeons.
Terapi Medikasi

Mannitol
● Untuk mengurangi peningkatan TIK.
● Pastikan pasien tidak mengalami hipotensi saat ingin diberikan manitol. → dikarenakan, manitol
tidak dapat menurunkan TIK pada pasien dengan hipovolemia dan merupakan diuretik osmotik
kuat. Efek ini selanjutnya dapat memperburuk hipotensi dan iskemia serebral.
● Manitol diberikan pada pasien yang mengalami kerusakan neurologis akut :
- Saat pasien diobservasi, pasien terlihat pupilnya melebar, mengalami hemiparesis, atau
kehilangan kesadaran (koma).

Manitol dapat diberikan 0,25–1 g/kg untuk mengontrol TIK yang meningkat.
Pemberian ini dilakukan secara bolus cepat selama 20-30 menit

American College Surgeons. (2018). Advanced Trauma Life Support (ATLS): Student Course Manual, (10th ed.). Chicago: American College Surgeons.
Terapi Medikasi
Hypertonic saline
● Untuk mengurangi peningkatan TIK dengan konsentrasi 3-23,4%.
● Indikasi pemberian hypertonic saline;
- Pada pasien hipotensi karena tidak berefek diuresis

Antikonvulsan
● Terdapat tiga faktor utama yang berkaitan dengan insiden epilepsi yaitu kejang pada minggu
pertama, hematoma intrakranial, dan depresi fraktur tengkorak.
● Antikonvulsan dapat menghambat pemulihan otak, sehingga harus digunakan hanya jika
benar-benar diperlukan.
● Saat ini, fenitoin (Dilantin) dan fosfenitoin (Cerebyx) umumnya digunakan pada fase akut.

Dosis:
● 1 g fenitoin intravena diberikan 50 mg/menit, dilanjutkan 100 mg/8 jam → Valium (Diazepam) atau ativan
(Lorazepam) juga merupakan obat yang sering digunakan selain fenitoin sampai kejang berhenti.
● Kontrol kejang secara terus menerus, karena apabila kejang berkepanjangan (30-60 menit) dapat
menyebabkan kerusakan otak sekunder.

American College Surgeons. (2018). Advanced Trauma Life Support (ATLS): Student Course Manual, (10th ed.). Chicago: American College Surgeons.
Asuhan
0 Keperawatan
6 Dx 1 : Risiko Perfusi Jaringan
Serebral Tidak Efektif
Dx 2 : Pola napas tidak efektif
Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan

Data Subjektif: Epidural hematoma 00201 Risiko Perfusi


● Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas ↓ Jaringan Serebral Tidak
(bertabrakan dengan motor lain) Peningkatan TIK Efektif
● Pasien tidak memakai helm ↓
● Pasien sempat muntah dan kejang Gangguan sirkulasi Definisi:
Data Objektif: ke jaringan otak Rentan terhadap penurunan
● Penurunan kesadaran: GCS E3M5V2 = GCS 10 ↓ sirkulasi jaringan serebral,
(delirium) Risiko perfusi yang dapat mengganggu
● RR 27x/menit tidak teratur (takipnea ireguler) jaringan serebral kesehatan
● HR 65x/menit (normal) tidak efektif
● TD 160/90 mmHg (tinggi) MAP = 113 (tinggi)
● Akral hangat (normal)
● CRT <2 detik (normal)
● Lesi temporal kanan
● Tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes
melitus
● Hasil CT-Scan tanpa kontras: lesi hiperdens
berdensitas darah berbentuk bikonveks
pada regio temporal kanan → epidural
hematoma (Herdman & Kamitsuru, 2017)
Rencana Keperawatan
Luaran Intervensi

0406 Perfusi Jaringan: Serebral 2620 Pemantauan Neurologi


Definisi: Definisi:
Kecukupan aliran darah melalui pembuluh Pengumpulan dan analisis data pasien untuk mencegah atau
darah otak untuk mempertahankan fungsi meminimalkan komplikasi neurologis
otak
Tindakan:
Kriteria hasil: ● Tentukan faktor yang berhubungan dengan situasi
● Tekanan darah sistolik dan diastolik
individu, penyebab penurunan perfusi serebral dan
potensi peningkatan TIK.
normal (5) → sistolik 90 - 120 mmHg;
● Pantau dan dokumentasikan status neurologis sesering
diastolik 60 - 100 mmHg
mungkin → GCS selama 48 jam pertama
● Tekanan intrakranial normal (5) → 10
● Pantau tanda-tanda vital:
mmHg - Tekanan darah (onset dan berlanjutnya hipertensi
● MAP normal (5) → 70-100 mmHg sistolik dan pelebaran tekanan nadi)
● Tidak ada muntah dan demam (5) - Denyut dan irama jantung (bradikardia, bradikardia dan
● Tidak ada penurunan kesadaran (5) → takikardia bergantian, dan disritmia lainnya)
normal: compos mentis (GCS 15) - Respirasi (pola dan ritme, termasuk periode apnea
● Tidak ada gangguan refleks neurologi setelah hiperventilasi dan pernapasan Cheyne-Stokes
(5)→ refleks +2

(Moorhead et al., 2018) (Doenges et al., 2014) (Butcher et al., 2018)


Rencana Keperawatan
Luaran Intervensi

● Evaluasi pupil, perhatikan ukuran, bentuk, persamaan, dan reaktivitas cahaya.


● Kaji posisi dan gerakan mata, catat apakah dalam posisi tengah atau menyimpang
ke samping atau ke bawah.
● Catat ada tidaknya refleks—berkedip, batuk, muntah, dan Babinski.

2550 Promosi Perfusi Serebral


Definisi:
Promosi perfusi yang adekuat dan pembatasan komplikasi untuk pasien yang mengalami
atau berisiko mengalami perfusi serebral yang tidak adekuat

Tindakan:
● Pantau suhu dan atur suhu lingkungan, sesuai indikasi.
● Pantau asupan dan haluaran (I&O). Perhatikan turgor kulit dan status membran
mukosa.
● Berikan periode istirahat antara aktivitas perawatan dan batasi durasi prosedur.
● Amati aktivitas kejang dan lindungi klien dari cedera.
● Tinggikan bagian kepala tempat tidur secara bertahap hingga 20 - 30 derajat,
sesuai toleransi atau indikasi. Hindari fleksi pinggul lebih besar dari 90 derajat.
● Berikan cairan isotonik intravena (IV), seperti NaCl 0,9%, dengan alat kontrol.

(Doenges et al., 2014) (Butcher et al., 2018)


Rencana Keperawatan
Luaran Intervensi

● Berikan oksigen tambahan melalui rute yang tepat, seperti ventilator mekanik dan
masker, untuk mempertahankan SaO2 yang sesuai, sesuai indikasi.
● Pantau AGD atau oksimetri nadi.
● Berikan obat-obatan sesuai indikasi, misalnya:
- Diuretik, seperti mannitol (Osmitrol) dan furosemide (Lasix)
- Barbiturat, seperti pentobarbital
- Steroid, seperti deksametason (Dekadron) dan metilprednisolon (Medrol)
- Antikonvulsan, seperti fenitoin (Dilantin)
- Analgesik dan obat penenang, seperti lorazepam (Ativan), benzodiazepin, dan
propofol
- Antipiretik, seperti acetaminophen (Tylenol)
● Persiapan intervensi bedah, seperti kraniotomi atau pemasangan drain ventrikel
atau monitor tekanan ICP, jika diindikasikan, dan pindahkan ke perawatan yang
lebih tinggi.

(Doenges et al., 2014) (Butcher et al., 2018)


Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan

Data Subjektif: Trauma Pola Nafas Tidak Efektif


● Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas ↓
(bertabrakan dengan motor lain) Penurunan Domain 4 :
● Pasien tidak memakai helm Kesadaran Aktivitas/Istirahat
● Pasien sempat muntah dan kejang ↓
Data Objektif: Cedera Kepala Kelas 4 : Respon
● Penurunan kesadaran: GCS E3M5V2 = GCS 10 ↓ Kardiovaskuler / Pulmonal
(delirium) Depresi pusat
● RR 27x/menit tidak teratur (takipnea ireguler) pernapasan Definisi: Inspirasi dan/atau
● TD 160/90 mmHg (tinggi) MAP = 113 (tinggi) ↓ ekspirasi yang tidak
● Lesi temporal kanan Perubahan pola memberikan ventilasi
● Tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes melitus napas (takipnea adekuat (Wilkinson, 2016)
● Hasil CT-Scan tanpa kontras: lesi hiperdens ireguler)
berdensitas darah berbentuk bikonveks pada
regio temporal kanan
Data Tambahan :
● Saturasi oksigen 94%
Rencana Keperawatan
Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)

Tujuan : Tetapkan pola pernapasan 3350 – Monitor Pernafasan


normal dan efektif yang dibuktikan Definisi: Sekumpulan data dan analisis keadaan pasien untuk
dengan tidak adanya memastikan kepatenan jalan nafas dan kecukupan pertukaran
gas.
sianosis dan tanda/gejala hipoksia
Aktivitas:
lainnya, dengan gas darah arteri ● Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
(AGD) dalam rentang normal. ● Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan, penggunaan otot
bantu nafas, dan retraksi dada
0415 - Status Pernafasan ● Monitor pola nafas
Definisi: Proses keluar masuknya ● Monitor saturasi oksigen
udara ke paru-paru serta ● Monitor kelelahan otot-otot diafragma dengan
● pergerakan paradoksal (berlawanan arah)
pertukaran karbondioksida dan
● Monitor nilai AGD
oksigen di alveoli. ● Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat
peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan volume tidal
● Auskultasi jalan napas
(Moorhead et al., 2016) (Bulechek et al., 2013)
Rencana Keperawatan

Intervensi (SIKI)

Kriteria hasil: 3140 – Manajemen Jalan Napas


● Frekuensi pernafasan berada pada skala Definisi: Memfasilitasi kepatenan jalan napas.
5 (tidak ada deviasi dari Aktivitas:
● Buka jalan napas dengan teknik jaw thrust
● kisaran normal)
● Posisikan pasien untuk memaksimalkan
● Irama pernafasan berada pada skala 5 ventilasi
(tidak ada deviasi dari kisaran normal) ● Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam
● Kedalaman inspirasi berada pada skala 5 ● Auskultasi suara napas
(tidak ada deviasi dari kisaran normal) ● Posisikan pasien untuk meringankan sesak
● Kepatenan jalan nafas berada pada skala napas
5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal) ● Monitor status pernafasan dan oksigenasi

(Moorhead et al., 2016) (Bulechek et al., 2013)


Daftar Pustaka
American College of Surgeons. (2018). ATLS Advanced Trauma Life Support: Student Course Manual (10th ed.). American
College of Surgeons.
An, J. (2014, July 2). Increased Intracranial Pressure: Clinical Findings. The Calgary Guide to Understanding Disease.
https://calgaryguide.ucalgary.ca/presentation-of-increased-icp/
Butcher, H. K., Bulechek, G. M., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2018). Nursing Interventions Classification (NIC) (I.
Nurjannah (ed.); 7th ed.). Elsevier.
Blyth, B. J. & Bazarian, J. J. (2011). Traumatic Alterations in Consciousness: Traumatic Brain Injury [internet]. Retrieved
from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2923650/
Curtis, K., & Ramsden, C. (2016). Emergency and Trauma Care for Nurses and Paramedics (2nd ed.). Elsevier.
Dinallo, S., & Waseem, M. (2022). Cushing Reflex. StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549801/
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2014). Nursing Care Plans: Guidelines for Individualizing Client Care
Across the Life Span. F. A. Davis Company.
Doenges, M. E., house, M. F., & Murr, A. C. (2019). Nursing Care Plans: Guidelines for Individualizing Client Care Across
the Life Span. Philadelphia: F. A. Davis Company.
Emergency Nurses Association. (2010). Sheehy’s Emergency Nursing: Principles and Practice (6th ed.). Elsevier Mosby.
Daftar Pustaka
Gilardi, B. R., López, J. I. M., Villegas, A. C. H., Mora, J. A. G., Rodríguez, O. C. R., Appendini, R. C., Malváez, M. D. la M., & Calleja,
J. A. H. (2019). Types of Cerebral Herniation and Their Imaging Features. Radiographics, 39(6), 1598–1610.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2017). NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 (M. Ester & W.
Praptiani (eds.); 11th ed.). Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ignatavicius, D. D., Workman, M. L., & Rebar, C. R. (2017). Medical-Surgical Nursing: Concepts for Interprofessional
Collaborative Care (9th ed.). Elsevier
Ignatavicius, D. D., Workman, M. L., Rebar, C. R., & Heimgartner, N. M. (2021). Medical-Surgical Nursing: Concepts for
Interprofessional Collaborative Care (10th ed.). Elsevier.
Kan, P. K. Y., Chu, M. H. M., Koo, E. G. Y., & Chan, M. T. V. (2016). Complications in Neuroanesthesia. Elsevier.
Legome, E., & Shockley, L. W. (2011). Trauma : a Comprehensive Emergency Medicine Approach. Cambridge University Press.
Lemone, P., Burke, K. M., Bauldoff, G., & Gubrud., P. (2017). Medical–Surgical Nursing: Clinical Reasoning in Patient Care (6th
ed.).
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher. (2014). Medical Surgical Nursing: Assessments and Managements of Clinical Problems
(10th ed.). Elsevier Mosby.
Daftar Pustaka
Moorhead, S., Swanson, E., Johnson, M., & Maas, M. L. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC) (I. Nurjannah (ed.);
6th ed.). Elsevier.
Nutbeam, & Boylan. (2013). ABC of Prehospital Emergency Medicine (1st ed.). John Wiley & Sons Ltd.
Peate, I. (2019). Alexander’s Nursing Practice Hospital and Home (5th ed.). Elsevier.
Sweet, V., & Foley, A. (2020). Sheehy’s Emergency Nursing (7th ed.). Elsevier.
Tscheschlog, B. A., & Jauch, A. (2015). Emergency Nursing, Made Incredibly Easy (2nd ed.). Wolters Kluwer Health.
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai