Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas, komposisi kulit sebesar 15% dari total berat
badan orang dewasa (Potter et al., 2017). Secara garis besar, kulit terdiri dari Epidermis, Dermis,
Hipodermis (subkutan).
Epidermis: Lapisan terluar dari kulit, terdiri dari sel epithelial, avascular, ketebalan 0,04
mm, regenerasi tiap 2 - 4 minggu, mendapatkan nutrisi dari dermis, terddiri dari 4 – 5
lapisan tergantung lokasi tubuh
Dermis: Lapisan tengah dari kulit, ketebalan 0,5 mm, terdiri dari 2 lapisan, vascular,
terdapat saraf, jaringan penghubung, kolagen, elastin, fibroblast, sel mast. Berperan
dalam reaksi inflamasi sebagai respon trauma dan infeksi, reseptor panas, dingin, nyeri,
tekanan, gatal.
Hipodermis: Lapisan terdalam kulit atau disebut dengan lapisan subkutan, mendukung
dermis dan epidermis, terdapat jaringan adiposa, jaringan penghubung, dan pembuluh
darah. Sebagai penyimpanan lemak, menjaga organ di bawahnya, serta memberikan
regulasi suhu.
Fungsi kulit:
- Mempertahankan homeostasis tubuh sesuai dengan lingkungan sekitar
- Barier pelindung terhadap organisme penyebab penyakit ataupun radiasi sinar UV
- Organ sensorik yang peka terhadap rangsang sakit, suhu, sentuhan
- Regulasi suhu tubuh
- Ekskresi air, garam, urea melalui keringat
- Sekresi minyak untuk menjaga kelembaban dan melumasi kulit
- Mensintesis vitamin D (Bickey, 2004) (Berman et al., 2012)
Luka
Perubahan atau cedera pada integumen dapat menimbulkan resiko terhadap keselamatan tubuh
dan merangsang respons penyembuhan yang kompleks (Potter et al., 2017).
Definisi:
Luka adalah injuri jaringan yang mengganggu proses selular normal
Luka adalah kerusakan pada kontuinitas atau kesatuan jaringan tubuh yang dapat disertai
kehilangan substansi jaringan
Luka merupakan sebuah kondiri kerusakan atau hilangnya jaringan tubuh ynag terjadi
akibat trauma benda tumpul, benda tajam, suhu, zat kimia, ledakan, gigitan hewan,
sengatan listrik, dan berbagai penyebab lain.
Jenis Luka:
a) Luka Akut: Kerusakan terjadi akibat dari trauma, memiliki progresivitas penyembuhan
luka normal hingga tertutupnya luka
Contoh: Luka bedah laparotomi, luka lecet akibat kecelakaan, luka akibat benda tajam.
b) Luka Kronik: Luka yang mengalami proses penyembuhan memanjang dari normal (4-6
minggu) dan berhenti di fase inflamasi. Luka kronik dipengaruhi oleh obat – obatan,
nutrisi yang buruk, atau pemilihan balutan yang tidak sesuai
Contoh: Luka karena gangguan metabolisme akibat Diabetes Mellitus, luka decubitus
c) Luka Terinfeksi: Adanya invasi pada jaringan luka dengan adanya multiplikasi
mikroorganisme patogen yang menghasilkan jaringan cedera subsequent dan memberikan
penyakit melalui mekanisme toksik atau seluler dengan tahapan tingkat gangguan
bacterial (kontaminasi, kolonisasi, topical infection atau critical kolonisasi, lokal
infection, regional atau spreading infection / cellulitis sepsis)
Fase 1: Fase inflammatory, 0 -3 hari. Fase ini merupakan fase normal tubuh terhadap cedera.
Fase ini mengaktifan vasodilatasi sehingga meningkatkan aliran darah yang menyebabkan panas,
kemerahan, nyeri, bengkak, hilangnya fungsi
Fase 2: Fase proliferative. 3 – 24 hari. Fase penyembuhan luka. Tubuh membuat aliran darah
baru yang menutupi permukaan luka. Meliputi granulasi dan epitelisasi. Luka akan menjadi lebih
kecil yang menunjukkan semakin sembuh
Fase 3: Fase maturase. 24 – 365 hari. Fase akhir dari penyembuhan luka. Terbentuk jaringan
luka. Luka masih berisiko dan harus dijaga sebaik mungkin
Pengkajian Luka
Epitelisasi: Proses penyembuhan luka yang ditandai dengan permukaan luka ditutup
oleh jaringan epitelium baru, yaitu ketika luka diisi oleh jaringan granulasi. Jaringan
berwarna pink, hampir putih dan hanya terjadi di atas jaringan granulasi yang sehat
4) Pengukuran Luka
Mengukur panjang x lebar x kedalaman luka
Ada tidaknya undermining atau goa yang diukur sesuai dengan arah jarum jam.
6) Pengkajian Infeksi
Proses inflamasi / peradangan yang memanjang: kemerahan, edema, nyeri, panas
Eksudatif, berwarna seroanginosa
Berbau tidak sedap
Hasil kultur infeksi
7) Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Faktor intrinsik: usia, status nutrisi (BB ideal dapat meningkatkan proses
penyembuhan luka) dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi
(gangguan imun dapat memperlambat proses penyembuhan luka), dan penyakit
penyerta
Faktor ekstrinsik: pengobatan, radiasi, stress psikologi, infeksi, iskemia, dan trauma
jaringan
a. Usia (Perkembangan)
Anak kecil dan orang dewasa yang sehat sembuh lebih cepat dibandingkan
dewasa tua (terlebih yang memiliki penyakit kronis. Contoh: penurunan fungsi
hati, diabetes, penyakit kardiovaskuler)
b. Nutrisi
Klien malnutrisi dan obesitas penyembuhannya lebih lama. Klien perlu diet kaya
protein, karbohidrat, lipid, vitamin A dan C, serta mineral.
c. Gaya hidup
Orang yang berolahraga secara teratur cenderung memiliki sirkulasi yang baik
dan karena darah membawa oksigen dan nutrisi ke luka, mereka lebih mungkin
untuk sembuh dengan cepat. Merokok mengurangi jumlah hemoglobin fungsional
dalam darah, sehingga membatasi kapasitas pembawa oksigen darah, dan
menyempitkan arteriol.
d. Obat – obatan
Obat anti-inflamasi (misalnya, steroid dan aspirin) dan agen antineoplastik
mengganggu penyembuhan. Penggunaan antibiotik dalam waktu lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka oleh organisme yang resisten
(Berman et al., 2012).
Diagnosa Keperawatan
a) Risiko Luka Tekan:
Rentan terhadap cedera lokal pada kulit dan/atau jaringan di bawahnya biasanya di
atas penonjolan tulang akibat tekanan, atau tekanan yang dikombinasikan dengan
geseran.
b) Risiko Kerusakan Integritas Kulit:
Rentan terhadap perubahan epidermis dan/atau dermis yang dapat mengganggu
kesehatan.
c) Kerusakan Integritas Kulit:
Perubahan epidermis dan/atau dermis
d) Kerusakan Integritas Jaringan:
Kerusakan membran mukosa, kornea, sistem integumen, fasia otot, otot, tendon,
tulang, tulang rawan, kapsul sendi, dan/atau ligament
Kerusakan Integritas Kulit biasanya berlaku untuk luka tekan dan luka yang meluas
melalui epidermis tetapi tidak melalui dermis. Kerusakan Integritas Jaringan berlaku
untuk luka tekan dan luka yang meluas ke jaringan subkutan, otot, atau tulang.
Manajemen Luka
Wound bed preparation: TIME
TISSUE: Tissue management dengan jaringan nekrotik untuk menjadikan dasar luka
menjadi sehat berwarna merah (Red Yellow Black)
- Debridement jaringan nekrotik untuk menjadikan dasar luka menjadi sehat berwarna
merah:
- Tipe debridement:
1) Debridement biologis
Menggunakan magot atau belatung steril dari spesies Lucilia sericata untuk
membantu penyembuhan luka dengan memakan jaringan lama dan
mengendalikan infeksi dengan melepaskan zat antibakteri
Belatung dibungkus kain kasa dan diletakkan di atas luka selama 24 – 72 jam.
Belatung akan diganti dua kali seminggu
2) Debridement enzymatic
Menggunakan enzim yang berasal dari hewan, tumbuhan, atau bakteri untuk
melembutkan jaringan kulit yang rusak.
Enzim dioleskan pada luka satu – dua kali sehari dan dibungkus perban
3) Debridement autolitik
Menggunakan enzim tubuh dan cairan alami untuk melembutkan jaringan
yang buruk
Cocok untuk luka yang tidak mengalami infeksi
Contoh: hydrogel dan hydrocolloid
4) Debridement mekanik
Dapat dilakukan dengan 3 cara (mengunakan air untuk membersihkan
jaringan lama, membungkus luka dengan kasa basah hingga kering,
mengusap bantalan polyester dengan lembut ke seluruh luka)
Dapat menimbulkan nyeri dan jaringan granulasi dapat terangkat saat
pembersihan luka
5) Debridement surgical
Membersihkan luka dengan cepat pada kondisi steril
Dilakukan di ruang operasi dengan bius lokal atau general
Digunakan untuk luka yang luas dan umumnya luka dengan infeksi
Mengubah luka kronik menjadi luka akut
EDGE OF WOUND: Mengevaluasi epitelisasi pada tepi luka. Tepi luka yang keras dan
kering akan menghambat proses epitelisasi dalam penyembuhan luka. Sehinggs tepi luka
harus disiapkan sejak dini. Luka yang sehat ditandai dengan adanya epitelisasi pada tepi
luka. Bila dalam 2 – 4 minggu tidak ada kemajuan tepi luka direassessment untuk TIM
(Black, 2009).
Perawatan Luka
Alat dan Bahan
1. Sarung tangan steril
2. Sarung tangan bersih
3. Set perawatan luka steril: pinset anatomi, pinset chirurgi, kom, klem, gunting
4. Kassa steril
5. Plester
6. Bengkok
7. Cairan pembersih (NaCl 0.9%)
8. Antiseptik (jika perlu)
9. Pinset anatomi bersih
10. Pengalas
11. Masker
12. Sampiran (jika perlu)
Cara Kerja
1) Periksa rencana keperawatan pasien terkait perawatan luka
2) Berikan salam terapeutik, tanyakan keluhan pasien terkait luka dan melakukan
pemeriksaan tanda vital
3) Informasikan kegiatan kepada pasien; Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada
pasien dan rumuskan kontrak tindakan bersama kegiatan yang akan dilakukan
4) Jaga privacy klien dengan memasang sampiran jika diperlukan
5) Atur posisi klien sesuai dengan lokasi luka
6) Pasang pengalas di bawah area luka
7) Pasang sarung tangan bersih. Buka balutan luka dengan pinset bersih, sisakan 1 lapis
kasa untuk menutupi area luka
8) Buka set ganti balutan dengan memperhatikan sterilitas alat dan siapkan hal-hal yang
diperlukan saat perawatan luka
9) Ganti sarung tangan dengan sarung tangan steril
10) Cuci luka dengan cairan fisiologis
11) Bersihkan luka sesuai dengan kondisi luka, dari daerah bersih ke kotor. Hindari
merusak jaringan granulasi*
12) Kaji kondisi luka: grade, lokasi, ukuran, nyeri, dan kondisi luka
13) Pertahankan teknik steril. Hindari bercampurnya alat steril dan non steril
14) Keringkan luka dengan kasa kering. Berikan terapi sesuai dengan kondisi
luka/program pengobatan
15) Balut luka dengan balutan yang sesuai dengan kondisi luka. Tutup luka
16) Lepaskan sarung tangan
17) Rapikan alat, cuci tangan
18) Terminasi tindakan (evaluasi dan tanggapi respon pasien serta rencana tindak lanjut)
19) Dokumentasi kegiatan
(Rebeiro et al., 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2012). Kozier and Erb’s Fundamentals of Nursing:
Concepts, Process and Practice. In Nurse Education in Practice (Vol. 12, Issue 2).
https://doi.org/10.1016/j.nepr.2011.09.002
Bickey, L. (2004). Barbara Bates: A Guide to Physical Examination and History Taking (8th
ed.). Lippincott Williams & Wilkins.
Potter, P. A., Stockert, P. A., Perry, A. G., & Hall, A. M. (2017). Fundamentals of Nursing (9th
ed.). St. Louis: Elsevier.
Rebeiro, G., Jack, L., Scully, N., & Wilson, D. (2015). Keperawatan Dasar: Manual
Keterampilan Klinis (E. Novieastari & Y. Supartini (eds.); 1st ed.). Elsevier Singapore Pte
Ltd.