Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Keamanan dan Proteksi


Kebutuhan Keamanan dan Proteksi
1. Pengertian Keamanan dan Proteksi
Menurut PPNI (2017) diagnosa keperawatan gangguan integritas
kulit/jaringan masuk kedalam kategori lingkungan dan subkategori: keamanan dan
proteksi. Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan. Kulit terbagi menjadi tiga lapisan yaitu: epidermis, dermis
dan jaringan subkutan. Kulit memiliki salah satu fungsi sebagai perlindungan atau
proteksi, jaringan tanduk sel-sel epidermis paling luar membatasi masuknya
benda-benda dari luar atau dari agen-agen penyebab infeksi. Bagi pasien DM
dengan gangguan integritas jaringan selain harus menjaga keadaan luka untuk
tetap bersih dengan melakukan perawatan luka secara rutin pasien juga harus
menjaga keadaan keamanan dan proteksi lingkungan agar tidak menimbulkan
komplikasi atau tidak menimbulkan luka baru yang menyebabkan infeksi.
Menurut Potter & Perry (2006) Keamanan biasa didefinisikan sebagai
keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis, salah satu kebutuhan dasar
manusia yang harus dipenuhi. Dalam lingkungan pelayanan kesehatan memiliki
rasa aman merupakan hal yang penting dalam perawatan pasien terutama bagi
seorang perawat yang sudah tugasnya menjaga keamanan diri serta orang yang
dirawat baik yang sakit maupun sehat yang berkaitan terhadap kehidupan dan
kelangsungan hidup pasien.
Lingkungan yang aman akan mempengaruhi berkurangnya insiden terjadinya
penyakit dan cedera serta mempercepat tindakan perawatan pada pasien.
Lingkungan yang aman merupakan salah satu kebutuhan dasar yang terpenuhi,
bahaya pada fisik akan berkurang, penyebaran organisme patogen akan berkurang.
Patogen merupakan mikroorganisme yang mampu menyebabkan infeksi.

6
7

2. Metode Penyebaran Infeksi


Menurut Mubarak & Chayanti (2008) terdapat tiga metode penyebaran
infeksi yaitu:
a. Penyebaran langsung: perpindahan mikroorganisme secara langsung dan
segera dari satu individu ke individu lain melalui sentuhan, gigitan, hubungan
seksual, atau bisa melalui percikan ludah.
b. Penyebaran tidak langsung: penyebaran mikroorganisme melalui media yaitu
mainan, pakaian, peralatan bedah, makanan, air dll. Dan penyebaran melalui
vektor yaitu hewan atau serangga yang bertindak sebagai perantara
penyebaran agens infeksi (tikus, nyamuk) penyebaran dapat melalui feses.
c. Transmisi udara: penyebaran mikroorganisme dapat berlangsung melalui debu
yang kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan.
3. Pencegahan Infeksi
Menurut Mubarak & Chayanti (2008) untuk mencegah penyebaran dan
perluasan infeksi upaya yang dapat dilakukan pemeliharaan kesehatan melalui
pemeliharaan kebersihan lingkungan, kebersihan diri serta perawatan khusus
terhadap penyakit dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Dari terjadinya penyebaran infeksi pada tubuh yang sakit terutama pada
bagian tubuh luar seperti kulit dapat mengakibatkan pasien merasa terganggu
kebutuhan rasa aman dan kehilangan proteksi atau kehilangan perlindungan diri
akan terkena infeksi. Kerusakan integritas kulit adalah peningkatan kerentanan
untuk jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik seperti rusak dan hilangnya
lapisan kulit luar atau pelindung hingga bagian terdalam, masalah tersebut dapat
dicegah dengan cara penatalaksanaan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara menyeluruh melalui pengkajian, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi, melakukan implementasi serta evaluasi pada
pasien yang menderita penyakit diabetes melitus. Dalam asuhan keperawatan
pasien Diabetes Mlitus dengan keruskan integritas kulit adalah perawatan secara
non farmakologi dan farmakologi seperti memberikan pendidikan kesehatan
tentang perawatan luka, olahraga, dan pemberian insulin secara rutin serta
8

pencegahan dan perawatan luka yang telah mengalami ulkus diabetik (Potter &
Perry, 2006).

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengkajian diabetes melitus
Pengkajian terhadap pasien diabetes dengan masalah primer seperti penyakit
jantung, penyakit renal, penyakit serebrovaskuler, kelainan vaskuler perifer,
pembedahan atau berbagai bentuk penyakit adalah sama seperti pada pasien
nondiabetes, pengkajian pasien diabetes juga harus berfokus pada hipoglikemia
dan hiperglikemia, luka pada kulit dan keterampilan perawatan mandiri diabetes
yang mencakup keterampilan bertahan pada diabetes serta tindakan untuk untuk
mencegah komplikasi jangka panjang.
Pengkajian dilakukan untuk mendeteksi hipoglikemia dan hiperglikemia
disertai pemantauan glukosa kapiler yang sering (biasanya diinstruksikan dokter
sebelum jammakan serta pada saat akan tidur malam) dan pemantauan tanda-
tanda serta gejala hipoglikemia atau hiperglikemia.
Pengkajian kulit yang cermat, khususnya pada daerah-daerah yang menonjol
dan pada ekstermitas bawah, merupakan tindakan yang penting. Pengkajian ini
dilakukan untuk memeriksa apakah kulit pasien kering, pecah-pecah, terluka dan
kemerahan.
Berikut adalah pengkajian pada pasien diabetes melitus:
a) Identitas klien
Identitas klien (data biografi) meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, pekerjaan, dan asal etnik individu (Brunner & Suddarth,
2001)
b) Keluhan utama
Keluhan utama adalah penyebab yang mendorong sseorang mencari
pertolongan (Brunner & Suddarth, 2001). Keluhan utama yang biasa
dikeluhkan pasien diabetes melitus yaitu luka sukar sembuh disertai rasa
kesemutan dan berat badan selalu turun (Hans Tandra, 2015).
9

c) Riwayat kesehatan sekarang


1. Luka sukar sembuh
Penyebab luka sukar sembuh adalah pertama, akibat infeksi hebat sehingga
kuman atau jamur mudah tumbuh pada kondisi gula darah tinggi, kedua karena
kerusakan pembuluh darah sehingga aliran darah tidak lancar pada kapiler
sehingga menghambat penyembuhan luka, dan yang ketiga adalah kerusakan
saraf, luka yang tidak terasa menyebabkan diabetesi tidak menaruh perhatian luka
dan membiarkannya semakin busuk.
2. Rasa kesemutan
Kerusakan saraf yang disebabkan glukosa tinggi akan merusak dinding
pembuluh darah, yang mengganggu nutrisi bagi saraf. Karena rusaknya saraf
sensori maka keluhan yang paling sering muncul adalah rasa kesemutan atau baal
(tidak terasa).
3. Berat badan selalu turun
Hal ini diakibatkan otot tidak mendapat cukup gula dan energi untuk tumbuh
sehingga mau tak mau jaringan lemak dan otot harus di pecah untuk memenuhi
kebutuhan energi. Efeknya berat badan menjadi turun, meskipun makannya
banyak (Hans Tandra, 2015).
4. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien diabetes melitus memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti infart miokard.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang mungkin diturunkan, menular, atau berhubungan dengan
lingkungan hidup. Pada pasien diabetes biasanya adanya riwayat keluarga yang
menderita diabetes melitus (Brunner dan Suddarth, 2001).

b. Pengkajian luka
Menurut Carville (1998) dalam Maghfuri (2015), Pengkajian Luka sebagai
berikut:
a) Type luka
10

Terdapat dua type luka yaitu luka akut dan luka kronik. Luka gangren pada pasien
DM merupakan type luka kronik.
b) Type penyembuhan
1) Primery intention, Jika terdapat kehilangan jaringan minimal dan kedua tepi
luka dirapatkan baik dengan jahitan, plaster. Jaringan parut yang dihasilkan
minimal.
2) Delayed Primary Intention, Jika luka terinfeksi atau mengandung benda asing
dan membutuhkan pembersihan intensif, selanjutnya ditutup secara primer
pada beberapa waktu kemudian.
3) Secondary Intention, Penyembuhan luka terlambat dan terjadi melalui proses
granulasi, kontraksi dan epotilazation. Jaringan parut luas.
4) Flap, Pembedahan relokasi kulit dan jaringan subcutan pada luka yang berasal
dari jaringan terdekat.
c) Kehilangan jaringan
Menggambarkan kedalaman kerusakan jaringan atau stadium kerusakan jaringan
kulit.
1) Superfisial: Luka sebatas epidermis
2) Parsial (partial thikness): Luka meliputi epidermis dan dermis
3) Penuh (Full thikness): Luka meliputi epidermis, dermis dan subcutan. Dapat
melibatkan otot, tendon, dan tulang
d) Penampilan Klinik
Tampilan klinis luka dapat dibagi berdasarkan warna dasar luka antara lain:
1) Hitam atau Nekrotik
a. Eschar yang mengeras dan nekrotik
b. Kering atau lembab
c. Avaskularisasi
2) Kuning atau Sloughy
a. Jaringan mati yang fibrous, kuning dan slough
b. Luka terkontaminasi, terinfeksi
c. Avaskularisasi
3) Merah atau Granulasi
11

a. Dasar warna luka merah


b. Lembab
c. Bersih, vaskularisasi baik, mudah berdarah
d. Terdapat lapisan epitelisasi (lapisan merah muda)
e. Fase akhir proses penyembuhan
4) Terjadi epitelisasi
5) Kehijauan atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-tanda klinis infeksi seperti
nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan exudate.
e) Lokasi
Lokasi luka mempengaruhi penyembuhan luka. Lokasi luka di area persendian
cenderung lebih lambat sembuh karena cenderung lebih banyak pergerakan
(siku, lutut, kaki) . Area yang rentan terkena tekanan atau gaya lipatan akan
lambat sembuh (pinggul, bokong), sedangkan penyembuhan lebih cepat di
daerah wajah.
f) Ukuran Luka
Pengukuran luka dilakukan dengan pengukuran tiga dimensi dengan mengkaji
panjang, lebar, dan kedalaman. Pengukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan lidi kapas steril untuk menilai adanya goa dengan mengukur
searah jarum jam.
g) Exudate
Beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang exudate adalah jenis, jumlah,
warna, konsistensi dan bau
1) Jenis Exudate
a. Serous: Cairan berwarna jernih
b. Hemoserous: Cairan serous yang berwarna merah terang
c. Sanguenous: Cairan berwarna merah kental
d. Purulent: Kental mengandung nanah
2) Jumlah: Sedikit, sedang, banyak
3) Warna: Berhubungan dengan jenis exudate
4) Konsistensi: Berhubungan dengan jenis exudate, sangat bermakna pada luka
yang edema
12

5) Bau: Berhubungan dengan infeksi luka dan kontaminasi luka oleh cairan
tubuh. Bau mungkin berhubungan dengan proses autolisis jaringan nekrotik
pada balutan.
h) Kulit sekitar luka: edema, benda asing, dermatitis, warna, suhu, dan pulsasi.
i) Nyeri: pastikan apakah nyeri dengan penyakit yang di derita atau tidak.
j) Klasifikasi luka diabetik
Wagner (1983) di dalam Maghfuri (2015) membagi derajat luka menjadi enam
tingkatan:
1) Derajat 0: tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki.
2) Derajat 1: ulkus superficial terbatas pada kulit.
3) Derajat 2: ulkus dalam menembus tendon dan tulang
4) Derajat 3: abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5) Derajat 4: gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selilitis
6) Derajat 5: gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status
kesehatan atau masalah aktual atau risiko dalam rangka mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau
mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnnya
(Carpenito,1983).
1) Pada tahun 1973, NANDA telah menerbitkan daftar diagnosa keperawatan
yang pertama. Kemudian setiap dua tahun sekali dilakukan pengembangan
atau revisi.
a. Tipe Diagnosis Keperawatan
1. Diagnosis aktual
Diagnosis aktual adalah masalah klien yang ada pada saat pengkajian
keperawatan.
2. Diagnosis keperawatan risiko
13

Diagnosis keperawatan risiko adalah penilaian klinis bahwa tidak ada


masalah, tetapi adanya faktor risiko menunjukan bahwa suatu masalah
mungkin muncul, kecuali perawat melakukan intervensi.
3. Diagnosis sejahtera
“menjelaskan respons manusia terhadap derajat kesejahteraan pada individu,
keluarga,atau masyarakat yang memiliki kesiapan untuk peningkatan kondisi”
(NANDA International, 2003, hlm.263)
4. Diagnosis keperawatan kemungkinan
Diagnosis keperawatan kemungkinan adalah diagnosis yang ditegakkan jika
bukti masalah kesehatan tidaklengkap atau tidak jelas.
5. Diagnosis sindrom
Diagnosis sindrom adalah diagnosis yang dikaitkan dengan sekelompok
diagnosis lain (Alfaro-LeFevre, 1998)

b. Diagnosa pada penderita DM


Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 2017. Diagnosa
keperawatan pada pasien Diabetes Melitus yaitu:
a. Gangguan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan nekrosis luka
gangren).
1) Definisi: Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau
ligamen)
2) Penyebab:
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3. Kekurangan/kelebihan volume cairan
4. Penurunan mobilitas
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Faktor mekanis (mis: penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor
elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
14

8. Efek samping terapi radiasi


9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
(tidak tersedia)
Objektif:
1) Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif:
(tidak tersedia)
Objektif:
1) Nyeri
2) Perdarahan
3) Kemerahan
4) Hematoma
5) Kondisi klinis terkait
1) Imobilisasi
2) Gagal jantung kongestif
3) Gagal ginjal
4) Diabetes melitus
5) Imunodefisiensi (mis, AIDS)
b. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes
melitus).
1) Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
15

2) Faktor risiko
1) Penyakit kronis (mis, diabetes melitus
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer;
1) Gangguan peristaltik
2) Kerusakan integritas kulit
3) Perubahan sekresi PH
4) Penurunan kerja siliaris
5) Ketuban pecah lama
6) Ketuban pecah lama sebelum waktunya
7) Merokok
8) Statis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatam pertahanan tubuh sekunder
1) Penurunan hemoglobin
2) Imununosupresi
3) Leukopenia
4) Sepresi respon inflamasi
5) Vaksinisasi tidak adekuat
16

3. Intervensi

Tabel 2.1 : Rencana Keperawatan Menurut SIKI 2018


NO DIAGNOSIS INTERVENSI UTAMA INTERVENSI PENDUKUNG

1 Gangguan integritas jaringan b.d Perawatan integritas kulit 1. Dukungan perawatan diri
nekrosis kerusakan jaringan. Observasi: 2. Edukasi perawatan diri
Tujuan: 1. Identifikasi penyebab integritas kulit (mis. 3. Edukasi perawatan kulit
Setelah dilakukan asuhan Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, 4. Edukasi perilaku upaya kesehatan
keperawatan selama 3x24 jam penurunan kelembapan, suhu 5. Edukasi pola perilaku kebersihan
diharapkan masalah teratasi dengan lingkunganekstrem, penurunan mobilitas) 6. Edukasi program pengobatan
kriteria hasil: Terapeutik: 7. Konsultasi
1. Perfusi jaringan normal 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring 8. Latihan rentang gerak
2. Tidak ada tanda-tanda 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan 9. Manajemen nyeri
infeksi tulang 10. Pelaporan status kesehatan
3. Ketebalan dan tekstur 3. Bersihkan perineal dengan air hangat,terutama 11. Pemberian obat
jaringan normal selama periode diare 12. Pemberian obat intradermal
4. Menunjukan pemahaman 4. Gunakan produk berbahan petrolium atau 13. Pemberian obat intramuskular
dalam proses perbaikan kulit minyak pada kulit kering 14. Pemberian obat intravena
dan mencegah terjadinya 5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan 15. Pemberian obat kulit
cidera berulang hipoalergik pada kulit sensitif 16. Pemberian obat subkutan
5. Menunjukan terjadinya 6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada 17. Pemberian obat topikal
proses penyembuhan luka kulit kering 18. Penjahitan luka
Edukasi: 19. Perawatan area insisi
1. Anjurkan menggunakan pelembap (mis. 20. Perawatan imobilisasi
Lotion, serum) 21. Perawatan kuku
2. Anjurkan minum air yang cukup 22. Perawatan luka bakar
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 23. Perawatan luka tekan
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan 24. Perawatan pasca seksio sesaria
sayur 25. Perawatan skin graft
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem 26. Teknik latihan penguatan otot dan sendi
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF 27. Terapi lintah
17

minimal 30 saat berada di luar rumah 28. Skrining kanker


7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya

Perawatan luka
Observasi:
1. Monitor karakteristik luka (mis. Drainase,
warna, ukuran, bau)
2. Monitot tanda-tanda infeksi
Terapetik:
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. Cukur rambut disekitar daerah luka
3. Bersihkan jaringan nekrotik
4. Bersikan salep yang sesuai ke kulit /lesi, jika
perlu
5. Pasang balutan sesuai jenis luka
6. Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
7. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
8. Jadwalkan perubahan situasi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi klien
9. Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
10. Berikan suplemenvitamin dan mineral (mis.
Vitamin , vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai
indikasi
11. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transkutaneous), jika perlu
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan yang tinggi
protein dan kalori
18

3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara


mandiri

Kolaborasi:
1. Kolaborasi prosedur debriment (mis.
Enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
2 Resiko infeksi b.d trauma pada Pencegahan Infeksi: 1. Dukungan pemeliharaan rumah
jaringan, proses penyakit Observasi: 2. Dukungan perawatan diri: mandi
(diabetes melitus) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan 3. Edukasi pencegahan luka tekan
Tujuan: sistemik. 4. Edukasi seksualitas
Setelah dilakukan asuhan Terapeutik: 5. Induksi persalinan
keperarawatan selama 3x24 jam 2. Batasi jumlah pengunjung. 6. Latihan batuk efektif
diharapkan masalah teratasi 3. Berikan perawatan kulit pada area edema. 7. Manajemen jalan nafas
dengan kriteria hasil: 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak 8. Manajemen imunisasi/vaksin
1. Klien bebas dari tanda dan dengan pasien dan lingkunganpasien. 9. Manajemen lingkungan
gejala infeksi 5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien 10. Manajemen nutrisi
2. Mendeskripsik.an proses berisiko tinggi. 11. Manajemen medikasi
penularan penyaki, faktor Edukasi: 12. Pemantauan elektrolit
yang mempengaruhi 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi. 13. Pemantauan nutrisi
penularan serta 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar. 14. Pemantauan tanda vital
penatalaksanaannya. 8. Ajarkan etika batuk. 15. Pemberian obat
3. Menunjukan kemampuan 9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau 16. Pemberian obat intravena
untuk mencegah timbulnya luka operasi. 17. Pemberian obat oral
infeksi. 10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi. 18. Pencegahan luka tekan
4. Jumlah leukosit dalam batas 11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan. 19. Pengaturan posisi
normal. Kolaborasi: 20. Perawatan amputasi
5. Menunjukan perilaku hidup 12. Kolaborasi pemberian imunkisasi, jika 21. Perawatan area insisi
sehat. perlu. 22. Perawatan kehamilan risiko tinggi
23. Perawatan luka bakar
19

24. Perawatan luka tekan


25. Perawatan pasca persalinan
26. Perawatan perineum
27. Perawatan persalinan
28. Perawatan persalinan risiko tinggi
29. Perawatan selang
30. Perawatan selang dada
31. Perawatan selang gastrointestinal
32. Perawatan selang umbilikal
33. Perawatan sirkumsisi
34. Perawatan skin graft
35. Perawatan terminasi kehamilan

Sumber : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 2018


20

3) Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons pasien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohman & Walid,
2016).

4) Evaluasi
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya.
Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai
dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Daftar tujuan-tujuan pasien
2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
3. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
4. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
5. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari
jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu
dilakukan perubahan intervensi.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan adalah:
1) Mempertahankan integritas kulit
a. Kulit tetap halus tanpa menjadi kering dan pecah-pecah
b. Menghindari ulkus yang disebabkan oleh tekanan dan neuropati
2) Menjelaskan dengan kata-kata keterampilan untuk bertahan pada diabetes dan
perawatan preventif
3) Mencapai pengendalian glukosa darah yang optimal
a. Menghindari keadaan hipoglikemia dan hiperglikemia yang ekstrim
b. Keadaan hipoglikemia dapat teratasi dengan cepat
21

C. Tinjauan Konsep Penyakit


A. Ulkus Diabetik
1. Pengertian Ulkus Diabetik
Luka gangren adalah proses atau keadaan luka kronis yang ditandai dengan
adanya jaringan mati atau nekrosis. Namun, secara mikrobiologis luka gangren
adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. Gangren kaki diabetik
adalah luka pada kaki merah kehitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang
terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai (Askandar, 2001).
Ulkus kaki diabetes merupakan komplikasi diabetes yang berkaitan dengan
morbiditas, yang disebabkan oleh makrovaskuler (kerusakan pembuluh darah
besar) dan mikrovaskuler (kerusakan pembuluh darah kecil).
Kebanyakan ulkus dapat digolongkan menjadi neuropatik, iskemik, atau
neuroiskemik. Ulkus kaki pada neuropati sering kali terjadi pada permukaan
plantar kaki di area yang terkena tekanan tinggi, seperti area yang melapisi kaput
metatarsal, atau di area lain yang melapisi deformitas tulang. Ulkus kaki
neuropatik berkontribusi terhadap >50% ulkus kaki penderita diabetes dan sering
tanpa nyeri disertai penampakan lembam. Ulkus iskemik atau neuropatik lebih
sering terjadi pada ujung jari kaki atau batas samping kaki. Ulkus neuropatik
disertai kalus dan nekrosis sebaiknya secara teratur dilakukan debridemen, dan
infeksi seyogyanya diatasi dengan cepat menggunakan antibiotik.

2. Klasifikasi Ulkus Kaki Diabetes


Menurut Wagner, ulkus kaki pada penderita diabetes melitus dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Tingkat 0,yaitu tidak ada luka terbuka di kaki
2) Tingkat 1, yaitu dijumpai ulkus superfisial (sebagian atau seluruh lapisan
kulit)
3) Tingkat 2, yaitu ulkus dijumpai pada ligamen,tendon,pembungkus sendi, atau
fasia dalam (deep fascia) tanpa abses atau osteomielitis
22

3. Etiologi Ulkus Diabetikum


Etiologi ulkus diabetikum adalah gabungan dari neuropati, penyakit arteri,
tekanan (trauma), dan deformitas kaki. Penyebab terbesar dari ulkus diabetikum
adalah diabetik neuropati; yang dapat ditemukan pada 80-90% pasien dengan
ulkus.
Kondisi iskemik disebabkan oleh penyakit arteri perifer menghambat
penyembuhan, terutama saat infeksi terjadi dimana demand lebih banyak
diperlukan.
Deformitas atau abnormalitas struktur kaki memainkan peran yang penting
dalam pembentukan ulkus diabetikum, karena memberikan tekanan abnormal
yang dapat membentuk luka. Deformitas atau abnormalitas bentuk kaki yang
dimaksud, diantaranya flat foot, hallux valgus, Charcot neuroartropati,
atau hammer foot.
1) Mikrobiologi Ulkus Diabetikum
Pada ulkus diabetikum, diperkirakan kondisi infeksi disebabkan oleh
polimikrobial yang dapat melibatkan hingga 5-7 organisme yang berbeda.
Pola mikrobial ulkus diabetikum dipengaruhi oleh kedalaman luka, jaringan
yang terlibat, dan penggunaan antibiotik sebelumnya
1. Infeksi superfisial : Seringkali mengandung kokus aerobik gram positif
(S. aureus, S. agalactiae, S. pyogenes, dan Staphylococcus coagulase-
negative)
2. Infeksi dalam : Seringkali mengandung bakteri yang ada di infeksi
superfisial ditambah dengan organisme enterokokus, Enterobacteriaceae,
Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri anaerob
3. Infeksi dengan inflamasi ekstensif, nekrosis, cairan eksudat berbau, atau
gangrene dengan tanda-tanda toksisitas sistemik dapat mengandung
semua organisme di atas dan organisme anaerobik. Patogen-patogen yang
termasuk adalah Streptococcus anaerob, spesies Bacteroides, dan spesies
Clostridium.
2) Faktor Risiko
23

Faktor risiko yang akan meningkatkan kemungkinan terkena ulkus


diabetikum diantaranya adalah :
1) Neuropati diabetik
2) Penyakit vaskular perifer
3) Faktor biomekanis (Sendi kaku/joint stiffness, kalus, Charcot foot)
4) Ulkus diabetikum sebelumnya
5) Riwayat diabetes mellitus tidak terkontrol
6) Merokok
7) Retinopati dan nefropati diabetikum
8) Penggunaan insulin sebagai penanda progresi

Sumber:(https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/ulkus
-diabetikum/etiologi)

4. Patofisiologi Kaki Diabetes


Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan pada pembuluh darah. Neuropaati, sensorik maupun
motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan
otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya
kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi
yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah
rumitnya pengelolaan kaki diabetes.

5. Tanda dan Gejala Ulkus Diabetik


Menurut Maryunani (2013) secara praktis, gambaran klinis kaki diabetes dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Golongan Kaki Neuropati
a. Pada keadaan ini terjadi kerusakan somatik, baik sensorik maupun motorik,
serta saraf autonom, tetapi sirkulasi masih utuh.
24

b. Pada pemeriksaan: kaki akan teraba hangat, kurang rasa/baal (neuropati


somatik), kulit teraba kering (neuropati autonom), bila terjadi luka, luka akan
lama sembuh
2. Golongan Kaki Iskemia
a. Dikenal dengan istilah lain, yaitu neuroschaemic foot.
b. Keadaan seperti ini hampir selalu disertai neuropati dengan berbagai macam
stadium.
c. Saat pemeiksaan akan ditemukan: kaki teraba dingin, sering menunjukan rasa
nyeri saat istirahat, dapat terlihat ulkus/luka akibat tekanan lokal, yang
akhirnya menjadi gangren.
3. Neuropati Perifer
a. Menurut Maryunani (2013) definisi neuropati perifer dan ha-hal yang
berkaitan dengan neuropati sebagai berikut:
1) Neuropati Perifer adalah suatu komplikasi kronik dari diabetes dimana
saraf-saraf telah mengalami kerusakan sehingga kaki pasien menjadi baal
(tidak merasakan sensasi/mati rasa) dan terjadinya trauma/injuri serta
infeksi.
2) Neuropati diabetik adalah salah satu komplikai diabetes tersering dan
bagian kaki biasanya paling rentan terkena dampaknya.
b. Terdapat tiga tipe neuropati perifer yang berhubungan dengan terjadinya
Ulkus Diabetik Menurut Maryunani (2013) sebagai berikut:
1) Neuropati Sensorik
Neuropati sensorik merupakan penyebab ulkus kaki diabetik yang paling
sering terjadi. Biasanya ditandai dengan penurunan atau tidak adanya
sensari nyeri pada kaki yang dapat menyebabkan tidak terasa bisa terjadi
trauma mekanis atau kimiawi. Kehilangan sensasi pelindung ini merupakan
masalah yang paling utama pada kaki diabetik. Biasanya pasien tidak bisa
merasakan rangsangan nyeri dan kehilangan daya kewaspadaan proteksi
kaki terhadap rangsang luar.
2) Neuropati Motorik
25

Terjadinya deformitas pada kaki, dapat menyebabkan daerah tersebut lebh


banyak mendapat tekanan dari luar. Hal tersebut dapat menyebabkan
deformitas kaki yang disebabkan oleh atrofi pada otot-otot kaki yang
menyebabkan pencakaran jari-jari kaki dan bagian metatarsal yang
menonjol. Atrofi otot mengubah bantalan pada telapak kaki, tumit dan
bagian menonjol pada kaki dorsal. Akibatnya adalah peningkatan tekanan
pada struktur tulang maupun perubahan cara berjalan dan bagian stress
mekanik selama berjalan akan mengakibatkan luka terbuka.
3) Neuropati Autonomik
Neuropati autonomik dapat menyebabkan gangguan dalam aliran darah.
Kerusakan pada saraf akan menyebabkan penurunan persepsi (keringat)
dengan kulit kering dan retak-retak. Kaki kering dengan tidak adanya
keringat akan mengakibatkan timbulnya pecah-pecah pada kilit kaki, kulit
yang retak-retak akan memungkinkan masuknya jamur dan bakteri.
Ulserasi perforasi dalam terjadinya dibawah kallus, yang menyebabkan
terjadiny infeksi dan terbentuknya abses.

6. Pengelolaan Kaki Diabetes


Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer
sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan
yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik
yang sudah terjadi).
a. Pencegahan Primer
1) Kiat-kiat Pencegahan Terjadinya Kaki Diabetes
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat pentung untuk
pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap
kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus selalu dingatkan
kembali. Sebagai perawat juga kita dapat bertugas memeriksa kaki
penyandang DM sambil mengingatkan kembali mengenai cara pencegahan
dan perawatan kaki yang baik. Selalu periksa kaki pasien setelah mereka
26

melepaskan sepatu dan kausnya dengan memberikan alas kaki yang baik dan
sesuai terjadinya ulkus kaki akan berkurang sesuai dengan cara menjaga
kesehatan kaki.
a. Pencegahan Sekunder
Pengelolaan ulkus/gangren diabetik
Untuk pengelolaan ulkus/gangren diabetik yang optimal, terdapat beberapa
aspek pada tingkat pencegahan sekunder dan tersier sebagai berikut:
1) Kontrol Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhtikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah
diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki bebagai faktor
terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhn luka. Pada
umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasikan kadar glukosa darah.
Status nutrsi juga harus diperhatikan dan diperbaiki sesuai keadaan kondisi
pasien.
2) Kontrol Vaskular
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan
pasien dan juga sesuai kondisi pasien. Pada umumnya kelainan pembuluh
darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti: warna
dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta
ditambah pengukuran tekanan darah.
3) Modifikasi Faktor Risiko
1) Stop merokok
2) Memperbaiki berbagai faktor risiko terkait aterosklerosis
a. Hiperglikemia
b. Hipertensi
c. Dislipidemia
3) Terapi Farmakologis
Dalam penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di
tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya
27

yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah
kaki penyandang DM.
4) Wound control
Perawatan luka sejak pertama kalipasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin.

b. Penatalaksanaan Ulkus DM
Menurut Clevo (2012), terdapat 7 penatalaksanaan ulkus diabetes melitus
yaitu:
1) Lihat kondisi luka pasien, apakah luka yang dialami pasien dalam keadaan
kotor atau tidak, ada pus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah
dikaji, barulah dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya
menggunakan antiseptik (NaCl) dan kassa steril.
2) Jika ada jaringan nekrotik, sebaiknya dibuang dengan cara digunting sedikit
demi sedikit sampai kondisi luka mengalami granulasi (jaringan baru yang
mulai tumbuh).
3) Lihat kedalaman luka, pada pasien diabetes dilihat apakah terdapat sinus (luka
dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, ada baiknya
disemprot (irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab pada
sinus terdapat banyak kuman.
4) Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali (pagi dan sore), setelah
dilakukan perawatan lakukan pengkajian apakah sudah tumbuh granulasi,
(pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi larutan NaCl).
5) Setelah luka dibersihkan, lalu ditutup dengan kassa basah yang diberi larutan
NaCl lalu dibalut disekitar luas luka, dalam penutupan dengan kassa, agar
jaringan luar luka tidak tertutup. Sebab jika jaringan luar luka ikut tertutup
akan menimbulkan masrasi (pembengkakan).
6) Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu ditutup kembali
dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut.
28

7) Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi (pertumbuhan jaringan


kulit yang baik/bagus yang membuat luka rata), selanjutnya akan ada
penutupan luka tahap kedua (skin draw), biasanya diambil dari kulit paha.
Penanganan luka diabet, harus ekstra agresif sebab pada luk diabet kuman
akan terus menyebar dan memperparah luka.

7. Manajemen Umum Luka Kronis


Menurut Carville (2007), secara umum prinsip manajemen luka kronis dengan
berbagai faktor penghambatnya antara lain:
1) Pengkajian berkelanjutan dan manajemen faktor penghambat
2) Wound bed preparation (persiapan dasar luka)
3) Kaji kebutuhan metode steril atau bersih
4) Meningkatkan kualitas hidup dengan mengontrol tanda gejala dengan
manajemen luka yang tepat
5) Memberikan HE (health education) pada klien dan keluarga
6) Dukung pemulihan dan rehabilitasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai batas
kemampuan klien

8. Persiapan Dasar Luka


Persiapan dasar luka atau Wound Bed Preparation (WPB) adalah suatu
metode yang digunakan secara holistik dan sistematis untuk mengevaluasi dan
menghilangkan faktor penghambat dalam proses penyembuhan sehingga dapat
berjalan normal (Falanga, 2004; Baranoski dan Ayello, 2014). Berikut uraian
persiapan dasar luka untuk mendukung proses penyembuhan luka yang optimal:
1) Tissue Management atau Debridement
Manajemen jaringan diindikasikan pada jaringan nekrotik atau slough yang
perlu dihilangkan. Masalah yang ditemukan pada luka kronis adalah
kerusakan matrik dan sel debris yang dapat menghambat proses penyembuhan
luka sehingga diperlukan debridemen secara berkelanjutan. Debridemen
adalah menghilangkan jaringan non viabel (mati) dan benda asing dari luar
29

yang berlangsung alami dalam proses penyembuhan luka (Bryant & Nix,
2007).
a. Autolitik debridemen
Suatu metode menghilangkan jaringan mati yang dilakukan oleh tubuh
secara alami dengan mengeluarkan enzim proteolitik, fibrinolitik dan
kolagenolitik (Hess, 1999; Bryant & Nix, 2007).
b. Kimiawi debridemen
Suatu metode menghilangkan jaringan mati dengan menggunakan zat
kimiawi atau enzim. Debridemen menggunakan enzim lebih lambat dan
membutuhkan waktu beberapa hari sampai seminggu (Baranoski &
Ayello, 2014).
c. Mekanikal debridemen
Metode menggunakan alat atau bahan untuk menghilangkan jaringan mati.
Metode CSWD (Conservative Sharp Wound Debridement) membutuhkan
waktu satu minggu untuk menghilangkan jaringan mati yang tergantung
luas dan jumlah nekrotik (Baranoski & Ayello, 2014).
d. Biologikal debridemen
Metode menggunakan organisme seperti larva (Lucillia sericata-green
bottle fly) untuk menghancurkan jaringan nekrotik.
e. Surgikal debridemen
Metode menghilangkan jaringan mati dengan pembedahan di operating
room yang dilakukan oleh dokter spesialis bedah. Metode ini digunakan
pada jaringan mati yang melekat, slough pada permukaan luka dan dapat
digunakan pada luka yang terinfeksi (Baranoski dan Ayello, 2014).
2) Inflamation/Infection control
Pada luka kronis terjadi inflamasi yang memanjang disertai adanya
pertumbuhan bakteri, sehingga perlu manajemen yang tepat dalam mengontrol
atau menghilangkan infeksi. Pemilihan balutan antimikrobial dapat digunakan
untuk mengurangi dan mengontrol pertumbuhan bakteri (Baranoski & Ayello,
2007).
3) Moist Balance
30

Tindakan yang dilakukan untuk menjaga keseimbangan kelembaban luka,


yaitu; memilih balutan yang dapat menyerap eksudat dan mempertahankan
lingkungan luka lembap, kompresi, metode lainnya (Baranoski & Ayello,
2014).
4) Edge of Wound or Edge Advancement
Tepi luka perlu mendapatkan perhatian khusus oleh karena epitelisasi mulai
tumbuh dari tepi luka. Jaringan mati atau slough yang belum dihilangkan di
sekitar tepi luka akan mengganggu proses epitelisasi. Beberapa faktor yang
juga menghambat migrasi sel epitel antara lain; hipoksia, kumpulan bakteri,
luka kering, atau hipergranulasi (Dowsett dan Newton, 2005; Carville, 2007).
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan migrasi
sel epitel, sebagai berikut:
a. Hipergranulasi dilakukan penekanan dengan foam dressing dan
debridemen.
b. Kalus adalah penebalan epidermis akibat gesekan atau geseran.
c. Biofilm atau kumpulan kuman di permukaan jaringan granulasi dapat
diberikan antimikrobial dressing dan mekanikal debridemen menggunakan
pinset dan kasa.

9. Tahapan Proses Penyembuhan Luka


Menurut Morison (2004), tahapan proses penyembuhan luka ada 4 tahapan,
yaitu: inflamasi, destruktif, proliferasi dan maturasi
1) Inflamasi
Proses inflamasi berlangsung dari awal cedera sampai 3 hari dan maksimal
dapat terjadi sampai 5 hari. Sama halnya dengan pendapat Hess (1999) yang
menyatakan inflamasi berakhir hari ke-4 sampai hari ke-6. Tahapan inflamasi
yang melebihi 6 hari akan menjadi tanda awal proses infeksi. Selama proses
inflamasi terjadi beberapa peristiwa fisiologis yang berlangsung, yaitu:
a. Hemostasis
Vasokontriksi sementara pembuluh darah pada daerah yang cedera dan
penghentian pendarahan oleh bendungan platelet (trombosit) dengan
31

membentuk serabut fibrin dalam proses pembekuan darah. Setelah


terbentuk serabut fibrin, maka dilanjutkan proses fibrinolisis untuk
memecahkan bekuan darah dan mempercepat proses migrasi sel ke ruang
kulit yang cedera (Baranoski and Ayello, 2012).
b. Eritema dan panas (Rubor dan Kalor)
Jaringan rusak akan berespon pengeluaran histamin dari sel mast dan
ditambah mediator lainnya yang akan menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah di sekeliling area cedera. Vasodilatasi tersebut
mengakibatkan aliran darah akan lebih banyak menuju ke area cedera,
sehingga menjadi merah dan teraba hangat.
c. Nyeri (Dolor)
Jaringan rusak akibat ceera akan mengenai ujung saraf bebas, sehingga
mengeluarkan mediator nyeri seperti prostaglandin, serotonin dan lainnya.
Mediator nyeri tersebut akan dibawa ke otak untuk dipersepsikan sebagai
sensasi nyeri.
d. Edema (Tumor) dan penurunan fungsi jaringan (Function Laesa)
Aliran darah yang menuju area cedera disertai dengan peningkatan
permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan dari intravaskular masuk
ke interstisial,sehingga terjadi edema lokal dan fungsi sendi atau jaringan
sekitar menurun menyebabkan area cedera tidak dapat digerakkan atau
gerakkannya terbatas.
e. Destruktif
Pada area cedera akan memicu agen kemotaktik memasukkan leukosit
polimorfonuklear (polimorf) dan makrofag dari kapiler. Fungsi dari
polimorf dan makrofag adalah membersihkan jaringan mati (devitalisasi)
dan bakteri serta fibrin yang berlebihan. Sel tersebut juga menstimulasi sel
fibroblast untuk menyintesis kolagen dan menghasilkan faktor-faktor
dalam pembentukan pembuluh darah atau kapiler baru yang disebut
angiogenesis pada tahapan proses penyembuhan luka selanjutnya.
32

2) Proliferasi
Tahapan ini berlangsung dari hari pertama sampai 21 hari (3 minggu).
Tahapan poliferasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan sel fibroblas yang akan
menyintesis kolagen sebagai bahan dasar membentuk jaringan granulasi.
Lapisan dermis yang banyak terdapat sel fibroblas akan mempercepat proses
penyembuhan luka, sehingga padatahapan ini tidak boleh diganggu atau
dihambat oleh teknik perawatan luka yang tidak tepat seperti penggunaan
cairan cuci luka. Serabut fibrin yang mulai berkurang dengan proses
fibrinolisis dan adanya kolagen akan membentuk jaringan granulasi. Berikut
peristiwa yang terjadi pada tahapan proliferasi:
1) Awal cedera yang merusak pembuluh darah menyebabkan sel darah merah
akan keluar disertai trombosit (platelet) yang berfungsi untuk membentuk
fibrin dalam pembekuan darah
2) Fibrin terbentuk dan sel neutrofil keluar sebagai bentuk pertahanan tubuh
melawan bakteri
3) Sel makrofag juga keluar untuk memakan bakteri dan debris (jaringan
mati)
4) Makrofag akan menstimulasi sel fibroblast untuk menyintesis kolagen
yang digunakan membentuk jaringan baru (granulasi) sampai sel epitel
dapat migrasi dari pinggir luka dan menutupi keseluruhan luka
5) Fibroblast tetap menyintesis kolagen dan menyusun jaringan baru dan sel
epitel yang terbentuk agar kembali seperti kulit sehat sekitarnya
6) Sel epitel menutupi keseluruhan luka dan tersusun rapi tetapi tensile
strength hanya kembali 80%
a. Sintesis kolagen
Sel fibroblast yang terdapat pada lapisan dermis distimulasi oleh makrofag
untuk menghasilkan kolagen yang menjadi substansi dalam pembentukan
jaringan baru atau granulasi. Kolagen yang terbentuk juga dapat
memberikan tensile strength (kekuatan regangan) dan strukturnya .
b. Pembentukan jaringan granulasi
33

Jaringan granulasi terbentuk dari gelung kapiler baru yang menopang


kolagen dan substansi dasar (Morison, 2004). Jaringan granulasi yang baru
tumbuh sangat rapuh dan mudah berdarah, sehingga dalam perawatan luka
perlu teknik yang tepat dalam mencuci dan memilih bahan balutan untuk
mencegah trauma berulang.
c. Epitelisasi
Jaringan granulasi yang sudah terbentuk akan dilanjutkan dengan proses
migrasi sel epitel dari pinggir luka sampai menutupi luka keseluruhannya.
Proses ini terus berlanjut sampai ke tahapan maturasi. Hess (1999)
menyatakan bahwa ketika proses epiteliasasi selesai maka akan
menghasilkan scar. Terbentuknya scar dapat diminimalisirkan dengan
perawatan dan pemilihan balutan luka yang tepat.
3) Maturasi
Tahapan ini berlangsung dari hari ke 21 (3 minggu) sampai 2 tahun.
Pembentukan serabut kolagen masih terjadi pada tahapan ini, akan tetapi
serabut akan disusun rapi (reorganize) menyesuaikan jaringan sekitarnya yang
sehat. Proses ini berlangsung sampai mencapai sekitar 80% kekuatan kulit
(tensile strengh) sebelumnya. Jaringan yang baru ini akan tetap berisiko rusak
atau dapat kembali menjadi luka oleh karena tensile strength kurang
dibandingkan kulit yang tidak mengalami cedera.
34

10. Gambar Ulkus Diabetik


Gambar 2.1 : Ulkus Diabetik

Sumber: Nunan R, Openi, 2014. International Diabetes Federation


(IDF). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, International Diabetes
Federation (IDF). 2013.

Anda mungkin juga menyukai