Anda di halaman 1dari 43

GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS

AKIBAT PATOLOGIS SYSTEM PERSARAFAN


PADA TRAUMA KEPALA

Muhammad Ardi
Klasifikasi
• Trauma Kulit Kepala
– Cedera kulit kepala dapat Trauma Kulit Kepala
mengakibatkan suatu
abrasi, kontusio, laserasi
atau avulsi.
– Karena banyaknya
pembuluh darah, kulit
kepala dapat mengalami
perdarahan sangat banyak
ketika cedera.
– Luka kulit kepala
merupakan entri portal
untuk infeksi intracranial
Fraktur
tengkorak – Fraktur tengkorak adalah rusaknya
kontuinitas tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma yang
terjadi dengan atau tanpa
kerusakan otak. Fraktur tengkorak
diklasifikasikan terbuka atau
tertutup berdasarkan rusaknya
duramater.
– Nyeri yang menetap atau
setempat, biasanya menunjukkan
adanya fraktur
– Fraktur kubah intracranial
menyebabkan pembengkakan
pada sekitar fraktur
– Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus
paranasal pada os frontal atau lokasi tengah
telinga di tulang temporal, juga sering
menimbulkan hemoragi dari hidung, faring atau
telinga dan darah terlihat di bawah conjungtiva.
– Suatu area ekimosis mungkin terlihat di atas
mastoid (tanda Battle). Fraktur dasar tengkorak
dicurigai ketika CSS keluar dari telinga (otorea
CSS) dan hidung (rinorea CSS).
CEDERA OTAK
• KOMMOTIO CEREBRI/CONCUTIO
CEREBRI
– Bentuk ringan dari cedera otak
– Terjadi disfungsi neurologic sementara dan bersifat
dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
– Jika ada penurunan kesadaran mungkin hanya
beberapa detik/menit
– Pasien mengalami disorientasi dan bingung  waktu
relative singkat.
– Observasi pasien terhadap sakit kepala, pusing, peka
rangsang dan ansietas.
• KONTUSIO SEREBRAL
– Merupakan cedera otak yang lebih parah. Otak
mengalami memar dengan kemungkinan adanya
daerah hemoragi.
– Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri
– Gejala tergantung lokasi dan luasnya lesi
– Individu dengan cedera luas yang mengalami fungsi
motorik abnormal, gerakan mata abnormal, dan
peningkatan TIK mempunyai prognosis yang buruk
• HEMORAGI INTRAKRANIAL
– Hemoragi yang terjadi di dalam kubah cranial
adalah akibat paling serius dari cedera
kepala.
– Hematoma  epidural, subdural atau
intraserebral tergantung lokasinya.
Hematoma Epidural
Darah terkumpul pada ruang epidural
antara tulang tengkorak dan
duramater yang sering diakibatkan
putusnya atau rusaknya (laserasi) arteri
meningeal tengah. Hemoragi ini
menyebabkan penekanan pada otak.
HEMATOMA SUBDURAL
• Darah berkumpul diantara
duramater dan dasar otak, suatu
ruang pada keadaan normal diisi
oleh cairan. Hemoragi subdural
lebih sering terjadi pada vena
dan merupakan akibat putusnya
pembuluh darah kecil yang
menjembatani ruang subdural.
Hematoma subdural dapat terjadi
akut, sub akut atau kronik
bergantung ukuran pembuluh
darah yang terkena dan jumlah
perdarahan yang ada.
HEMATOMA INTRASEREBRAL

• Perdarahan ke dalam
substansi otak yang terjadi
pada cedera kepala
dimana tekanan mendesak
ke kepala sampai daerah
kecil (luka tembak, luka
tusuk) mungkin juga
diakibatkan oleh hipertensi
sistemik, aneurisma atau
anomaly vaskuler.
Critical thinking!
• Bagaimana cedera kepala menyebabkan
gangguan mobilitas fisik?
• Apa yang membedakan gangguan
mobilitas fisik pada kasus yang lain seperti
fraktur, stroke, trauma medula spinalis?
PENGKAJIAN
• Riwayat
– Pasien cedera kepala masuk RS dalam
kondisi tidak sadar sehingga pasien tidak
mampu memberikan informasi
– Riwayat dapat diperoleh dari penolong, saksi
mata saat cedera
– Tanyakan kapan, dimana dan bagaimana
cedera terjadi
– Apakah pasien mengalami penurunan
kesadaran, berapa lama, apakah mengalami
perubahan tingkat kesadaran.
– Jika trauma dihubungkan dengan obat dan
alkohol, akan sulit membedakan perubahan
neurologis dari cedera kepala atau intoksikasi
obat.
– Dapatkan informasi sebanyak mungkin
tentang kondisi setelah cedera
• Pasien cedera kepala berat dapat mengalami
berbagai manifestasi seperti tidak berespon
setelah cedera atau pasien berespon diawal
namun memburuk dalam beberapa menit hingga
beberapa jam.
• Manifestasi lain, awalnya pasien tidak sadar
beberapa menit setelah cedera kepala primer,
kembali ke kesadaran normal akibat cedera otak
sekunder
• Pastikan apakah pasien mengalami aktivitas
kejang sebelum atau setelah cedera dan apakah
ada riwayat kejang.
• Sangat penting untuk mendapatan informasi
tentang keadaan jatuh pada lansia.
• Informasi lain tentang tangan dominan, penyakit
atau cedera pada mata, alergi obat dan
makanan, khususnya seafood.
• Alergi seafood sering mengalami alergi media
kontras IV yang digunakan untuk diagnistik test.
• Tanyakan apakah memiliki riwayat
mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan karena
obat dan alkohol bisa menutupi gejala PTIK
• Pemeriksaan Fisik
– Tujuan pengkajian keperawatan untuk
mendapatkan data dasar dan pencegahan
peningkatan TIK, hipotensi sistemik, hipoksia
dan hiperkapnea.
– 5-20% pasien cedera kepala dihubungkan
dengan SCI.
– Kaji indikator SCI : kehilangan fungsi sensorik
dan motorik, nyeri sepanjang spine dan head
tilt abnormal
• Pengkajian Jalan napas dan pola napas
– Hipoksia dan hiperkapnia dinilai melalui
pemeriksaan AGD
• Pengkajian Vital Sign
– Cedera kepala berat lebih sering
mempengaruhi autoregulasi
– Cushing refleks adalah tanda klasik PTIK :
hipertensi berat dengan tekanan nadi melebar
dan bradikardia
• Dengan PTIK, nadi akan cepat dan tidak teratur,
peningkatan aliran darah serebral sebagai
respon dari hipertensi dan edema vasogenik
dapat terjadi dan lebih lanjut meningkatkan TIK.
• Hipotensi dan takikardia adalah gejala syok
hipovolemik. Penurunan aliran darah
menyebabkan penurunan tekanan perfusi
serebral menyebabkan iskemik dan infark
serebral
• Syok hipvolemik umumnya disebabkan oleh
perdarahan intraabdominal, perdarahan
kedalam jaringan lunak sekitar fraktur atau
perdarahan intrakranial.
• Disritmia jantung juga dilaporkan akibat
trauma dada, memar pada jantung atau
gangguan sistem saraf otonom.
• Disritmia jantung juga bisa terjadi akibat
peningkatan TIK hebat dan penekanan pada
batang otak
• Pengkajian Neurologi
– Kaji GCS
Klasifikasi Cedera Kepala Berdasarkan GCS setelah
Perawatan

• Minimal (simple head injury)


– GCS 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak
ada amnesia pasca trauma, tidak ada defisit
neurologi
• Cedera kepala ringan
– GCS 13-15, CT scan normal, pingsan <30 menit,
tidak ada lesi operatif, rawat RS <48 jam,
amnesia pasca trauma <1jam
• Cedera kepala sedang
– GCS 9-12 dan dirawat >48 jam, atau GCS >12
akan tetapi ada lesi operatif intrakranial atau CT
scan abnormal, pingsan >30 menit-24 jam,
amnesia 1-24 jam.
• Cedera kepala berat
– GCS <9 yang menetap dalam 48 jam sesudah
trauma, pingsan >24 jam, amnesia pasca trauma
>7 hari.
– Perubahan tingat kesadaran merupakan tanda
awal gangguan neurologis
– Perubahan kesadaran dan orientasi juga
disebakan cedera pada korteks serebral yang
dapat menyebabkan gangguan pada formasi
retikular
– Penurunan semangat, ngantuk dan koma
disebabkan oleh tekanan pada RAS di batang
otak.
– Indikator awal perubahan kesadaran termasuk
perubahan perilaku (seperti gelisah)
• Pengkajian Mata
– Kaji pupil terhadap perubahan ukuran, bentuk
dan reaktif
– Pinpont dan nonresponsif pupil mengindikasikan
disfunsi batang otak di pons
– Pupil yang tidak reaktif dan dilatasi menunjukkan
prognosis jelek yang dilaporkan akibat PTIK.
– PTIK dan hidrosefalus menyebabkan pergerakan
NIII, IV, VI mengalami penurunan.
– Kerusakan kiasma optikum atau traktus optik
menyebabkan penurunan visus dan diplopia.
• Pemeriksaan motorik
– Postur deserebrasi dan dekortikasi mengindikasikan
adanya PTIK.
• Pengkajian Psikososial
– Cedera kepala dapat menyebabkan perubahan
kepribadian, gangguan memori khususnya memori
jangka pendek, ketidakmampuan berkonsentrasi dan
mempelajari informasi baru.
• Pemeriksaan diagnostik:
– Laboratorium: AGD, darah lengkap, glukosa dan
elektrolit.
– Radiografik: CT-scan, x-ray
Diagnosis Keperawatan
• Penurunan Kapasitas adaptif intrakranial b.d edema
serebral ditandai dengan :
– Data Subyektif : Sakit kepala
– Data obyektif :
• TD meningkat, Tekanan nadi melebar
• Bradikardia
• Pola napas irreguler
• Tingkat kesaran menurun
• Respon pupil melambat/tidak sama
• Refleks neurologis terganggu

Neurosensori
• Konfusi akut b.d gangguan kesadaran
ditandai dengan
– Data Subyektif : kurang motivasi untuk
memulai/menyelesaikan perilaku berorientasi
tujuan
– Data Objektif : fluktuasi fungsi kognitif, tingkat
kesadaran, aktivitas psikomotorik

Neurosensori
• Gangguan mobilitas fisik
• Defisit perawatan diri

• Aktivitas
• Perilaku
INTERVENSI
• Kaji Tanda Vital
– Kaji TTV setiap 1-2 jam atau sesuai indikasi.
– Dokter meresepkan obat untuk mencegah
hipertensi berat atau hipotensi
– Pasang monitor untuk menilai adanya
disritmia.
– Demam dapat terjadi sebagai mekanisme
terhadap trauma dan indikasi respon
inflamasi. Juga dapat menjadi tanda infeksi
jika terjadi kemudian
• Pengaturan Posisi
– Hindari fleksi, ekstensi leherdan pertahankan
kepala sejajar, posisi netral.
– Lakukan logroll saat merubah posisi untuk
menghindari fleksi pinggul
– Pertahankan kepala dalam posisi 30 derajat
• Manajemen cairan dan elektrolit
– Pasien berisiko mengalami Diabetes insipidus
dan sindrom inappropriate antidiuretik hormone
(SIADH) karena kelenjar hipofise mengalami
cedera atau kompresi dari edema serebral.
– Kelebihan cairan terjadi akibat edema serebral
dapat diperburuk dengan pemberian yang cepat :
cairan IV, plasma ekspander, atau kortikosteroid
pada pasien multiple trauma
– Pemberian cairan dititrasi untuk
meningkatkan volume tetapi meminimalkan
edema dan PTIK
– Manajemen cairan juga dipengaruhi oleh
respon terhadap terapi diuretik dan evaluasi
nilai laboratorium
– Osmolaritas serum dipertahankan dibawah
310-320 mOsm
• Manajemen perilaku
– Pasien berisiko mengalami kejang.
Pertahankan tempat tidur rendah dan pasang
side rails.
• Pencegahan komplikasi akibat
immobilisasi
Komplikasi Pencegahan
Kontraktur ROM
Foot drop Sokongan kaki saat ditempat tidur, ROM
Atropi otot ROM
Konstipasi Meningkatkan aktivitas, meningkatkan intake cairan dan
serat
Penurunan CO ROM
Peningkatan Exercise, stoking antiemboli
stasis vena
Komplikasi Pencegahan
Trombosis Exercise, stoking antiemboli
Embolism Hindari massage kaki, heparin
Disorientasi Jadwal tidur-bangun diikuti dengan pola gelap-
terang
Reorientasi (orang, tempat, waktu)
Stimulasi sensori
Hipotensi postural Hindari perubahan posisi tiba-tiba
Batu Saluran kemih Kurangi kadar kalsium dalam diet, tingkatkan intake
cairan
Infeksi Saluran Tingkatkan cairan, gunakan kateter intermitten
Kemih
Pnemonia Reposisi sering, respiratory exercise
Luka tekan Perawatan kulit, Nutrisi adekuat, Monitor kulit
Reposisi sering
Pendidikan Kesehatan Pada Cedera Kepala
Ringan

• Jika pasien tidur, bangunkan setiap 3 atau 4 jam dalam 2


hari pertama. Tanyakan nama, lagi dimana dan nama
caregiver.
• Jika pasien mengalami nyeri kepala, mual atau pusing
<24 jam, gejala bertambah dan tidak mengalami
perbaikan hubungi dokter atau kembali ke rumah sakit.
• Berikan acetaminofen (Tylenol) setiap 4 jam atau sesuai
kebutuhan jika mengalami sakit kepala.
• Hindari sedatif, pil tidur atau alkohol dalam 24 jam
pertama kecuali diresepkan.
• Jangan melakukan aktivitas yang berlebihan pada 48
jam pertama.
• Hindari blowing (meniup) hidung atau membersihkan
telinga pada 48 jam pertama.
• Anjurkan pasien kembali ke rumah sakit jika muncul
gejala: penglihatan buram, keluar cairan dari
hidung/telinga, mengalami kelemahan, kesulitan
berbicara, mengantuk terus menerus, muntah, nyeri
kepala memburuk dan ukuran pupil yang tidak sama.

Anda mungkin juga menyukai