Pemeriksaan Awal :
Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah
pemeriksaan darah sederhana
Pemeriksaan CT scan kepala
Dirawat untuk observasi
Setelah Dirawat :
Pemeriksaan neurologis periodik
Def : penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah
Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita
sederhana karena kesadaran yang menurun ( GCS 3-8)
memburuk atau bila penderita akan dipulangkan
ABCDE
Bila kondisi memburuk (10%)
Bila kondisi
Primary survey dan resusitasi
membaik (90%)
- Bila penderita tidak mampu melakukan
Secondary survey dan perintah-perintah
riwayat AMPLE lagi, segera lakukan
Pulang
Re-evaluasi neurologispemeriksaan CT scan ulang dan
Kontrol di poliklinik
penetalaksanaan sesuai protokol cedera
respon buka mata
kepala berat
Antikonvulsan
Tes diagnostik
CT scan (semua penderita)
Ventrikulografi udara
angiogram
Tujuan tatalaksana cedera kepala adalah mencegah berkembangnya menjadi cidera kepala
secunder berupa intracranial hematom, ischemia, peningkatan tekanan intracranial, herniasi serta
infeksi.
-
Yang pertama-tama dilakukan adalah pertahankan jalan nafas serta tingkat oksigenasi.
Bila diperlukan dapat dilakukan intubasi, ventilasi diperlukan jika terjadi depresi pada
pergerakan nafas ataupun jika ditemukan ganguan fungsi paru.
Jika didapatkan pasien dengan penurunan kesadaran akiabt adanya hematom maka perlu
dilakukan penanganan segera berupa pemberian bolus mannitol.
Bila ditemukan laserasi maka perlu di bersihkan, inspeksi apakah ada fraktur atau tidak.
Monitoring tekanan intracranial, tekanan darah dan cerebral perfusi pressure (CPP).
Terutama pada pasien dengan pembengkakan yang menyeluruh.
Komplikasi :
-
Komplikasi awal
a. Infeksi : berbagai macam penyebab terjadinya cedera kepala terbuka ex, akibat
tembakan dimana dapat dijadikan rute masuknya bakteri yang akan mengkontaminasi
lapisan selaput otak dan otak itu sendiri seperti terjadinya posttraumatic meningitis,
subdural empyema, cerebritis, dan abses otak yang dapat terjadi dalam beberapa hari
setelah terjadinya trauma.
Komplikasi lanjutan
a. Infeksi : hal ini terjadi akibat trauma yang dapat menyebabkan kebocoran CSF
(cerebrospinal fluid fistula) yang mana kebocoran tersebut mengalir keluar menuju
hidung dan telinga (CSF rhino dan otorrhea) ataupun menuju ke pharing. Yang
kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala ortostatic akibat intracranial hipotensi.
Jika fistula ini tidak ditangani maka dapat dijadikan rute acses masuknya bakteri yang
akan menyebabkan infeksi(ex meningitis, absess otak) dalam beberapa tahun setelah
terjadinya trauma.
b. Deficit neurologi posttrauma
Deficit nervus kranialis yang paling sering adalah terjadinya anosmia posttrauma
yang mana dapat permanen pada 2/3 pasien yang diikuti dengan injury dari nervus
optikus dan palsies dari nervus penggerak bola mata. Disfungsi nervus optikus jarang
sembuh sedangkan palsies pada nervus kranial III,IV dan VI biasanya membaik
dalam 2-3 bulan. Fraktur dari petrous pyramid, dapat menyebabkan palsy dari nervus
facialis dan dapat juga mengenai nervus vestibulococlearis ataupun coclea sendiri
yang bermanifestasi pada ketulian. Lesi focal pada otak biasanya hanya akan
menyebabkan deficit pada lokasi persarafannya saja lesi diencephalon dapat
menyebabkan diabetes insipidus. Lesi pada cerebellar memiliki karakteristik ataxia.
c. Posttraumatic epilepsy
Biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama setelah trauma (80%). Bisa bersifat focal,
secondary generaliza ataupun generelisata.
d. Deficit neuropsikologi dan perubahan personality
Deficit neuropsikologi (dapat berupa focal organic brain syndrome, psyco- or-genic
syndrome, ataupun posttraumatic encephalopathy) dan perubahan personality akibat
sequelae yang terjadi pada trauma kepala pada pasien. Hal ini tergantung dari
beratnya ketidaksadaran serta lamanya amnesia yang terjadi pada pasien. Disertai
juga dengan gangguan short dan long memory serta adanya gangguan atensi.sering
juga terjadi
Impatensi, irritabilias, konsentrasi lemah dan penurunan pada
ketertarikan hingga menjadi apati.
Prognosis :
-
Sangat tergantung dari tingkat keparahan (pasien dengan GCS 3-4 memiliki
kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam keadaan vegetative) serta penanganan
awal yang diberikan. Factor usia juga turut mendukung menginat tingkat pemulihan yang
lebih baik pada anak-anak dibandingkan pada orang tua.
HEMATOM INTRACEREBRAL
Biasanya terjadi di lobus frontalis dan temporalis. Hematom ini akan memberikan efek
masa, yang dikombinasi dengan terjadinya edema yang akan meningkatkan tekanan
intrakranialis yang menyebabkan progresif ketidaksadaran serta peningkatan deficit
nuruologis. Perlu segera dilakukan CT scan dan ditemukan area hyperdence. Serta perlu
dipertimbangkan neurosurgical tergantung besar dan lokasi hematom.