Anda di halaman 1dari 12

Nama Mahasiswa

: Gusti Ayu Laras Sinta

NIM

: H1A011025

Nama Pembimbing

: dr. H. Abdul Razak Sp.

Infeksi Virus Dengue


Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan
oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia,
DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus
berat, diikuti serotipe DEN-2.
Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per
100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna <2%.
Umur terbanyak yang terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10
tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih tua. Spektrum klinis
infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa
gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam berdarah
dengue (DBD) dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok
dengue/DSS) .

Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh
memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang

berulang dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda. Hal ini merupakan dasar
teori yang disebut the secondary heterologous infection atau the sequential
infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang atau re-infeksi ini akan
menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks
antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) dengan konsentrasi tinggi. Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada tiap pasien,
respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG anti dengue. Replikasi virus dengue terjadi juga dalam
limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah
banyak.
Terdapatnya

kompleks

virus-antibodi

di

dalam

sirkulasi

darah

mengakibatkan hal sebagai berikut:


-

Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang


berakibat

dilepaskannya

anafilatoksin

C3a

dan

C5a.

C5a

menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah


dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding tersebut (plasma
leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya syok. Telah
terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masingmasing sebanyak 33% dan 89%.. Meningginya nilai hematokrit pada
kasus syok diduga akibat kebocoran plasma melaui kapiler yang rusak
ke daerah ekstravaskular seperti rongga pleura, peritonium atau
-

pericardium.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini membuat
trombosit dihancurkan oleh RES sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID), ditandai dengan


peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga ada
penurunan faktor pembekuan.
Tabel Hubungan jumlah trombosit dengan risiko perdarahan
Jumlah Trombosit (sel/l)
Risiko
>100.000
Tidak ada risiko tinggi
50.000-100.000
Risiko trauma mayor
20.000-50.000
Risiko trauma minor
<20.000
Risiko perdarahan spontan
<10.000
Risiko perdarahan yang mengancam nyawa
-

Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat


terjadinya pembekuan intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses
aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam
pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin menjadi fibrin
degradation product. Di samping itu aktivasi ini juga merangsang
sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas
dinding kapiler.5,6

Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah tubuh
host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi hipermetabolik tubuh menuntut
mitokondria untuk meningkatkan produksi ATP. Dampak sampingnya ialah
peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS). ROS bersama sitokin
proinflamatori menyebabkan penurunan elastisitas otot polos kapiler, miokard
dan berpengaruh pada sistem konduksi jantung terutama pada sindrom syok
dengue. Dapat dipahami bahwa syok pada infeksi DBD dapat terjadi akibat
perpindahan plasma, perdarahan, kelumpuhan otot polos vaskuler, kelumpuhan
miokard.6,8

Klasifikasi
DD/DBD

Grade

Demam
Dengue

Tanda dan gejala

Laboratorium

Demam dengan min 2 gejala


Nyeri kepala
Nyeri belakang mata
Nyeri otot
Nyeri sendi
Manifestasi perdarahan
Tidak ada kebocoran plasma

Trombositopenia
(< 150.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( 5 10 % )

Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
(>20%)

DBD

Demam
disertai
manifestasi
perdarahan
(torniquet+)
ada
kebocoran plasma

DBD

II

Grade I + perdarahan spontan

DBD
(DSS)

III

DBD
(DSS)

IV

Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
(>20%)
Grade I atau II + adanya kegagalan Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
sirkulasi
Hematokrit Meningkat
(>20%)
Grade III + syok berat serta nadi
dan tekanan darah yang tidak
terukur

Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
(>20%)

Diagnosis
Anamnesis
-

Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari
Lesu, tidak mau makan dan muntah
Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri perut
Diare kadang-kadang ditemukan
Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan

Pemeriksaan fisis

Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush, muntah, nyeri
kepala, nyeri otot dan sendi,nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,nyeri di
bawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih mencolok pada DD
daripada DBD.
- Sedangkan hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan pada

DBD.
- Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma,


hipovolemia dan syok.
- Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga

pleura dan rongga peritoneal selama 24-48 jam.


- Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat

ini suhu turun, yang dapat merupakan awal penyembuhan pada infeksi
ringan namun pada DBD berat merupakan tanda awal syok.
- Perdarahan dapat berupa petekie, epistaksis, melena, ataupun hematuria.

Tanda-tanda syok
- Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
- Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba
- Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg

- Akral dingin, capillary refill menurun


- Diuresis menurun sampai anuria

Apabila syok tidak dapat segera diatasi, akan terjadi komplikasi berupa
asidosis metabolik dan perdarahan hebat.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
- Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit & hitung jenis, hematokrit,

trombosit.

Pada apusan darah perifer juga dapat dinilai limfosit plasma biru,
peningkatan 15% menunjang diagnosis DBD
- Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase

konvalesens
- Infeksi primer, serum akut <1:20, serum konvalesens naik 4x atau

lebih namun tidak melebihi 1:1280


- Infeksi sekunder, serum akut < 1:20, konvalesens 1:2560; atau serum

akut 1:20, konvalesens naik 4x atau lebih


- Persangkaan infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive
secondary infection): serum akut 1:1280, serum konvalesens dapat lebih
besar atau sama
- Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan sesuai indikasi klinis)
- Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi (1) dalam keadaan klinis

ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan radiologis pada


perembesan plasma 20-40%, (2) pemantauan klinis, sebagai pedoman
pemberian cairan.
- Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah

hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radio opak dibandingkan kiri, kubah
diafragma kanan lebih tinggi dari pada kanan, dan efusi pleura.
- USG: efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica felea

dan vesica urinaria.


Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO
tahun 1997):
Kriteria klinis
- Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-

menerus selama 2-7 hari.

- Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif,

petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena.


- Pembesaran hati.
- Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah.
- Kriteria laboratorium:
- Trombositopenia (100.000/l atau kurang).
- Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% menurut

standar umur dan jenis kelamin.


- Dua kriteria klinis pertama disertai trombositopenia dan

hemokonsentrasi, serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.


Tata laksana
Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian, (1) Tersangka DBD, (2)
Demam Dengue (DD) (3) DBD derajat I dan II (4) DBD derajat III dan IV
(DSS).
DBD tanpa syok (derajat I dan II)
Medikamentosa
- Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.
- Diusahakan

tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan

(misalnya antasid, antiemetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi


obat dalam hati.
- Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apabila terdapat

perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.


- Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.

Suportif
- Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan

permeabilitas kapiler dan perdarahan.


- Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa

peralihan dari fase demam ke fase syok disebut time of fever


differvesence dengan baik.
- Cairan intravena diperlukan, apabila (1) anak terus-menerus muntah,

tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi yang dapat mempercepat


terjadinya syok, (2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala.
DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV)
Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20
ml/kgbb secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit.Apabila syok belum teratasi
tetap berikan ringer laktat 20 ml/kgbb ditambah koloid 20-30 ml/kgbb/jam,
maksimal 1500 ml/hari.
- Pemberian cairan 10ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca

syok.Volume cairan diturunkan menjadi 7ml/kgbb/jam, selanjutnya


5ml, dan 3 ml apabila tanda vital dan diuresis baik.
- Jumlah urin 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik.
- Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.
- Oksigen 2-4 l/menit pada DBD syok.
- Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok.
- Indikasi pemberian darah:

Terdapat perdarahan secara klini s


- Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap,

hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10


ml/kgbb
- Apabila kadar hematokrit tetap > 40 vol%, maka berikan darah dalam volume

kecil

- Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi

gangguan koagulopati atau koagulasi intravaskular desiminata (KID)


pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.
- Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu disertai

plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah


perdarahan lebih hebat.

DBD ensefalopati
Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila
syok telah teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung
HCO3- dan jumlah cairan segera dikurangi. Larutan ringer laktat segera
ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1.
Indikas
rawat
lihat bagan
Pemantauan
Pemantauan selama perawatan

Tanda klinis, apakah syok telah teratasi dengan baik, adakah


pembesaran hati, tanda perdarahan saluran cerna, tanda ensefalopati,
harus dimonitor dan dievaluasi untuk menilai hasil pengobatan.

Kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit tiap 6 jam, minimal tiap


12 jam.

Balans cairan, catat jumlah cairan yang masuk, diuresis ditampung,


dan jumlah perdarahan.

Pada DBD syok, lakukan cross match darah untuk persiapan transfusi
darah apabila diperlukan.

Faktor risiko terjadinya komplikasi:


- Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok atupun tanpa syok.
- Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.

- Edem paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan.


Kriteria memulangkan pasien
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/ml
- Tidak dijumpai distres pernapasan

Anda mungkin juga menyukai