Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN DIAGNOSE MEDIS


DENGUE HAEMORAGIC FEVER

DISUSUN OLEH :
TANTI DWI CAHYANI
NIM. 132011263001

PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
TAHUN 2021
BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan trombosit
(trombositopenia), adanya hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asites,
efusi pleura, hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala-gejala tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri otot &
tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata.(Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Virus Dengue (DENV) adalah patogen manusia bawaan arthropod-borne yang mewakili ancaman
kesehatan masyarakat yang parah baik di daerah endemik maupun non-endemik. Sejauh ini, tidak ada
vaksin berlisensi atau obat spesifik yang tersedia untuk demam berdarah.”(Text, 2018)

1.2 Etiologi
Etiologi demam dengue (dengue fever/DF) adalah virus dengue dengan nyamuk Aedes
aegypti sebagai vektor penularnya.

1.3 Diagnosis Infeksi Dengue


Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan kriteria diagnosis
laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan kasus, tata laksana kasus, memperkirakan
prognosis kasus, dan surveilans. Kriteria diagnosis laboratoris yaitu kriteria diagnosis dengan konfirmasi
laboratorium yang penting dalam pelaporan, surveilans, penelitian dan langkah-langkah tindakan
preventif dan promotif. ((Kemenkes RI, 2017)

1.4 Kriteria Diagnosis Klinis ( (Kemenkes RI, 2017)


Berdasar petunjuk klinis tersebut dibuat kriteria diagnosis klinis, yang terdiri atas kriteria diagnosis
klinis Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), Demam Berdarah Dengue dengan
syok (Sindrom Syok Dengue/SSD), dan Expanded Dengue Syndrome (unusual manifestation).
(UKK Infeksi dan P enyakit Tropis IDAI, 2014)
1.4.1 Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak (biasanya ≥ 39º) ditambah 2 atau lebih gejala/tanda
penyerta:
- Nyeri kepala
- Nyeri belakang bola mata

- Nyeri otot & tulang

- Ruam kulit

- Manifestasi perdarahan

- Leukopenia (Lekosit ≤ 5000 /mm³)

- Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm³ )

- Peningkatan hematokrit 5 – 10 %

1.4.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)


Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut:
a. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus- menerus
b. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun
berupa uji tourniquet positif.
c. Trombositopnia (Trombosit ≤ 100.000/mm³)
d. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari peningkatan permeabilitas
vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda berikut:
• Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20% dari nilai baseline atau penurunan
sebesar itu pada fase konvalesen
• Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia/ hipoalbuminemia

Karakteristik gejala dan tanda utama DBD sebagai berikut:


a. Demam
- Demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari.

- Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun, hati-hati karena
pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam Hari ke-3 sampai ke-6, adalah fase
kritis terjadinya syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
 Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopenia dan
gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Jenis
perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif
(uji Rumple Leed/ uji bendung), petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula
dijumpai setelah hari ke-3 demam.
 Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk membedakannya:
lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai dengan kaca obyek atau
penggaris plastik transparan, atau dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah
menghilang saat penekanan/ peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain
yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak yang belum
pernah mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda penting. Kadang-
kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuri.
 Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba ( just palpable) sampai 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan dan dibawah procesus Xifoideus.
 Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat meramalkan
perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya
penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium kanan disebabkan oleh karena peregangan

Boks A Tanda Bahaya (Warning Signs)


Klinis Demam turun tetapi keadaan anak memburuk
Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
Muntah persisten
Letargi, gelisah Perdarahaan mukosa
Pembesaran hati Akumulasi cairan
Oliguria
Laboratorium Peningkatan kadar hematokrit bersamaan
dengan penurunan cepat jumlah trombosit
Hematokrit awal tinggi

kapsul hati. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil.
c. Syok
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok
pada penderita Demam Berdarah Dengue dapat dilihat pada Boks A
Sumber : Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Dengue pada Anak; UKK
Infeksi & Penyakit Tropis IDAI; Tahun 2014

1.4.3 Expanded Dengue Syndrom (EDS)


Memenuhi kriteria Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue baik yang disertai syok
maupun tidak, dengan manifestasi klinis komplikasi infeksi virus dengue atau dengan manifestasi klinis
yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala: Kelebihan cairan
• Gangguan elektrolit

• Ensefalopati

• Ensefalitis

• Perdarahan hebat

• Gagal ginjal akut


• Haemolytic Uremic Syndrome
• Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis

• Infeksi ganda

1.5 Pemeriksaan Laboratorium


Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi dengue antara lain:
1) Hematologi
a. Leukosit
• Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil.

• Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4% di darah tepi
yang biasanya dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ke tujuh.
b. Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
• Semi kuantitatif (tidak langsung)

• Langsung (Rees-Ecker)

• Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi


Jumlah trombosit ≤100.000/μl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit. Pemeriksaan
trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai terbuktibahwa jumlah trombosit dalam
batas normal atau keadaan klinis penderita sudah membaik.
c. Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran pembuluh darah. Penilaian
hematokrit ini, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan
trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsertrasi dengan peningkatan
hematokrit > 20% (misalnya nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit
dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan. Namun perhitungan selisih nilai
hematokrit tertinggi dan terendah baru dapat dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat akut
dan konvalescen (hari ke-7). Pemeriksaan hematrokrit antara lain dengan mikro-hematokrit
centrifuge,
Nilai normal hematokrit:
• Anak-anak : 33 - 38 vol%

• Dewasa laki-laki : 40 - 48 vol%

• Dewasa perempuan : 37 - 43 vol%


Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
2) Radiologi
Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi adanya efusi pleura
minimal pada paru kanan. Sedangkan asites, penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura
dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG).
3) Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita terinfeksi virus
Dengue.
a. Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas (gold standard). Namun
pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum) dimana spesimen harus diambil pada
fase akut dan fase konvalensen (penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil
yang cepat.
b. ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan menentukan
rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan
IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja,
yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue R

1.6 Patofisiologi (dr. DrRiawati MmedPH 2019 )


Patofisiologi demam dengue (dengue fever/ DF) dimulai dari gigitan nyamuk Aedes sp.
Manusia adalah inang (host) utama terhadap virus dengue. Nyamuk Aedes sp akan
terinfeksi virus dengue apabila menggigit seseorang yang sedang mengalami viremia
virus tersebut, kemudian dalam kelenjar liur nyamuk virus dengue akan bereplikasi yang
berlangsung selama 8─12 hari. Namun, proses replikasi ini tidak memengaruhi
keberlangsungan hidup nyamuk. Kemudian, serangga ini akan mentransmisikan virus
dengue jika dengan segera menggigit manusia lainnya.
Orang yang digigit oleh nyamuk Aedes sp yang membawa virus dengue, akan berstatus
infeksius selama 6─7 hari. Virus dengue akan masuk ke dalam peredaran darah orang
yang digigitnya bersama saliva nyamuk, lalu virus akan menginvasi leukosit dan
bereplikasi. Leukosit akan merespon adanya viremia dengan mengeluarkan protein
cytokines dan interferon, yang bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala-gejala
seperti demam, flu-like symptoms, dan nyeri otot.
Masa inkubasi biasanya 4─7 hari, dengan kisaran 3─14 hari. Bila replikasi virus
bertambah banyak, virus dapat masuk ke dalam organ hati dan sum-sum tulang. Sel-sel
stroma pada sum-sum tulang yang terkena infeksi virus akan rusak sehingga
mengakibatkan menurunnya jumlah trombosit yang diproduksi. Kekurangan trombosit
ini akan mengganggu proses pembekuan darah dan meningkatkan risiko perdarahan,
sehingga DF berlanjut menjadi DHF. Gejala perdarahan mulai tampak pada hari ke-3
atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis dan melena.
Replikasi virus yang terjadi pada hati, akan menyebabkan pembesaran hati dan nyeri
tekan, namun jarang dijumpai adanya ikterus. Bila penyakit ini berlanjut, terjadi
pelepasan zat anafilatoksin, histamin, dan serotonin, serta aktivasi sistem kalikrein yang
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. Kemudian akan diikuti terjadinya
ektravasasi cairan intravaskular ke kedalam jaringan ekstravaskular. Akibatnya, volume
darah akan turun, disertai penurunan tekanan darah, dan penurunan suplai oksigen ke
organ dan jaringan. Pada keadaan inilah akral tubuh akan terasa dingin disebabkan
peredaran darah dan oksigen yang berkurang, karena peredaran darah ke organ-organ
vital tubuh lebih diutamakan.
Ektravasasi yang berlanjut akan menyebabkan hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
dan renjatan. Pada keadaan ini, penderita memasuki fase DSS.

1.7 Tatalaksana ( (Kemenkes RI, 2017)


1.7.1 Tatalaksana demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat inap. Pada fase demam pasien dianjurkan:
1) Tirah baring, selama masih demam.
2) Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
3) Untuk menurunkan suhu menjadi <39°C, dianjurkan pemberian parase-tamol. Asetosal/salisilat
tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau
asidosis.
4) Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
5) Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesens.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun
demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari
setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara
DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada
DD akan terjadi . (

1.7.2 Tatalaksana DBD Tanpa Syok


Perbedaan patofisilogik utama antara DBD dan penyakit lain adalah adanya peningkatan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Maka
keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu
turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan
melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Secara
umum perjalanan penyakit DBD dibagi menjadi 3 fase yaitu fase demam, fase kritis dan fase
penyembuhan (konvalesens):
a) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan
suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral
tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang
diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama
demam pada DBD.
b) Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase
demam.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadCairan intravena
diperlukan,
apabila:
1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat
terjadinya syok,
2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% di dalam larutan NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium
bikarbonat 7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.

c. Fase Penyembuhan/konvalesen
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen/ sekunder akan muncul pada daerah
esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi
reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan
tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distres pernafasan.

1.7.3 Tatalaksana DHF dengan shock


a. Penggantian Volume Plasma Segera
Cairan resusitasi awal adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB secara intravena dalam 30 menit
b. Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma
c. Koreksi Ganggungan Metabolik dan Elektrolit
d. Pemberian Oksigen
e. Transfusi DarahMonitoring.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah :
(1) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30menit atau lebih
sering, sampai syok dapat teratasi.
(2) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinispasien stabil.
(3) Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,jumlah,
dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudahmencukupi.
(4) Jumlah dan frekuens i diuresis
f. Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD

1.7.4 Tatalaksana Expanded Dengue Syndrom


1.7.4.1 Tatalaksana kelebihan cairan (volume overload)
1. Pada keadaan kelebihan cairan perlu dinilai keadaan klinis, dihitung kembali
cairan yang telah diberikan, dan cek A-B-C-S (Acidosis-Bleeding-Calcium-
Sugar) apakah telah dikoreksi.
2. Turunkan jumlah cairan menjadi 1 mL/kgBB/ jam, bila tersedia cairan koloid,
ganti kristaloid dengan cairan koloid.
3. Pada stadium lanjut dengan ditemukannya tanda edema paru, furosemid 1
mg/kgBB/dosis segera diberikan bila tekanan darah stabil serta kadar ureum
dan kreatinin normal. Setelah pemberian furosemid perlu dipantau setiap 15
menit untuk menilai keberhasilan pengobatan.
4. Ukur volume diuresis melalui kateter urin
5. Apabila tidak ada perbaikan setelah pemberian furosemid, periksa status volume
intravaskular (pemantauan CVP). Apabila volume intravascular baik, pemberian
furosemid dapat diulang untuk kedua kalinya dengan dosis ganda. Namun apabila
masih terjadi oliguria maka harus segera dilakukan dialisis, berarti pasien dalam
keadaan gagal ginjal akut, keadaan ini mempunyai prognosis yang buruk. Apabila
volume intravaskular tidak adekuat maka cek A-B-C-S dan koreksi gangguan
keseimbangan elektrolit.
1.8 WOC ( Huda dan kusuma 2015 )
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DHF

2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-
3 sampai ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan
keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola
mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi
(grade III, IV), melena atau hematesis.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien
6. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindari
7. Riwayat gizi Status gizi
anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.Anak
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu
makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
8. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di kamar).
9. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diar/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
c. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas
tidur maupun istirahat kurang.
e. Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti.
f. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
10. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan nadi lemah.
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,
dan kulit.
2) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII), nadi
tidak teraba (grade IV), tekanan darah menurun ( sistolik menurun sampai
80mmHg atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa
nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
4) Mata Konjungtiva anemis
5) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada
gradeII,III, IV.
6) Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada
serumen, tidak ada gangguan pendengaran.
7) Mulut
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.
8) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
9) Dada / thorak
Inspeksi : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama.
Perkusi : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru
Auskutasi : Adanya bunyi ronchi.
10) Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Palpasi :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Perkusi : Terdengar redup
Auskultasi : Adanya penurunan bising usus
11) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniquet.
Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan
tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan 24 tekanan antara sistolik dan
diastolic pada alat ukur yang dipasang pada tangan. Setelah dilakukan
tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekie di bagian
volarlenga bawah (Soedarmo,2008).
12) Genitalia Biasanya tidak ada masalah
13) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tida
14) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
 Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
 Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
 Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
 Ig. D. dengue positif.
 Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
 Urium dan pH darah mungkin meningkat.
 Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
 SGOT / SGPT mungkin meningkat.

2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
b. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
ditandai dengan kurang informasi
c. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi
(penurunan trombosit) ditandai dengan trombositopenia
d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai
dengan mengeluh lelah
INTERVENSI ( RENCANA KEPERAWATAN ) Sesuai SDKI , SIKI DAN SLI (
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Hipovolemia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia
kehilangan cairan aktif ditandai dengan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan 1.Observasi :
mukosa bibir kering hipovolemia terpenuhi. Periksa tanda dan gejala hipovolemik ( tekanan darah
Kriteria Hasil : Status Cairan menurun, membrane mukosa kering, hematocrit
 Turgor kulit meningkat )
 Perasaan lemah - Monitor intake dan output cairan Terapeutik :
 Keluhan haus - Hitung kebutuhan cairan
 Tekanan darah - Berikan posisi modified trendelenburg
 Intake cairan membaik - Berikan asupan cairan oral
 Suhu tubuh 2.Edukasi :
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
3.Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis ( misalnya : NaCl, RL )
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis ( missal :
glukosa 2,5%, NaCl 0,4% )
- Kolaborasi pemberian cairan koloid ( miosal :
albumin, plasmanate )
- Kolaborasi pemberian produk darah
4.Terapeutik :
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24
jam
Berikan asupan cairan, sesuai
2. Defisit Pengetahuan berhubungan Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan
dengan gangguan fungsi kognitif keperawatan 1 x 24 jam diharapkan 1. Observasi :
ditandai dengan kurang informasi deficit pengetahuan meningkat. - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Kriteria Hasil : informasi
Tingkat Pengetahuan - Identifikasi faktor-faktor yang dapay meningkatkan
 Kemampuan menjelaskan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan
pengetahuan tentang suatu sehat
topik meningkat Terapeutik :
 Pertanyaan tentang masal;ah - Sediakan materi dan media pendidikan
yang dihadapi meningkat kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
- Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan
Sehat
3 Resiko Perdarahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perdarahan
dengan gangguaan koagulasi keperawatan 1 x 24 jam diharapkan 1.Observasi :
(penurunan trombosit) ditandai tingkat perdarahan menurun . - Monitor tanda dan gejala perdarahan
dengan trombositopenia Kriteria Hasil : - Monitor nilai hematocrit / hemoglobin sebelum dan
Tingkat Perdarahan sesudah kehilangan darah
 Kelembapan membran - Monitor tanda dan gejala ortostatik
mukosa - Monitor koagulasi ( mis. Prothrombin time (PT),
 Suhu tubuh meningkat Partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen,
 Hematokrit membaik deradasi fibrin dan/atau platelet )
2.Terapeutik :
- Pertahankan bedrest selama perdarahan
- Batasi tindakan invasive, jika perlu
- Gunakan kasur pencegah decubitus
- Hindari pengukuran suhu rektal
3.Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan untuk
menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
4.Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak
- tinja
4 Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
proses infeksi virus dengue keperawatan 1 x 24 jam diharapkan 1. Observasi :
hipertermi membaik. - Identifikasi penyebab hipertemia (
Kriteria Hasil : Termoregulasi mis. Dehidrasi,terpapar
 Menggigil lingkungan panas, penggunaan incubator
 Kulit merah - Monitor suhu tubuh
 Kejang - Monitor haluan urine
 Pucat - Monitor komplikasi akibat
 Suhu tubuh hipertermia
 Tekanan darah 2.Terapeutik :
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hyperhidrosis
( keringat berlebihan
- Lakukan pendinginan eksternal ( mis. Seliput
hipotermia atau kompres dingin di dahi,
leher, dada, abdomen, aksila )
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
3.Edukasi :
- Anjurkan tiring baring

4.Kolaborasi
pemberian cairan

Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi


keperawatan 1 x 24 jam diharapkan 1.Observasi :
dengan kelemahan fisik - Identifikasi gangguan fungsi tubuh
intoleransi aktivitas meningkat.
Kriteria Hasil Toleransi aktivitas yang mengakibatkan kelelahan
 Frekuensi nadi - Monitor kelelahan fisik dan
Kemudahan dalam emosional
melakukan aktivitas sehari- - Monitor pola dan jam tidur
hari - Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
2.Terapeutik :
- Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus ( mis. Cahaya, suara,
kunjungan )
- Lakukan latihan rentang gerak pasif
atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat.
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan menghubungi perawatb jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan
2.2.1 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu
pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah
kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana
keperawatan (Nursallam, 2011).
2.2.2 Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.

56
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI (2017) ‘Pedoman Demam Berdarah Dengue Indonesia’, pp. 12–38.
Kementerian Kesehatan RI (2018) ‘Situasi Penyakit Demam Berdarah Di Indonesia 2017’,
Journal of Vector Ecology, pp. 71–78. Available at:
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-
Situasi-Demam-Berdarah-Dengue.pdf.
Text, F. (2018) ‘Mosquito-Borne Diseases - Dengue Hemorrhagic Fever ; Researchers from
Mahidol University Report Recent Findings in Dengue Hemorrhagic Fever ( A synthetic
peptide derived from domain III envelope glycoprotein of Dengue virus induces neutralizing
antibody )’, pp. 1–4.

57

Anda mungkin juga menyukai