Pendidikan:
•Akademi Keperawatan DEPKES Palembang, 2001
•S1 FIK Universitas Indonesia, 2007
•Ners FIK Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2012
•S2 FIK KMB Universitas Indonesia, 2019
•Spesialis KMB Universitas Indonesia, 2020
Pekerjaan Saat Ini :
• Koordinator Keperawatan RS Haji Jakarta
• Dosen STIKES Indonesia Maju
• Surveior Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia (LAFKI)
• Ketua PPNI DPK RSHJ
• Instruktur GMT, EMT 911 Jakarta
• Praktisi Perawatan Luka
• Motto : Jangan menyerah, Orang lain bisa kita juga pasti bisa
PENGHARGAAN
1.Penghargaan predikat Cum Laude Spesialis KMB Universitas Indonesia, Depok 2020.
2.Penghargaan Lulusan Terbaik Kedua dari Universitas Muhammadiyah Jakarta untuk program Profesi,
Jakarta 2012
3.Penghargaan peserta terbaik pertama dalam Pelatihan TOT/TPPK Tenaga Pelatih Program Kesehatan,
Jakarta 2017.
Brain
Trauma Kepala
Spinal
Trauma Spinal
PENANGANAN EMERGENCY PADA TRAUMA
Peserta memahami prinsip penatalaksanaan Emergency
Trauma di Pre Hospital maupun di Intra Hospital.
KECELAKAAN LALU LINTAS BANJARMASIN
BRAIN
TRAUMA KEPALA
Epidural Hematoma
Subdural Hematoma
Subaracnoid Hemoragik
Intraserebral Hemoragik
Trauma Kepala
◆Sering terjadi
◆Morbiditas dan mortalitas tinggi
◆Penanganan keliru:
Memperburuk prognosis
- Yg seharusnya dpt selamat → meninggal
◆ Harus segera ditransfer
KASUS TRAUMA KEPALA PADA
KECELAKAAN LALU LINTAS
PENGERTIAN CEDERA KEPALA
❑ Rhinore
❑ Othore
❑ Battle Sign
❑ Racon Eye
© ACS 17 / 40
Prinsip - Prinsip pada
Trauma Kepala
Tulang tengkorak sebagai pelindung
jaringan otak, mempunyai daya elastisitas
untuk mengatasi adanya pukulan.
Bila daya/toleransi elastisitas terlampau
akan terjadi fraktur.
Berat/ringannya cedera tergantung pada :
Lokasi yang terpengaruh :
Keadaan kepala saat terjadi benturan.
Masalah utama adalah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
Volume darah /Pembuluh darah ( 75 -
150 ml).
Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400
ml).
Volume LCS ( 75 - 150 ml).
Hukum Monroe Kelly
❑ Ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap
❑ Volume dipengaruhi darah,
liquor, dan parenkim otak
❑ Kemampuan kompensasi yang
terlampaui akan berakibat
kenaikan tekanan intrakranial
yang tinggi dan penurunan
tekanan perfusi serebral (CPP)
Faktor Pemberat Terjadinya Cidera Otak
Haematom Epidural.
Hematoma Subdural
Hematom Intrakranial :
Hematom Intraserebral
Hematom Subarakhnoid.
LAPISAN PELINDUNG BRAIN
LAPISAN PELINDUNG BRAIN INTRA KRANIAL
POTONGAN CORONAL & SAGITAL BRAIN
BRAIN MAPPING
PERDARAHAN PADA TRAUMA KEPALA
IDENTITAS PASIEN
Ukuran
Hounsfield
Unit (HU)
DENSITAS OTAK
Epidural Hematoma
35 / 40
◆Fatal bila tdk ditolong
◆Evakuasi darah → prognosis baik
◆10 mm Hg = Normal
◆>20 mm Hg = Abnormal
◆>40 mm Hg = Gawat
◆↑ICP → Fungsi otak↓, prognosis↓
KOMPLIKASI
Kejang
Infeksi
Bocor cairan otak
Hipertermia
Masalah mobilisasi
SIADH (Syndrome of Inappropriate
Anti Diuretic Hormone)
Hipovolemia
SEL SARAF DAN SINAPS
AMP
A
© ACS 58 / 40
Berdasarkan keparahan atau
derajat kesadaran
.
Cidera kepala ringan.(55%)
GCS : 13-15
Kehilangan kesadaran kurang dari atau sama
dengan 30 menit atau kurang dari sama dengan
2 jam.
Tidak ada fraktur tengkorak, contosio/hematom.
Pusing 10 menit, tidak ada deficit neurology
Gambaran scaning otak normal
CEDERA KEPALA RINGAN
Lanjutan…
❑ Pasien EDH tanpa melihat GCS dengan volume > 30 cc, atau ketebalan > 15 mm, atau pe
rgeseran midline > 5 mm, atau Pasien EDH akut (GCS <9) dan pupil anisokor
❑ Pasien SDH tanpa melihat GCS; ketebalan > 10 mm atau midline shift (MLS) > 5 mm pad
a CT Scan
❑ Semua pasien SDH dengan GCS < 9 harus dilakukan monitoring TIK
❑ Pasien SDH dengan GCS < 9 :
❑ Ketebalan SDH < 10 mm dan pergeseran struktur midline, jika mengalami penurunan GC
S lebih dari 2 poin atau lebih antara saat kejadian dengan saat masuk ke rumah sakit dan
atau jika didapatkan pupil yang dilatasi asimetri atau fixed dan/atau TIK > 20 mmHg
TATA LAKSANA PEMBEDAHAN
3. Pembedahan Pada Perdarahan Subdural Kronis
Indikasi pembedahan (dilakukan secepat mungkin):
a. Terdapat gejala klinis penurunan kesadaran maupun defisi neurologis fokal at
au kejang
b. Ketebalan lesi > 1cm
4. Pembedahan Pada Perdarahan Parenkim Otak
Indikasi pembedahan:
a. Pasien dengan GCS 6-8 dengan perdarahan parenkim otak pada daerah front
al atau temporal dengan volume perdarahan > 20 cc, dengan pergeseran stru
ktur midline ≥ 5 mm dan atau kompresi pada sisterna.
b. Perdarahan parenkim otak dengan volume perdarahan > 50 cc
c. Pasien dengan perdarahan parenkim otak dan tanda-tanda deteriorasi neurol
ogis yang progresif sesuai dengan lesi, hipertensi intrakranial yang refrakter d
engan medikamentos, atau didapatkan tanda-tanda efek massa pada CT scan
.
TRAUMA MEDULA SPINALIS
→Gangguan sensorik.
→Gangguan motorik.
PENATALAKSANAAN
Kesimpulan
1. Penanganan pasien cedera kepala harus disesuaikan dengan
derajat cedera kepala dan kondisi pasien dengan
mempertimbangkan hasil pemeriksaan penunjang seperti foto
polos dan CT scan kapala
2. Perawat berperan penting dalam penatalaksanaan pasien cedera
kepala baik dalam menerapkan tindakan mandiri perawat
maupun kolaboratif.
3. Perawat harus mampu menerapkan prinsip-prinsip penanganan
pasien cedera kepala khususnya dalam pencegahan terjadinya
cedera sekunder pada pasien yaitu salah satunya dengan
memberikan posisi head up dan monitoring kondisi pasien untuk
menilai perbaikan atau perburukan dari kondisi cedera kepala
yang dialami pasien
Daftar Pustaka
Arifin, MZ dan Risdianto, A. (2013). Cedera kepala: Teori dan penanganan. Bandung:
Sagung Seto.
Blumberg, P.C. (2011). Neuropathology of traumatic brain injury. Youman Neurological
Surgery. H.R. Winn. Philadelphia: Elvesier Saunders, 4: 3277-3287.
Husna, U dan Dahlar, M. (2017). Pathophysiology and management of cerebral edema.
MNJ, Vol.03, No.02, Juli 2017. http://dx.doi.org/10.21776/ub.mnj.2017.003.02.
Michinaga,Shotaro and Yutaka Koyama. (2015). Pathogenesis of Brain Edema and
Investigation into Anti-Edema Drugs. Int. J. Mol. Sci. 2015, 16, 9949-9975;
doi:10.3390/ijms16059949
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Ontario Neurotrauma Foundation. (2014). Guidelines for Mild Traumatic Brain Injury and
Persistent Symptoms.
Saladin, Kenneth S. (2007). Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function.3rd
Edition. McGraw-Hill, USA.
Tim Neurotrauma RSU Dr. Soetomo – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya,. (2014). Pedoman tatalaksana cedera otak: guideline for management of
traumatic brain injury.
W. Rutland-Brown, J. A. Langlois, K. E. Thomas, and Y. L. Xi. (2010). Incidence of traumatic
brain injury in the United States, 2010, Journal of Head Trauma Rehabilitation, vol. 21, no.
6, pp. 544–548, 2010.
Klasifikasi Cedera Kepala
Berdasarkan Sifat dan Lokasi
⚫ Adanya benturan dapat menyebabkan terjadinya cedera pada otak dapat
menyebabkan terjadinya cedera pada otak yang bersifat fokal dan difus.
⚫ Lokasi yang sering terkena adl bagian anterior, lobus temporalis, & korteks
76 / 28
.
Cedera kepala fokal (lanjutan)
Jenis :
Contusio
❑ Terjadi akibat adanya kekuatan aselerasi dan deselerasi s
etelah terjadi benturan kepala.
❑ Contusio umumnya terjadi di polus frontalis, permukaan
orbita lobus frontalis, polus temporalis, dan permukaan
inferior dan lateral lobus temporalis.
77 / 28
⚫ Contusion serebri terdiri atas daerah yang mengalami
perdarahan di pusat, daerah yang tidak mengalami
perdarahan yang sudah nekrosis atau sebagian rusak,
dan daerah yang mengalami edema
⚫ Sering terjadi pada bagian frontal dan temporal karena permukaan ini
relatif lebih kasar dibanding permukaan lain.
79 / 28
Cedera kepala difus dibagi menjadi : Diffuse Axonal
Injury (DAI) dan Diffuse vascular injury
Diffuse axonal injury (DAI)
⚫ Kerusakan minimal akson ini dapat terjadi pada korteks parasagital
white matter, kapsula interna, thalamus, cerebelum, traktus ascende
n&decenden
Grade DAI :
⚫ Grade 1 : abnormalitas hanya pada bagian white matter saja