Anda di halaman 1dari 34

BED SIDE TEACHING (BST)

CEDERA KEPALA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR FAKULTAS KEDOKTERAN DAN
BAGIAN ILMU BEDAH ILMU KESEHATAN
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI UNIVERSITAS JAMBI 2020

Disusun oleh :
Reni Dwi Astuti, S.Ked
Pembimbing : dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS
Pendahuluan
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena
kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian

Di Indonesia kejadian cedera kepala setiap tahun nya diperkirakan


mencapai 500.000 kasus. Dimana 10% penderita meninggal sebelum tiba
di rumah sakit.

Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para


dokter mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan
pertama pada penderita.
Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang disebabkan
oleh faktor eksternal berupa kecelakaan dan benturan pada kepala
yang dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,
dan psikososial, yang bersifat sementara atau permanen.
Anatomi
Jarngan lunak kepala terdiri dari 5 lapisan
yang disebut sebagai SCALP :
• Skin (kulit) - Connective tissue (jaringan
subkutis) - Aponeuris Galea - Loose areolar
tissue (jaringan areolar longgar)
-Perikranium
Tulang Tengkorak :
• Terdiri dari kalvaria dan basis kranii
• Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang
yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
• Basis cranii dibagi atas 3 fosa yaitu fosa
anterior, fosa media dan fosa posterior
Anatomi
Meningens
• Duramater (paling dekat dengan
tengkorak)
• Arachnoid mater (dipisahkan dari
dura mater oleh spatium subdural)
• Piamater (ditembus oleh pembuluh
darah, Ruang subarachnoid adalah
ruang yang terdapat di antara
arachnoid dan pia mater)
Vaskularisasi otak oleh dua arteri
karotis interna dan vetebralis yang
Gambar 2. Tiga lapisan meningens
membentuk sirkulus of Wilis
Fisiologi
Konsep fisiologi yang berhubungan dengan cedera kepala terdiri dari
tekanan intracranial, doktrin Monro-Kellie, dan aliran darah serebral

Tekanan intracranial (TIK)


• Peningkatan TIK menurunkan
perfusi serebral = iskemia berat
= keluaran jelek
• Normal TIK 10 mmHg
Fisiologi
Doktrin Monroe-Kellie
“Volume total isi intrakranial
haruslah tetap konstan, karena
cranium adalah kontainer rigid yang
tidak mampu membesar. Jika volume
intracranial berlebih, TIK
meningkat.”

Semakin meningkat TIK,


maka semakin bergeser
segmen-segmen intrakranial
Fisiologi
Aliran darah Serebral
Cedera kepala yang cukup berat untuk menyebabkan koma dapat
menurunkan aliran darah serebral (cerebral blood flow / CBF) = aliran
CBF yang rendah tidak memenuhi kebutuhan metabolik otak setelah
cedera = terjadi iskemia (regional atau global)

Tekanan arteri Jika MAP terlalu Tekanan perfusi


rerata (MAP) di rendah terjadi serebral (CPP)
jaga sebesar 50 – iskemia dan infark. didefinisikan
150 mmHg agar Jika terlalu tinggi sebagai MAP
CBF tetap konstan terjadi edema otak dikurangi TIK
(tekanan dan peningkatan (CPP = MAP –
autoregulasi) TIK TIK).
Need to Know
Lakukan setiap usaha untuk meningkatkan perfusi serebral dan aliran
darah melalui :
• Menurunkan peningkatan TIK
• Mempertahankan volume intravaskuler normal dan MAP normal, dan
• Mengembalikan oksigenasi dan ventilasi normal.
Klasifikasi
cedera kepala

Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan


mekanisme Beratnya morfologi

Berdasarkan Berdasarkan
Berdasarkan Beratnya
mekanisme morfologi
• Cedera kepala • Cedera kepala • Fraktur tulang
tertutup ringan (GCS 13-15) tengkorak
• Cedera kepala • Cedera kepala • Lesi intrakranial
penetrasi sedang (GCS 9 -12)
• Cedera kepala berat
(GCS 8 kebawah)
Klasifikasi Berdasarkan Morfologi
Fraktur Tengkorak
• Fraktur tengkorak dapat linear atau stelata, dan
dapat terdepresi atau non-depresi
• Tanda klinis dari fraktur basis cranii adalah
kebocoran cairan serebrospinal (Cerebrospinal
fluid / CSF) dari hidung (rinore) atau telinga
(otorea), darah dibelakang gendang telinga
(hemotimpanum), memar dibelakang telinga
(ekimosis postaurikular atau Battle’s sign), memar
disekeliling mata (ekimosis periorbital atau
raccoon eyes).
• Fraktur tengkorak terdepresi jika ada fragmen
terdepresi melebihi ketebalan tengkorak
(A) Fraktur tengkorak linear dan (B) fraktur tengkorak
terdepresi.
Klasifikasi Berdasarkan Morfologi
Lesi-Lesi Intrakranial
Klasifikasi
lesi
intrakranial

Lesi Fokal Lesi Difusa

Hematoma
Hematoma Hematoma Cedera
intraserebral
epidural subdural aksonal difus
(kontusio)
(A) cedera otak difusa. (B) hematoma epidural.
(C) hematoma subdural dan (D) hematoma intracerebral
Lesi Intra Kranial
Cedera Otak Difusa
• Cedera otak difusa disebabkan efek cedera akselerasi-deselersi
terhadap otak
• Konkusio ringan adalah sebuah perlukaan dimana kesadaran
masih ada, tetapi terdapat derajat disfungsi neurologis sementara
• Konkusio serebral klasik merupakan keadaan post-traumatik
yang menghasilkan kehilangan kesadaran. diikuti dengan
beberapa derajat amnesia retrograde dan post-traumatik, Pasien
kembali ke kesadaran penuh dalam 6 jam
• Cedera aksonal difusa merupakan tema yang digunakan untuk
menggambarkan keadaan post traumatic jangka panjang dimana
terdapat hilangnya kesadaran dari waktu cedera sampai melebihi
6 jam
Lesi Intra Kranial
Cedera Otak Fokal
Hematoma Epidural
• paling sering berlokasi pada daerah temporal atau temporoparietal
• Bentuk bikonveks atau lenticular
• dihasilkan dari robeknya pembuluh darah meningeal media

Hematoma Subdural
• lebih sering dibandingkan hematoma epidural (sekitar 30% CKB)
• Bentuk konkaf mengikuti permukaan otak
• akibat robeknya vena-vena bridging diantara korteks serebral dan sinus drainase

Kontusio dan Hematoma Intraserebral


• Penampakan berupa lesi klasik “salt and pepper”
• Dapat berevolusi menjadi hematoma intraserebral
Evaluasi Cedera Kepala
“Cedera Kepala Ringan
(GCS 13 -15)
• Sering kali pasien ini mengalami konkusio
yang berkelanjutan
• Dapat mengalami riwayat disorientasi,
amnesia atau kehilangan kesadaran
sementara
• Kebanyakan pasien dengan cedera kepala
ringan mengalami perbaikan segera
• Perhatikan mekanisme cedera dan
perhatikan adanya kehilangan kesadaran,
lamanya waktu pasien tidak merespons,
adanya kejang, dan tingkat kesadaran
lanjutan
Evaluasi Cedera Kepala
“Cedera Kepala Ringan (GCS 13 -15)
Lakukan CT scan pada semua pasien dengan suspek cedera kepala yang memiliki
klinis suspek fraktur kepala terbuka, dengan adanya tanda fraktur basis cranii, dan
lebih dari dua episode muntah dan pasien yang lebih tua dari 65 tahun

Tabel 3. Indikasi untuk CT scan pada pasien dengan cedera kepala ringan
Evaluasi Cedera Kepala
“Cedera Kepala Ringan (GCS 13 -15)”
• Jika ada abnormalitas pada CT Scan /
Pasien tetap simptomatis = rawat
pasien di RS dan konsul neurosurgeon
• Jika asimptomatis, sadar penuh dan
tidak ada abnormalitas neurologis =
observasi di IGD dan pulangkan jika
normal
• Idealnya dipulangkan dengan edukasi
intruksi tanda bahaya dan pengawasan
Gambar 9. Contoh selebaran RS mengenai instruksi tanda pendamping minimal 24 jam awal
bahaya pada pasien cedera kepala yang dipulangkan
Evaluasi Cedera Kepala
“Cedera Kepala Sedang
(GCS 9-12)”
• Pasien ini masih dapat mengikuti komando
sederhana
• Biasanya pasien bingung atau somnolen dan
mengalami deficit neurological fokal
misalnya hemiparesis.
• Saat di IGD, lakukan anamnesis singkat dan
pastikan stabilitas kardiopulmoner sebelum
penilaian neurologis.
• Lakukan CT scan dan kontak neurosurgeon
• Semua pasien dengan CKS membutuhkan
perawatan RS untuk observasi secara
berkala minimal dalam 12 sampai 24 jam
Evaluasi Cedera Kepala
“Cedera Kepala Berat (GCS
3-8)”
• Pasien tidak mampu mengikuti
perintah sederhana, bahkan setelah
stabilisasi kardiopulmoner.
• Pasien memiliki risiko terbesar
mengalami mortalitas dan
morbiditas yang signifikan
• Jangan menunda transfer pasien
ke pusat trauma dengan maksut
untuk mendapatkan CT scan
Tatalaksana Cedera Kepala

Survey
primer Survei Terapi Terapi
dan Sekunder Medis Bedah
resusitasi
Tatalaksana Cedera Kepala
“Survei Primer dan Resusitasi”
Semua pasien harus mendapatkan survey primer, mengacu pada
prioritas ABCDE
Airway dan Breathing Sirkulasi Pemeriksaan Neurologis
• Intubasi endotrakeal jika • Ingat : pemeriksaan • Setelah status
pasien koma neurologis pada pasien kardiopulmoner teratasi
• Ventilasi dengan O2 100% dengan hipotensi tidak dapat • Terdiri dari : menentukan
da FiO2 yang disesuaikan diandalkan status GCS pasien, respons
• Pertahankan saturasi oksigen • Pertahankan TDS ≥ 100 cahaya pupil, dan deficit
>98% mmHg (pasien 50-69 th) neurologis fokal
• Atur PCO2 sekitar 35 dan TDS ≥ 110 mmHg • Respons motoric pada
mmHG (ventilasi) (pasien 15-49 th dan > 70 pasien koma : tekan otot
• Hiperventilasi dicadangkan th) trapezius atau pada kuku jari
jika ada penurunan • Sangat penting untuk secara atau krista supraorbital
neurologis akut atau tanda langsung mencari dan • Jangan lakukan uji Doll’s
herniasi mengatasi sumber primer eye sampai pasti tidak ada
hipotensi. acedera servikal
Tujuan Terapi
Cedera Kepala
Tujuan terapi terdiri dari
parameter klinis,
laboratorium dan monitoring
Tatalaksana Cedera Kepala
“Survei Sekunder”

Pemeriksaan Tanda herniasi : Lakukan


serial skor GCS, dilatasi pupil dan pemeriksaan
tanda lateralisasi, kehilangan neurologis
reaksi pupil respons terhadap lengkap
cahaya
Tatalaksana Cedera Kepala
“Survei Sekunder”
Prinsip dasar dari terapi cedera kepala adalah bahwa, jika jaringan
neural yang terluka diberikan kondisi optimal untuk pulih, jaringan
neural akan mendapatkan fungsi normal kembali

Cairan Koreksi
Hiperventilasi Manitol
intravena Antikoagulan

Saline
Barbiturat Antikonvulsan
hipertonik
Terapi Medis untuk Cedera Kepala
Cairan Intravena, Koreksi Antikoagulan dan
Hiperventilasi
• Pemberian carian intravena bertujuan ntuk resusitasi pasien dan
mempertahankan normovolemia
• Cairan Ringer lactat atau normal saline adalah yang direkomendasikan untuk
resusitasi.
• Jangan berikan cairan mengandung glukosa dan cairan hipotonik
• Untuk pasien yang menggunakan antikoagulan atau terapi antiplatelet,
lakukan pemeriksaan INR dan normalisasi segera antikoagulan secara umum
• Hiperventilasi (PaCO2 25-30 mmHg) menyebabkan vasokonstriksi serebral
= hanya digunakan moderat dan waktu terbatas untuk mengatasi penurunan
neurologis akut
Tabel 4. Pembalikan Antikoagulan
Terapi Medis untuk Cedera Kepala
Manitol, Saline Hipertonik, dan Barbiturat
Terapi berikut digunakan untuk pasien-pasien dengan peningkatan TIK dan
penuruan neurologis akut

Saline
Manitol 20% Barbiturat
Hipertonik
Jangan diberi pada pasien Untuk menurunkan TIK Efektif dalam menurunkan
hipotensi dan hipovolemia pada pasien dengan TIK refrakter terhadap
hipotensi (bukan diuretic) terapi lainnya
Awal bolus 1 gr/kgBB
cepat (5 menit)
Hati-hati waktu paruh
Dapat diberikan dengan
Lanjut 0.25-1 gr/kgBB lama. Stabilisasi
konsentrasi 3% sampai
untuk mengontrok hemodinamik esensial
23.4%
peningkatan TIK sebelum dan sesudahnya
Terapi Medis untuk Cedera Kepala
“Antikonvulsan”
• Epilepsy posttraumatic muncul dalam 5% pasien yang diantar ke rumah
sakit dengan cedera kepala tertutup dan 15% pada pasien dengan cedera
kepala berat.
• Pilihan antikonvulsan untuk kejang post traumatik akut adalah : fenitoin
dan fosfenitoin
• Untuk dewasa dosis loading adalah 1 gr fenitoin intravena diberikan tidak
lebih cepat dari 50 mg/menit
• Dosis maintenan yang umum adalah 100 mg/8 jam, dengan dosis dititrasi.
• Diazepam atau lorazepam sering digunakan sebagai tambahan terhadap
fenitoin sampai kejang berhenti
Terapi Bedah
Indikasi operasi untuk lesi Pergeseran tersebut dapat
massa adalah : adanya dilihat melalui CT scan,
pergeseran dari garis tengah 5 terkadang melalui angiografi,
mm atau lebih. atau ventrikulografi.

Jika pasien mengalami lesi Sebagai tambahan, pasien


massa, mannitol (1-2 gr/kgBB) dapat di hiperventilasikan
harus diberikan pada saat sebentar untuk mencapai
operasi di ruang operasi PCO2 arterial 25-30 mmHg

Jika dalam hal lain, tidak ada


lesi bedah yang ditemukan,
pasien secara hati-hati
dimonitor di ICU
Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh:
1. Usia
2. Status neourologis awal
3. Jarak antara trauma dan tindakan
4. Edema serebri
5. Kelainan intrakranial lainnya
6. Faktor ektra kranial
Kesimpulan
• Memahami anatomi dan fisiologi dasar intracranial sangat vital dalam
mengatasi cedera kepala.
• Pasien dengan cedera kepala dan otak harus dievaluasi secara efisien. Pada
pasien koma, amankan dan pertahankan airway dengan intubasi endotrakeal.
Lakukan pemeriksaan neurologis sebelum melumpuhkan pasien
• Anggota tim trauma harus familiar dengan GCS dan mempraktikkan
penggunaannya
• Resusitasi yang adekuat penting dalam membatasi cedera kepala sekunder.
Cegah hypovolemia dan hipoksemia
• Tentukan kebutuhan untuk transfer, admisi, konsultasi atau pemulangan.
Kontak neurosurgeon secepat mungkin. Jika neurosurgeon tidak tersedia pada
fasilitas tersebut, transfer semua pasien dengan cedera kepala sedang atau berat.
DAFTAR PUSTAKA
• Narayan Raj K, Kempisty Suzanne. Cedera Kepala Tertutup. Dalam
Rengachary Selti S, Ellenbogen Richard G (editor). Principles of
Neurosurgery Second Edition. Elsevier Moshy: 2005
• America Association of Neurological Surgeon. Anatomy of Brain.
United States of America: 2015.
• American College of Surgeons. ATLS Advanced Trauma Life Support
Tenth Edition. The Committee on Trauma. United States of America :
2018
• Japardi I. Cedera Kepala. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Jakarta: 2004

Anda mungkin juga menyukai