CEDERA KEPALA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR FAKULTAS KEDOKTERAN DAN
BAGIAN ILMU BEDAH ILMU KESEHATAN
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI UNIVERSITAS JAMBI 2020
Disusun oleh :
Reni Dwi Astuti, S.Ked
Pembimbing : dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS
Pendahuluan
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena
kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian
Berdasarkan Berdasarkan
Berdasarkan Beratnya
mekanisme morfologi
• Cedera kepala • Cedera kepala • Fraktur tulang
tertutup ringan (GCS 13-15) tengkorak
• Cedera kepala • Cedera kepala • Lesi intrakranial
penetrasi sedang (GCS 9 -12)
• Cedera kepala berat
(GCS 8 kebawah)
Klasifikasi Berdasarkan Morfologi
Fraktur Tengkorak
• Fraktur tengkorak dapat linear atau stelata, dan
dapat terdepresi atau non-depresi
• Tanda klinis dari fraktur basis cranii adalah
kebocoran cairan serebrospinal (Cerebrospinal
fluid / CSF) dari hidung (rinore) atau telinga
(otorea), darah dibelakang gendang telinga
(hemotimpanum), memar dibelakang telinga
(ekimosis postaurikular atau Battle’s sign), memar
disekeliling mata (ekimosis periorbital atau
raccoon eyes).
• Fraktur tengkorak terdepresi jika ada fragmen
terdepresi melebihi ketebalan tengkorak
(A) Fraktur tengkorak linear dan (B) fraktur tengkorak
terdepresi.
Klasifikasi Berdasarkan Morfologi
Lesi-Lesi Intrakranial
Klasifikasi
lesi
intrakranial
Hematoma
Hematoma Hematoma Cedera
intraserebral
epidural subdural aksonal difus
(kontusio)
(A) cedera otak difusa. (B) hematoma epidural.
(C) hematoma subdural dan (D) hematoma intracerebral
Lesi Intra Kranial
Cedera Otak Difusa
• Cedera otak difusa disebabkan efek cedera akselerasi-deselersi
terhadap otak
• Konkusio ringan adalah sebuah perlukaan dimana kesadaran
masih ada, tetapi terdapat derajat disfungsi neurologis sementara
• Konkusio serebral klasik merupakan keadaan post-traumatik
yang menghasilkan kehilangan kesadaran. diikuti dengan
beberapa derajat amnesia retrograde dan post-traumatik, Pasien
kembali ke kesadaran penuh dalam 6 jam
• Cedera aksonal difusa merupakan tema yang digunakan untuk
menggambarkan keadaan post traumatic jangka panjang dimana
terdapat hilangnya kesadaran dari waktu cedera sampai melebihi
6 jam
Lesi Intra Kranial
Cedera Otak Fokal
Hematoma Epidural
• paling sering berlokasi pada daerah temporal atau temporoparietal
• Bentuk bikonveks atau lenticular
• dihasilkan dari robeknya pembuluh darah meningeal media
Hematoma Subdural
• lebih sering dibandingkan hematoma epidural (sekitar 30% CKB)
• Bentuk konkaf mengikuti permukaan otak
• akibat robeknya vena-vena bridging diantara korteks serebral dan sinus drainase
Tabel 3. Indikasi untuk CT scan pada pasien dengan cedera kepala ringan
Evaluasi Cedera Kepala
“Cedera Kepala Ringan (GCS 13 -15)”
• Jika ada abnormalitas pada CT Scan /
Pasien tetap simptomatis = rawat
pasien di RS dan konsul neurosurgeon
• Jika asimptomatis, sadar penuh dan
tidak ada abnormalitas neurologis =
observasi di IGD dan pulangkan jika
normal
• Idealnya dipulangkan dengan edukasi
intruksi tanda bahaya dan pengawasan
Gambar 9. Contoh selebaran RS mengenai instruksi tanda pendamping minimal 24 jam awal
bahaya pada pasien cedera kepala yang dipulangkan
Evaluasi Cedera Kepala
“Cedera Kepala Sedang
(GCS 9-12)”
• Pasien ini masih dapat mengikuti komando
sederhana
• Biasanya pasien bingung atau somnolen dan
mengalami deficit neurological fokal
misalnya hemiparesis.
• Saat di IGD, lakukan anamnesis singkat dan
pastikan stabilitas kardiopulmoner sebelum
penilaian neurologis.
• Lakukan CT scan dan kontak neurosurgeon
• Semua pasien dengan CKS membutuhkan
perawatan RS untuk observasi secara
berkala minimal dalam 12 sampai 24 jam
Evaluasi Cedera Kepala
“Cedera Kepala Berat (GCS
3-8)”
• Pasien tidak mampu mengikuti
perintah sederhana, bahkan setelah
stabilisasi kardiopulmoner.
• Pasien memiliki risiko terbesar
mengalami mortalitas dan
morbiditas yang signifikan
• Jangan menunda transfer pasien
ke pusat trauma dengan maksut
untuk mendapatkan CT scan
Tatalaksana Cedera Kepala
Survey
primer Survei Terapi Terapi
dan Sekunder Medis Bedah
resusitasi
Tatalaksana Cedera Kepala
“Survei Primer dan Resusitasi”
Semua pasien harus mendapatkan survey primer, mengacu pada
prioritas ABCDE
Airway dan Breathing Sirkulasi Pemeriksaan Neurologis
• Intubasi endotrakeal jika • Ingat : pemeriksaan • Setelah status
pasien koma neurologis pada pasien kardiopulmoner teratasi
• Ventilasi dengan O2 100% dengan hipotensi tidak dapat • Terdiri dari : menentukan
da FiO2 yang disesuaikan diandalkan status GCS pasien, respons
• Pertahankan saturasi oksigen • Pertahankan TDS ≥ 100 cahaya pupil, dan deficit
>98% mmHg (pasien 50-69 th) neurologis fokal
• Atur PCO2 sekitar 35 dan TDS ≥ 110 mmHg • Respons motoric pada
mmHG (ventilasi) (pasien 15-49 th dan > 70 pasien koma : tekan otot
• Hiperventilasi dicadangkan th) trapezius atau pada kuku jari
jika ada penurunan • Sangat penting untuk secara atau krista supraorbital
neurologis akut atau tanda langsung mencari dan • Jangan lakukan uji Doll’s
herniasi mengatasi sumber primer eye sampai pasti tidak ada
hipotensi. acedera servikal
Tujuan Terapi
Cedera Kepala
Tujuan terapi terdiri dari
parameter klinis,
laboratorium dan monitoring
Tatalaksana Cedera Kepala
“Survei Sekunder”
Cairan Koreksi
Hiperventilasi Manitol
intravena Antikoagulan
Saline
Barbiturat Antikonvulsan
hipertonik
Terapi Medis untuk Cedera Kepala
Cairan Intravena, Koreksi Antikoagulan dan
Hiperventilasi
• Pemberian carian intravena bertujuan ntuk resusitasi pasien dan
mempertahankan normovolemia
• Cairan Ringer lactat atau normal saline adalah yang direkomendasikan untuk
resusitasi.
• Jangan berikan cairan mengandung glukosa dan cairan hipotonik
• Untuk pasien yang menggunakan antikoagulan atau terapi antiplatelet,
lakukan pemeriksaan INR dan normalisasi segera antikoagulan secara umum
• Hiperventilasi (PaCO2 25-30 mmHg) menyebabkan vasokonstriksi serebral
= hanya digunakan moderat dan waktu terbatas untuk mengatasi penurunan
neurologis akut
Tabel 4. Pembalikan Antikoagulan
Terapi Medis untuk Cedera Kepala
Manitol, Saline Hipertonik, dan Barbiturat
Terapi berikut digunakan untuk pasien-pasien dengan peningkatan TIK dan
penuruan neurologis akut
Saline
Manitol 20% Barbiturat
Hipertonik
Jangan diberi pada pasien Untuk menurunkan TIK Efektif dalam menurunkan
hipotensi dan hipovolemia pada pasien dengan TIK refrakter terhadap
hipotensi (bukan diuretic) terapi lainnya
Awal bolus 1 gr/kgBB
cepat (5 menit)
Hati-hati waktu paruh
Dapat diberikan dengan
Lanjut 0.25-1 gr/kgBB lama. Stabilisasi
konsentrasi 3% sampai
untuk mengontrok hemodinamik esensial
23.4%
peningkatan TIK sebelum dan sesudahnya
Terapi Medis untuk Cedera Kepala
“Antikonvulsan”
• Epilepsy posttraumatic muncul dalam 5% pasien yang diantar ke rumah
sakit dengan cedera kepala tertutup dan 15% pada pasien dengan cedera
kepala berat.
• Pilihan antikonvulsan untuk kejang post traumatik akut adalah : fenitoin
dan fosfenitoin
• Untuk dewasa dosis loading adalah 1 gr fenitoin intravena diberikan tidak
lebih cepat dari 50 mg/menit
• Dosis maintenan yang umum adalah 100 mg/8 jam, dengan dosis dititrasi.
• Diazepam atau lorazepam sering digunakan sebagai tambahan terhadap
fenitoin sampai kejang berhenti
Terapi Bedah
Indikasi operasi untuk lesi Pergeseran tersebut dapat
massa adalah : adanya dilihat melalui CT scan,
pergeseran dari garis tengah 5 terkadang melalui angiografi,
mm atau lebih. atau ventrikulografi.