Anda di halaman 1dari 60

TRAUMA

KEPALA
Perceptor : Rachmanda Haryo W, Sp.BS
Disusun oleh :
1. Esa Giri Rahayu 123810064
2. Salman Nur Azmi 123810006

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


PROGRAM PROFESI DOKTER
RSUD WALED KABUPATEN CIREBON
JAWA BARAT
2024
ANATOMI KEPALA

• SCALP : – Gray Matter (korteks


– Skin, serebri).
– Connective tissue, – White Matter
– Apponeurosis Galea, – Sistem Ventrikel
– Loss Areolar Tissue, • Vascular :
– Pericranium. – Sistem carotis
• Bone : – Sistem vertebro
– Tabula Eksterna, baisiler
– Diploic
– Tabula interna
• Meningen :
– Duramater,
– Arachnoid,
– Piamater.

2
• Brain :
Proyeksi Regio Frontalis
dan Parietalis

 Lingkaran menandakan proyeksi cabang-cabang utama A.


meningea media. Lokasi cabang-cabang utama A. meningea
media ditentukan lewat persilangan antara garis horizontal atas
dan garis vertikal yang melintasi pertengahan Arcus
zygomaticus dan garis vertikal yang melintasi bagian posterior
Proc.mastoideus.

• Trauma tumpul terhadap bagian samping kepala dapat


menyebabkan fraktur Cranium.
• Lokasi fraktur yang paling memungkinkan adalah di tempat
ketika garis horizontal atas (terletak di atas Orbita) melintasi
dua garis vertikal yang melintas di pertengahan Arcus
zygomaticus atau bagian posterior Proc.mastoideus
3
CIRCULUS WILLISI

A. Communicans anterior diikuti oleh A. carotis


interna merupakan yang paling sering terkan
aneurisma cerebri. Aneurisma cerebri cenderung
pecah dan menjadi penyebab perdarahan
subarakhnoid

4
Buku Ajar Patologi Robbins. 2016
Fisiologi ICP
Tekanan Intra Kranial :
N = 10-15 mmHg (136 mmH2O)
 ICP dianggap normal bila kurang dari 10
mm Hg. Ketika ICP meningkat di atas 20
mm Hg, cedera saraf dapat terjadi.
Masalah patofisiologi utama yang
berhubungan dengan peningkatan ICP
adalah iskemia dan herniasi.

American College of Surgeon. Advance Trauma Life Support. United States; 2018.
Fisiologi ICP (Intracranial Pressure)

• ICP ditentukan oleh tiga komponen hubungan Monro-Kellie, yang menyatakan bahwa peningkatan volume satu
kompartemen intrakranial akan menyebabkan peningkatan ICP kecuali jika diimbangi dengan penurunan volume
kompartemen lain yang sama.
• Kompartemen ini adalah:
• Jaringan otak: rata-rata 1400ml
• Volume darah otak: 150ml
• Cairan serebrospinal: 150ml
 Regulasi tekanan intrakranial normal
• Tekanan intrakranial biasanya ~ 10 mmHg pada posisi supine, ICP diatur dengan baik dalam rentang fisiologis
normal melalui mekanisme utama berikut:
• Perpindahan darah vena keluar dari SSP
• Perpindahan CSF keluar dari otak dan masuk ke sumsum tulang belakang
• Distensi meninges
• Ventilasi CSF ke dalam sirkulasi vena dengan meningkatkan reabsorpsi melalui granulasi arachnoid
6

Petersen, Lonnie Grove, et al. "Postural influence on intracranial and cerebral perfusion pressure in ambulatory neurosurgical patients." American Journal of
Physiology-Regulatory, Integrative and Comparative Physiology 310.1 (2016)
Peningkatan TIK

 Ketika ICP mendekati tingkat tekanan darah sistolik, tekanan


perfusi serebral menurun, dan kegagalan autoregulasi
serebrovaskular dapat menyebabkan cedera iskemik ireversibel.
 Tekanan perfusi serebral didefinisikan sebagai perbedaan antara
rata-rata tekanan darah arteri sistemik dan ICP. Hipertensi
intrakranial juga dapat menggeser struktur otak dan
menyebabkan herniasi jaringan otak.

American College of Surgeon. Advance Trauma Life Support. United States; 2018.
Definisi Cedera Kepala

Cedera kepala merupakan kejadian nondegeneratif dan nonkongenital pada otak yang disebabkan oleh kekuatan
mekanik eksternal yang memungkinkan terjadinya kerusakan permanen atau sementara terhadap fungsi
kognitif, fisik, dan psikososial dengan kondisi perubahan atau penurunan kesadaran.Trauma merupakan
penyebab utama kematian pada orang yang berusia < 45 tahun dan lebih dari setengah kematian disebabkan
oleh cedera kepala. Cedera kepala menggambarkan beragam cedera pada kulit kepala, tengkorak, otak, jaringan
di bawahnya, dan pembuluh darah di kepala.

Cedera otak traumatis (TBI) dapat disebabkan oleh benturan, pukulan, atau guncangan yang
kuat pada kepala atau tubuh, atau akibat benda yang menembus tengkorak dan masuk ke otak

8
J. Ked. N. Med | VOL. 5 | NO. 4 | Desember 2022
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit

9
BERDASARKAN
BERATNYA
CEDERA

10
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Berdasarkan progresivitasnya, cedera kepala dibagi menjadi:

1. Cedera Primer
2. Cedera Sekunder 3. Secondary Brain Insult
Cedera primer merupakan cedera yang
Cedera sekunder adalah proses Peristiwa sistemik yang terjadi setelah trauma
diakibatkan oleh trauma mekanis berupa
kepala yang memiki potensi untuk menambah
benturan fisik pada kepala yang mengakibatkan kompleks yang terjadi dalam beberapa
kompresi dan cedera jaringan yang berdekatan kerusakan sel saraf, akson, dan pembuluh darah
jam dan beberapa hari setelah cedera otak.
baik dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.
Sel otak disekelilingnya akan mengalami primer yang mencakup komplikasi -Hipoksia
gangguan fungsional, tetapi belum mati dan bila kranial dan sistemik. -hipotensi
keadaan menguntungkan sel akan sembuh -hiperpireksi
-Intracranial hematom
dalam beberapa menit, jam atau hari Terbagi -hiperglikemia
menjadi: (EDH, SDH, ICH, IVH)
-kejang
- Lesi lokal: -Edema cerebri
-ketidakseimbangan elektrolit
trauma scalp, fraktur tulang tengkorak
- Lesi difus:
cedera aksonal difus
cedera vaskular difus
11
Patofisiologi cedera kepala

12
13
14
Mekanisme Cedera Kepala
• Akselerasi
Gerakan yang cepat dan mendadak yang
terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam
- Coup : Akselerasi tengkorak ke
arah dampak.
- Contrecoup : Akselerasi tengkorak
berlawanan dari arah dampak primer.

• Deselerasi
Penghentian akselerasi secara mendadak
yaitu jika kepala membentur benda yang
diam.

15
VIDEO SLIDE

16
TRAUMA SCALP
Abrasi (ekskoriasi)

• Luka terbatas pada lapisan “S”

Laserasi

• Luka yang melebihi lapisan “S” tanpa disertai pemisahan


lapisan SCALP.

Kontusio

• Memar pada SCALP, bisa disertai hematoma seperti hematoma


subgaleal, subperiosteal, dan sefalhematoma

Avulsi

• Luka pada SCALP disertai pemisahan lapisan SCALP,


biasanya terjadi pada lapisan “L”
17
FRAKTUR TULANG
TENGKORANG

 Fraktur tengkorak adalah patahnya satu atau lebih dari


delapan tulang yang membentuk bagian tengkorak,
biasanya terjadi akibat trauma benda tumpul. Tulang
frontal adalah tulang kranial yang paling sering
mengalami fraktur pada pasien trauma kraniofasial dan
menyumbang 37% dari fraktur tengkorak depresi

Gambaran Kondisi Keadaan Luka


Fraktur Anatomis
• Linier • Kubah tengkorak • Terbuka
• Diastasis • Basis cranii/dasar • Tertutup
• Comminuted tengkorak
• Depressed

18
Fraktur linier
• Fraktur dengan bentuk garis tunggal
• Melibatkan seluruh ketebalan dari
tengkorak
• Terjadi karena trauma tumpul pada area
permukaan tengkorak
• Tidak diperlukan intervensi bedah

Bone window (B)


menunjukkan fraktur di tulang
regio frontal kiri (panah putih)

19
Fraktur Diastasis

• Terjadi di sepanjang sutura


• Garis fraktur mencapai sutura kranial
dan memisahkan sutura lebih dari
2mm
• Paling sering pada anak usia dibawah
3 tahun

20
Fraktur depressed

 Fraktur tengkorak depresi adalah hasil dari


distribusi gaya tumbukan di area yang relatif
kecil. Sering di region frontal
 Fragmen tulang dapat terpisah dari kranium
dan terdorong ke dalam hingga kedalaman
yang setara atau lebih dari ketebalan
tengkorak.
 Duramater di bawahnya dapat tetap utuh
atau terkoyak, dan otak di bawahnya dapat
mengalami kontusio.
 Fraktur tengkorak depresi dapat
menyebabkan kompresi struktur yang
berdekatan.

21
Fraktur Comminuted

 Fraktur yang terjadi dengan dua atau


lebih fragmen fraktur
 Ketiga jenis fraktur di atas tidak
memerlukan tindakan khusus
 kecuali jika disertai lesi intracranial
(epidural hematoma, subdural
hematoma, dll)
 Jika disertai dengan Iaserasi SCALP
dilakukan debridemen dan luka dapat
segera ditutup dengan penjahitan.

22
Fraktur basis cranii

 Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur


linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak. Fraktur ini seringkali disertai
dengan robekan pada duramater yang
merekat erat pada dasar tengkorak. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya
rhinorrhea dan racon eyes sign (Fraktur
basis kranii fossa anterior), atau ottorhea
dan battle’s sign (fraktur kranii fossa media).

23
Fraktur basis cranii
anterior

• Bagian posterior dari fossa anteriror


dibatasi oleh os sphenoid, processus
clinoidalis anterior dan jugum
sphenoidalis
• Rhinore CSF
• Ekimosis periorbital (Raccoon's eyes)
• Kehilangan penciuman
• Gangguan penglihatan karena kerusakan
saraf optik.

24
Fraktur basis cranii media

• Fraktur yang melibatkan tulang temporal


• Fraktur menyebabkan cedera saraf wajah,
kehilangan pendengaran sensorineural, dan
peningkatan kebocoran CSF
• Fraktur yang meluas ke segmen timpani,
menyebabkan otorrhea CSF
• Rhinore
• Kerusakan saraf kranial III, IV, VI, VII, VIII
• Kerusakan hipofisis
• Kerusakan arteri karotis
• Battle sign

25
Faktur basis cranii
posterior

• Diakibatkan oleh pukulan langsung ke


oksipital
• Fraktur yang meluas melalui dural sinus
atau foramen jugularis dapat
menyebabkan trombosis vena dan
menyebabkan perdarahan atau infark.
• Cedera batang otak
• Cedera saraf kranial IX, X, XI, XII
• Fraktur kondilus oksipitalis
• Ekstensi fraktur ke tulang petrosus,
klivus, sela tursika
• Kematian
26
Cedera primer meliputi cedera akibat benturan awal yang
menyebabkan perpindahan otak akibat benturan
langsung, percepatan-perlambatan yang cepat, atau
penetrasi. Cedera ini dapat menyebabkan memar,
hematoma, atau cedera aksonal.
• Memar (memar pada parenkim otak)
• Hematoma (subdural, epidural, intraparenkim,
CEDERA intraventrikular, dan subarachnoid)
OTAK • Cedera aksonal difus (stres atau kerusakan akson)

CEDERA PRIMER
OTAK CEDERA
OTAK Cedera sekunder terdiri dari perubahan yang terjadi
SEKUNDER setelah cedera awal. Hal ini dapat disebabkan oleh:
•Hipotensi sistemik
•Hipoksia
•Peningkatan ICP

27
Cedera Aksonal dan
Vaskular Difus

• Cedera aksonal difus • Cedera Vaskular difus

keadaan dimana serabut Perdarahan akibat robekan jaringan


saraf subkortikal mengalami yang berhubungan dengan cedera difus
kerusakan akibat gaya merupakan perdarahan akibat
akselerasi deselerasi. kerusakan endote menyeluruh (kecil-
kecil diameter <2cm) menyebar
diseluruh hemisfer.

28
Diffuse Axonal Injury

 DAI merupakan kerusakan akson menyeluruh yang menyebabkan kehilangan kesadaran mendadak dan koma
selama lebih dari 6 jam.
 Penyebab DAI biasanya terkait dengan akselerasi dan deselerasi cepat dari otak. Kerusakan akson ini dapat
terjadi segera pada saat trauma (primer) atau beberapa menit sampai jam setelah kejadian (sekunder)
 Bagian-bagian otak yang lebih rentan terhadap DAI adalah substansia alba di parasagital lobus frontal, lobus
parietal (termasuk deep white matter), corpus callosum anterior dan posterior, ganglia basalis (termasuk
kapsula interna), serebelum (termasuk middle cerebellar peduncle), dan pons (termasuk dorsolateral rostral
brainstem).

29
MRI Diffuse Axonal Injury

 Gambaran DAI pada CT scan berupa perdarahan kecil


(5-15 mm) di substansia alba, perbatasan substansia
alba dan nigra di lobus frontal dan temporal, kadang di
corpus callosum dan batang otak, sistem ventrikel dan
sekitar mesensefalon.
 Gambaran DAI pada MRI adalah sebagai berikut:
 Perdarahan petekie kecil tampak hiperintens pada
gambaran T1-weighted images.
 Gambaran yang paling sering ditemukan adalah area
hiperintens multipel pada T2-weighted images di
cervicomedullary junction pada lobus temporal dan
parietal atau di corpus callosum

30
Concussion/Gegar Otak
 Cedera gegar otak sering dianggap sebagai TBI ringan tanpa adanya kerusakan struktural berat. Biasanya terjadi
setelah pukulan langsung ke kepala yang diikuti dengan gaya akselerasi/deselerasi.

 Etiologi
 Gegar otak dapat disebabkan oleh beberapa hal termasuk benturan, pukulan, atau sentakan di kepala, cedera saat
berolahraga atau terjatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, ledakan senjata, atau percepatan atau perlambatan otak
di dalam tengkorak yang cepat, seperti yang terjadi pada orang tersebut. telah terguncang dengan keras. Pasien
tersebut tiba-tiba kehilangan kesadaran atau tiba-tiba mengalami perubahan kondisi kesadaran atau kewaspadaan.
 Gegar otak kedua yang terjadi setelah gegar otak pertama menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada otak—yang
disebut fenomena “serangan kedua”—dan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kerusakan permanen atau
bahkan kematian. Sindrom pasca gegar otak melibatkan gejala yang berlangsung selama berminggu-minggu atau
lebih.

31
32
DERAJAT CONCUSSION

33
INDIKASI CT SCAN/MRI

Orang dewasa dengan atau Pediatric


tanpa LOC atau amnesia  - LOC > 60 detik
 - Defisit neurologis fokal  - Bukti patah tulang
 - GCS<15 tengkorak
 - Sakit kepala parah  - Defisit neurologis fokal
 - Koagulopati
 - Muntah
 - Usia > 65 tahun
 - Kejang

34
35
PNEUMOCEPHALUS
Pneumocephalus atau intrakranial aerocele atau pneumatocele didefinisikan sebagai adanya gas intrakranial. Sangat penting
untuk membedakan ini dari tension pneumocephalus yang merupakan gas di bawah tekanan. Gas mungkin terletak di salah satu
kompartemen berikut: epidural, subdural, subarachnoid, intraparenchymal, intraventrikular.

Etiologi
Apa pun yang dapat menyebabkan kebocoran CSF
dapat menyebabkan pneumosefalus terkait
1. Skull defects
a) Postneurosurgicalprocedure
b) Posttraumatic
c) Congenital skull defects: including defect in
tegmen tympani24
d) Neoplasm
2. Infection
a) Withgas-producingorganisms
b) Mastoiditis
3. Post invasive procedure:
a) Lumbarpuncture
b) Ventriculostomy
c) Spinal anesthesia
4. Spinal trauma
5. Barotrauma
36
Epidural Hematome
Etiologi Manifestasi Pemeriksaan Indikasi Operasi
Penunjang

Rupturnya: • Lucid interval,


• CT-Scan: • Volume >30 mm
 Terjadi akibat rupturnya arteri atau vena • A. meningen penurunan
media kesadaran hiperdens tanpa
meningea media ke dalam ruang antara • V. meningen • Defisit neurologis:
duramater dan lapisan dalam tulang bikonveks mempertimbangkan
media hemiparese
tengkorak.Hampir 95% hematoma epidural • Sinus dural kontralateral, GCS
terkait dengan fraktur kranium, terutama di • V. diploeica dilatasi pupil • Midline shift >0,5 cm
ipsilateral
tulang temporal. • Nyeri kepala, • Defisit neurologis:
muntah
• Kejang (bisa pupil anisokor pada
unilateral) sisi yang sesuai
• Babinski (unilateral)
dengan hematoma
terutama bila GCS <9

37
 terdapat gambaran lesi berbentuk
lentikular dan hiperdens di regio frontal
kiri yang khas untuk hematoma epidural
(panah hitam).

38
SUBDURAL HEMATOME

 Hematoma ini lebih sering dibandingkan hematoma epidural dan biasanya tidak
terkait dengan fraktur kranium.3 Hematoma subdural biasanya disebabkan oleh
kerusakan bridging veins yang menyebabkan perdarahan di ruang antara
duramater dan araknoid.
 SDH dalam situasi trauma sering terjadi melalui akselerasi/deselerasi permukaan
otak terhadap permukaan bawah tengkorak, menyebabkan luka robek pada vena
penghubung.
 SDH akut bisa sangat berbahaya bagi pasien dalam konteks trauma, karena
umumnya melibatkan tingkat cedera otak yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan EDH. Edema serebral yang mendasari seringkali merupakan faktor yang
berkontribusi signifikan terhadap pergeseran struktur garis tengah dan
perkembangan sindrom herniasi jika tidak ditangani
 Ada beberapa SDH yang luput dari perhatian pasien selama jangka waktu
tertentu. Ketika darah akut di ruang subdural mencair seiring waktu, SDH subakut
dan kronis dapat ditemukan. Pada hematoma subdural subakut dan kronis, 39
gambaran klinisnya tidak secepat dan progresif seperti pada fase akut.
Etiologi Manifestasi Pemeriksaan Indikasi Operasi
Penunjang

Subdural HematomeRupturnya: ● Penurunan • CT-Scan: • Tebal >1cm


• Robeknya kesadaran atau Midline
bridging ● Defisit hiperdens, shift 0,5 cm
vein neurologis bikonkaf, tanpa
• Laserasi ● Nyeri berbentuk mempertimba
parenkim kepala, bulan sabit ngkan GCS
otak mual, (kresentik) • Tebal <1cm
muntah, dan MLS <0,5
kejang cm dengan :
• Penurunan
GCS >2 poin
dan/atau
• Pupil anisokor
atau dilatasi
atau
• TIK >20
mmHg

40
41
Subarachnoid Hemorrage

Suatu keadaan kegawatdaruratan yang ditandai oleh nyeri


kepala yang sangat hebat, “worst headache ever” yang
muncul akut/tiba-tiba akibat perdarahan di ruang
subarahnoid
 Pendarahan yang diakibatkan oleh terjadinya trauma, ditandai
dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid
yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan
tengah (arakhnoid mater) yang merupakan bagian selaput
yang membungkus otak (meninges), SAH biasanya merupakan
tanda pada prognosis yang buruk dan dapat menyebabkan
terjadinya vasopasme dan iskemia
Manifestasi klinis
• Nyeri kepala hebat
• Mual muntah
• Penurunan kesadaran 42
• Kaku kuduk (+)
SUBARACHNOID
HEMORRAGE

CT Scan kepala tanpa kontras CT Scan kepala non kontras CT Scan kepala tanpa kontras terdapat lesi
terdapat lesi hiperdens mengikuti terdapat lesi hiperdens di cisterna hiperdens di cisterna interpeduncular (panah
fisura sylvii dan fisura hemisfer sylvii, cisterna quadrigemini, putih) menunjukkan subarachnoid hemmorhage.
dan sulcus menunjukkan subdural cisterna interpendunculated, Venrikel lateralis cornu temporal berdilatasi akibat
hematom di fisura sylvii (panah menunjukkan subarachnoid hidrosefalus (panah merah) oleh karena
biru), di fisura hemisfer (panah hemoragic perdarahan subarakhnoid
merah)
43
Click icon to add picture

44
Intracerebral Hematome
(ICH)

 Trauma pada point of impact (disebut coup injuries) dan trauma pada sisi berlawanan dari point of
impact (disebut contrecoup injuries) sering terjadi setelah trauma. Coup injuries sering disebabkan oleh
robekan pada pembuluh darah kecil intraserebral.
 Contrecoup injuries terjadi akibat peristiwa aselerasi-deselerasi saat otak didorong ke arah berlawanan
dan membentur bagian dalam tulang tengkorak.Mekanisme ini dapat menyebabkan kontusio serebral.

45
Intracerebral Hematome

Etiologi Manifestasi Pemeriksaan Indikasi Operasi


Penunjang

Gaya aselerasi • Nyeri kepala • Penurunan kondisi neurologis progresif akibat efek massa (sesuai CT-
deselerasi yang • CT-Scan:
• Mual Scan) atau,
menyebabkan hiperdens,
pecahnya • Muntah • Hiperdens intrakranial yang refrakter dengan obat-obatan, atau
terlokalisir
pembuluh darah • Penurunan • Volume >50 cc
kortikal dan
kesadaran • Pasien dengan GCS 6-8 :
subkortikal.
Perkembangan • Kejang • Kontusio frontal atau temporal volume >20 ml, dengan midline shift
dari kontusio >5 cm dan/atau
serebri • Kompresi pada sisterna basalis (CT-Scan)

46
CT SCAN ICH

Berikut gambaran perdarahan


intraserebral pada CT scan:
 Kontusio hemoragik tampak
sebagai lesi hiperdens
multipel, kecil dengan batas
tegas di parenkim otak
(Gambar 7-A).
 „ Dapat dikelilingi oleh
lingkaran hipodens dari
edema. (Gambar 7-B).
 Dapat terdapat perdarahan
intraventrikel (Gambar 8).

47
ICH

CT Scan kepala tanpa kontras terdapat lesi hiperdens di


cerebellum aspek dextra menunjukkan ICH di cerebellum aspek
dextra (tanda panah)
48
INTRAVENTRIKULAR HEMATOME

• Perdarahan intrakranial yang masuk ke dalam rongga ventrikel


• Hematoma intraventrikular apabila tidak disertai perdarahan parenkim atau basal ganglia, perdarahan
dapat diakibatkan oleh robeknya vena pada fornix, septum pelusidum dan pleksus koroid
• Sering dikaitkan dengan perdarahan parenkim atau basal ganglia yang meluas

49
EDEMA OTAK
• Edema vasogenik
Disebabkan oleh adanya peningkatan permeabilitas
C T Scan kepala tanpa kontras terdapat sulcus , cysterna dan sulcus
kapiler akibat sawar darah otak sehingga terjadi menyempit menunjukkan edema cerebri
penimbunan cairan plasma ekstra seluler. ( Gambaran
pada CT-scan tampak hipodens)

• Edema Sitotoksik
Merupakan penumpukan cairan intraseluler. Edema ini
diakibatkan karena adanya kegagalan metabolisme
energi seluler sehingga sel tersebut tidak dapat
mempertahankan keseimbangan cairannya. (pada CT-
Scan otak memperlihatkan masa putih dan masa kelabu
hipodens)
C T Scan kepala tanpa kontras terdapat sulcus dan 50
ventrikel menyempit menunjukkan edema cerebri
BRAIN HERNIATION

 Efek massa merupakan hal yang sering terjadi dan menimbulkan


penekanan pada ventrikel, pergeseran ventrikel ke-3 dan septum
pellucidum, sehingga menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan
otak yang berat. Pergeseran ini disebut brain herniation. Etiologi :
1.Hematoma (hematoma epidural dan subdural traumatis, kontusio,
perdarahan intraserebral)
2.Infark ganas
3.Tumor
4.Infeksi (abses, empiema, kista hidatidosa)
5.Hidrosefalus
6.Perdarahan subarachnoid difus
7.Pneumocephalus (traumatik atau pasca operasi)
8.CSF over drainage
51
9.Ensefalopati metabolik-hati
Herniasi Otak

52
Perawatan Sebelum di Rumah Sakit
• Manajemen jalan napas
• Menghubungi ambulans
• Tenaga medis yang sudah terlatih
• Pencegahan cedera sekunder

Greenberg, M. Handbook of neurosurgery Edisi Ke-9. Germany: Thieme; 2020


Primary Survey A: Bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika
cedera orofasial mengganggu jalan napas, diintubasi.
B: Jika pernapasan tidak spontan beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pernapasan spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat.
C: Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdominal atau dada. Ukur dan catat frekuensi
denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan
darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas darah arteri.
D: Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan singkat dan cepat. GCS, reflek cahaya, dan defisit neurologis fokal. Dolls’s eye tidak boleh
dilakukan sampai dapat dipastikan tidak ada cedera pada bagian cervical.
E: Semua pakaian pasien dapat dibuka untuk mengetahui adanya perlukaan pada daerah tubuh yang lain

Secondary Survey • Obati kejang: mula-mula berikan diazepam 10 mg iv perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil
dapat diberikan fenitoin 15 mg/KgBB iv perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.
• Menilai tingkat keparahan cedera kepala

AMPLE Allergy?
Medication? (antikoagulan, antiplatelet, antihipertensi)
Post illness? (riw. penyakit pasien: HT, DM, stroke, dll)
Last meal?
Event? (lokasi kejadian, riw. trauma sebelumnya, riw. operasi)

Pemeriksaan Fisik -Status generalis: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi

-Status neurologis: GCS, diameter dan bentuk pupil, RCL RCTL, motorik, dan sensorik

-Nervus cranialis yang sesuai

-Status lokalis: inspeksi dan palpasi 54


Pedoman Umum dan Medikamentosa
• Semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher, lakukan foto tulang
belakang servikal, kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa
seluruh tulang servikal C1-C7 normal.
• Semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur :
❖ IV larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau RL
❖ Lakukan pemeriksaan hematokrit, periksa darah perifer lengkap,
trombosit, kimia darah, masa protrombin/masa tromboplastin parsial,
skrining toksikologi dan kadar alkohol bila perlu.
• Mengurangi edema otak: hiperventilasi, cairan hiperosmolar (manitol; 0,5-1
g/KgBB dalam 10-3 menit), kortikosteroid, barbiturat, pembatasan cairan
pada 24-48 jam pertama, yaitu 1500-2000 ml/24 jam
• Obat-obat neurprotektor: piritinol, citicholine
• Perawatan luka dan pencegahan dekubitus
• Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang
TERAPI PEMBEDAHAN
Fraktur depresi tulang tengkorak biasanya membutuhkan
tindakan operasi jika fraktur depresi tulang tengkorak tersebut
melebihi ketebalan tulang tengkorak yang berdekatan atau jika
terbuka dan terkontaminasi. Untuk mengetahui seberapa dalam
fraktur depresi maka dapat dilakukan pemeriksaan CT-Scan
Pada pasien trauma kepala dengan adanya massa
intrakranial maka harus dilakukan tindakan operatif oleh dokter
bedah saraf. Jika berada di daerah yang tidak ada dokter bedah
saraf maka harus langsung segera dirujuk
Indikasi CTScan
Low risk intracranial injury
CT scan biasanya tidak diindikasikan.
Fraktur tengkorak linear non-displaced tidak memerlukan
pengobatan, meskipun observasi di rumah sakit (setidaknya semalam)
dapat dipertimbangkan.

Moderate risk intracranial injury


Mengelola pasien dengan observasi di rumah sakit dan hanya
mendapatkan
CT scan dalam kasus perburukan (skor GCS 13) sama
sensitifnya dengan CT dalam mendeteksi hematoma
intrakranial.

High risk intracranial injury


1. masuk rumah sakit
2. CT scan kepala
3. jika ada temuan fokal pada pemeriksaan neurologis
a) segera operasi
b) jika CTscan atau MRI tidak tersedia, pertimbangkan emergency
burrhole

Greenberg, M. Handbook of neurosurgery Edisi Ke-9. Germany: Thieme; 2020


Greenberg, M. Handbook of neurosurgery Edisi Ke-9. Germany: Thieme; 2020
THANK
YOU!
Daftar Pustaka
1. Greenberg, M. Handbook of neurosurgery Edisi Ke-9. Germany: Thieme; 2020
2. Satyanegara, Arifin Z, Hasan RY, etc. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Edisi Ke-5. Jakarta: Kompas Gramedia; 2014
3. American College of Surgeon. Advance Trauma Life Support. United States; 2018.
4. Rao, KVL Narasinga, et al. "Skull‑Base Fractures: Pearls of Etiopathology, Approaches, Management, and
Outcome." Apollo Medicine 16.2 (2019): 93-93.
5. Sylvani. Peran Neuroimaging dalam Diagnosis Cedera Kepala. CDK-249/ vol. 44 no. 2 th. 2017
6. Michael Galgano. Traumatic Brain Injury. Cell Transplant. 2017 Jul; 26(7): 1118–1130.
7. Kezia Devi Indrian. FRAKTUR DEPRESI OS. FRONTAL TERBUKA : LAPORAN KASUS OPEN DEPRESSED
FRACTURE OS. FRONTALE: CASE REPORT. Vol. 5 | No. 3 | November 2023 | Jurnal Medical Profession
(MedPro)
8. https://www.ninds.nih.gov/health-information/disorders/traumatic-brain-injury-tbi
9. Herdianti. Aspek Klinis dan Radiologis Cedera Kepala. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika. J. Ked. N. Med |
VOL. 5 | NO. 4 | Desember 2022

60

Anda mungkin juga menyukai