• Mutiara Rizki
• G1A219021
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU ANESTESI RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020 1
Latar Belakang
Apendisitis adalah penyakit pada bedah may Pasien yang akan menjalani anestesi dan pemb
or yang paling sering salah satu tatalaksanan edahan harus dipersiapkan dengan baik. Tahap
ya adalah dengan tindakan pembedahan (lap penatalaksanaan terdiri dari premedikasi, masa
aroskopi atau laparatomi) anestesi dan pemeliharaan. Serta tahap pemuli
han dan perawatan pasca anestesi.
2
• Identitas Pasien 3
Nama : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 56 Tahun
NO RM : 953475
Alamat : Komp. Kejora, Kel Suka Karya, Kec.Kota Baru, Jambi
Ruangan : Kelas I
Diagnosis : Appendisitis Perforasi
Tindakan : Laparatomi Apendiktomi
Masuk RS : 15 Oktober 2020
Riwayat Perjalanan Penyakit
- A (Alergy) : tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan, alergi makanan, maupun asma
- M (Medication) : tidak sedang menjalani pengobatan apapun
- P (Post Medical History) : tidak didapatkan riwayat hipertensi, diabetes mellitus, mengorok saat tidur,
kejang, nyeri dada, keterbatasan aktifitas akibat sesak dan tidak ada gangguan pada aktifitas sehari-hari.
Pasien memiliki riwayat BAB tidak lancar, frekuensi 1x dalam 3-7 hari. Riwayat anastesi sebelumnya belum
ada. Operasi ini merupakan pengalaman pertama pasien mengalami pembedahan anestesi. Merokok (-),
konsumsi minuman alkohol (-), keadaan psikis: kesan tenang.
- L (last Meal) : pasien terakhir makan pukul 12.00 WIB
- E (Elicity History) : Pasien mengeluh nyeri perut sejak ± 7 hari. Nyeri perut terasa pada bagian kanan bawah
hingga sekarang nyeri pada seluruh perut. Pasien mengeluh tidak BAB sejak 5 hari yang lalu. BAK dalam
batas normal.
• Riwayat Kebiasaan
• Pasien tidak bekerja, jarang makan
• -makanan berserat serta sering ma
Pasien memiliki kebiasaan mengkon
kanan pedas dan biji-bijian
sumsi makanan pedas
6
7
• Keadaan Umum: Tampak sakit berat
• GCS : Compos Mentis (E4M6V5)
• RR • Sp02
• Nadi • TD
• Suhu
PEMERIKSAAN FISIK
Setelah di bagging selama 5 menit pasien di intubasi dengan ETT no. 7,0.
Dilakukan auskultasi di kedua lapang paru untuk mengetahui apakah ETT
terpasang dengan benar.
19.25 110/75 70 20 100% ETT di hubungkan dengan ventilator.
ETT difiksasi dengan plester.
Diberikan maintenance yaitu sevoflurans 2% dan N2O 2L
Monitoring
Pasien dipasangkan kateter urine
Urine bag dikosongkan
19.30 110/70 70 20 100%
Pasien diposisikan supine
Operasi dimulai
Kondisi terkontrol
19.45 110/85 68 18 100%
Diberikan cairan RL kolf ke II
Appendix berhasil di potong dan dikeluarkan
20.00 120/80 70 18 100% Dilakukan penjahitan untuk menutup luka bekas insisi
Operasi Selesai
Pasien napas spontan
20.15 120/80 72 18 100%
Dilakukan suction
Refleks batuk ada
Pasien di ekstubasi
20.30 120/75 72 18 100%
Diberikan oksigen kemudian cek saturasi.
18
KEADAAN PASCA ANESTESI DIRUANG PEMULIHAN
Skoring Aldrete :
Masuk jam : 21.00 WIB
Aktifitas (0-2) :2
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6 Pernafasan (0-2) :2
Vital sign : TD : 120/80 mmHg Warna Kulit (0-2) :2
Nadi: 81x/menit Sirkulasi (0-2) :2
RR : 20x/menit Kesadaran (0-2) :2
SpO2 : 99 %
Jumlah : 10
Jam keluar ruang pemulihan : 21.30 WIB
19
Instruksi Post op
• Observasi tanda - tanda vital dan perdarahan tiap 15
menit selama 24 jam
• Posisi tidur tanpa bantal sampai sadar penuh
• Puasa sampai sadar penuh
• Terapi lainnya sesuai dokter operator : dr. Dennison, Sp. B
Appendisitis 21
• Definisi
• Inflamasi pada appendix
• Etiologi
• Obstruksi, infeksi bakteri, konstipasi dan pemakaian
laksatif, fekalit, tumor dan benda asing
The Power of PowerPoint - thepopp.com 22
Anestesi Umum
Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk jangka Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit.
waktu yang lama
Memfasilitasi kontrol saluran napas, pernapasan, dan Risiko komplikasi pasca bedah lebih besar
sirkulasi
Dapat diberikan dengan cepat dan reversibel Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan saraf pusat
Dapat menyesuaikan untuk prosedur operasi dengan durasi Memerlukan persiapan pasien yang lebih lama
tak terduga
25
Penilaian Pra Anestesi
26
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan psikis : gelisah,takut, kesakitan,keadaan gizi : malnutrisi atau obesitas.
• Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah
urin selama dan sesudah pembedahan.
• Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta
• suhu tubuh.Jalan nafas (airway). Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung
• Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan mengi
• Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau tanda regurgitasi.
• Ekstremitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal, sianosis, adanya jari tabuh, infeksi kulit,
untuk melihat di tempat-tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regional
•
S Scope
T Tube
A Airway
T Tape
I Introducer
C Connector
S Suction
Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara / rute :
2) Induksi Inhalasi
1) Induksi Intravena Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan
(fluotan) atau sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari,
pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur
apalagi sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan
vena atau dewasa yang takut disuntik. Induksi
menyenangkan. Obat induksi bolus disuntikan dalam
halotan memerlukan gas pendorong O2 atau
kecepatan 30-60 detik. Selama induksi anesthesia, pernapasan
campuran N2O dan O2. Induksi dimulai dengan
pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu
aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N20 : O2 =
diberikan oksigen.
3 : 1 aliran > 4 liter/menit, dimulai dengan halotan
0,5 vol % sampai konsentrasi yang dibutuhkan.
3) Induksi Intramuskular
Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi 4) Induksi per rectal
ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara Cara ini hanya untuk anak atau bayi yang
intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menggunakan tiopental atau midazolam.
menit pasien tidur.
Anestesi Inhalasi
Gas yang tidak
berwarna, berbau manis • Menurunkan laju
• Halotan menyebab
dan tidak iritatif, • Induksi dan pulih a metabolisme otak
kan vasodilatasi se • Induksi dan pulih d
Mempunyai sifat nestesi lebih cepat terhadap oksigen,
rebral, meninggika ari anestesi lebih c
anestesi yang kurang dibandingkan halo Efek terhadap depr
n aliran darah ota epat, Baunya tidak
kuat, tetapi dapat tan. Efek depresi n esi jantung dan cur
k. Kebalikan dari N menyengat dan tid
melalui stadium induksi afas lebih kuat, de ah jantung minima
2O, halotan analge ak merangsang jal
dengan cepat, tidak presi terhadap sirk l, sehingga digema
sinya lemah, anest an nafas, Setelah p
mempunyai sifat ulasi lebih kuat, da ri untuk anesthesia
esinya kuat, sehing emberian dihentik
merelaksasi otot, n lebih iritatif diba teknik hipotensi da
ga kombinasi kedu an sevofluran cepa
Terhadap SSP ndingkan halotan, n banyak digunaka
anya ideal sepanja t dikeluarkan oleh
menimbulkan analgesi tetapi jarang meni n pada pasien den
ng tidak ada kontr badan.
yang berarti, mbulkan aritm gan gangguan koro
aindikas
penggunaan kombinasi ner
dengan oksigen
36
Dosis Anestesi
Intravena
Analgesic Agent
41
Anti Kolinesterase
Antikolinesterase bekerja dengan menghambat kolinesterase sehingga asetilkolin dapat bekerja. Penawar
pelumpuh otot bersifat muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang bronkus,
hipermotilitas usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus disertai vagolitik seperti atropine (dosis
0,01-0,02mg/kg) atau glikopirolat (dosis 0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa). 42
Rumatan anestesi
• Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan caramengatu
r konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh pasien
• Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah
– halotan 0,5-2 vol% atau
– enfluran 2-4 vol% atau
– isofluran 2-4 vol% atau
– sovofluran 2-4 vol%
– bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted) atau dikendalikan (c
ontrolled).
Intubasi
• Indikasi • Kontraindikasi
• Menjaga patensi jalan napas
• Trauma servikal yang memerluk
an keadaan imobilisasi tulang v
• Mempermudah ventilasi positif dan ertebra servical
oksigenasi
• Pencegahan terhadap aspirasi dan re
gurgitasi
PENYULIT
Leher pendek dan berotot, mandibula menonjol,
maksila/gigi depan menonjol, uvula tidak terlihat
(Mallampati 3 atau 4), gerak sendi temporo-mandibular
terbatas, gerak verteba servikal terbatas
44
Komplikasi
• Selama Intubasi • Selama Ekstubasi
• Trauma gigi geligi • Spasme laring
• Laserasi bibir, gusi , laring • Aspirasi
• Merangsang saraf simpatis • Gangguan fonasi
• Intubasi bronkus • Edema glotis-subglotis
• Intubasi esophagus • Infeksi laring, faring, dan trakea
• Aspirasi
• Spasme bronkus
EKSTUBASI
• Ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika : Intubasi kembali menimbulkan
kesulitan, adanya resiko aspirasi
• Ekstubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anestesia sudah ringan dengan
catatan tidak terjadi spasme laring
• Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut, laring, faring, dari sekret dan
cairan lainnya.
45
Teknik Pemasangan ETT
• Cek alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik dan pilih pipa endotrakeal ( ET) yang
sesuai ukuran. Masukkan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada penonjolan keluar pada ujung
balon, buat lengkungan pada pipa dan stilet dan cek fungsi balon dengan mengembangkan dengan
udara 10 ml. Jika fungsi baik, kempeskan balon. Beri pelumas pada ujung pipa ET sampai daerah cuff.
• Letakkan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm di oksiput dan pertahankan kepala
sedikit ekstensi.
• Berikan ventilasi dengan O2 100% selama kira-kira 1-2 menit atau saturasi oksigen mencapai
maksimal 100%.
• Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop
• Batang laringoskop dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala hingga sedikit
ekstensi dan mulut terbuka.
• Masukkan bilah laringoskop dari mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit, menyelusuri
kanan lidah dan menggeser lidah ke kiri menuju epiglotis dan pangkal lidah.
• Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30 samapi 40 sejajar aksis pengangan.
Jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu.
• Bila pita suara sudah terlihat. tahan tarikan / posisi laringoskop dengan menggunakan kekuatan
siku dan pergelangan tangan. Masukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai
bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara ± 1 – 2 cm atau pada orang dewasa atau
kedalaman pipa ET ±19 -23 cm
• Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara 5 – 10 ml. Waktu intubasi tidak
boleh lebih dari 30 detik.
• Hubungan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil melakukan auskultasi (asisten),
pertama pada lambung, kemudaian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan
pengembangan dada.Bila terdengar gurgling pada lambung dan dada tidak mengembang,
berarti pipa ET masuk ke esofagus dan pemasangan pipa harus diulangi setelah melakukan
hiperventilasi ulang selama 30 detik. Berkurangnya bunyi nafas di atas dada kiri biasanya
mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus utama kanan dan memerlukan tarikan
beberapa cm dari pipa ET.
• Setelah bunyi nafas optimal dicapai, kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 10 cc.
• Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau tercabut
• Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit pipa ET jika mulai sadar.
• Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % ( aliran 10 sampai 12 liter per menit).
Keseimbangan Cairan Perioperative
Laparatomy
• Laparatomy merupakan salah • Ileus ibstruksi • Komplikasi yang seringkali • Pada pembedahan laparatomy
satu prosedur pembedahan • Peritonitis ditemukan pada pasien operasi umumnya jenis anastesi yang
mayor, dengan melakukan • Kanker colon laparatomy berupa ventilasi paru digunakan adalah jenis anastesi
penyayatan pada lapisan-lapisan • Apendisitis umum inhalasi. Anastesi umum
tidak adekuat, gangguan
dinding abdomen untuk • adalah suatu keadaan tidak sadar
mendapatkan bagian organ Secsio cesarea kardiovaskuler (hipertensi, yang bersifat sementara yang
abdomen yang mengalami • Abses hepar aritmia jantung), gangguan diikuti oleh hilangnya rasa nyeri
masalah keseimbangan cairan dan di seluruh tubuh akibat
elektrolit pemberian obat anesthesia.
1. Anamnesis :
Pemeriksaan pra anestesi Nyeri perut sejak kurang lebih 7 hari
• Status fisik ASA: ASA I E SMRS
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. USG
Analisa Kasus
Induksi Dosis
• Propofol 150 mg/kgBB, Dosis thiopental yang
1. Propofol 150 mg IV seharusnya diberikan adalah 65-165,2 mg
2. Fentanyl 100 mcg IV • fentanyl 1-3 mcg/kgBB, Dosis fentanyl yang
3. Atracurium 30 mg IV seharusnya diberikan adalah 50 – 150 mcg.
• Atrakurium 0,5-0,6 mg/kgBB, Dosis atracurium
pada seharusnya diberikan adalah 25-30 mg.
Analisa Kasus
Skoring Alderate
Aktifitas : 2
Pernafasan : 2
Pasien dapat keluar dari RR apabila
Warna Kulit : 2
Sirkulasi : 2 sudah mencapai skor Aldrete >8
Kesadaran : 2
Jumlah : 10
Kesimpulan
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting
pada setiap operasi yang melibatkan anestesi.
Add an image Add an image Add an image Add an image Add an image
Add an image
Add an image
Thank you!!
• Any questions?
Add an image Add an image Add an image Add an image Add an image