Anda di halaman 1dari 58

Clinical Report Session (CRS)

GENERAL ANESTESI PADA TINDAKAN LAPARATOMI


APPENDIKTOMI ATAS INDIKASI APPENDISITIS PERFORASI
 Pembimbing : dr. Andi Hutariyus, Sp.An

• Mutiara Rizki
• G1A219021
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU ANESTESI RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020 1
Latar Belakang

Nyeri akut abdomen adalah suatu kegaw


atan abdomen yang sering dikeluhkan da Anestesi meliputi pemberian anestesi, penjag
n menjadi alasan utama pasien datang ke aan keselamatan penderita yang mengalami p
dokter embedahan, pemberian bantuan hidup dasar,
pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhal
asi

Apendisitis adalah penyakit pada bedah may Pasien yang akan menjalani anestesi dan pemb
or yang paling sering salah satu tatalaksanan edahan harus dipersiapkan dengan baik. Tahap
ya adalah dengan tindakan pembedahan (lap penatalaksanaan terdiri dari premedikasi, masa
aroskopi atau laparatomi) anestesi dan pemeliharaan. Serta tahap pemuli
han dan perawatan pasca anestesi.

2
• Identitas Pasien 3

Keluhan Utama : Nyeri perut sejak ± 7 hari


SMRS.

Nama : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 56 Tahun
NO RM : 953475
Alamat : Komp. Kejora, Kel Suka Karya, Kec.Kota Baru, Jambi
Ruangan : Kelas I
Diagnosis : Appendisitis Perforasi
Tindakan : Laparatomi Apendiktomi
Masuk RS : 15 Oktober 2020
Riwayat Perjalanan Penyakit

± 7 hari SMRS, ± 5 hari SMRS ± 2 hari SMRS


± 7 hari SMRS, pasien merasakan nyeri ± 5 hari SMRS, pasien mengeluh tidak ± 2 hari SMRS nyeri perut kanan
di ulu hati, kemudian berpindah nafsu makan, mual, muntah sebanyak semakin memberat, nyeri
diperut kanan bawah. Nyeri dirasakan tiga kali, berisi apa yang dimakan, darah dirasakan hilang timbul kemudian
hilang timbul dan menjalar, nyeri (-), lendir (-) selain itu pasien juga menjadi terus menerus, keluhan
dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan merasa perut terasa kembung, demam membaik jika pasien membungkuk
dirasakan makin lama semakin (+). dan memburuk jika pasien banyak
memberat. Nyeri dirasakan memberat melakukan aktivitas. Pasien tidak
saat perut ditekan dan pasien BAB selama 5 hari , tidak flatus,
bergerak, sehingga pasien susah BAK normal. Pola makan pasien
beraktivitas. tidak teratur dan jarang
mengkonsumsi serat.
± 12 Jam SMRS,
± 12 jam SMRS pasien dibawa ke rs. Baiturrahim. Pasien Pasien dirujuk dan direncanakan dilakukan tindakan
mengeluh muntah sebanyak 10 kali, muntah berisi apa yang laparatomi apendiktomi pada tanggal 15 Oktober
dimakan. Pasien juga mengeluh mual(+), nyeri ulu hati (+), 2020 di OKE RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Nyeri seluruh lapangan perut (+).
Identifikasi Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis Pre-Operasi

- A (Alergy) : tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan, alergi makanan, maupun asma
- M (Medication) : tidak sedang menjalani pengobatan apapun
- P (Post Medical History) : tidak didapatkan riwayat hipertensi, diabetes mellitus, mengorok saat tidur,
kejang, nyeri dada, keterbatasan aktifitas akibat sesak dan tidak ada gangguan pada aktifitas sehari-hari.
Pasien memiliki riwayat BAB tidak lancar, frekuensi 1x dalam 3-7 hari. Riwayat anastesi sebelumnya belum
ada. Operasi ini merupakan pengalaman pertama pasien mengalami pembedahan anestesi. Merokok (-),
konsumsi minuman alkohol (-), keadaan psikis: kesan tenang.
- L (last Meal) : pasien terakhir makan pukul 12.00 WIB
- E (Elicity History) : Pasien mengeluh nyeri perut sejak ± 7 hari. Nyeri perut terasa pada bagian kanan bawah
hingga sekarang nyeri pada seluruh perut. Pasien mengeluh tidak BAB sejak 5 hari yang lalu. BAK dalam
batas normal.

Identifikasi Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang


Riwayat Penyakit

• Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat Hipertensi : (-) • Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat Diabetes Melitus : (-)
• Riwayat Batuk Lama : (-) • Tidak ada anggota keluarga yang m
• Riwayat Gastritis : (-) engalami keluhan nyeri perut sepert
• Riwayat Asma : (-) i ini
• Riwayat Operasi : (-)
• Riwayat Sakit jantung : (-)
• Riwayat Alergi Obat : (-)
• Riwayat sosial, ekonomi, pribadi

• Riwayat Kebiasaan
• Pasien tidak bekerja, jarang makan
• -makanan berserat serta sering ma
Pasien memiliki kebiasaan mengkon
kanan pedas dan biji-bijian
sumsi makanan pedas

6
7
• Keadaan Umum: Tampak sakit berat
• GCS : Compos Mentis (E4M6V5)

• RR • Sp02
• Nadi • TD
• Suhu

• 36,6 C • 80 x/menit • 120/80 • 20x/menit • • 120/80


• 98 % mmHg
17 x/menit
PEMERIKSAAN FISIK Kulit
Sawo matang, pigmentasi (-), ruam (-)
Mata
Conjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), pupil
isokor, Refleks cahaya (+/+) Kepala
Normocephal, rambut tdk mudah
dicabut
Hidung
Deviasi septum (-),
epistaksis (-) Telinga
Nyeri tekan tragus (-)
Leher Mulut
Pembesaran KGB (-) Perdarahan (-), gigi palsu,
Faring
mallampati I
Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Paru
Inspeksi: Jantung
Simetris, spider naevi (-) retraksi (-) I: Iktus kordis tak terlihat
Palpasi:nyeri tekan (-) Fremitus taktil ka=ki P :Iktus kordis teraba di ICS V
Perkusi: sonor linea midclavicula sinistra
Auskultasi: vesikuler (+/+) Rhonki (-/-) Wh P :Batas jantung dbn
(-/-) A : BJ I/II reguler
Ekstremitas sup
Abdomen
Akral hangat, peteki (-),
Inspeksi : Datar, venektasi (-), darm
pitting edema (-), CRT <2
contour(-), ruam kemerahan (-)
detik
Auskultasi : BU (-)
Palpasi :Nyeri tekan epigastrium (+),
nyeri tekan kanan bawah (+), mc.
Burney’s (+).
Ekstremitas inf
Perkusi :hipertimpani
Akral hangat, peteki (-), pitting
edema (-), CRT <2 detik,
bengkak (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Identifikasi Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang


PEMERIKSAAN LABORATORIUM (07/08/19)

DARAH RUTIN FAAL GINJAL DAN FAAL HATI

Jenis Hasil Normal Jenis Hasil Normal


Pemeriksaan Pemeriksaan
WBC 12,4 (4-10,0 103/mm3)
SGOT 27 40 mg/l
RBC 4,84 (3,5-5,5 106/mm3)
SGPT 39 41 mg/l
HGB 14,4 (11,0-16 g/dl) Ureum 19 (15-39)
HCT 48,2 (35,0-50,0 %) Kreatinin 1,1 (0,9-1,3)
PLT 252 (100-300 103/mm3)
MCV 83,6 (80-100 fl)
MCH 28,4 (27-34 pg) Hasil Rapid Tes SARS - CoV 2 Antibodi
MCHC 34,0 (320-360g/dl) Non Reactive

Kesan GDS: 111 mg/dl


Leukositosis
USG Abdomen

USG di RS. Baiturrahim:


• Suspek appendisitis perforasi dengan appendicolith serta cairan
bebas di rongga pelvis dan fossa hepatorenal.
Diagnosa
Apendisitis Perforasi
PRA ANESTESI

Penentuan Status Fisik ASA: 1 / 2 / 3 / 4 / 5 / E


Mallampati: Grade 1

Persiapan Pra Anestesi:

• IVFD dipasang dari ruang rawat inap dengan


abocath no. 18
• Siapkan Informed Consent dan SIO
• Puasa 6 jam sebelum operasi
Terapi cairan
Jadwal
Maintenance: (M) Pemberian
Anestesi Umum Posisi: Supinasi = 2 cc/KgBB/jam Cairan
= 2cc x 65 kg/jam
= 130cc/jam
Premedikasi Infus: RL Pengganti puasa: (PP)
= puasa x maintenance Jam I:
Ondansetron 4 mg (IV)
= 4 jam x 130cc/jam ½ PP + O + M = cc
Dexametasone 10 mg (IV) Operasi mulai:
Ketorolac 30 mg (IV) =520 cc
19.15 WIB ½ (520 cc) + 520 cc
Stress operasi : (O)
Operasi selesai: + 130 cc = 910 cc
Medikasi = 8 cc/KgBB/jam (operasi
20.45 WIB
Analgetik : Fentanyl 100 mcg berat)
= 8 cc x 65kg/jam Jam II :
Induksi : Propofol 150 mg Durasi operasi:
= 520 cc/jam ¼ PP + O + M
Relaksasi : Atracurium 30 mg 1jam 30 menit
  ¼ (520 cc) + 520 cc
Maintenance : Sevoflurans + N2O + O2
EBV : 75 X BB = 4875 cc + 130 cc = 780 cc
Puasa: 6 jam
EBV : 75 x 65 4875 cc TOTAL : 1690 cc
EBL : 20% x EBV
EBL : 20% x 4875 cc 975 cc
Persiapan Alat
STATICS

Scope : Stetoskop dan Laringoskop dewasa


Tube : ETT Non Kinking no 7,0
Airway : Goodle No 3
Tape : Plaster Panjang dan pendek 2 buah
Intorducer : Mandrain
Connector : Penyambung Pipa
Suction : Suction No 12
Intubasi : Insersi ETT no.7,0
Maintenance : Sevoflurans + N­2­2O : O­2­2 ­­­
Monitoring
Keterangan
Jam TD Nadi RR SpO2

 Pasien masuk ke kamar operasi, dan dipindahkan ke meja operasi


 Pemasangan alat monitoring, tekanan darah, saturasi, nadi, oksigen 2L
19.15 120/80 70 20 100%
 Diberikan cairan RL dan obat premedikasi (ondansentron 4 mg, dan
dexamethason 5 mg)
 Pasien dipersiapkan untuk induksi
 Pasien di berikan analgesik fentanil 100 mcg, induksi dengan thiopental 250
19 : 20 120/70 70 22 100% mg, cek refleks bulu mata. Kemudian pasien dipasangkan sungkup dan mulai
di bagging, lalu diberikan relaksan yaitu atracurium 30 mg.

 Setelah di bagging selama 5 menit pasien di intubasi dengan ETT no. 7,0.
 Dilakukan auskultasi di kedua lapang paru untuk mengetahui apakah ETT
terpasang dengan benar.
19.25 110/75 70 20 100%  ETT di hubungkan dengan ventilator.
 ETT difiksasi dengan plester.
 Diberikan maintenance yaitu sevoflurans 2% dan N2O 2L
Monitoring
 Pasien dipasangkan kateter urine
 Urine bag dikosongkan
19.30 110/70 70 20 100%
 Pasien diposisikan supine
 Operasi dimulai
 Kondisi terkontrol
19.45 110/85 68 18 100%
 Diberikan cairan RL kolf ke II
 Appendix berhasil di potong dan dikeluarkan
20.00 120/80 70 18 100%  Dilakukan penjahitan untuk menutup luka bekas insisi
 Operasi Selesai
 
 Pasien napas spontan
20.15 120/80 72 18 100%
 Dilakukan suction
 Refleks batuk ada
 Pasien di ekstubasi
20.30 120/75 72 18 100%
 Diberikan oksigen kemudian cek saturasi.

20.45 110/80 68 18 100%  Pasien sadar

 Pelepasan alat monitoring


21.00 125/70 72 18 100%  Pasien di pindahkan keruang pemulihan
 
KEADAAN INTRA ANESTESI
- Letak penderita : Supine
- Airway : Single lumen ETT ukuran 7,0 dgn balon

• Lama anestesi : 1 jam 40 menit


- Lama operasi : 1 jam 30 menit

Total asupan cairan :


- Kristaloid : 1000 cc
- Koloid :-
- Darah :-
- Komponen darah :-

18
KEADAAN PASCA ANESTESI DIRUANG PEMULIHAN

Skoring Aldrete :
Masuk jam : 21.00 WIB
Aktifitas (0-2) :2
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6 Pernafasan (0-2) :2
Vital sign : TD : 120/80 mmHg Warna Kulit (0-2) :2
Nadi: 81x/menit Sirkulasi (0-2) :2
RR : 20x/menit Kesadaran (0-2) :2
SpO2 : 99 %
Jumlah : 10
Jam keluar ruang pemulihan : 21.30 WIB

19
Instruksi Post op
• Observasi tanda - tanda vital dan perdarahan tiap 15
menit selama 24 jam
• Posisi tidur tanpa bantal sampai sadar penuh
• Puasa sampai sadar penuh
• Terapi lainnya sesuai dokter operator : dr. Dennison, Sp. B
Appendisitis 21

• Definisi
• Inflamasi pada appendix

• Etiologi
• Obstruksi, infeksi bakteri, konstipasi dan pemakaian
laksatif, fekalit, tumor dan benda asing
The Power of PowerPoint - thepopp.com 22
Anestesi Umum

Rees dan Gray


Hipnotika
Trias
Definisi Anelgesia Anestesi
Anestesi Umum adalah tindakan Relaksasi
meniadakan rasa nyeri/sakit secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan
dapat pulih kembali (reversibel).
Anestesi Umum
Keuntungan Kerugian
Mengurangi kesadaran pasien intraoperatif Sangat mempengaruhi fisiologi. Hampir semua regulasi
tubuh menjadi tumpul dibawah anestesia umum

Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk jangka Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit.
waktu yang lama

Memfasilitasi kontrol saluran napas, pernapasan, dan Risiko komplikasi pasca bedah lebih besar
sirkulasi

Dapat diberikan dengan cepat dan reversibel Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan saraf pusat

Dapat menyesuaikan untuk prosedur operasi dengan durasi Memerlukan persiapan pasien yang lebih lama
tak terduga
25
Penilaian Pra Anestesi

26
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan psikis : gelisah,takut, kesakitan,keadaan gizi : malnutrisi atau obesitas.
• Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah
urin selama dan sesudah pembedahan.
• Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta
• suhu tubuh.Jalan nafas (airway). Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung
• Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan mengi
• Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau tanda regurgitasi.
• Ekstremitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal, sianosis, adanya jari tabuh, infeksi kulit,
untuk melihat di tempat-tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regional
•  

Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain

• Pemeriksaan lab. Darah


• Urine : protein, sedimen, reduksi
• Foto rongten ( thoraks )
• EKG
Klasifikasi ASA
Premedikasi
Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, diantaranya:
• Meredakan kecemasan
• Memperlancar induksi anestesi
• Mengurangi seksresi kelenjar ludah dan bronkus
• Meminimalkan jumlah obat-obat anestetik
• Mengurangi mual-muntah pasca bedah
• Menciptakan amnesia
• Mengurangi isi cairan lambung
• Mengurangi refleks yang berlebihan
PERSIAPAN INDUKSI ANESTESI

S Scope

T Tube

A Airway

T Tape

I Introducer

C Connector

S Suction
Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara / rute :

2) Induksi Inhalasi
1) Induksi Intravena Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan
(fluotan) atau sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari,
pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur
apalagi sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan
vena atau dewasa yang takut disuntik. Induksi
menyenangkan. Obat induksi bolus disuntikan dalam
halotan memerlukan gas pendorong O2 atau
kecepatan 30-60 detik. Selama induksi anesthesia, pernapasan
campuran N2O dan O2. Induksi dimulai dengan
pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu
aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N20 : O2 =
diberikan oksigen.
3 : 1 aliran > 4 liter/menit, dimulai dengan halotan
0,5 vol % sampai konsentrasi yang dibutuhkan.

3) Induksi Intramuskular
Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi 4) Induksi per rectal
ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara Cara ini hanya untuk anak atau bayi yang
intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menggunakan tiopental atau midazolam.
menit pasien tidur.
Anestesi Inhalasi
Gas yang tidak
berwarna, berbau manis • Menurunkan laju
• Halotan menyebab
dan tidak iritatif, • Induksi dan pulih a metabolisme otak
kan vasodilatasi se • Induksi dan pulih d
Mempunyai sifat nestesi lebih cepat terhadap oksigen,
rebral, meninggika ari anestesi lebih c
anestesi yang kurang dibandingkan halo Efek terhadap depr
n aliran darah ota epat, Baunya tidak
kuat, tetapi dapat tan. Efek depresi n esi jantung dan cur
k. Kebalikan dari N menyengat dan tid
melalui stadium induksi afas lebih kuat, de ah jantung minima
2O, halotan analge ak merangsang jal
dengan cepat, tidak presi terhadap sirk l, sehingga digema
sinya lemah, anest an nafas, Setelah p
mempunyai sifat ulasi lebih kuat, da ri untuk anesthesia
esinya kuat, sehing emberian dihentik
merelaksasi otot, n lebih iritatif diba teknik hipotensi da
ga kombinasi kedu an sevofluran cepa
Terhadap SSP ndingkan halotan, n banyak digunaka
anya ideal sepanja t dikeluarkan oleh
menimbulkan analgesi tetapi jarang meni n pada pasien den
ng tidak ada kontr badan.
yang berarti, mbulkan aritm gan gangguan koro
aindikas
penggunaan kombinasi ner
dengan oksigen

• N2O • Halotan • Enfluran • Isofluran • Sevofluran


33
Anestesi Intravena
Propofol (2,6-diisoprophyl
Contohnya pentothal atau phenol) adalah campuran
Derivat fensiklidin yang men
sodium thiopenthon ialah obat 1% obat dalam air dan em
ghasilkan anestesi disosiatif
anestesi intravena yang bekerja ulsi yang berisi 10% soya b
yang menyerupai keadaan k
cepat (short acting). Bekerja ean oil, 1,2% phosphatide
ataleptik dimana mata pasie
menghilangkan kesadaran telur dan 2,25% glyserol. P Opioid: Opioid (morfin, pe
n tetap terbuka dengan nist
dengan blockade sistem sirkulasi ropofol memiliki kecepata tidin, fentanil, sufentanil) u
agmus lambat. Pada saat ya
(perangsangan) di formasio n onset yang sama dengan ntuk induksi diberikan dosi
ng sama pasien tidak dapat
retikularis. Barbiturate barbiturat intravena lainny s tinggi. Opioid tidak meng
berkomunikasi, terjadi amn
menghambat pusat pernafasan di a, namun pemulihannya le ganggu kardiovaskular, sehi
esia dan analgesia yang sang
medula oblongata. Tidal volume bih cepat dan pasien dapat ngga banyak digunakan unt
at baik. Ketamin meningkatk
menurun dan kecepatan nafas diambulasi lebih cepat set uk induksi pasien dengan k
an tekanan darah sistolik 2
meninggi dihambat oleh elah anestesi umum. Selai elainan jantung
barbiturate tetapi tonus vascular
3% dari baseline, denyut jan
n itu, secara subjektif, pasi
meninggi dan kebutuhan oksigen
tung meningkat, kadang-kad
en merasa lebih baik setel
badan berkurang, curah jantung ang timbul aritmia, serta me
ah postoperasi karena pro
sedikit menurun. nimbulkan hipersekresi.
pofol mengurangi mual da
n muntah postoperasi.

• Barbiturate • Propofol • Ketamin • Opioid 3


Anestesi Intravena
yang digunakan sebagai anestetik ialah
diazepam, lorazepam, dan midazolam. Obat induksi jangka pendek atau premedik
obat yang berkhasiat ansioli
Benzodiazepine juga digunakan untuk asi, pemeliharaan anestesi, bekerja cepat d
tik, sedatif, relaksasi otot, an
medikasi pra-anestetik (sebagai
an karena transformasi metaboliknya cepat
tikonvulsi dan amnesia.Wakt
dan lama kerjanya singkat, bekerja kuat me
neurolepanalgesia) dan untuk mengatasi u paruh 20-50 jam, tergantu
nimbulkan sedasi dan induksi tidur. Midazol
konvulsi yang disebabkan oleh anestetik ng fungsi liver. Dibandingka
am menyebabkan tekanan darah menurun,
lokal dalam anestetik regional. Digunakan n dengan barbiturate, efek a
lebih rendah dari diazepam, penurunan sist
untuk induksi anesthesia, kelompok obat nestesi diazepam kurang me
olik maksimal 15%, yang disebabkan oleh v
ini menyebabkan tidur, mengurangi, muaskan karena mula kerja
asodilatasi perifer.Efek depresi pernafasan
cemas, dan menimbulkan amnesia nya lambat dan masa pemul
minimal.Juga menurunkan metabolisme O2
anterograd (setelah pemberian ihannya lama.
di otak dan aliran darah ke otak.
midazolam IM, IV),

• Benzodiazepin • Midazolam • Diazepam 3


Anestesi Intravena

36
Dosis Anestesi
Intravena
Analgesic Agent

• Petidin (meperidi • Fentanil ialah zat


n, demerol) adala sintetik seperti pe • Sifat sufentanil kir
Morfin paling mudah h zat sintetik yang tidin dengan keku a-kira sama deng • Kekuatan analgesi
larut dalam air formulanya sanga atan 100 x morfi an fentanil. Efek p nya 1/5-1/3 fenta
dibandingkan golongan t berbeda dengan n. Lebih larut dala ulihnya lebih cepa nil. Insiden mual-
opioid lain dan kerja morfin, tetapi me m lemak dibandin t dari fentanil.Kek muntahnya sanga
analgesinya cukup mpunyai efek klin gkan petidin dan uatan analgesinya t besar.Mula kerja
panjang (long acting). ik dan efek sampi menembus sawar kira-kira 5-10 kali nya cepat.
ng yang mendeka jaringan dengan fentanil.
ti sama. mudah.

• Morfin • petidin • fentanil • sufentanil • alfentanil


38
Analgesic Agent
Muscle Relaxant

• Bekerja berikatan dengan reseptor kolinergik niko


Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tinik tanpa menyebabkan depolarisasi, hanya me
tetapi di celah sinaps tidak dirusak dengan nghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga ase
tilkolin tidak dapat bekerja. Farmakokinetik obat
asetilkolinesterase sehingga bertahan cukup lama
pelumpuh otot nondepolarisasi dihitung setelah p
menyebabkan terjadinya depolarisasi yang ditandai emberian cepat intravena. Rerata obat pelumpuh
dengan fasikulasi yang diikuti relaksasi otot lurik. otot yang hilang dari plasma dicirikan dengan pen
Termasuk golongan ini adalah suksinilkolin . urunan inisial cepat (distribusi ke jaringan) diikuti
penurunan yang lebih lambat (klirens).

• Depolarizing • Non Depolarizing


Muscle Relaxant

41
Anti Kolinesterase

Antikolinesterase bekerja dengan menghambat kolinesterase sehingga asetilkolin dapat bekerja. Penawar
pelumpuh otot bersifat muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang bronkus,
hipermotilitas usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus disertai vagolitik seperti atropine (dosis
0,01-0,02mg/kg) atau glikopirolat (dosis 0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa). 42
Rumatan anestesi
• Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan caramengatu
r konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh pasien
• Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah
– halotan 0,5-2 vol% atau
– enfluran 2-4 vol% atau
– isofluran 2-4 vol% atau
– sovofluran 2-4 vol%
– bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted) atau dikendalikan (c
ontrolled).
Intubasi
• Indikasi • Kontraindikasi
• Menjaga patensi jalan napas
• Trauma servikal yang memerluk
an keadaan imobilisasi tulang v
• Mempermudah ventilasi positif dan ertebra servical
oksigenasi
• Pencegahan terhadap aspirasi dan re
gurgitasi
PENYULIT
Leher pendek dan berotot, mandibula menonjol,
maksila/gigi depan menonjol, uvula tidak terlihat
(Mallampati 3 atau 4), gerak sendi temporo-mandibular
terbatas, gerak verteba servikal terbatas
44
Komplikasi
• Selama Intubasi • Selama Ekstubasi
• Trauma gigi geligi • Spasme laring
• Laserasi bibir, gusi , laring • Aspirasi
• Merangsang saraf simpatis • Gangguan fonasi
• Intubasi bronkus • Edema glotis-subglotis
• Intubasi esophagus • Infeksi laring, faring, dan trakea
• Aspirasi
• Spasme bronkus
EKSTUBASI
• Ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika : Intubasi kembali menimbulkan
kesulitan, adanya resiko aspirasi
• Ekstubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anestesia sudah ringan dengan
catatan tidak terjadi spasme laring
• Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut, laring, faring, dari sekret dan
cairan lainnya.

45
Teknik Pemasangan ETT

• Cek alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik dan pilih pipa endotrakeal ( ET) yang
sesuai ukuran. Masukkan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada penonjolan keluar pada ujung
balon, buat lengkungan pada pipa dan stilet dan cek fungsi balon dengan mengembangkan dengan
udara 10 ml. Jika fungsi baik, kempeskan balon. Beri pelumas pada ujung pipa ET sampai daerah cuff.
• Letakkan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm di oksiput dan pertahankan kepala
sedikit ekstensi.
• Berikan ventilasi dengan O2 100% selama kira-kira 1-2 menit atau saturasi oksigen mencapai
maksimal 100%.
• Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop
• Batang laringoskop dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala hingga sedikit
ekstensi dan mulut terbuka.
• Masukkan bilah laringoskop dari mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit, menyelusuri
kanan lidah dan menggeser lidah ke kiri menuju epiglotis dan pangkal lidah.
• Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30 samapi 40 sejajar aksis pengangan.
Jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu.
• Bila pita suara sudah terlihat. tahan tarikan / posisi laringoskop dengan menggunakan kekuatan
siku dan pergelangan tangan. Masukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai
bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara ± 1 – 2 cm atau pada orang dewasa atau
kedalaman pipa ET ±19 -23 cm
• Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara 5 – 10 ml. Waktu intubasi tidak
boleh lebih dari 30 detik.
• Hubungan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil melakukan auskultasi (asisten),
pertama pada lambung, kemudaian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan
pengembangan dada.Bila terdengar gurgling pada lambung dan dada tidak mengembang,
berarti pipa ET masuk ke esofagus dan pemasangan pipa harus diulangi setelah melakukan
hiperventilasi ulang selama 30 detik. Berkurangnya bunyi nafas di atas dada kiri biasanya
mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus utama kanan dan memerlukan tarikan
beberapa cm dari pipa ET.
• Setelah bunyi nafas optimal dicapai, kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 10 cc.
• Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau tercabut
• Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit pipa ET jika mulai sadar.
• Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % ( aliran 10 sampai 12 liter per menit).
Keseimbangan Cairan Perioperative
Laparatomy

• Laparatomy merupakan salah • Ileus ibstruksi • Komplikasi yang seringkali • Pada pembedahan laparatomy
satu prosedur pembedahan • Peritonitis ditemukan pada pasien operasi umumnya jenis anastesi yang
mayor, dengan melakukan • Kanker colon laparatomy berupa ventilasi paru digunakan adalah jenis anastesi
penyayatan pada lapisan-lapisan • Apendisitis umum inhalasi. Anastesi umum
tidak adekuat, gangguan
dinding abdomen untuk • adalah suatu keadaan tidak sadar
mendapatkan bagian organ Secsio cesarea kardiovaskuler (hipertensi, yang bersifat sementara yang
abdomen yang mengalami • Abses hepar aritmia jantung), gangguan diikuti oleh hilangnya rasa nyeri
masalah keseimbangan cairan dan di seluruh tubuh akibat
elektrolit pemberian obat anesthesia.

pengertian indikasi komplikasi anestesi


• Pasien, Ny.A usia 56 tahun
ANALISIS KASUS • menjalani operasi Laparotomi
Appendisitis Perforasi
Analisa Kasus

ASA I : Pasien normal sehat,kelainan


bedah terlokalisir,tanpa kelainan
faali,biokimiawi,dan psikiatri.

1. Anamnesis :
Pemeriksaan pra anestesi Nyeri perut sejak kurang lebih 7 hari
• Status fisik ASA: ASA I E SMRS
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. USG
Analisa Kasus

• Ondansteron : mengurangi rasa mual muntah


Premedikasi, pasca bedah.
1. Ondansentron 4 mg (IV) • Deksametason : mengurangi histamin release,
sehingga dapat mengurangi alergi pada pasien.
2. Dexamethason 10 mg (IV).

Induksi Dosis
• Propofol 150 mg/kgBB, Dosis thiopental yang
1. Propofol 150 mg IV seharusnya diberikan adalah 65-165,2 mg
2. Fentanyl 100 mcg IV • fentanyl 1-3 mcg/kgBB, Dosis fentanyl yang
3. Atracurium 30 mg IV seharusnya diberikan adalah 50 – 150 mcg.
• Atrakurium 0,5-0,6 mg/kgBB, Dosis atracurium
pada seharusnya diberikan adalah 25-30 mg.
Analisa Kasus

1. Penggunaan sevofluran disini dipilih


Anestesi rumatan
karena sevofluran mempunyai efek
1. Sevofluran 2%
induksi dan pulih dari anestesi lebih
2. O2 2 L/menit, cepat dibanding dengan gas lain.
3. N2O 2 L/menit 2. Oksigen diberikan untuk mencukupi
oksigen jaringan
3. Mempertahankan anestesi dari
propofol
Analisa Kasus

kebutuhan cairan telah dihitung dan didapatkan :


Jam I : ½ PP + O + M = cc
½ (520 cc) + 520 cc + 130 cc = 910 cc
Jam II : ¼ PP + O + M Kebutuhan cairan pada pasien ini
¼ (520 cc) + 520 cc + 130 cc = 780 cc sudah tercukupi.
TOTAL : 1690 cc

Selama operasi jumlah carian yang diberikan


adalah
Input : RL 2 Kolf  1000ml
Output : Urin = ± 150 cc
Perdarahan = ± 70 cc
Analisa Kasus

Skoring Alderate

Aktifitas : 2
Pernafasan : 2
Pasien dapat keluar dari RR apabila
Warna Kulit : 2
Sirkulasi : 2 sudah mencapai skor Aldrete >8
Kesadaran : 2
Jumlah : 10
Kesimpulan
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting
pada setiap operasi yang melibatkan anestesi.

Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada


hambatan yang berarti baik dari segi anestesi maupun
dari tindakan operasinya.

Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan


anestesi berlangsung dengan baik meskipun ada hal-
hal yang perlu mendapat perhatian.
DAFTAR PUSTAKA
 
1. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2007.
2. Sabiston, et al. Sabiston texbook of surgery the biological basis of modern surgical practice. Edisi ke 18; 2007.
3. Morgan GE., Michail MS., Muray MJ. Clinical anesthesiology. 5th ed. New York: Lange; 2013.
4. Chris tanto, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media Aeskulapius; 2014
5. Saunders, An Imprint of Elsevier Price, S. A. dan Wilson, L. M. Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC; 2006.
6. Guyton A.C. and J.E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 13. Jakarta: EGC; 2016.
7. Bhangu, A., Søreide, K., Di Saverio, S., Assarsson, J. H., & Drake, F. T. Acute appendicitis: modern understanding of pathogenesis, diagnosis, and management. The Lancet; 2015.
8. Soenarto, R.F. Buku Ajar Anestesiologi. Departemen Anestesiologi dan Intensive Care FKUI. Jakarta; 2012. Hal : 197-205.
9. Yu, H., & Wu, D. Effects of different methods of general anesthesia on intraoperative awareness in surgical patients. Medicine; 2017.
10. Adam, C. General Anesthesia. Medscape; 2018
11. Staff. General anesthesia. NHS (serial online) ; 2019.
12. Mangku Gde, Senapathi Tjokorda Gde Agung Senapathi. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reaminasi. Bagian Obat Anestetika. Macanan Jaya Cemerlang. Jakarta; 2010. Hal 24-36
13. Daniel, J. Emily, H. American Society of Anesthesiologists Classification (ASA Class). NCBI; 2019.
14. Palmer, J. Premedication. Anaesthesia & Intensive Care Medicine, 16(11); 2015. Hal. 548–50.
15. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2002. Hal 29-69
16. Brash, P.G., Cullen, B.F., Stoelting, R.K., Cahalan, M.K., Stock, M.C. Handbook of Clinical Anesthesia. 6th edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
17. Mahmoud, M., & Mason, K. P. Recent advances in intravenous anesthesia and anesthetics; 2018.
18. International Journal of Anesthesiology & Pain Medicine. MedPub; 2015.
19. Serreira, J. P., Dzikit, T. B., Zeiler, G. E., Buck, R., Nevill, B., Gummow, B., & Bester, L. Anaesthetic induction and recovery characteristics of a diazepam-ketamine combination compared with
propofol in dogs. Journal of the South African Veterinary Association; 2015.
20. Bellini, L., & De Benedictis, G. M. Neuromuscular blockade of atracurium in permissive hypercapnic versus normocapnic swine undergoing laparoscopy; 2018.
21. Tsim, P. Howatson, A. Basic science breathing systems in anesthesia. World Federation of Society of Anaesthesiologists; 2016.
22. Ramachandra. Anaesthesia for Laparoscopy. IAGES journal; 2015.
23. Sood J, Kumra VP. Anaesthesia for Laparoscopy. Indian Journal Surgery 2003;65;232 – 40 
24. Adnyana IGN, Pryambodo. Anestesia pada Prosedur Laparoskopi. Majalah Anestesi dan Critical Care 2008; 26; 2; 225 – 39. 
25. Morgan GE, et al. Laparoscopic Surgery. Lange Clinical Anesthesia third Edition 2002;23;522 – 24 
26. Boddy AP., Mehta S., Rhodes M. The effect of Intraperitoneal Lokal Anaesthesia in Laparoscopic Cholecystectomy: A Systematic Review and Meta – Analysis. International Anesthesia
Research Society 2006;103;3;682 - 87 
27. Thangavelu, R. Laparoscopy and anesthesia: A clinical review. Department of Anaesthesiology, Pondicherry Institute of Medical Sciences, Puducherry, India; 2018.
28.  Kulshrestha, K. Anaesthesia for laparoscopic surgery: General vs regional anaesthesia. Department of Anaesthesiology and Intensive Care, Gian Sagar Medical College and Hospital, Patiala,
Punjab, India; 2016.
57
Add an image Add an image Add an image Add an image Add an image
add an image

Add an image Add an image Add an image Add an image Add an image

Add an image
Add an image
Thank you!!
• Any questions?
Add an image Add an image Add an image Add an image Add an image

Anda mungkin juga menyukai