Blok 30
Topik
• Trauma kepala
• Trauma medula spinalis
Pengertian
• Trauma kepala (head injury) adalah trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan ggn fungsi neurologis
yaitu ggn fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer
maupun permanen
• Trauma med spinalis (Spinal cord injury) merupakan
suatu kerusakan dari medula spinalis yang temporer
atau permanen yg menyebabkan perubahan fungsi
• Merupakan suatu kondisi yg serius dan kompleks
butuh penanganan multidisiplin neurologist,
neurosurgeon, dokter emergensi, intensifist, rehabilitasi
medik berkolaborasi utk penanganan yg optimal,
pada pasien akut, subakut dan kronik
Pendahuluan
E4M6V5 = 15
Patofisiologi trauma kepala
• Dampak benturan pada kepala
a. Respon tengkorak fraktur
• Akselerasi kepala (translasi/rotasi)
• Durasi mekanik pada kepala
• Permukaan benturan
penetrasi
duramater
Patofisiologi trauma kepala
• Primary injuries :
– focal injuries (skull fractures, intracranial hematomas, lacerations,
contusions, penetrating wounds, deformation /destruction of brain
tissue).
– diffuse injury (as in diffuse axonal injury).
• Secondary injury:
– Secondary brain damage results from three main mechanisms
namely raised intracranial pressure (EDH,SDH,ICH SAH Edema
cerebri), hypoxia and ischemia, and infection.
– Secondary injuries may develop over a period of hours or days
following the initial traumatic assault.
Patofisiologi Trauma kepala
Klasifikasi trauma kepala
1. Epidural Hematom
2. Subdural Hematom
3. Fraktur Basis Kranium
4. Difus Axonal Injury (DAI)
5. Intracerebral hemorhagic
1. Epidural Hematom (EDH)
• Perdarahan yg terjadi diantara tabula interna-duramater,
hematom massif, akibat pecahnya a. meningea media atau
sinus venosus
• Tanda klinik
– Lucid interval (+)
– Kesadaran makin menurun
– Late hemiparesis kontralateral
– Pupil anisokor
– Babinski (+) kontralateral
– Fraktur di daerah temporal
CT Scan otak EDH
• Tingkatan klinis
– Ringan : Koma 6-24 jam
2. Pemeriksaan fisik
– Pemeriksaan secara teliti dan terarah
– Evaluasi adanya deformitas, krepitasi, nyeri saat palpasi,
perlukaan kulit ( lacerasi, kontusio, penetrasi)
– Tentukan level cedera medula spinalis dengan
• Periksa Sensorik dermatom
• Periksa motorik kekuatan otot ( myotom)
3. Pemeriksaan radiologi
Diagnosis
• Manifestasi klinik
– Fraktur tulang belakang sering digambarkan pada
tingkat vertebral
– Defisit neurologis dijelaskan oleh tingkat level MS
sesuai radik saraf.
– Perbedaan antara keduanya menjadi semakin jelas di
daerah menengah ke bawah MS thorak, di mana
fraktur pada thoraks 8 (Th 8) mungkin menyebabkan
TMS neurologis pada Th 10 dan fraktur di Th 12
mungkin menyebabkan TMS di tingkat L2
– Cedera thorakal ditentukan berdasarkan dermatom
(sensorik),
• Ggn sensorik setinggi papila mammae Med spinalis Th
IV
• Ggn sensorik setinggi umblicus Med spinalis Th X
– Manifestasi klinis TMS bergantung pada tingkat
cedera neurologi dan jumlah yang tdk mengalami
trauma.
– TMS dapat mengkibatkan hilangnya sebagian atau
semua fungsi sensorimotor di bawah tingkat cedera.
Rekomendasi utk imaging cervical spine dan immobilisasi cervical
Kondisi klinik Rekomendasi Level
rekomendasi
Pasien sadar dan tdk ada keracunan, Tidak disarankan utk Imaging cervical dan cervical Level I
tidak ada gejala (tdk ada nyeri leher, immobilisasi di hentikan
nyeri tekan, pemeriksaan neurologi
normal, tdk ada cedera terkait yg
mengurangi pemeriksaan umum,
mampu utk pergerakan normal
Pasien sadar dan simptomatik CT Scan cervical, dgn high quality. Level I
Jika tdk tersedia , foto cervical 3 posisi AP/L/odontoid,
tetapi harus dilakukan CT Scan bila sdh ada.
Jika CT scan atau foto 3 posisi normal, tetap lanjutkan
immobilisasi cervical, sampai
- hilang keluhan
- normal dan adekuat gerakan
fleksi/eksteni
- MRI normal dlm 48 jam dari
trauma
- Aman sesuai dgn pengobatan
Pasien tdk sadar atau tdk dapt di CT Scan high qualiti dari semua tulang belakang, dan foto Level I
evaluasi dgn baik tlg belakang bawah jika CT Scan tdk ada dan dilanjutkan
dgn CT Scan bila sdh tersedia
Hentikan immobilisasi cervical sampai pasien sadar dan
tdk ada keluhan Level III
Radiologi
• Pemeriksaan : Plain X-ray, CT Scan vertebra dan MRI melihat
kerusakan tulang belakang dan med spinalis.
• Plain X-ray pada leher : AP dan lateral, odontoid ( C1 dan C2)
• CT scan biasanya utk melihat kerusakan tulang belakang akibat trauma.
• Pada anak bisa dijumpai gejala dan tanda ggn saraf tapi tdk ditemukan
kelainan radiologi ( spinal cord injury without radiologic abnormality
=SCIWORA)
• MRI med spinalis
– lebih baik untuk menilai kerusakan med spinalis, ligamentum, diskus
intervertebralis serta radik spinal.
– Membantu rencana operasi/ prognostik
• Sebelum dilakukan pemeriksaan perlu diamankan airway, breathing,
circulation.
• Lakukan immobilisasi dgn rigid cervical collar dan back board
Gambaran CT Scan dan MRI cervical
Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium
– DPL, UL, GDS, Ureum/kreatinin, Analisa gas darah
Sindroma Siringomelia, hypotensive Paresis anggota gerak atas lebih berat dibanding
Spinalis sentral spinalcord ischemic trauma anggota gerak bawah.
(fleksi-ekstensi), dan tumor Ggn sensorik bervariasi (disestesia/hiperestesia)
medula spinalis di lengan
Disosiasi sensibilitas
Disfungsi miksi, defekasi dan seksual
Kondisi tindakan
Refractory shock Clarify mechanism, fluid and vasopressor
• Indikasi operasi
– Ada fraktur, pecahan tulang menekan medula spinalis
– Gambaran neurologis progresif memburuk
– Fraktur, dislokasi yg labil
– Terjadi herniasi diskusi intervertebralis yg menekan
medula spinalis.
Operasi
• Tujuan operasi
– Meluruskan kembali sesuai posisi tulang belakang (realign
spinal column)
– Menstabilkan tulang belakang
– Dekompresi medula spinalis ( dari tulang atau ligamentum)
Komplikasi
• Komplikasi lokal
– Syringomyelia
– Neuropati arthropati
– Spastisitas
• Terapi dgn fisioterapi, Clonidin, GABAergic ( Diazepam, Baclofen)
• Komplikasi sistemik
– Kardio-vaskuler.
• Pada fase aku/kronik bisa terjadi ggn simpatis dari otak ok adanya
penekanan med spinalis hipotensi
• gejala hipotensi ortostatik/postural ( dizzines, rasa lemah dan sincope)
• Terapi: kompresi stocking, tambah volume cairan dgn hidrasi, tablet
garam atau fluorocortison
Vasokontriksi perifer : midodrine, epedrin, atau droxidopa
Komplikasi
• Disreflexia otonom
– Suatu kondisi yg urgen biasa terjadi pada lesi MS diatas Th 6
– Hal ini bisa terjadi ok rangsang nyeri dibawah lesi ( regangan
kandung kemih, atau saluran cerna dan tekanan pada luka)
– Menyebabkan overstimulasi simpatis vasokonstriksi dan
hipertensi yg berbahaya.
– Lalu timbul peningkatan parasimpatis outflow diatas lesi dan
outflow simpatis dihambat vasodilatasi, nyeri kepala,
keringat, kongesti sinus.
– Bisa terjadi pada fase akut dan kronik
– Hindari rangsangan yg menyakitkan
Gangguan autonom
Komplikasi
• Respirasi
– Bisa terjadi paraslisis nn phrenicus, otot intercostal dan atau
otot abdomen penurunan kapasitas paru, batuk tdk efektif,
cepat lelah
– Konsekuensi terjadi pneumoni berulang, atelektasis, pleural
effusi, sleep apnoe dan gagal nafas
– Hubungan letak lesi dgn gangguan nafas
Lesi C1-C2 : Vital capacity hanya 5-10 % dari normal, tdk bisa batuk
Lesi C3-C6: Vital capacity 20 % dari normal, batuk lemah dan tdk
efektif
Lesi Thorakal atas Th2-Th4 : VC 30-50 % dari normal, batuk lemah