LAPORAN KASUS
TETANUS
Penyaji:
Triska Putri Rahmayani
Isna Gita Amalia Nst
Angeline Rufina
Adelia Ginting
Bayu Agustian
Pradeepa A/P Govindan
Supervisor:
dr. Chairil A Batubara, M.ked(Neu), Sp.S
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Tetanus”.Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter selaku pembimbing yang
telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis
3
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui cara mendiagnosis tetanus secara
dini untuk menghindari komplikasi dan kematian akibat tetanus.
BAB II
Impuls dapat diteruskan dan mengalir melalui sel saraf yang disebabkan
adanya perbedaan potensial listrik yang dinamakan polarisasi.
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik
dan berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau
kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher)
dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka
ataupun kecelakaan sebelumnya (Rahmanto, 2017).
2.3 Patogenesis
Bentuk vegetatif C. tetani gampang mati akibat paparan oksigen, akan tetapi spora
dapat bertahan di berbagai kondisi dan memungkinkan transmisi bakteri. Spora
dapat bertahan dari perubahan pH maupun suhu, bahkan dapat bertahan selama
autoclaving beberapa menit. Begitu spora masuk ke dalam jaringan, spora akan
berubah menjadi bentuk vegetatif. Clostridium tetani menghasilkan dua jenis toxin,
yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Tetanolysin merupakan suatu hemolisin dan
bersifat oxygen labile (mudah diinaktivasi oleh oksigen), sedangkan tetanospasmin
merupakan suatu neurotoxin yang bersifat heat labile (tidak tahan panas).
Tetanolysin merupakan suatu toxin yang dikode oleh plasmid. Toxin ini secara
serologis mirip dengan Streptolysin O (Streptococcus pyogenes) dan hemolysin
yang dihasilkan oleh Clostridium perfringens dan Listeria monocytogenes.
Kepentingan klinis dari toxin ini tidak diketahui karena sifatnya yang mudah
dihambat oleh oksigen dan serum kolesterol.
2.4 Patofisiologi
9
2.6 Klasifikasi
Pada tetanus yang berat terjadi kejang terus menerus atau kekuan pada
otot laring yang menimbulkan apnea atau mati lemas. Pengaruh toksin pada
saraf otonom menyebabkan gangguan sirkulasi (gangguan irama jantung
atau kelainan pembuluh darah). Kematian biasanya disebabkan oleh asfiksia
dari laringospasme, gagal jantung, atau shock, yang dihasilkan dari toksin
pada hipotalamus dan sistem saraf simpatik. Terdapat trias klinis berupa
rigiditas, spasme otot dan apabila berat disfungsiotonomik.
b. Local Tetanus adalah bentuk yang paling jinak. Gejala awal adalah
kekakuan, sesak, dan nyeri di otot-otot sekitar luka, diikuti oleh twitchings
dan kejang singkat dari otot yang terkena. Tetanus lokal terjadi paling sering
dalam kaitannya dengan luka tangan atau lengan bawah, jarang di perut atau
otot paravertebral. Bisa terjadi sedikit trismus yang berguna untuk
menegakkan diagnosis. Gejala dapat bertahan dalam beberapa minggu atau
bulan. Secara bertahap kejang menjadi kurang dan akhirnya menghilang
tanpa residu. Prognosis tetanus ini baik.
c. Cephalic tetanus merupakan bentuk tetanus lokal pada luka pada wajah dan
kepala. Masa inkubasi pendek, 1 atau 2 hari. Otot yang terkena (paling
sering wajah) menjadi lemah atau lumpuh. Bisa terjadi kejang wajah, lidah
dan tenggorokan, dengan disartria, disfonia, dan disfagia. Prognosis
biasanya buruk.
2.7 Diagnosis
a. Anamnesa
Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan atau patah tulang
terbuka, lukadengan nanah atau gigitan binatang?
Apakah pernah keluar nanah dari telinga?
Apakah sedang menderita gigi berlubang?
Apakah sudah mendapatkan imunisasi DT atau TT, kapan
melakukan imunisasi yang terakhir?
Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau
spasme lokal) dengan kejang yang pertama.2
b. Pemeriksaan fisik
Trismus yaitu kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga
sukar membuka mulut. Pada neonatus kekakuan ini menyebabkan
mulut mencucut seperti mulut ikan, sehingga bayi tidak dapat
menyusui. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar
membuka mulut diukur setiap hari.
Risus sardonicus terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik,
sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut
mulut tertarik keluar dan ke bawah.
Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti
otot punggung,otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan
yang sangat berat dapatmenyebabkan tubuh melengkung seperti
busur
Perut papan
Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang
awalnya hanya terjadi setelah dirangsang, misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun
masa istirahat kejang semakin pendek sehingga anak jatuh dalam
status konvulsivus.
12
c. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium untuk penyakit tetanus tidak khas, yaitu:
Lekositosis ringan
Trombosit sedikit meningkat
Glukosa dan kalsium darah normal
Enzim otot serum mungkin meningkat-
Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat5
d. Penunjang lainnya
EKG dan EEG normal
Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil
dari luka dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh
dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya
tidak ditemukan.
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar sekali
dijumpai dari pemeriksaan fisik, laboratorium tes (dimana CSF normal dan
pemeriksaan daah rutin normal atau sedikt meninggi, sedangkan SGOT, CPK, dan
serum aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat
13
imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh, risus sardonicus, dan kesadaran yang tetap
normal.
2.9 Tatalaksana
14
2.9.1 UMUM
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan
peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan
pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan
luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang
benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata
laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS
dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan
personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
1.9.2 Obat-obatan
1.9.2.1 Antibiotika
1.9.2.2 Antitoksin
15
1.9.2.3 TetanusToksoid
1.9.2.4 Antikonvulsan
2.10 Pencegahan
Vaksin tetanus sejak usia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif
(DPT dan DT). Berikan vaksinasi pasif dengan anyitoksin.Berjalan diluar
menggunakan sandal untuk menghidari terkena benda tajam (kaca, paku berkarat).
Bila ada luka dibersihkan, didrainase, dan diobati.
16
2.11 Prognosis
Masa Inkubasi neonatal tetanus berkisar 3-14 hari, tetapi bisa lebih pendek
ataupun lebih pajang. Berat-ringannya penyakit juga bergantung pada lamanya
masa inkubasi. Makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.
Case Fatality Rate (CFR) berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum > 60%
17
BAB III
Usia : 36 tahun
Alamat : Kutanbaru
Pekerjaan : Petani
3.2. ANAMNESA
ANAMNESA TRAKTUS
ANAMNESA KELUARGA
ANAMNESA SOSIAL
Pekerjaan : Petani
PEMERIKSAAN UMUM
Nadi : 92 kali/menit
Temperatur ; 36,5 °C
Kulit dan Selaput Lendir : tidak ada ruam, dijumpai luka pada jempol
kaki kanan
GENITALIA
Toucher : tdp
SENSORIUM : Apatis
KRANIUM
Bentuk : Bulat
Fontanella : tertutup
21
PERANGSANGAN MENINGEAL
NERVUS I
Normosmia :
Anosmia :
Sulit di nilai
Parosmia :
Hiposmia :
NERVUS II
Visus :
Sulit di nilai
Lapangan Pandang :
22
NERVUS V
Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut : Normal Normal
Palpasi otot masseter dan temporalis : Normal Normal
Kekuatan gigitan : Normal Normal
Sensorik :
Kulit : Normal Normal
Selaput Lendir : Normal Normal
Refleks Kornea : Dijumpai Dijumpai
Langsung : + +
Tidak Langsung : + +
Refleks Masseter : Tidak diperiksa
23
NERVUS VII
Kanan Kiri
Motorik
Mimik : Sudut mulut simetris Sudut mulut simetris
Kerut Kening : + +
Menutup mata : + +
Meniup Sekuatnya : + +
Memperlihatkan gigi : + +
Tertawa : + +
Sensorik :
Pengecaoan 2/3 depan lidah : sdn
Produksi kelenjar ludah : sdn
Hiperakusis : sdn
Refleks stapedial : sdn
NERVUS VIII
Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : normal normal
Test Rinne :
Test Weber : Sulit di nilai
Test Schwabach :
Vestibularis
Nistagmus : - -
Reaksi Kalori : Tidak diperiksa
Vertigo : - -
Tinnitus : - -
24
NERVUS IX, X
Uvula : Medial
Kanan Kiri
Mengangkat Bahu : + +
Fungsi otot Sternocleidomastoideus : + +
NERVUS XII
Lidah
SISTEM MOTORIK
Trofi : Eutrofi
25
Kekuatan otot
55555 55555
ESD: ESS:
55555 55555
55555 55555
EID: EIS:
55555 55555
Tremor :-
Khorea :-
Ballismus :-
Mioklonus :-
Atetosis :-
Distonia :-
Spasme :-
Tic :-
TEST SENSIBILITAS
Ekstreoseptif : sdn
Propioseptif : sdn
Stereognosis : sdn
Grafestesia : sdn
26
REFLEKS
KOORDINASI :
Tidak diperiksa
VEGETATIF :
VERTEBRA
Bentuk
Normal : Simetris
Pergerakan
27
Leher : dbn
Pinggang : dbn
Laseque : negatif
GEJALA-GEJALA SEBELAR
FUNGSI LUHUR
28
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak 1 hari yang lalu, kejang bersifat kaku di seluruh
tubuh, kejang dialami 10 kali, dengan durasi kurang lebih 5 menit. Kejang
diperparah dengan cahaya lampu, pasien sadar sebelum, saat dan sesudah kejang.
Dijumpai nyeri saat kejang. Tidak dijumpai lemas setelah kejang.
Pasien terkena kaca pada jempol kaki kanan 3 hari yang lalu, pada saat
pasien sedang di ladang. Setelah terkena kaca, pasien langsung terjatuh dengan
posisi terlentang. Dijumpai luka di kepala bagian tengah setelah terjatuh.
Riwayat gelisah dan bicara melantur dialami pasien 1 hari yang lalu.
Riwayat keluar cairan dari telinga, mata bengkak dan belakang telinga
bengkak disangkal.
Riwayat Penggunaan Obat : Anti Tetanus Serum dari klinik, penggunaan herbal
disangkal.
Status Presens
Sens : Apatis
Nadi : 92 kali/menit
29
Temperatur ; 36,5 °C
Status Neurologis
Saraf Kranialis
NI : sulit dinilai
NIII , IV, VI : Gerak bola mata dijumpai, RC (+), pupil isokor dengan diameter
3mm
Kekuatan motorik
55555 55555
ESD: ESS:
55555 55555
55555 55555
EID: EIS:
55555 55555
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
30
Babinski :- -
Diagnosa
2. Keracunan Sytrichine
3. Rabies
Penatalaksanaan
1. Eksisi luka
2. Kontrol jalan napas
3. IVFD D 5%
4. ATS 10.000 IM
5. Drip metronidazole 500 mg/6 jam IV
6. Diazepam ½ ampul IV
7. Injeksi diazepam 6 amp dalam 500 cc D 5%
8. Ketolorac 1 amp/8 jam IV
1. Darah Lengkap
2. CT- Scan kepala
31
BAB IV
FOLLOW UP
BAB V
DISKUSI
Teori Pasien
Definisi Kejang dialami pasien sejak 1 hari
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang lalu, kejang bersifat kaku di
yang disebabkan oleh neurotoksin yang seluruh tubuh, kejang dialami 10 kali,
dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan durasi kurang lebih 5 menit.
dengan kekakuan otot dan spasme yang Kejang diperparah dengan cahaya
periodik dan berat. Tetanus dapat lampu, pasien sadar sebelum, saat dan
didefinisikan sebagai keadaan sesudah kejang. Dijumpai nyeri saat
hipertonia akut atau kontraksi otot yang kejang. Tidak dijumpai lemas setelah
mengakibatkan nyeri (biasanya pada kejang.
rahang bawah dan leher) dan spasme Pasien terkena kaca pada jempol kaki
otot menyeluruh tanpa penyebab lain, kanan 3 hari yang lalu, pada saat pasien
serta terdapat riwayat luka ataupun sedang di ladang.
kecelakaan sebelumnya.
Gejala Klinis Kejang dialami pasien sejak 1 hari
10. Kejang bertambah berat selama yang lalu, kejang bersifat kaku di
3 hari pertama, dan menetap seluruh tubuh, kejang dialami 10 kali,
selama 5 -7 hari. dengan durasi kurang lebih 5 menit.
11. Setelah 10 hari kejang mulai Kejang diperparah dengan cahaya
berkurang frekwensinya. lampu, pasien sadar sebelum, saat dan
12. Setelah 2 minggu kejang mulai sesudah kejang. Dijumpai nyeri saat
hilang. kejang. Tidak dijumpai lemas setelah
13. Biasanya didahului dengan kejang.
ketegangaan otot terutama pada
rahang dari leher. Kemudian
timbul kesukaran membuka
35
Penatalaksanaan Umum
Umum Eksisi luka
Merawat dan Kontrol jalan napas
membersihkan luka sebaik- IVFD D 5%
baiknya, berupa : Obat-obatan
membersihkan luka, irigasi Drip metronidazole 500 mg/6
luka, debridement luka jam IV
(eksisi jaringan nekrotik) ATS 10.000 IM
Diet cukup kalori dan Diazepam ½ ampul IV
protein Injeksi diazepam 6 amp dalam
Isolasi untuk menghindari 500 cc D 5%
rangsang luar seperti suara Ketolorac 1 amp/8 jam IV
dan tindakan terhadap
penderita
Oksigen, pernafasan buatan
dan trachcostomi bila perlu
Mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Obat-obatan
Antibiotika
Antitoksin
TetanusToksoid
Antikonvulsan
37
BAB VI
KESIMPULAN
Pasien ES, usia 36 tahun datang pada tanggal 30 Mei 2019 dengan keluhan
Kejang. Hal ini dialami pasien sejak 1 hari yang lalu, kejang bersifat kaku di seluruh
tubuh, kejang dialami 10 kali, dengan durasi kurang lebih 5 menit. Kejang
diperparah dengan cahaya lampu, pasien sadar sebelum, saat dan sesudah kejang.
Dijumpai nyeri saat kejang. Tidak dijumpai lemas setelah kejang.