Anda di halaman 1dari 37

1

LAPORAN KASUS

TETANUS

Penyaji:
Triska Putri Rahmayani
Isna Gita Amalia Nst
Angeline Rufina
Adelia Ginting
Bayu Agustian
Pradeepa A/P Govindan

Supervisor:
dr. Chairil A Batubara, M.ked(Neu), Sp.S
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Tetanus”.Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter selaku pembimbing yang
telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 4 Juni 2019

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 4
1.2. Tujuan ............................................................................................................. 4
1.3. Manfaat ........................................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1. Mekanis mepenghantaran impuls saraf ....................................................... 5
2.2. Definisi tetanus ............................................................................................ 6
2.3. Patogenesis .................................................................................................. 6
2.4. Patofisiologi ................................................................................................ 8
2.5. Gejala Klinis ................................................................................................ 9
2.6. Klasifikasi.................................................................................................... 9
2.7. Diagnosis ................................................................................................... 10
2.8. Diagnosa Banding ..................................................................................... 12
2.9. Tatalaksana ................................................................................................ 13
2.10. Pencegahan ................................................................................................ 15
2.11. Prognosis ................................................................................................... 15
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ...................................................................... 17
BAB 4 FOLLOW UP ........................................................................................... 32
BAB 5 DISKUSI KASUS .................................................................................... 34
BAB 6 KESIMPULAN ....................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38
4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di dunia.


Berdasarkan data dari WHO, diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia
adalah sekitar 700.000-1.000.000 kasus per tahun.

Berdasarkan arsip yang dimiliki rekam medik RS PKU Muhammadiyah


Surakarta, angka kejadian tetanus di RS PKU Muhammadiyah Surakarta di tahun
2011 sebanyak 13 orang. Yaitu kisaran umur 35-88 tahun. Pada bulan Januari-Mei
2012 sudah ada 3 pasien yang dirawat karena terinfeksi bakteri Clostridium
tetani. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa penyakit tetanus masih rentan
terjadi dimasyarakat. Terutama pada masyarakat dari golongan menengah
kebawah. Tingkat mortalitas dari tetanus juga masih beragam, yaitu berkisar sekitar
6-60 %.

Oleh karena itu, penting untuk mengetahui cara mendiagnosis tetanus secara
dini untuk menghindari komplikasi dan kematian akibat tetanus.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menguraikan teori tentang
Tetanus, mulai dari definisi hingga tatalaksana dan prognosis, serta
membandingkannya dengan kasus yang ditemukan di Rumah Sakit Umum Pusat
H. Adam Malik. Penulisan laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Penulisan


Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis dan pembaca, terutama peserta P3D, mengenai Tetanus
terutama tentang mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan
tuntas sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), yaitu 4A.
5

BAB II

2.1 Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf

Mekanisme Penghantaran impuls saraf adalah sebagai berikut:

1. Impuls Dihantarkan Melalui Sel Saraf

Impuls dapat diteruskan dan mengalir melalui sel saraf yang disebabkan
adanya perbedaan potensial listrik yang dinamakan polarisasi.

2. Impuls Dihantarkan Lewat Sinapsis


Berikut merupakan peristiwa yang terjadi pada sinaps :
1) Potensial aksi mencapai terminal akson neuron prasinaps.
2) Ca2+ masuk ke synaptic knob (terminal akson prasinaps)
3) Neurotransmitter dibebaskan melalui eksositosis ke dalam celah
sinaps
4) Neurotransmitter berikatan dengan reseptor yang merupakan bagian
integral kanal berpintu kimiawi di membran subsinaps neuron
pascasinaps.
5) Terikatnya neurotransmitter ke kanal-reseptor membuka kanal
spesifik tersebut.
Tabel 2.1. Contoh Neurotransmitter
Neurotransmitter
Eksitatorik Glutamat
Inhibitorik GABA, Glisin

3. Taut Neuro muskular

Berikut merupakan peristiwa yang terjadi pada taut neuromuskular :

1) Potensial aksi di neuron motorik dihantarkan ke terminal akson.


2) Potensial aksi lokal ini memicu pembukaan kanal Ca 2+ berpintu
listrik dan masuknya Ca 2+ ke dalam tombol terminal.
6

3) Ca 2+ memicu pelepasan asetilkolin melalui eksositosis dari


sebagian vesikel.
4) Asetilkolin berdifusi melintasi ruang yang memisahkan sel saraf dan
sel otot dan berikatan dengan reseptor kanal spesifiknya di cakram
motorik membran sel otot.
5) Pengikatan ini menyebabkan terbukanya kanal kation nonspesifik
ini, menyebabkan terjadinya perpindahan Na + masuk ke dalam sel
otot dalam jumlah yang lebih besar daripada perpindahan K+ keluar
sel.
6) Hasilnya adalah potensial end plate. Terjadi aliran arus lokal antara
end plate yang mengalami depolarisasi dan membran sekitar.
7) Aliran arus lokal ini membuka kanal Na+ berpintu listrik di
membran sekitar.
8) Masuknya Na+ yang terjadi menurunkan potensial ke ambang,
memicu potensial aksi, yang kemudian merambat keseluruh serat
otot.
9) Asetilkolin kemudian diuraikan oleh asetilkolinesterase, suatu
enzim yang terletak di membran cakram motorik, mengakhiri
respons sel otot.

2.2 Definisi Tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik
dan berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau
kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher)
dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka
ataupun kecelakaan sebelumnya (Rahmanto, 2017).

2.3 Patogenesis

Clostridium tetanidalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang


terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk (Rahmanto, 2017).
7

Bentuk vegetatif C. tetani gampang mati akibat paparan oksigen, akan tetapi spora
dapat bertahan di berbagai kondisi dan memungkinkan transmisi bakteri. Spora
dapat bertahan dari perubahan pH maupun suhu, bahkan dapat bertahan selama
autoclaving beberapa menit. Begitu spora masuk ke dalam jaringan, spora akan
berubah menjadi bentuk vegetatif. Clostridium tetani menghasilkan dua jenis toxin,
yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Tetanolysin merupakan suatu hemolisin dan
bersifat oxygen labile (mudah diinaktivasi oleh oksigen), sedangkan tetanospasmin
merupakan suatu neurotoxin yang bersifat heat labile (tidak tahan panas).
Tetanolysin merupakan suatu toxin yang dikode oleh plasmid. Toxin ini secara
serologis mirip dengan Streptolysin O (Streptococcus pyogenes) dan hemolysin
yang dihasilkan oleh Clostridium perfringens dan Listeria monocytogenes.
Kepentingan klinis dari toxin ini tidak diketahui karena sifatnya yang mudah
dihambat oleh oksigen dan serum kolesterol.

Tetanospasmin adalah toxin yang berperan dalam manifestasi klinis dari


tetanus. Begitu toxin ini terikat dengan saraf, toxin tidak dapat dieliminasi.
Penyebaran tetanospasmin dapat melalui hematogen ataupun limfogen yang
kemudian mencapai targetnya di ujung saraf motorik. Toxin ini memiliki 2 subunit
dan 3 domain, subunit A (light chain) dan subunit B (heavy chain). Begitu toxin
disekresikan, suatu protease endogen akan memecah tetanospasmin mejadi 2
subunit. Reseptor untuk toxin ini adalah gangliosida pada neuron motorik. Domain
pengikat karbohidrat (Carbohydrate-binding Domain) pada ujung carboxy-terminal
subunit B berikatan dengan reseptor asam sialat yang spesifik dan glikoprotein pada
permukaan sel saraf motorik. Kemudian toxin akan diinternalisasi oleh vesikel
endosome. Asidifikasi endosome akan menyebabkan perubahan konformasi ujung
N-terminus subunit B, kemudian terjadi insersi subunit B kedalam membrane
endosome, sehingga memungkinkan subunit A keluar menembus membrane
endosome menju ke sitosol. Toxin mengalami retrograde axonal transport dari
perifer kemudian menu saraf presinaps, tempat toxin tersebut bekerja. Subunit A
merupaan suatu zinc-dependent metalloprotease yang memecah vesicle-associated
membrane protein-2, VAMP-2 (atau sinaptobrevin). Protein ini merupakan
8

komponen utama SNARE-complex yang berperan dalam endositosis dan pelepasan


neurotransmitter. Toxin ini menghambat pelepasan inhibitory neurotransmitter,
yaitu glycine dan GABA (gamma-amino butyric acid). Sehingga aktifitas motor
neuron menjadi tidak terinhibisi dan memberikan gambaran kekakuan otot, spasme
dan paralisis spastik. Proses ini terjadi di semua sinaps, termasuk neuromuscular
junction (NMJ). Otot-otot yang memiliki jaras persarafan (neuronal pathways)
terpendek akan terkena lebih dahulu, seperti otot-otot mastikasi. Sehingga pada
awal gejala timbul trismus (kaku rahang) dan disfagia.

2.4 Patofisiologi
9

2.5 Gejala Klinis

Kareteristik dari tetanus:

1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7


hari.
2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya.
3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
4. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw )
karena spasme otot masetter.
5. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity ) .
6. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
7. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan
8. Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
9. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak )
(Ritarwan, K. Dr., 2004).

2.6 Klasifikasi

Terdapat 3 tipe tetanus:


a. Generalized Tetanus ini adalah bentuk paling umum. Mungkin dimulai
sebagai tetanus lokal yang menjadi umum setelah beberapa hari, atau
mungkin menyebar dari awal. Trismus sering merupakan manifestasi
pertama. Dalam beberapa kasus didahului oleh rasa kaku pada rahang atau
leher, demam, dan gejala umum infeksi. Kekakuan otot lokal dan kejang
menyebar dengan cepat ke otot bulbar, leher, batang tubuh, dan anggota
badan. Timbul gejala kekakuan pada semua bagian seperti trismus, risus
sardonicus (Dahi mengkerut, mata agak tertutup, sudut mulut tertarik ke
10

luar dan ke bawah), mulut mencucu, opistotonus (kekakuan yang


menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher, otot badan, trunk
muscle), perut seperti papan. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul
kejang yang terjadi secara spontan atau direspon terhadap stimulus
eksternal.

Pada tetanus yang berat terjadi kejang terus menerus atau kekuan pada
otot laring yang menimbulkan apnea atau mati lemas. Pengaruh toksin pada
saraf otonom menyebabkan gangguan sirkulasi (gangguan irama jantung
atau kelainan pembuluh darah). Kematian biasanya disebabkan oleh asfiksia
dari laringospasme, gagal jantung, atau shock, yang dihasilkan dari toksin
pada hipotalamus dan sistem saraf simpatik. Terdapat trias klinis berupa
rigiditas, spasme otot dan apabila berat disfungsiotonomik.

b. Local Tetanus adalah bentuk yang paling jinak. Gejala awal adalah
kekakuan, sesak, dan nyeri di otot-otot sekitar luka, diikuti oleh twitchings
dan kejang singkat dari otot yang terkena. Tetanus lokal terjadi paling sering
dalam kaitannya dengan luka tangan atau lengan bawah, jarang di perut atau
otot paravertebral. Bisa terjadi sedikit trismus yang berguna untuk
menegakkan diagnosis. Gejala dapat bertahan dalam beberapa minggu atau
bulan. Secara bertahap kejang menjadi kurang dan akhirnya menghilang
tanpa residu. Prognosis tetanus ini baik.

c. Cephalic tetanus merupakan bentuk tetanus lokal pada luka pada wajah dan
kepala. Masa inkubasi pendek, 1 atau 2 hari. Otot yang terkena (paling
sering wajah) menjadi lemah atau lumpuh. Bisa terjadi kejang wajah, lidah
dan tenggorokan, dengan disartria, disfonia, dan disfagia. Prognosis
biasanya buruk.

2.7 Diagnosis

Diagnosis tetanus ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.


11

a. Anamnesa
 Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan atau patah tulang
terbuka, lukadengan nanah atau gigitan binatang?
 Apakah pernah keluar nanah dari telinga?
 Apakah sedang menderita gigi berlubang?
 Apakah sudah mendapatkan imunisasi DT atau TT, kapan
melakukan imunisasi yang terakhir?
 Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau
spasme lokal) dengan kejang yang pertama.2

b. Pemeriksaan fisik
 Trismus yaitu kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga
sukar membuka mulut. Pada neonatus kekakuan ini menyebabkan
mulut mencucut seperti mulut ikan, sehingga bayi tidak dapat
menyusui. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar
membuka mulut diukur setiap hari.
 Risus sardonicus terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik,
sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut
mulut tertarik keluar dan ke bawah.
 Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti
otot punggung,otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan
yang sangat berat dapatmenyebabkan tubuh melengkung seperti
busur
 Perut papan
 Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang
awalnya hanya terjadi setelah dirangsang, misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun
masa istirahat kejang semakin pendek sehingga anak jatuh dalam
status konvulsivus.
12

 Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai


akibat kejang yang terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring
yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian. Pengaruh toksin
pada saraf autonom menyebabkan gangguan sirkulasi dan dapat pula
menyebabkan suhu badan yang tinggi atau berkeringat banyak.
Kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi retentio
alvi, retentio urinae, atau spasme laring. Patah tulang panjang dan
kompresi tulang belakang.2

c. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium untuk penyakit tetanus tidak khas, yaitu:
 Lekositosis ringan
 Trombosit sedikit meningkat
 Glukosa dan kalsium darah normal
 Enzim otot serum mungkin meningkat-
 Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat5

d. Penunjang lainnya
 EKG dan EEG normal
 Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil
dari luka dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh
dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya
tidak ditemukan.

2.8 Diagnosis Banding

Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar sekali
dijumpai dari pemeriksaan fisik, laboratorium tes (dimana CSF normal dan
pemeriksaan daah rutin normal atau sedikt meninggi, sedangkan SGOT, CPK, dan
serum aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat
13

imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh, risus sardonicus, dan kesadaran yang tetap
normal.

Tabel 2.1 Diagnosa Banding Tetanus


Penyakit Gambaran Differential
INFEKSI
Meningoencephalitis Demam, trismus (-), sensorium
depresi, abnormal CSF
Polio Trismus (-), paralisis tipe flaksid,
abnormal CSF
Rabies Gigitan binatang, trismus (-), hanya
oropharingeal spasme
Lesi Oropharingeal Hanya local, rigiditas seluruh tubuh
atau spasme tidak ada
KELAINAN METABOLIK
Tetani Hanya carpopedal dan laryngeal
spasme, hypocalsemia
Keracunan strychinine Relaksasi komplt diantara spasme
Reaksi phenothiazine Distonia, respon dengan
diphenhydramine
PENYAKIT CNS
Status epileptikus Sensorium depresi
Hemorrhage suatu tumor Trismus (-), sensorium depresi
KELAINAN PSIKIATRI
Hysteria Trismus inkonstan, relaksasi komplit
diantara spasme
KELAINAN MUSKULOSKLETAL
Trauma Hanya lokal

2.9 Tatalaksana
14

2.9.1 UMUM
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan
peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan
pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan
luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang
benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata
laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS
dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan
personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

1.9.2 Obat-obatan
1.9.2.1 Antibiotika

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM.


Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/
12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat
dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam,
tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila
tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/
24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh
bentuk vegetatif dari C.tetani,bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai
adanyakomplikasipemberianantibiotika broad spektrum dapat dilakukan.

1.9.2.2 Antitoksin
15

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG)


dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh
diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary
aggregates of globulin", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang
serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang
berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah :
20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan
diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45
menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah
pada sebelah luar.

1.9.2.3 TetanusToksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan


dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai
imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

1.9.2.4 Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik


yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan
penggunaan obat – obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

2.10 Pencegahan

Vaksin tetanus sejak usia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif
(DPT dan DT). Berikan vaksinasi pasif dengan anyitoksin.Berjalan diluar
menggunakan sandal untuk menghidari terkena benda tajam (kaca, paku berkarat).
Bila ada luka dibersihkan, didrainase, dan diobati.
16

2.11 Prognosis

Prognosis tetanus diklasifikasikan pada tingkat keganasannya, dimana :

1. Ringan ; bila tidak ada kejang umum (generalized spasme)


2. Sedang ; bila sekali muncul kejan umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi

Masa Inkubasi neonatal tetanus berkisar 3-14 hari, tetapi bisa lebih pendek
ataupun lebih pajang. Berat-ringannya penyakit juga bergantung pada lamanya
masa inkubasi. Makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.

Prognosa tetanus neonatal jelek bila :

1. Umur bayi < 7 hari


2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 jam
4. Dijumpai muscular spasme

Case Fatality Rate (CFR) berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum > 60%
17

BAB III

STATUS ORANG SAKIT

3.1. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Erwin Surbakti

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 36 tahun

Suku Bangsa : Batak Karo

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Kutanbaru

Status : Sudah Menikah

Pekerjaan : Petani

Tanggal Masuk : 30 Mei 2019

3.2. ANAMNESA

Keluhan Utama : Riwayat Kejang

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 1 hari yang lalu,


kejang bersifat kaku di seluruh tubuh, kejang
dialami 10 kali, dengan durasi kurang lebih 5
menit. Kejang diperparah dengan cahaya lampu,
pasien sadar sebelum, saat dan sesudah kejang.
Dijumpai nyeri saat kejang. Tidak dijumpai lemas
setelah kejang.

Riwayat nyeri kepala dan muntah menyembur


tidak dijumpai. Riwayat demam tidak ada.
18

Pasien terkena kaca pada jempol kaki kanan 3 hari


yang lalu, pada saat pasien sedang di ladang.
Setelah terkena kaca, pasien langsung terjatuh
dengan posisi terlentang. Dijumpai luka di kepala
bagian tengah setelah terjatuh.

Riwayat penurunan kesadaran setelah jatuh


dijumpai, tetapi pasien sadar kembali setelah
dibawa ke klinik kurang lebih 1 jam.

Riwayat gelisah dan bicara melantur dialami


pasien 1 hari yang lalu.

Riwayat digigit binatang pengerat seperti anjing,


kelelawar disangkal.

Riwayat keluar cairan dari telinga, mata bengkak


dan belakang telinga bengkak disangkal.

Riwayat Penyakit Terdahulu : tidak ada

Riwayat Penggunaan Obat : Anti Tetanus Serum dari klinik, penggunaan


herbal disangkal.

ANAMNESA TRAKTUS

Traktus Sirkulatorius : Sirkulasi naik, akral hangat, CRT < 3 detik

Traktus Respiratorius : Pasien tidak sesak napas, tidak batuk

Traktus Digestivus : tidak dijumpai mual dan muntah, BAB dalam


batas normal

Traktus Urogenitalis : BAK volume cukup, jernih. Retensi dan


inkontinensia tidak dijumpai.

Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : Pasien terjatuh setelah terkena kaca


19

Intoksikasi & obat-obatan : Paparan perstisida dijumpai, obat-obatan tidak


ada.

ANAMNESA KELUARGA

Faktor Herediter : Riwayat epilepsi disangkal, DM, hipertensi,


keganasan disangkal

Faktor Familier : TB di lingkungan sekitar disangkal.

ANAMNESA SOSIAL

Kelahiran dan Pertumbuhan : Pasien lahir normal, pertumbuhan baik

Imunisasi : Tidak jelas

Pendidikan : Tamat SMP

Pekerjaan : Petani

Perkawinan dan Anak : Sudah menikah dengan 2 anak

3.3. PEMERIKSAAN JASMANI

PEMERIKSAAN UMUM

Tekanan Darah : 140/100 mmHg

Nadi : 92 kali/menit

Frekuensi Nafas : 22 kali/menit

Temperatur ; 36,5 °C

Kulit dan Selaput Lendir : tidak ada ruam, dijumpai luka pada jempol
kaki kanan

Kelenjar dan Getah Bening : tidak ada pembesaran KGB

Persendian : tidak ada pembengkakan


20

KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan Posisi : Normocephali, simetris, medial

Pergerakan : Bebas, dalam batas normal

Kelainan panca indra : tidak dijumpai kelainan

Rongga mulut dan Gigi : Dalam batas normal

Kelenjar Parotis : Dalam batas normal

Desah : tidak dijumpai

RONGGA DADA DAN ABDOMEN

Rongga Dada Rongga Abdomen


Inspeksi : Simetris Fusiformis Simetris
Perkusi : Sonor Timpani
Palpasi : SF kanan-kiri Soepel
Auskultasi : SP: vesikuler Normoperistaltik
ST: wheezing (-) ronki(-)

GENITALIA

Toucher : tdp

3.4. STATUS NEUROLOGI

SENSORIUM : Apatis

KRANIUM

Bentuk : Bulat

Fontanella : tertutup
21

Palpasi : pulsasi a. temporalis (+), a. carotis (+)

Perkusi : Cracked pot sign (-)

Auskultasi : Bruit (-)

Transiluminasi : Tidak diperiksa

PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku kuduk : Tidak ada

Tanda Kerniq : Tidak ada

Tanda Brudzinski I : Tidak ada

Tanda Bridzinski II : Tidak ada

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Muntah : Tidak ada

Sakit Kepala : Tidak ada

Kejang : Tidak ada

SARAF OTAK/ NERVUS KRANIALIS

NERVUS I

Normosmia :

Anosmia :
Sulit di nilai
Parosmia :

Hiposmia :

NERVUS II

Visus :
Sulit di nilai
Lapangan Pandang :
22

Refleks Ancaman : dijumpai

Fundus Okuli : tidak diperiksa

NERVUS III, IV, VI

Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Gerakan Bola Mata : + +
Nistagmus : - -
Pupil :
Lebar : Diameter 3 mm Diameter 3 mm
Bentuk : Bulat isokor Bulat isokor
Refleks cahaya langsung : + +
Refleks cahaya tidak langsung : + +
Rima palpebra : 7 mm 7mm
Deviasi konjugate : - -
Fenomena doll’s eye : Tidak diperiksa
Strabismus : - -

NERVUS V

Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut : Normal Normal
Palpasi otot masseter dan temporalis : Normal Normal
Kekuatan gigitan : Normal Normal
Sensorik :
Kulit : Normal Normal
Selaput Lendir : Normal Normal
Refleks Kornea : Dijumpai Dijumpai
Langsung : + +
Tidak Langsung : + +
Refleks Masseter : Tidak diperiksa
23

Refleks Bersin : Tidak diperiksa

NERVUS VII

Kanan Kiri
Motorik
Mimik : Sudut mulut simetris Sudut mulut simetris
Kerut Kening : + +
Menutup mata : + +
Meniup Sekuatnya : + +
Memperlihatkan gigi : + +
Tertawa : + +
Sensorik :
Pengecaoan 2/3 depan lidah : sdn
Produksi kelenjar ludah : sdn
Hiperakusis : sdn
Refleks stapedial : sdn

NERVUS VIII

Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : normal normal
Test Rinne :
Test Weber : Sulit di nilai
Test Schwabach :
Vestibularis
Nistagmus : - -
Reaksi Kalori : Tidak diperiksa
Vertigo : - -
Tinnitus : - -
24

NERVUS IX, X

Pallatum molle : Arcus pharyngeal tidak terangkat

Uvula : Medial

Disphagia : tidak ada

Disartria : tidak ada

Disfonia : tidak dapat diperiksa

Refleks muntah : dijumpai

Pengecapan 1/3 belakang lidah : sdn

NERVUS XI, XII

Kanan Kiri
Mengangkat Bahu : + +
Fungsi otot Sternocleidomastoideus : + +

NERVUS XII

Lidah

Tremor : tidak ada

Atrofi : tidak ada

Fasikulasi : tidak ada

Ujung lidah sewaktu istirahat : medial

Ujung lidah sewaktu dijulurkan : medial

SISTEM MOTORIK

Trofi : Eutrofi
25

Tonus Otot : Normotonus

Kekuatan otot
55555 55555
ESD: ESS:
55555 55555
55555 55555
EID: EIS:
55555 55555

Sikap : dapat duduk dan berdiri

Gerakan spontan abnormal

Tremor :-

Khorea :-

Ballismus :-

Mioklonus :-

Atetosis :-

Distonia :-

Spasme :-

Tic :-

TEST SENSIBILITAS

Ekstreoseptif : sdn

Propioseptif : sdn

Fungsi kortikal untuk sensibilitas

Stereognosis : sdn

Pengenalan dua titik : sdn

Grafestesia : sdn
26

REFLEKS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri


Biceps ++ ++
Triceps : ++ ++
Radiopost : ++ ++
APR : ++ ++
KPR : ++ ++
Strumple : ++ ++
Patologis : Kanan Kiri
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer : - -
Hoffman-Tromner : -/- -/-
Klonus Lutut : - -
Klonus Kaki : - -
Refleks Primitif : Tidak diperiksa

KOORDINASI :
Tidak diperiksa
VEGETATIF :

VERTEBRA

Bentuk

Normal : Simetris

Scoliosis : tidak dijumpai

Hiperlordosis : tidak dijumpai

Pergerakan
27

Leher : dbn

Pinggang : dbn

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER

Laseque : negatif

Cross Laseque : negatif

Test Lhermitte : negatif

Test Naffziger : negatif

GEJALA-GEJALA SEBELAR

GEJALA- GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL Sulit di nilai

FUNGSI LUHUR
28

3.5. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Keluhan Utama : Riwayat Kejang

Telaah :

Hal ini dialami pasien sejak 1 hari yang lalu, kejang bersifat kaku di seluruh
tubuh, kejang dialami 10 kali, dengan durasi kurang lebih 5 menit. Kejang
diperparah dengan cahaya lampu, pasien sadar sebelum, saat dan sesudah kejang.
Dijumpai nyeri saat kejang. Tidak dijumpai lemas setelah kejang.

Riwayat nyeri kepala dan muntah menyembur tidak dijumpai. Riwayat


demam tidak ada.

Pasien terkena kaca pada jempol kaki kanan 3 hari yang lalu, pada saat
pasien sedang di ladang. Setelah terkena kaca, pasien langsung terjatuh dengan
posisi terlentang. Dijumpai luka di kepala bagian tengah setelah terjatuh.

Riwayat penurunan kesadaran setelah jatuh dijumpai, tetapi pasien sadar


kembali setelah dibawa ke klinik kurang lebih 1 jam.

Riwayat gelisah dan bicara melantur dialami pasien 1 hari yang lalu.

Riwayat digigit binatang pengerat seperti anjing, kelelawar disangkal.

Riwayat keluar cairan dari telinga, mata bengkak dan belakang telinga
bengkak disangkal.

Riwayat Penyakit Terdahulu : tidak ada

Riwayat Penggunaan Obat : Anti Tetanus Serum dari klinik, penggunaan herbal
disangkal.

Status Presens

Sens : Apatis

Tekanan Darah : 140/100 mmHg

Nadi : 92 kali/menit
29

Frekuensi Nafas : 22 kali/menit

Temperatur ; 36,5 °C

Status Neurologis

Perangsangan meningeal tidak dijumpai

Peningkatan TIK tidak dijumpai

Saraf Kranialis

NI : sulit dinilai

NII : Reflek ancaman dijumpai

NIII , IV, VI : Gerak bola mata dijumpai, RC (+), pupil isokor dengan diameter
3mm

NV : pasien dapat membuka dan menutup mulut

N VIII : sudut mulut simetris

N IX, X : uvula medial

N XI : dapat mengangkat bahu

N XII : lidah medial sewaktu dijulurkan

Kekuatan motorik

55555 55555
ESD: ESS:
55555 55555
55555 55555
EID: EIS:
55555 55555
Refleks Fisiologis

B/T : ++/++ ++/++

APR/KPR : ++/++ ++/++

Refleks Patologis
30

Babinski :- -

H/T : -/- -/-

Diagnosa

Diagnosa Fungsional : Apatis + Generelized tonik seizure

Diagnosa Etiologik : Clostridium tetani

Diagnosa Anatomik : Sistem Saraf Perifer

Diagnosa Banding : 1. Tetanus

2. Keracunan Sytrichine

3. Rabies

Diagnosa : Apatis + Generelized tonik seizure ec. Tetanus

Penatalaksanaan

1. Eksisi luka
2. Kontrol jalan napas
3. IVFD D 5%
4. ATS 10.000 IM
5. Drip metronidazole 500 mg/6 jam IV
6. Diazepam ½ ampul IV
7. Injeksi diazepam 6 amp dalam 500 cc D 5%
8. Ketolorac 1 amp/8 jam IV

Rencana Prosedur diagnostik

1. Darah Lengkap
2. CT- Scan kepala
31

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


IGD – 30 Mei 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Darah Lengkap
- Hemoglobin 13.7 13-18 g/dL
- Eritrosit 4.33 4,50-6,50 106/μL
- Leukosit 12,560 4,000-11,000 103/μL
- Hematokrit 42 39-54 %
- Trombosit 205 150-450 103/μL
- MCV 96 81-99 fL
- MCH 31,6 27,0-31,0 pg
- MCHC 33,0 31,0 - 37,0 g/dl
- RDW 13,4 11,5 – 14,5 %
- MPV 10,5 6,5 - 9,5 fL
- PCT 0,210 0.100-0.500 %
- PDW 11,5 10,0 – 18,0 %
Hitung Jenis
- Neutrofil 71,40 50 - 70 %
- Limfosit 13,80 20 - 40 %
- Monosit 13,20 2-8 %
- Eosinofil 1,00 1-3 %
- Basofil 0,60 0-1 %
- Neutrofil Absolut 8,97 2,7 – 6,5 103/μL
- Limfosit Absolut 1,73 1,5 – 3,7 103/μL
- Monosit Absolut 1,66 0,2 - 0,4 103/μL
- Eosinofil Absolut 0,13 0 - 0,10 103/μL
- Basofil Absolut 0,07 0 - 0,1 103/μL
32

BAB IV
FOLLOW UP

Tanggal 31 Mei 2019


S Gelisah
O Sensorium: apatis
TD: 120/95 mmHg
HR: 106 x/i
RR: 25 x/i
Tanda peningkatan TIK tidak dijumpai
Ransang meningeal negatif
N. Kranialis
II, III : RC +/+, pupil bulat isokor
III, IV, VI : Gerak bola mata (+)
VII : sudut mulut simetris
IX, X : uvula medial
XII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis : B/T sulit dinilai, pasien gelisah
Refleks Patologis : Babinski -/-
Kekuatan Motorik
55555 55555
ESD: ESS:
55555 55555
55555 55555
EID: EIS:
55555 55555
A Penurunan kesadaran ec susp Tetanus dd/ ensefalitis + obs. konvulsi
P - IVFD D 5%
- Drip metronidazole 500 mg/6 jam
- Diazepam ½ ampul
- Injeksi diazepam 6 amp dalam 500 cc D 5%
33

Tanggal 3 Juni 2019


S Kejang (-)
O Sensorium: Compos Mentis
TD: 94/64 mmHg
HR: 60 x/i
RR: 20 x/i
Tanda peningkatan TIK tidak dijumpai
Ransang meningeal negatif
N. Kranialis
II, III : RC +/+, pupil bulat isokor dengan diameter 3mm
III, IV, VI : Gerak bola mata (+)
VII : sudut mulut simetris
IX, X : uvula medial
XII : lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis : B/T ++/++ ++/++ ; KPR/APR ++/++ ++/++
Refleks Patologis : H/T -/- -/-; Babinski - -
Kekuatan Motorik
11111 55555
ESD: ESS:
11111 55555
55555 55555
EID: EIS:
55555 55555
A Obs Konvulsi ec Tetanus dd/ encephalitis
P - IVFD D 5%
- Drip metronidazole 500 mg/6 jam
- Diazepam ½ ampul
- Injeksi diazepam 6 amp dalam 500 cc D 5%
34

BAB V
DISKUSI

Teori Pasien
Definisi Kejang dialami pasien sejak 1 hari
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang lalu, kejang bersifat kaku di
yang disebabkan oleh neurotoksin yang seluruh tubuh, kejang dialami 10 kali,
dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan durasi kurang lebih 5 menit.
dengan kekakuan otot dan spasme yang Kejang diperparah dengan cahaya
periodik dan berat. Tetanus dapat lampu, pasien sadar sebelum, saat dan
didefinisikan sebagai keadaan sesudah kejang. Dijumpai nyeri saat
hipertonia akut atau kontraksi otot yang kejang. Tidak dijumpai lemas setelah
mengakibatkan nyeri (biasanya pada kejang.
rahang bawah dan leher) dan spasme Pasien terkena kaca pada jempol kaki
otot menyeluruh tanpa penyebab lain, kanan 3 hari yang lalu, pada saat pasien
serta terdapat riwayat luka ataupun sedang di ladang.
kecelakaan sebelumnya.
Gejala Klinis Kejang dialami pasien sejak 1 hari
10. Kejang bertambah berat selama yang lalu, kejang bersifat kaku di
3 hari pertama, dan menetap seluruh tubuh, kejang dialami 10 kali,
selama 5 -7 hari. dengan durasi kurang lebih 5 menit.
11. Setelah 10 hari kejang mulai Kejang diperparah dengan cahaya
berkurang frekwensinya. lampu, pasien sadar sebelum, saat dan
12. Setelah 2 minggu kejang mulai sesudah kejang. Dijumpai nyeri saat
hilang. kejang. Tidak dijumpai lemas setelah
13. Biasanya didahului dengan kejang.
ketegangaan otot terutama pada
rahang dari leher. Kemudian
timbul kesukaran membuka
35

mulut ( trismus, lockjaw )


karena spasme otot masetter.
14. Kejang otot berlanjut ke kaku
kuduk ( opistotonus , nuchal
rigidity ) .
15. Risus sardonicus karena
spasme otot muka dengan
gambaran alis tertarik keatas,
sudut mulut tertarik keluar dan
ke bawah, bibir tertekan kuat .
16. Gambaran Umum yang khas
berupa badan kaku dengan
opistotonus, tungkai dengan
17. Eksistensi, lengan kaku dengan
mengepal, biasanya kesadaran
tetap baik.
18. Karena kontraksi otot yang
sangat kuat, dapat terjadi
asfiksia dan sianosis, retensi
urin, bahkan dapat terjadi
fraktur collumna vertebralis (
pada anak )
Terdapat 3 tipe tetanus: Kejang dialami pasien sejak 1 hari
1. Generalized Tetanus yang lalu, kejang bersifat kaku di
2. Local Tetanus seluruh tubuh, kejang dialami 10 kali,
3. Cephalic tetanus dengan durasi kurang lebih 5 menit.
Kejang diperparah dengan cahaya
lampu, pasien sadar sebelum, saat dan
sesudah kejang. Dijumpai nyeri saat
kejang. Tidak dijumpai lemas setelah
kejang.
36

Penatalaksanaan Umum
Umum  Eksisi luka
 Merawat dan  Kontrol jalan napas
membersihkan luka sebaik-  IVFD D 5%
baiknya, berupa : Obat-obatan
membersihkan luka, irigasi  Drip metronidazole 500 mg/6
luka, debridement luka jam IV
(eksisi jaringan nekrotik)  ATS 10.000 IM
 Diet cukup kalori dan  Diazepam ½ ampul IV
protein  Injeksi diazepam 6 amp dalam
 Isolasi untuk menghindari 500 cc D 5%
rangsang luar seperti suara  Ketolorac 1 amp/8 jam IV
dan tindakan terhadap
penderita
 Oksigen, pernafasan buatan
dan trachcostomi bila perlu
 Mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Obat-obatan
 Antibiotika
 Antitoksin
 TetanusToksoid
 Antikonvulsan
37

BAB VI
KESIMPULAN

Pasien ES, usia 36 tahun datang pada tanggal 30 Mei 2019 dengan keluhan
Kejang. Hal ini dialami pasien sejak 1 hari yang lalu, kejang bersifat kaku di seluruh
tubuh, kejang dialami 10 kali, dengan durasi kurang lebih 5 menit. Kejang
diperparah dengan cahaya lampu, pasien sadar sebelum, saat dan sesudah kejang.
Dijumpai nyeri saat kejang. Tidak dijumpai lemas setelah kejang.

Pasien ditatalaksana dengan:


 Eksisi luka
 Kontrol jalan napas
 IVFD D 5%
 ATS 10.000 IM
 Drip metronidazole 500 mg/6 jam IV
 Diazepam ½ ampul IV
 Injeksi diazepam 6 amp dalam 500 cc D 5%
 Ketolorac 1 amp/8 jam IV

Anda mungkin juga menyukai