Anda di halaman 1dari 10

BAB II

1.1 Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf

Mekanisme Penghantaran impuls saraf adalah sebagai berikut:

1. Impuls Dihantarkan Melalui Sel Saraf

Impuls dapat diteruskan dan mengalir melalui sel saraf yang disebabkan
adanya perbedaan potensial listrik yang dinamakan polarisasi.

2. Impuls Dihantarkan Lewat Sinapsis


Berikut merupakan peristiwa yang terjadi pada sinaps :
1) Potensial aksi mencapai terminal akson neuron prasinaps.
2) Ca2+ masuk ke synaptic knob (terminal akson prasinaps)
3) Neurotransmitter dibebaskan melalui eksositosis ke dalam celah
sinaps
4) Neurotransmitter berikatan dengan reseptor yang merupakan bagian
integral kanal berpintu kimiawi di membran subsinaps neuron
pascasinaps.
5) Terikatnya neurotransmitter ke kanal-reseptor membuka kanal
spesifik tersebut.
Tabel 2.1. Contoh Neurotransmitter
Neurotransmitter
Eksitatorik Glutamat
Inhibitorik GABA, Glisin

3. Taut Neuro muskular

Berikut merupakan peristiwa yang terjadi pada taut neuromuskular :

1) Potensial aksi di neuron motorik dihantarkan ke terminal akson.


2) Potensial aksi lokal ini memicu pembukaan kanal Ca 2+ berpintu
listrik dan masuknya Ca 2+ ke dalam tombol terminal.
3) Ca 2+ memicu pelepasan asetilkolin melalui eksositosis dari
sebagian vesikel.
4) Asetilkolin berdifusi melintasi ruang yang memisahkan sel saraf dan
sel otot dan berikatan dengan reseptor kanal spesifiknya di cakram
motorik membran sel otot.
5) Pengikatan ini menyebabkan terbukanya kanal kation nonspesifik
ini, menyebabkan terjadinya perpindahan Na + masuk ke dalam sel
otot dalam jumlah yang lebih besar daripada perpindahan K+ keluar
sel.
6) Hasilnya adalah potensial end plate. Terjadi aliran arus lokal antara
end plate yang mengalami depolarisasi dan membran sekitar.
7) Aliran arus lokal ini membuka kanal Na+ berpintu listrik di
membran sekitar.
8) Masuknya Na+ yang terjadi menurunkan potensial ke ambang,
memicu potensial aksi, yang kemudian merambat keseluruh serat
otot.
9) Asetilkolin kemudian diuraikan oleh asetilkolinesterase, suatu
enzim yang terletak di membran cakram motorik, mengakhiri
respons sel otot.

1.2 Definisi Tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik
dan berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau
kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher)
dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka
ataupun kecelakaan sebelumnya (Rahmanto, 2017).
1.3 Patogenesis

Clostridium tetanidalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang


terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk (Rahmanto, 2017).
Bentuk vegetatif C. tetani gampang mati akibat paparan oksigen, akan tetapi spora
dapat bertahan di berbagai kondisi dan memungkinkan transmisi bakteri. Spora
dapat bertahan dari perubahan pH maupun suhu, bahkan dapat bertahan selama
autoclaving beberapa menit. Begitu spora masuk ke dalam jaringan, spora akan
berubah menjadi bentuk vegetatif. Clostridium tetani menghasilkan dua jenis toxin,
yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Tetanolysin merupakan suatu hemolisin dan
bersifat oxygen labile (mudah diinaktivasi oleh oksigen), sedangkan tetanospasmin
merupakan suatu neurotoxin yang bersifat heat labile (tidak tahan panas).
Tetanolysin merupakan suatu toxin yang dikode oleh plasmid. Toxin ini secara
serologis mirip dengan Streptolysin O (Streptococcus pyogenes) dan hemolysin
yang dihasilkan oleh Clostridium perfringens dan Listeria monocytogenes.
Kepentingan klinis dari toxin ini tidak diketahui karena sifatnya yang mudah
dihambat oleh oksigen dan serum kolesterol.

Tetanospasmin adalah toxin yang berperan dalam manifestasi klinis dari


tetanus. Begitu toxin ini terikat dengan saraf, toxin tidak dapat dieliminasi.
Penyebaran tetanospasmin dapat melalui hematogen ataupun limfogen yang
kemudian mencapai targetnya di ujung saraf motorik. Toxin ini memiliki 2 subunit
dan 3 domain, subunit A (light chain) dan subunit B (heavy chain). Begitu toxin
disekresikan, suatu protease endogen akan memecah tetanospasmin mejadi 2
subunit. Reseptor untuk toxin ini adalah gangliosida pada neuron motorik. Domain
pengikat karbohidrat (Carbohydrate-binding Domain) pada ujung carboxy-terminal
subunit B berikatan dengan reseptor asam sialat yang spesifik dan glikoprotein pada
permukaan sel saraf motorik. Kemudian toxin akan diinternalisasi oleh vesikel
endosome. Asidifikasi endosome akan menyebabkan perubahan konformasi ujung
N-terminus subunit B, kemudian terjadi insersi subunit B kedalam membrane
endosome, sehingga memungkinkan subunit A keluar menembus membrane
endosome menju ke sitosol. Toxin mengalami retrograde axonal transport dari
perifer kemudian menu saraf presinaps, tempat toxin tersebut bekerja. Subunit A
merupaan suatu zinc-dependent metalloprotease yang memecah vesicle-associated
membrane protein-2, VAMP-2 (atau sinaptobrevin). Protein ini merupakan
komponen utama SNARE-complex yang berperan dalam endositosis dan pelepasan
neurotransmitter. Toxin ini menghambat pelepasan inhibitory neurotransmitter,
yaitu glycine dan GABA (gamma-amino butyric acid). Sehingga aktifitas motor
neuron menjadi tidak terinhibisi dan memberikan gambaran kekakuan otot, spasme
dan paralisis spastik. Proses ini terjadi di semua sinaps, termasuk neuromuscular
junction (NMJ). Otot-otot yang memiliki jaras persarafan (neuronal pathways)
terpendek akan terkena lebih dahulu, seperti otot-otot mastikasi. Sehingga pada
awal gejala timbul trismus (kaku rahang) dan disfagia.

1.4 Patofisiologi
1.5 Gejala Klinis

Kareteristik dari tetanus:

1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7


hari.
2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya.
3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
4. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw )
karena spasme otot masetter.
5. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity ) .
6. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
7. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan
8. Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
9. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak )
(Ritarwan, K. Dr., 2004).

1.6 Klasifikasi

Terdapat 3 tipe tetanus:


a. Generalized Tetanus ini adalah bentuk paling umum. Mungkin dimulai
sebagai tetanus lokal yang menjadi umum setelah beberapa hari, atau
mungkin menyebar dari awal. Trismus sering merupakan manifestasi
pertama. Dalam beberapa kasus didahului oleh rasa kaku pada rahang atau
leher, demam, dan gejala umum infeksi. Kekakuan otot lokal dan kejang
menyebar dengan cepat ke otot bulbar, leher, batang tubuh, dan anggota
badan. Timbul gejala kekakuan pada semua bagian seperti trismus, risus
sardonicus (Dahi mengkerut, mata agak tertutup, sudut mulut tertarik ke
luar dan ke bawah), mulut mencucu, opistotonus (kekakuan yang
menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher, otot badan, trunk
muscle), perut seperti papan. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul
kejang yang terjadi secara spontan atau direspon terhadap stimulus eksternal.

Pada tetanus yang berat terjadi kejang terus menerus atau kekuan pada
otot laring yang menimbulkan apnea atau mati lemas. Pengaruh toksin pada
saraf otonom menyebabkan gangguan sirkulasi (gangguan irama jantung
atau kelainan pembuluh darah). Kematian biasanya disebabkan oleh asfiksia
dari laringospasme, gagal jantung, atau shock, yang dihasilkan dari toksin
pada hipotalamus dan sistem saraf simpatik. Terdapat trias klinis berupa
rigiditas, spasme otot dan apabila berat disfungsiotonomik.

b. Local Tetanus adalah bentuk yang paling jinak. Gejala awal adalah
kekakuan, sesak, dan nyeri di otot-otot sekitar luka, diikuti oleh twitchings
dan kejang singkat dari otot yang terkena. Tetanus lokal terjadi paling sering
dalam kaitannya dengan luka tangan atau lengan bawah, jarang di perut atau
otot paravertebral. Bisa terjadi sedikit trismus yang berguna untuk
menegakkan diagnosis. Gejala dapat bertahan dalam beberapa minggu atau
bulan. Secara bertahap kejang menjadi kurang dan akhirnya menghilang
tanpa residu. Prognosis tetanus ini baik.

c. Cephalic tetanus merupakan bentuk tetanus lokal pada luka pada wajah dan
kepala. Masa inkubasi pendek, 1 atau 2 hari. Otot yang terkena (paling
sering wajah) menjadi lemah atau lumpuh. Bisa terjadi kejang wajah, lidah
dan tenggorokan, dengan disartria, disfonia, dan disfagia. Prognosis
biasanya buruk.

1.7 Diagnosis

Diagnosis tetanus ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.


a. Anamnesa
 Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan atau patah tulang
terbuka, lukadengan nanah atau gigitan binatang?
 Apakah pernah keluar nanah dari telinga?
 Apakah sedang menderita gigi berlubang?
 Apakah sudah mendapatkan imunisasi DT atau TT, kapan
melakukan imunisasi yang terakhir?
 Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau
spasme lokal) dengan kejang yang pertama.2

b. Pemeriksaan fisik
 Trismus yaitu kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga
sukar membuka mulut. Pada neonatus kekakuan ini menyebabkan
mulut mencucut seperti mulut ikan, sehingga bayi tidak dapat
menyusui. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar
membuka mulut diukur setiap hari.
 Risus sardonicus terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik,
sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut
mulut tertarik keluar dan ke bawah.
 Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti
otot punggung,otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan
yang sangat berat dapatmenyebabkan tubuh melengkung seperti
busur
 Perut papan
 Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang
awalnya hanya terjadi setelah dirangsang, misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun
masa istirahat kejang semakin pendek sehingga anak jatuh dalam
status konvulsivus.
 Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai
akibat kejang yang terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring
yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian. Pengaruh toksin
pada saraf autonom menyebabkan gangguan sirkulasi dan dapat pula
menyebabkan suhu badan yang tinggi atau berkeringat banyak.
Kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi retentio
alvi, retentio urinae, atau spasme laring. Patah tulang panjang dan
kompresi tulang belakang.2

c. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium untuk penyakit tetanus tidak khas, yaitu:
 Lekositosis ringan
 Trombosit sedikit meningkat
 Glukosa dan kalsium darah normal
 Enzim otot serum mungkin meningkat-
 Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat5

d. Penunjang lainnya
 EKG dan EEG normal
 Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil
dari luka dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh
dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya
tidak ditemukan.
1.8 Diagnosis Banding

Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar sekali
dijumpai dari pemeriksaan fisik, laboratorium tes (dimana CSF normal dan
pemeriksaan daah rutin normal atau sedikt meninggi, sedangkan SGOT, CPK, dan
serum aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat
imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh, risus sardonicus, dan kesadaran yang tetap
normal.
Tabel 2.1 Diagnosa Banding Tetanus
Penyakit Gambaran Differential
INFEKSI
Meningoencephalitis Demam, trismus (-), sensorium
depresi, abnormal CSF
Polio Trismus (-), paralisis tipe flaksid,
abnormal CSF
Rabies Gigitan binatang, trismus (-), hanya
oropharingeal spasme
Lesi Oropharingeal Hanya local, rigiditas seluruh tubuh
atau spasme tidak ada
KELAINAN METABOLIK
Tetani Hanya carpopedal dan laryngeal
spasme, hypocalsemia
Keracunan strychinine Relaksasi komplt diantara spasme
Reaksi phenothiazine Distonia, respon dengan
diphenhydramine
PENYAKIT CNS
Status epileptikus Sensorium depresi
Hemorrhage suatu tumor Trismus (-), sensorium depresi
KELAINAN PSIKIATRI
Hysteria Trismus inkonstan, relaksasi komplit
diantara spasme
KELAINAN MUSKULOSKLETAL
Trauma Hanya lokal

1.9 Tatalaksana
1.10 Pencegahan
Vaksin tetanus sejak usia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif
(DPT dan DT). Berikan vaksinasi pasif dengan anyitoksin.Berjalan diluar
menggunakan sandal untuk menghidari terkena benda tajam (kaca, paku berkarat).
Bila ada luka dibersihkan, didrainase, dan diobati.

1.11 Prognosis

Prognosis tetanus diklasifikasikan pada tingkat keganasannya, dimana :

1. Ringan ; bila tidak ada kejang umum (generalized spasme)


2. Sedang ; bila sekali muncul kejan umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi

Masa Inkubasi neonatal tetanus berkisar 3-14 hari, tetapi bisa lebih pendek
ataupun lebih pajang. Berat-ringannya penyakit juga bergantung pada lamanya
masa inkubasi. Makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.

Prognosa tetanus neonatal jelek bila :

1. Umur bayi < 7 hari


2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 jam
4. Dijumpai muscular spasme

Case Fatality Rate (CFR) berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum > 60%

Anda mungkin juga menyukai