Pneumoniae
Oleh :
NIM. 1830912320135
Pembimbing :
BANJARMASIN
Oktober, 2019
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…........................................................................... i
DAFTAR ISI…........................................................................................ ii
BAB V PENUTUP............................................................................... 57
ii
BAB I
PENDAHULUAN
kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll).1 Namun, sebagian besar
bentuk bakteri yang paling banyak dilaporkan pada anak usia pra-sekolah dan usia
sebenarnya dapat terjadi pada segala usia dan angka kejadian pneumonia terutama
pada anak-anak yang dirawat disalah satu rumah sakit di Indonesia dilaporkan
Indonesia juga terbukti mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 2,1%
menjadi 2,7% pada tahun 2013.5 Pada tahun 2007, pneumonia menjadi salah satu
penyebab kematian kedua tertinggi setelah diare diantara balita. 6 Angka kematian
target kesehatan dunia angka kematian anak dibawah 5 tahun ialah 25 kematian
per 1000 kehidupan.7 Oleh karena itu salah satu upaya menurunkan angka
kematian balita tersebut adalah dengan menurunkan angka kematian dan kesakitan
aspek, baik dari aspek individu anak, perilaku orang tua, maupun lingkungan.
1
Anak dengan daya tahan tubuh terganggu akan menderita pneumonia berulang,
dan Dharmayanti, faktor sosial, demografi, ekonomi, dan kondisi lingkungan fisik
satu penyakit infeksi menular yang menyebabkan kematian pada balita dan
menghasilkan hormon inflamasi hepsidin, dimana salah satu fungsi hormon ini
9,3 g/dl disebut anemia.2 Prevalensi anemia pada anak balita di negara
berkembang sekitar 40-50%, dan dari 200 juta penduduk Indonesia diperkirakan
sepertiga penduduk dunia, bahkan pada tahun 1993, WHO (World Health
besar negara di dunia, penyakit TB ini tidak terkendali. Ini disebabkan banyaknya
2
Tahan Asam (BTA) positif. Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi
adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun), dengan kematian mencapai 25%.
12
memuaskan, karena angka kesembuhan hanya mencapai 30% saja. Masalah yang
dihadapi adalah :
penulisan resep yang benar, ketersediaan obat, peracikan obat yang benar, aturan
pakai yang benar (dosis, lama pengobatan), jalur pemberian, khasiat serta keadaan
dan mutu obat. Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberkulosis
Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi anatara 1-2
%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 % berarti setiap tahun di antara 1000
3
penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi
tidak akan menderita TB, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi
penderita TBC. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa pada
daerah dengan ARTI 1% maka antara 100.000 penduduk rata – rata terjadi 100
yang terinfeksi TBC akan meningkat dan jumlah anak dengan penyakit TBC juga
karena kebanyakan tidak menular, tetapi pada anak sendiri cukup berbahaya oleh
karena dapat timbul TBC ekstra torakal yang sering kali menjadi penyebab
14
kematian atau menimbulkan cacat misalnya TBC meningitis dan TBC tulang.
karena jumlah anak berusia < 15 tahun adalah 40 – 50 % dari jumlah seluruh
populasi. Penyakit tuberkulosis pada anak dapat terjadi pada semua usia, namun
pneumonia dd suspect TB PAru Anak, dirawat inap dari tanggal 14 Oktober 2019
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan agar sebagai seorang klinisi mampu
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). 1 Namun sebagian besar episode
bakteri yang paling banyak dilaporkan pada anak usia pra-sekolah dan usia
sekolah.4
sepertiga penduduk dunia, bahkan pada tahun 1993, WHO (World Health
besar negara di dunia, penyakit TB ini tidak terkendali. Ini disebabkan banyaknya
Tahan Asam (BTA) positif. Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi
adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun), dengan kematian mencapai 25%
11
.
terjadi pada anak usia 0-14 tahun. TB anak biasanya muncul di lingkungan
5
dimana TB menjadi penyakit yang biasa. TB pada anak juga merupakan salah satu
penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara endemik TB. 15
tuberculosis pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya karena bakteri TB
sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien anak. Beberapa hal
yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah pertama karena jumlah bakteri pada
anak umumnya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lemah,
bakteri yang sedikit tersebut sudah dapat menyebabkan sakit. Kedua, lokasi
terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi
sputum. Ketiga, tidak ada atau sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya
pada TB anak. 16
adalah lokasi TB pada anak terdapat pada setiap bagian paru, sedangkan pada
orang dewasa terdapat didaerah apeks dan infra klavikuler, pada anak terjadi
sedangkan pada orang dewasa dengan fibrosis, pada anak ebih banyak terjadi
hematogen. 17
6
pengendalian TB anak adalah sulitnya melakukan diagnosis karena gejala pada
anak tidak khas sehingga sering terjadi kecenderungan diagnosis yang berlebihan
positif. 17
B. Patofisiologi
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
terdapat fibrin dan leukosit PMN, di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat. Stadium ini disebut stadium stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah
menjadi percik renik (droplet nuclei) dalam udara. Partikel infeksi dapat menetap
7
dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada atau tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana gelap dan
Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang sehat, bakteri akan masuk ke dalam
paru melalui pernafasan, dan hal ini merupakan cara penularan yang terbanyak,
tapi hal ini bukan merupakan satu-satunya cara. TB juga dapat menginfeksi anak
tuberculosis jenis bovin dan infeksi dapat dimulai dari mulut atau usus. Bila
terjadi infeksi primer dalam usus atau seringkali pada tonsil namun hal ini jarang
terjadi. Selain itu, penularan TB juga dapat terjadi melalui kulit. Kulit yang utuh
tuberculosis dapat masuk dan terjadi infeksi sebagaimana yang terjadi pada paru.
18
Paru merupakan Port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB.
sangat kecil akan terhirup dan dapat mencapai alveolus. Bakteri ini akan di hadapi
pertama kali oleh neutrofil, pada sebagian kasus bakteri penyebab TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh neutrofil, akan tetapi pada sebagian kasus lainnya,
bakteri penyebab TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di
8
Selanjutnya bakteri Mycobacterium tuberculosis membentuk lesi di tempat
tersebut yang dinamakan fokus primer Ghon. Dari fokus primer Ghon, bakteri TB
menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar
limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus
(perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru yang akan terlibat
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
mencapai jumlah 103–104 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas selular. 18
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin
masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi
9
baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli
immunity, CMI). 18
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
gejala sakit TB. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus
di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus
10
atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga
Universitas Sumatera Utara 16 bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang,
ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi
tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks
paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami
reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa. Bentuk penyebaran hematogen
hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan
beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
11
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2−6 bulan setelah
terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam
mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita) terutama di
bawah dua tahun. Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di
dinding vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar
kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat
penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic
spread. 19
C. Diagnosis
lobus yang terinfeksi. Konsolidasi muncul padat dan non-aerasi, akibat infiltrasi
dari eksudat, pus, dan sel-sel inflamasi. Adanya infiltrat di lobus lebih
alveolus dan lobus, 69% adalah pneumonia bakterial, dan 18% adalah pneumonia
viral. Selain itu sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan foto thorax (CXR posisi
12
Gambar 2.1 Hubungan Diagnosis Klinis dan Klasifikasi Pneumonia2
biopsi jaringan. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan
Direktur Jenderal BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan
tersedia. Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, terutama bagi anak
anak >5 tahun. Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan
13
dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari. Induksi sputum relatif
aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur, dengan hasil yang
lebih baik dari aspirasi lambung, terutama apabila menggunakan lebih dari 1
sampel. Metode ini bisa dikerjakan secara rawat jalan, tetapi diperlukan pelatihan
dan peralatan yang memadai untuk melaksanakan metode ini. Kesulitan lainnya
bronkus pasien TB anak lebih sedikit dari dewasa karena lokasi kerusakan
jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian
perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa.
BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000
memadukan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang lain yang sesuai. Adanya
riwayat kontak erat dengan pasien TB menular merupakan salah satu informasi
dibuktikan apakah anak telah tertular bakteri penyebab TB dengan melakukan uji
ini adalah PPD RT-23 2 TU dari Staten Serum Institute Denmark produksi dari
lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TB aktif
14
uji tuberkulin positif 100%, umur 1-2 tahun 92%, 2-4 tahun 78%, 4-6 tahun 75%,
dan umur 6-12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin
besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa
cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering
digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
(indurasi) 5-9 mm berarti uji mantoux meragukan, hal ini bisa karena kesalahan
teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
Pembengkakan (indurasi) ≥10 mm artinya uji mantoux positif, hal ini berarti
bahwa pernah ada Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh anak
atau anak sudah tertular. Anak yang tertular (hasil uji tuberkulin positif) belum
tentu menderita TB oleh karena tubuh pasien memiliki daya tahan tubuh atau
imunitas yang cukup untuk melawan kuman TB. Bila daya tahan tubuh anak
cukup baik maka pasien tersebut secara klinis akan tampak sehat dan keadaan ini
yang disebut sebagai infeksi TB laten. Namun apabila daya tahan tubuh anak
lemah dan tidak mampu mengendalikan kuman, maka anak akan menjadi
15
dan radiologis TB anak sangat tidak spesifik, karena gambarannya dapat
menyerupai gejala akibat penyakit lain. Oleh karena itulah diperlukan ketelitian
dalam menilai gejala klinis pada pasien maupun hasil foto toraks. Pemeriksaan
penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto toraks. Namun
gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai pada
penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat
anak oleh beberapa pakar. Kesepakatan ini dibuat untuk memudahkan penanganan
yang tersedia, dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai
sistem skoring. Sistem skoring ini dikembangkan dan diuji coba melaui tiga tahap
oleh para ahli IDAI, Kemenkes, dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai
16
tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai nilai tertinggi
yaitu 3, uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan
cermat terhadap respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan
baik, maka OAT dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis
tidak baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu
tidak ada dokter wewenang terbatas diberikan kepada petugas kesehatan terlatih
pada pedoman nasional ; anak dididagnosis TB jika skor ≥6, dengan skor
maksimal 13 ; anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA
positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi tanpa gejala klinik, maka dilakukan
observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak; foto toraks
bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak ; pasien usia balita yang
mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut
dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut ; anak dengan skor 5 yang terdiri dari
kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji
17
Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan
klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai ; semua bayi dengan reaksi
cepat (<2 minggu ) saat imunisasi BCG dicurigai telah terinfeksi TB dan harus
kesehatan dasar yang terbatas (uji tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia)
maka evaluasi dengan sistem skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB
dengan syarat skor ≥ 6 dari total skor 13; pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2
penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari
dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan
18
D. Manifestasi klinis
a.) Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
b.) Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlibat. Pada perkusi
dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan. Beberapa faktor yang
19
dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
diagnostic invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering dan faktor
pathogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan factor penting
a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang
baik.
b. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas akut, malaria, dan lain-
lain) dapat disertai keringat malam. Demam umumnya tidak tinggi. Keringat
malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai
remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan
sebab lain batuk telah dapat disingkirkan. Gejala respiratorik yang lain adalah
e. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
20
sembuh dengan pengobatan baku diare,benjolan/ massa di abdomen, tanda-tanda
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang
terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit,
KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, dan
b. Tuberkulosis otak dan selaput otak terdiri dari meningitis TB dan tuberkuloma
disertai gejala akibat keterlibatan saraf-saraf tak yang terkena. Gejala pada
(gonitis) dengan gejala pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang
d. Skrofuloderma: Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi
21
bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas
G. Tatalaksana
terdapat napas cepat saja. Napas cepat yaitu pada anak umur 2 bulan – 11
TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg
BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5
hari. Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk
membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan
anak memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu. Ketika anak
tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk
kembali 2 hari lagi, namun jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di
22
b.) Pneumonia Berat. Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal
• Crackles (ronki),
semuanya,
• Sianosis, dan
23
Untuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda (misalnya:
pemberian oksigen, jenis antibiotik) dan anak dirawat di rumah sakit. Beri
dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang
baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di
rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5
hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat
keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat)
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
sekali sehari). Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan
gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau
kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat Bila tersedia pulse
oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan pada anak
24
dengan saturasi oksigen <90%, bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan
periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan
pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil >90%. Pemberian oksigen setelah saat
ini tidak berguna Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas >70/menit) tidak
kateter atau prong tidak tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang benar
serta memastikan semua sambungan baik. Sumber oksigen utama adalah silinder.
Penting untuk memastikan bahwa semua alat diperiksa untuk kompatibilitas dan
dipelihara dengan baik, serta staf diberitahu tentang penggunaannya secara benar.2
beri parasetamol. Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat.
Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak,
kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak, tetapi hati-hati terhadap kelebihan
cairan/overhidrasi.
• Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan
cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan
25
meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia
Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri
menerimanya.
Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh
dokter minimal 1 kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan
tampak perbaikan klinis (bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada,
dipakai dalam pengobatan TB adalah antibiotik dan anti infeksi sintetis untuk
Pirazinamid, dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer.
Isoniazid adalah obat TB yang paling poten dalam hal membunuh bakteri
26
awal/intensif selama 2 bulan pertama, dan tahap lanjutan selama 4 bulan, kecuali
pada TB berat. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif
maupun pada tahap lanjutan. Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap
pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien
dalam satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif,
yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), sedangkan untuk tahap
lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniazid (H). Kombinasi 3 obat tersebut
memiliki success rate lebih dari 95%, dan efek samping obat kurang dari 2%. 19
diberikan setiap hari selama 2 bulan. 4HR adalah Isoniazid (H), Rifampisin (R)
diberikan setiap hari selama 4 bulan. 2HRZ tambah E dan atau S adalah Isoniazid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), ditambah Etambutol (E) atau Streptomisin
(S) diberikan setiap hari selam 2 bulan. 10HR adalah Isoniazid (H), Rifampisin
relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, panduan OAT disediakan dalam
tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan
komposisis dari tablet tersebut. Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam
tablet yaitu tablet RHZ dan tablet RH. Tablet RHZ merupakan tablet kombinasi
27
dari Rifampisin (R) 75 mg, Isoniazid (H) 50 mg, dan Pirazinamid (Z) 150 mg
yang digunakan pada tahap intensif. Tablet RH merupakan tablet kombuinasi dari
lanjutan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah berat badan yang lebih dari
pemberian OAT secara terpisah tidak dalam bentuk kombinasi tetap dan sebaiknya
di rujuk ke rumah sakit rujukan, apabila ada kenaikan berat badan maka dosis atau
jumlah tablet disesuaikan dengan berat badan, untuk anak obesitas dosis KDT
menggunakan berat badan ideal (sesuai umur), OAT KDT harus diberikan secara
utuh, tidak boleh dibelah dan digerus, obat dapat diberikan dengan cara ditelan,
dikunyah/dikulum, dimasukkan air dalam sendok, obat diberikan pada saat perut
kosong atau paling cepat 1 jam setelah makan, apabila OAT lepas dalam bentuk
puyer maka semua obat tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam 1 puyer.
Pada fase intensif pasien TB anak kontrol setiap minggu untuk melihat kepatuhan,
toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase lanjutan anak
kontrol setiap bulan. Setelah OAT diberi selama 2 bulan respon pengobatan pasien
28
Apabila respon pengobatan baik, maka pemberian OAT dilanjutkan sampai 6
bulan. Sedangkan bila respon pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan
TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan
evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks.
perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka
pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai. Pada pasien TB anak
yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya BTA positif, pemantauan
E. KOMPLIKASI
Jika anak tidak mengalami perbaikan setelah dua hari, atau kondisi anak
semakin memburuk, lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosis lain. Jika
ditemukan kokus gram positif yang banyak pada sediaan apusan sputum.
29
Adanya infeksi kulit disertai pus/pustula mendukung diagnosis. Terapi
b. Empiema. Curiga kea rah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan
tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung. Bila massif
Gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi
antibiotic dan cairan pleura menjadi keruh atau purulent. Empiema, harus
analisis cairan pleura terutama jumlah protein, glukosa, jumlah sel, jenis
F. Pencegahan
Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang berasal dari
30
milier dan TB meningitis yang sering terjadi pada usia muda, sebaliknya pada
anak terinfeksi HIV maka vaksin BCG tidak banyak memberikan efek
diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada bayi >2 bulan harus
di dahului dengan uji tuberkulin. Vaksinasi ulang BCG tidak disarankan karena
secara aktif dan intensif untuk menemukan 2 hal yaitu anak yang mengalami
paparan dari TB BTA+, dan orang dewasa yang menjadi sumber penularan bagi
anak yang didiagnosis TB. Tujuan utama skrining dan manajemen kontak adalah
untuk meningkatkan penemuan kasus melalui deteksi dini dan mengobati temua
kasus sakit TB, identifikasi kontak pada semua kelompok umur yang
asimptomatik TB, yang berisiko untuk berkembang menjadi sakit TB, dan
memberikan terapi pencegahan untuk anak yang terinfeksi TB, meliputi anak
usia < 5 tahun dan infeksi HIV pada semua umur. Kasus TB yang memerlukan
skrining kontak adalah semua kasus TB dengan BTA positif dan semua kasus
anak yang didiagnosis TB. Skrining kontak ini dilaksanakan secara sentripetal
dan sentrifugal.
c. Pemberian INH Profilaksis. Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien
TB BTA positif akan terinfeksi juga. Sekitar 10% diantaranya akan berkembang
31
menjadi sakit TB. Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB
diberikan pada balita sehat yang memiliki kontak dengan pasien TB dewasa
dengan BTA positif, namun pada evaluasi tidak didapatkan indikasi gejala dan
tanda klinis TB. Obat yang diberikan adalah INH dengan dosis 10 mg/kgBB/hari
selama 6 bulan, dengan pemantauan dan evaluasi minimal satu kali per bulan.
Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG
setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai dan anak belum atau tidak
terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Pada anak dengan kontak erat TB yang
imunokompromais seperti pada HIV, gizi buruk dan lainnya, profilaksis INH
kepada anak-anak dengan bukti infeksi TB (uji tuberkulin positif) namun tidak
terdapat gejala dan tanda klinis TB. Dosis dan lama pemberian INH sama dengan
pencegahan primer. Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan dan tidak
dapat dihentikan.
BAB III
LAPORAN KASUS
32
I. IDENTITAS
A. Identitas Penderita
Nama : An. EA
Umur : 1 tahun
B. Identitas Orangtua
Timur
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Demam
33
keluhan demam sejak 1 hari sebelum maasuk rumah sakit. Demam timbul
perlahan, makin lama makin tinggi suhunya dan terjadi terus menerus tanpa ada
penurunan suhu badan. Demam disertai dengan batuk berdahak dan bunyi napas
yang terdengar grok grook oleh orang tua pasien. Batuk diawali tanpa adanya
dahak, namun lama kelamaan ada dahak terbentuk. Pasien tidak dapat
pasien jugsa susah bernapas dan sulit untuk tidur pada malam hari. Pasien juga
menggigil pada malam hari sbelum dibawa ke poli anak. Sebelum kepoli, belum
ada dikasih obat oleh orang tua pasien. Setelah berkunjung ke poli, pasien di
pasien juga didiagnosis dengan Tb paru anak, sehingga dikasih obat FDC yang
terdiri dari rifampisin 75 mg, isoniazid 50 mg, dan pirazinamid 100 mg. awal
meminum obat yaitu pada hari Sabtu tanggal 18 Oktober 2019. Efek samping dari
pemberian FDC OAT pada pasien muncul, seperti adanya keringat dan aair
obar cefiim 2x40 mg, ondansentron 3x10 mg, dan Dexamethasone 3x25 mg.
keluhan pasien untuk hari ini pasien tidak BAB sejak hari sabtu sehinnga
diberikan microlam 1x/hari. Dan hari ini BAB mau keluar walaupun keras..
akhirnya keluar dari rumah sakit dan tidak meminum obat TB yang diberikan
karena sudah tidak makan. Pasien dengan kakek pasien akrab dan ssering
34
digendong oleh kakek pasien.
Riwayat Natal :
Penolong : Dokter
5. Riwayat Neonatal
Anak dirawat di dalam incubator atass indikasi infeksi pada saat kehamila.
6. Riwayat Perkembangan
Tiarap : 5 bulan
Merangkak : 7 bulan
35
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 12 bulan
7.Riwayat Imunisasi :
Dasar Ulangan
Nama
(umur dalam bulan) (Umur dalam bulan)
BCG 0 1
Polio 0 | 2 | 3 | 4 4
Hepatitis B 0 | 2 | 3 | 4 4
DPT 2 | 3 | 4 3
Campak 9 1
Sejak lahir anak minum ASI sampai umur 12 bulan. Pemberian ASI sering,
Iktisar Keturunan :
36
Ket :
: Perempuan : Laki-laki
: Pasien
Susunan Keluarga
3. AA 10 tahun L Sehat
4. AN 4 tahun P sakit
Pasien tinggal di kawasan padat penduduk dan tinggal bersama orang tua.
Sumber air untuk keperluan sehari-hari menggunakan air PDAM. WC dan kamar
GCS : E4 V5 M6
2. Pengukuran
Suhu : 36.9°C,
37
SPO2 : 99% tanpa O2
Respirasi : 30 x/menit
Panjang/tinggi badan : 68 cm
Kelembaban : Lembab
Pucat : (-)
UUB : menutup
UUK : menutup
Lain-lain : (-)
Tebal/tipis : Tipis
Distribusi : Normal
Alopesia : -
Lain-lain : -
38
Sklera : Ikterik (+/+)
Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm
Simetris : +/+
Serumen : Minimal
39
Edem : Tidak ada
1. Leher :
1. Toraks :
a. Dinding dada/paru
kiri
40
b. Jantung
1. Abdomen :
umbilikalis (+)
8. Ekstremitas :
41
Neurologis :
Lengan Tungkai
Tanda Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Refleks ++/++ ++/++ ++/++ ++/++
Fisiologis
Refleks - - - -
patologis
Sensibilitas +(baik) +(baik) + (baik) +(baik)
Tanda - - - -
meningeal
42
Lymp# : 7.3
RESUME
Nama : An. EA
Umur : 1 tahun
Uraian :
43
Orang tua pasien mengeluhkan anaknya demam sejak 1 hari SMRS.
Demam disertai dengan keluhan batuk berdahak (+), suara napas (-). Ada
Pemeriksaan Fisik
Pernafasan : 30 kali/menit
Suhu : 36.9 °C
Kepala : Normal
Telinga : Normal
Hidung : Normal
Mulut : Normal
Toraks/Paru : Normal
Jantung : Normal
Abdomen : Normal
Ekstremitas : Normal
Genitalia : Perempuan
Anus : Normal
44
DIAGNOSIS
Diagnosis banding :
pneumonia
TB paru anak
Emfiema paru
Dermatitis
PENATALAKSAAN
IVFD RL 8 tpm
FDC OAT
Dexamethasone cream ue
PROGNOSIS
Follow up
45
a. S susah BAB
O2
c. A pneumonia + dermatitis
a. S susah BAB
O2
a. S susah BAB
O2
c. A pneumonia + dermatitis
46
d. P IVFD RL 8 tpm, inj cefixime 2x40 mg, inj
BAB IV
PEMBAHASAN
47
keluhan demam, batuk berdahak, dan sesak, yang kemudian didiagnosis dengan
dengan napas cepat dalam beberapa hari, demam, disertai tarikan otot-otot dinding
dada, napas cuping hidung, dan pada infeksi yang berat mungkin dapat dijumpai
sianosis dan gagal napas, dan pada pemeriksaan fisik akan didapatkan napas
cepat, demam, ronkhi, dan mengi.1,2,18 Namun pada pasien tersebut didapatkan
gejala demam selama 3 harian (awal masuk saat di IGD suhu 38,0°C, napas cepat
dengan RR anak usia 3 bulan >50x menit, tarikan otot-otot dinding dada (retraksi
minimal), ronkhi di kedua lapang paru, dan saturasi oksigen 96% tanpa
suplementasi O2, tanpa adanya gejala infeksi yang sangat berat berupa sianosis
dan napas cuping hidung. Tanda bahaya lain seperti kejang, muntah, tidak mau
seperti sianosis, gagal napas, atelektasis, efusi pleura, pneumothorax, abses paru,
Hasil temuan penelitian lain bahwa pneumonia anak di rumah sakit lain
memiliki gambaran klinis berupa batuk (94,4%), napas cuping hidung (93,1%),
ronkhi (92,3%), demam (76,4%) dengan suhu 38 0C, takipnu rata-rata laju napas
60 kali/menit, takikardi dengan denyut nadi 146 kali /menit disertai retraksi otot-
otot dinding dada, mengi, dan pilek. Leukositosis rata-rata 14.000/mm 3 dan hasil
foto thoraks sesuai dengan pneumonia 95,8%. Kasus paling banyak terjadi pada
jenis kelamin laki-laki, kelompok usia 2–11 bulan (58,3%), dengan gizi baik
48
49,3%, dan nilai hemoglobin terbanyak 10,9 g/dl. 4 Hal ini sama dengan pasien
perempuan dengan umur 1 tahun dengan status gizi baik dengan nilai hemoglobin
pneumonia. Lama sakit sebelum anak dirawat di rumah sakit terbanyak setelah
hari ke-3 yaitu 58,3%, diikuti hari sakit ke-5 dan kurang dari 2 hari, dengan lama
rawat inap rata-rata 8 hari.4 Sedangkan pada pasien dirawat inap setelah keluhan
batuk hari ketujuh dan demam hari keempat, dan diperbolehkan pulang setelah 7
hari rawat inap. Jenis pneumonia pada anak tergolong pneumonia komunitas,
sebab anak mendapat gejala dan tanda pneumonia saat diluar dari rumah sakit,
Pada anak didapatkan demam yang tinggi mendadak, suhu yang tidak diukur saat
terjadi peningkatan, suara napas terdengar grok grok, leukositosis dengan nilai
mengarah ke pneumonia.
49
paling sering dilaporkan sebagai penyebab umum pada anak, namun virus lebih
dilaporkan berperan penting terhadap kejadian pneumonia pada balita dan anak-
berpengaruh terhadap pneumonia pada balita adalah jenis kelamin, tipe tempat
berhubungan dengan pasien adalah, faktor pekerjaan ayah pasien adalah buruh,
tergolong sosial ekonomi menengah bawah, dan lingkungan tempat tinggal pasien
yang merupakan daerah padat penduduk, serta ada faktor keluarga yaitu kakek
yang meenderita TB paru, dan batuk lama, dan kondisi dapur yang tidak terpisah
dengan ruangan lainnya. Dinding rumah yang terbuat dari beton, semen, dan
sebagian triplek.
(misalnya: pemberian oksigen, jenis antibiotik) dan anak harus dirawat di rumah
sakit.2. Obat antibiotik yang diberikan ceftriaxon 2x400 mg, yang harus dipantau
dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka
sakit dengan cefixim oral untuk 5 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk
sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau
50
sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25
mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam). Bila pasien datang dalam keadaan klinis
atau ampisilin-gentamisin.2 Pada saat awal masuk anak juga telah mendapat terapi
suplementasi oksigen 2-4 lpm nasal kanul, sedangkan antibiotik pasien ini adalah
simptomatik lainnya inj antrain jika demam . Antibiotik diberikan selama 5 hari
infan usia 4-16 bulan dengan pneumonia berat. Gentamisin diberikan pada usia
neonatus.20
Pasien meminum FDC OAT yang terdiri dari Rifampisin 75 mg, isoniazid
100 mg, dan pirazinamid 225 mg. terlihat efek samping setelah penggunaan dari
obat ini, yyaitu adanya keringat, warna air kencing dan BAB yang beerwarna
kemerahan. Pasien mengalami sakit perut, dan menjadi susah makan, namun
Terapi suportif yang didapatkan pada kasus ini ialah pemberian cairan
maintenance IVFD RL 1100 cc/24 jam. Terapi laing yang diberikan adalah
kemungkinan karena lembabnya popok yang dipakai oleh pasien. Dalam hari
pemberian, terdapat perbaikan pada bagian yang gatal pada pasien. Kemerahan
51
pada bagian lipatan selangkangan juga mulai berkurang setelah di oles tipis
dengan dexamethasone.
Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan tampak perbaikan klinis
(bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada, bebas demam, dan anak
dapat makan dan minum).2 Kondisi pasien dirawat diruangan biasa RSUD Anshari
bernapa cepat, tidak demam, tidak ada retraksi dinding dada. Kondisi pasien stabil
dan semakin membaik hingga diperbolehkan pulang. Pada pasien nilai leukosit
meningkat namun belum ada menunjukkan perbaikan, namun tidak dilakukan foto
thorax evaluasi setelah pengobatan atau sebelum pulang. Selain itu tidak
dilakukan kultur darah untuk menemukan jenis bakteri penyebab pneumonia. Hal
yang disarankan dilakukan pada pasien rawat inap dan pneumonia klasifikasi
moderat-berat, dan dengan komplikasi.18 Pada pasien tersebut juga tidak dilakukan
pemeriksaan test virus atau bakteri atipikal, maupun reaktan fase akut seperti C-
terapi pengobatan. Pada hari perawatan ke enam, keadaan umum pasien baik,
batuk sudah tidak ada, saturasi oksigen 97% tanpa bantuan O 2 dan sudah tidak
52
ditemukan ronki, sehingga pasien sudah dibolehkan pulang. Pasien pulang dengan
ambroxol dan prednisone) dan paracetamol. Kemudian orang tua pasien diedukasi
untuk kontrol ke poli anak agar dapat memonitor kesehatan anaknya dan tidak
terapi yang adekuat. Prognosis pada pasien quo ad vitam adalah bonam karena
penyakit pada pasien saat ini tidak mengancam nyawa, walaupun menurut angka
karena organ vital pasien masih berfungsi dengan baik. Gejala pneumonia apabila
cepat dikenali dan diberikan terapi yang adekuat, maka kemungkinan besar dapat
53
BAB V
PENUTUP
keluhan sesak napas, batuk berdahak, dan demam dan didiagnosis dengan
diagnosis banding dengan TB paru pada anak. Faktor risiko pasien adalah kakek
yang mngidap TB paru sejak 201 dan putus obat, kondisi rumah dan lingkungan,
serta faktor sosial ekonomi. Kondisi pasien dirawat diruangan biasa RSUD
2 macam antibiotik sistemik, FDC OAT, dan obat simpton unutk panas. Kondisi
pasien stabil dan semakin membaik. Saat ini, pasien masih dirawat di RSUD
57
DAFTAR PUSTAKA
10. Budnevsky AV, Esaulenko IE, Ovsyannikov ES, Labzhaniya NB, Voronina
EV, Chernov AV. Anemic Syndrome In Patients With Community-Acquired
Pneumonia. Klin Med. 2016; 94(1): 56-60.
58
14. Setiawati. 2008. Proses pembelajaran dalam pendidikan kesehatan,
Jakarta: TIM
15. World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2015.
Switzerland. 2015.
16. Kartasasmita, C.B. 2009. Epidemiologi Tuberkulosis. Sari Pediatri Vol. 11
No.2 Hal. 124-129
17. Aditama, T. Y. (2009). Tuberculosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya,
Edisi V. Jakarta: YP-IDI.
18. Crofton, J., dkk. 1998. Tuberkulosis Klinik. Widya Medika. Jakarta
19. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta : Kemenkes
RI; 2015.
20. Schrock KS, Hayes BL, George CM. Community acquired pneumonia in
children. American Family Physician. 2012;86(7):661-667.
21. British Thoracic Sosiety Community Acquired Pneumonia in Children
Group.
59
60
49