Anda di halaman 1dari 36

MINI PROJECT

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN AWAL DIARE PADA ANAK


DI DESA SUDAJAYA GIRANG

DISUSUN OLEH:

dr. Priscila Tarigan

PEMBIMBING:

dr. Elis Sopiani

PUSKESMAS KARAWANG KABUPATEN SUKABUMI

JAWA BARAT

2017
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN AWAL DIARE PADA ANAK
DI DESA SUDAJAYA GIRANG

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Program Internsip Dokter Indonesia

Oleh:

dr. Priscila Tarigan

SIP. 440/III.C/260/D.1/IX/2016

PUSKESMAS KARAWANG

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUKABUMI

2017

2
LEMBAR PENGESAHAN

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN AWAL DIARE PADA ANAK


DI DESA SUDAJAYA GIRANG

Oleh:

dr. Priscila Tarigan

SIP. 440/III.C/260/D.1/IX/2016

Menyetujui,

Pembimbing 1

dr. Elis Sopiani

NIP. 198309112009022002

Dipresentasikan : Senin, 16 Mei 2017

Mengetahui,

Kepala Puskesmas Karawang

drg. Sri Handayani

NIP. 19620408 199011 2001

RIWAYAT HIDUP

3
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 07 Agustus 1991. Ia adalah putri pertama dari 3
bersaudara, dari pasangan Bapak Suasana Mangasi Tarigan dan Ibu Nurmaya Hutauruk.

Pendidikan Formal

1. SD Marsudirini di Bekasi, lulus pada tahun 2003


2. SMP Strada Budi Luhur di Bekasi, lulus pada tahun 2006
3. SMA N 15 Kota Jakarta, lulus pada tahun 2009
4. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Jakarta, lulus tahun 2013

Pengalaman Organisasi

1. OSIS SMA N 15 di Jakarta, tahun 2008


2. Badan Eksekutif Mahasiswa FK UKI Jakarta, tahun 2009

Penulis menyelesaikan program internsip di Puskesmas Karawang pada tahun 2017


dengan mini project berjudul: Pencegahan dan Penanganan Awal Diare pada Anak di
Desa Sudajaya Girang, di bawah bimbingan dan nasehat dari dr. Elis Sopiani.

DAFTAR ISI

4
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................6
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................6
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................8
1.3. Tujuan..........................................................................................................................8
1.4. Manfaat........................................................................................................................8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................9
2.1. Definisi........................................................................................................................9
2.2. Etiologi........................................................................................................................9
2.3. Patofisiologi...............................................................................................................15
2.4. Diagnosis...................................................................................................................16
2.5. Penatalaksanaan.........................................................................................................17
2.6. Pencegahan Diare......................................................................................................25
2.7. Komplikasi................................................................................................................28
BAB III. METODE..................................................................................................................29
3.1. Jenis Metode..............................................................................................................29
3.2. Sasaran.......................................................................................................................29
3.3. Media.........................................................................................................................29
BAB IV. HASIL.......................................................................................................................30
4.1. Data Geografis...........................................................................................................30
4.2. Data Demografik.......................................................................................................30
4.3. Sumber Daya Kesehatan............................................................................................30
4.4. Sarana Pelayanan Kesehatan.....................................................................................31
4.5. Data Kesehatan Masyarakat......................................................................................32
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................34
LAMPIRAN.............................................................................................................................35

BAB I
PENDAHULUAN

5
1.1 Latar Belakang
Di Negara yang sedang berkembang, penyebab kematian banyak
disebabkan oleh penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi adalah diare.
Diare merupakan salah satu penyakit yang paling sering menyerang anak
di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Diperkirakan anak berumur dibawah
lima tahun mengalami 203 episode diare per tahunnya dan empat juta anak
meninggal di seluruh dunia akibat diare dan malnutrisi. Kematian akibat
diare umumnya disebabkan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit tubuh secara berlebihjan. Bayi dan anak kecil lebihj mudahj
mengalami dehidrasi dibanding anak yang lebih besar. (IDAI 2008)
Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia
setiap tahun, sedangkan di Indonesia menurut Surkernas tahun 2001, diare
merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita, dan
nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur (Amirudin, 2007).
Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Berdasarkan hasil survey Sub Direktorat Diare dan Infeksi
Saluran Pencernaan (ISP) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementrian Kesehatan RI, Angka
Kesakitan Diare semua umur pada tahun 2010 adalah 411 per 1.000
penduduk, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 214 per 1.000 penduduk.
Dan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,
Diare merupakan penyebab kematian nomor 4 (13,2%) pada semua umur
dalam kelompok penyakit menular dan merupakan penyebab kematian
nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%).
Kelompok umur yang paling rawan terkena diare adalah 2-3 tahun,
walaupun banyak juga ditemukan penderita yang relative muda yaitu
Antara 6 bulan- 12 bulan. Pada usia ini anak mulai mendapat makanan
tambahan sepeti makanan pendamping air susu ibu, sehingga
kemungkinan termakan makanan yang sudah terkontaminasi dengan agent
penyebab penyakit diare menjadi lebih besar. Selain itu anak uga sjudah

6
mampu bergerak kesana kemari sehingga pada usia ini anak senang sekali
memasukan sesuatu ke dalam mulutnya. (Hiswani 2003)
Karena itu, peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap
diare diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah
satu komponen factor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan
tidak selalu menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi
mempunyai hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan
pengetahuan maka terjadinya perubahan perilaku yang cepat. (Notoatmojo
S 2007). Pengetahuan dan sikap ibu tentang penyakit diare berpengaruh
pada perilaku ibu dan masalah kesehatan keluarga. Menurut Notoatmojo,
tahun 1993 perilaku dibagi 3 domain. Ini diukur dari pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude), dan praktek (practice).
Salah satu pengetahuan ibu yang sangat penting adalah bagaimana
penanganan awal diare pada anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi
keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik
yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui
infus) telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada
ribuan anak yang menderita diare. (IDAI 2008)
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan mini project dengan judul Pencegahan dan Penanganan Awal
Diare Pada Anak di Desa Sudajaya Girang.

1.2 Rumusan Masalah


- Apakah terjadi penurunan angka kejadian dan angka kematian akibat diare
pada anak setelah sosialisasi di Desa Sudajaya Girang?

7
- Mengetahui bagaimana pemahaman ibu terhadap diare serta bagaimana
cara penanganan awal diare

1.3 Tujuan
- Penurunan angka kejadian dan pencegahan kematian akibat diare pada
anak di Desa Sudajaya Girang.
- Peningkatan pengetahuan ibu dalam penanganan awal diare di Desa
Sudajaya Girang

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
- Berperan serta dalam upaya pencegahan dan penanganan diare.
- Mengaplikasikan pengetahuan mengenai program pencegahan dan
penanganan diare.
- Melaksanakan mini project dalam rangka program internship dokter
Indonesia

1.4.2 Manfaat bagi Masyarakat


- Masyarakat Desa Sudajaya Girang khususnya ibu-ibu dan kader mendapat
informasi mengenai diare dan bagaimana cara penanganan awal diare yang baik
dan benar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

8
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali
atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari (Pedoman
Pemberantasan Penyakit Diare tahun 2007).
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair
lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak
dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare
kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus
menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah
yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-
30 hari dan berlangsung terus menerus.

2.2. Etiologi
Ditinjau dari teori Blum, penyebab diare dibedakan menjadi empat
faktor, yaitu: faktor biologi, faktor pelayanan kesehatan, faktor lingkungan
dan faktor perilaku.

2.2.1 Faktor Biologi


Kuman penyebab diare, antara lain:
1. Virus : Rotavirus, Virus Norwalk, Norwalk like virus, Astrovirus, Calcivirus,
dan Adenovirus.
2. Bakteri : Escherichia coli (EPEC, ETEC, EHEC, EIEC), Salmonella,
Shigella, Vibrio cholera 01, Clostridium difficile, Aeromonas hydrophilia,
Plesiomonas shigelloides, Yersinia enterocolitis, Campilobacter jejuni,
Staphilococcus aureus, dan Clostridium botulinum.
3. Parasit : Entamoeba histolytica, Dientamoeba fragilis, Giardia lamblia,
Cryptosporidium parvum, Cyclospora sp, Isospora belli, Blastocystis
hominis, dan Enterobius vermicularis.
4. Cacing : Strongiloides stercoralis, Capillaria philippinensis, Trichinella
spiralis.

9
5. Jamur : Candidiasis, Zygomycosis, dan Coccidioidomycosis
Kemudian ada pula infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di
luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dsb.
Adapun faktor malnutrisi antara lain: malabsorbsi karbohidrat disakarida
(pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa),
malabsorbsi lemak, dan malabsorbsi protein. Faktor makanan yaitu makanan basi,
makanan beracun, alergi makanan. Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas,
walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
Secara umum, port d’entrée kuman dapat berupa fecal oral. Semua
transmisi ini berhubungan dengan rute gastrointestinal. Hal ini dapat terjadi
karena tertelan makanan, terminum makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi feses yang mengandung bakteri. Invasi pada usus halus dapat
terjadi karena lemahnya pertahanan tubuh pada saluran gastrointestinal tersebut.
Hampir semua kuman masuk melalui jalur ini. Diantaranya adalah:
a. Bakteri: tertelan/terminum makanan yang terkontaminasi bakteri.
i. Tertelan makanan yang mengandung toksin. Toksin dapat
berasal dari Staphylococcus aureus, Vibrio spp., dan Clostridium
perfrigens. Tertelan ekostoksin (jenis neurotoksin) Clostridium botulinum.
ii. Tertelan organisme yang mensekresikan toksin. Organisme ini
berproliferasi pada lumen usus dan melepaskan enterotoksin.
iii. Tertelan organisme yang bersifat enteroinvasif. Organisme ini
berproliferasi, menyerang dan menghancurkan sel epitel mukosa usus.
Misalnya, Escherichia coli, Salmonella spp., Bacillus cereus, Clostridium
spp, Vibrio cholerae, Campylobacter, Yersinia enterocolitica,
Staphylococcus aureus.
b. Virus: tertelan melalui makanan. Misalnya, Echovirus, Rotavirus, Norwalk
virus.
c. Protozoa: kista matang yang tertelan/terminum. Misalnya,
Entamoeba histolytica, Balantidium coli, Giardia lamblia, Cryptosporodium
parvum.

10
d. Jamur: flora normal pada esofagus, akan menginvasi usus pada
pasien yang immunocompromised. Misalnya, Candida albicans.
e. Cacing: tertelan telur matang/larva yang mengkontaminasi
makanan/minuman. Misalnya, Ascaris lumbricoides, Strongyloides stercoralis,
Trichuris trichiura.

2.2.2 Faktor Pelayanan Kesehatan


Faktor pelayanan kesehatan yang memicu kepada terjadinya diare adalah:
a. Diagnosis salah
Seringkali terjadi di tingkat puskesmas adalah perawat atau paramedis
yang memeriksa pasien tidak dapat menegakkan diagnosis dengan benar.
Banyak perawat dan paramedis kurang peka dengan dasar MTBS yang
telah diterapkan dan sering memandang enteng dengan penyakit diare yang
sebenarnya mungkin bisa menyebabkan kematian. Kadang terdapat
kejadian perawat atau paramedis gagal untuk mengenal pasti tingkat
keparahan diare dan tanda-tanda bahaya pada pasien diare. Salah satu
penyebab kematian diare paling sering adalah gagalnya terapi pengobatan
oral. Namun, perawat atau paramedis sering gagal untuk mengetahui gejala
ini sehingga pasien terlambat diberikan terapi dan berujung kepada
kematian.
b. Posyandu tidak berjalan
Posyandu adalah antara tempat terbaik untuk memberantas penyakit karena
pihak pemberi layanan kesehatan berada lebih dekat dengan masyarakat.
Namun karena kurangnya minat perawat atau paramedis yang
menyertainya menyebabkan posyandu hanyalah menjadi tempat untuk ibu-
ibu mendapatkan imunisasi untuk bayinya. Seringkali posyandu hanya
menjadi tempat berkumpul masyarakat untuk mendapatkan pengobatan
dengan biaya yang murah dimana seharusnyanya tempat tersebut
digunakan perawat atau paramedis untuk memberikan penyuluhan
mengenai penyakit-penyakit yang sering terjadi seperti diare.
c. Kader tidak berwawasan

11
Kader di suatu kawasan sebenarnya adalah elemen penting untuk
memastikan tingkat kesehatan masyarakat dibawah pengawasannya.
Namun seringkali kader-kader hanya memikirkan imbalan yang di dapat
dari pekerjaannya. Terdapat kader yang tidak mempunyai inisiatif sendiri
untuk melakukan program-program penyuluhan kesehatan atau malah
tidak mempunyai inisiatif untuk mengetahui cara pencegahan sesuatu
penyakit. Hasilnya, mereka hanya menunggu program-program yang
dijalankan puskesmas.

2.2.3 Faktor Lingkungan


Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasar–dasar Kesehatan
Masyarakat modern yang meliputi semua aspek manusia dalam hubungannya
dengan lingkungan, yang terikat dalam bermacam–macam ekosistem. Lingkungan
hidup manusia sangat erat kaitannya antara host, agent dan lingkungan untuk
timbulnya suatu masalah kesehatan seperti halnya dengan penyakit diare.
Menurut Azwar (1997), lingkungan adalah agregat dari seluruh kondisi
dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan perkembangan suatu
organisasi. Secara umum lingkungan ini dibedakan atas dua macam yaitu
lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Lingkungan fisik ialah lingkungan
alam yang terdapat disekitar manusia, misalnya cuaca, musim, keadaan geografis
dan struktur geologi. Sedangkan lingkungan non-fisik ialah lingkungan yang
muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, misalnya termasuk faktor
sosial budaya, norma, dan adat istiadat.
Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit
dapat bermacam-macam. Salah satu diantaranya ialah sebagai reservoir bibit
penyakit (environmental reservoir). Adapun yang dimaksud dengan reservoir ialah
tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit lainnya yakni:
reservoir manusia, reservoir hewan, dan rerservoir serangga. Pada reservoir disini
bibit penyakit hidup di dalam tubuh manusia. Timbul atau tidaknya penyakit pada
manusia tersebut tergantung dari sifat-sifat yang dimiliki oleh bibit penyakit
ataupun pejamu.

12
Hubungan antara pejamu, bibit penyakit dan lingkungan dalam
menimbulkan suatu penyakit amat kompleks dan majemuk. Disebutkan bahwa
ketiga faktor ini saling mempengaruhi, dimana pejamu dan bibit penyakit saling
berlomba untuk menarik keuntungan dari lingkungan. Hubungan antara pejamu,
bibit penyakit dan lingkungan ini diibaratkan seperti timbangan. Disini pejamu
dan bibit penyakit berada di ujung masing- masing tuas, sedangkan lingkungan
sebagai penumpangnya.
Menurut Sutomo 1995, sanitasi lingkungan adalah bagian dari kesehatan
masyarakat secara umum yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan
atau menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit
melalui kegiatan- kegiatan yang ditujukan untuk :
a. Sanitasi air
b. Sanitasi Makanan
c. Pembuangan Sampah
d. Sanitasi Udara
e. Pengendalian vektor dan binatang mengerat
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Sanitasi lebih mengutamakan upaya pencegahan. Bertolak
dari pemikiran di atas dapat disimpulkan beberapa gatra lingkungan akan
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.

2.2.4 Faktor Perilaku


Faktor perilaku memberi peran yang besar dalam terjadinya kasus diare di
sesuatu daerah. Antara perilaku yang dapat menyebabkan diare adalah:
a. Tidak mencuci tangan sebelum makan
Ditempat tempat dimana mencuci tangan merupakan praktek umum yang
dilakukan sehari-hari, dan banyak terdapat sabun dan air bersih, orang tidak
menyadari untuk mencuci tangannya dengan sabun. Para staf kesehatan
sepenuhnya mengerti betapa pentingnya mencuci tangan dengan sabun, namun hal
ini tidak dilakukan karena ketiadaan waktu (tidak sempat), kertas untuk

13
pengeringnya kasar, penggunaan si kat yang menghabiskan waktu dan
lokasi wastafel yang jauh dimana tangan harus berkali-kali dicuci menggunakan
sabun dan dikeringkan sehingga merepotkan.
Pencucian tangan khusus dalam lingkungan medis biasanya membutuhkan
banyak sekali sabun dan air untuk memperoleh busa dan saat telapak tangan
digosok secara sistematis dalam kurun waktu 15-20 detik dengan teknik mengunci
antar tangan, setelah tangan dikeringkan pun para tenaga medis tidak
diperkenankan untuk mematikan air atau membuka pegangan pintu, apabila hal ini
mereka harus lakukan, tangan harus dilidungi dengan kertas tisyu atau handuk
kering bersih.
Pada lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, kebiasaan mencuci
tangan secara benar dengan sabun dapat menurunkan separuh dari penderita diare.
Komunitas yang mendapatkan intervensi dan komunitas pembanding yang mirip
tapi tidak mendapatkan intervensi menunjukkan bahwa jumlah penderita diare
berkurang separuhnya.
Keterkaitan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan penyakit diare,
penelitian intervensi, kontrol kasus, dan lintas sektor dilakukan menggunakan data
elektronik dan data yang terkumpul menunjukkan bahwa risiko relatif yang
didapat dari tidak mencuci tangan dari percobaan intervensi adalah 95 persen
menderita diare, dan mencuci tangan degan sabun dapat mengurangi risiko diare
hingga 47 persen.
b. Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk
menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
c. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini. Memudahkan
pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan.
d. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan
berkembang biak.
e. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat

14
terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
f. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering
beranggapan bahwa tinja bayi tidaklajjh berbahaya, padahal sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
2.3 Patofisiologi
Sebanyak sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya,
berasal dari luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu
dan sebagainya). Sebagian besar (75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi
kembali di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar.
Sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa
jumlah 150-250 ml cairan yang akan ikut membentuk tinja.

Faktor-faktor faal yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu


sama lain, misalnya, cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume, sehingga motilitas
usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan
menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus
sehingga waktu penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.

2.4 Diagnosis
Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila
anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.

Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:


1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh
penderita.
3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh
karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
4. Dimana tempat tinggal penderita.
5. Pola kehidupan seksual.

15
Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease.
Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai
dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-
tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita
berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan pada penderita dengan
daya tahan tubuh yang rendah.
Penentuan derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice king, dan lain-lain.
Derajat dehidrasi berdasarkan defisit berat badan:
 Dehidrasi ringan: defisit 2½ – 5 %
 Dehidrasi sedang : defisit 5 – 10 %
 Dehidrasi berat: defisit > 10 %
Derajat dehidrasi berdasarkan skor Maurice King:

Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan


diperiksa 0 1 2
Gelisah, cengeng, Mengigau, koma,
Keadaan umum Sehat
apatis, mengantuk atau syok

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang


Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Kering dan
Mulut Normal Kering
sianosis
Sedang (120
Denyut nadi/menit Kuat > 120 > 140
-140)

 Skor 0 – 2 : dehidrasi ringan


 Skor 3 – 6 : dehidrasi sedang
 Skor >7 : dehidrasi berat

2.5 Penatalaksanaan

16
Ada beberapa prinsip penatalaksanaan penderita diare, yaitu:
 Mencegah terjadinya dehidrasi dengan banyak minum, menggunakan
cairan rumah tangga yang dianjurkan misalnya kuah tajin, air sup,
kuah sayur.
 Mengobati dehidrasi ringan dan sedang dengan pemberian oralit.
Apabila terdapat dehidrasi berat maka sebaiknya dirujuk ke Rumah
Sakit.
 Tetap memberi makanan sebagai sumber gizi. Cairan dan makanan
yang diberikan sesuai anjuran seperti ASI, susu formula, anak usia 6
bulan atau lebih makanan mudah dicerna sedikit-sedikit tapi sering.
 Mengobati masalah lain. Sesuai indikasi utamakan rehidrasi.
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam
mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau
oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian
ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya
sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru
dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit
secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau
dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian
masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai
alasan, mulai dari biaya, kesulitan dalam menjaga, takut bertambah parah setelah
masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan
respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat
penurunan kondisi pasien kearah yang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain
ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus
penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia
lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional,
artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.

17
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak
memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius
perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan
parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.
Dalam penatalaksanaan diare, juga sangat bergantung pada derajat
dehidrasi diare yang diderita oleh penderita. Maka dari itu perlu untuk mengetahui
derajat dehidrasi terlebih dahulu sebelum memberikan terapi.

Tabel Penilaian Derajat Dehidrasi

Penilaian A B C
1. Lihat
Keadaan Umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, Haus, ingin Malas minum atau
tidak haus Minum banyak tidak bisa minum
2. Periksa

18
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
3. Derajat Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat.
Dehidrasi ringan/sedang. Bila ada 1 tanda *
Bila ada tanda * ditambah satu atau
ditambah satu atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
4. Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

RENCANA TERAPI A UNTUK MENGOBATI DIARE DIRUMAH


(Penderita diare tanpa dehidrasi )
Gunakan cara ini untuk mengajari ibu:
 Teruskan mengobati anak diare dirumah
 Berikan terapi awal bila terkena diare lagi
Menerangkan tiga cara terapi diare di rumah:
1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi
 Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan , seperti larutan
oralit, makanan yang cair (seperti sup,air tajin ) dan kalau tidak ada
air matang . Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan
dalam kotak dibawah (catatan jika anak berusia kurang dari 6 bulan
dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air
matang dari pada makanan yang cair ).
 Berikan larutan ini sebanyak anak mau , berikan jumlah larutan
oralit seperti dibawah.
 Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi


 Teruskan ASI
 Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan,
untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan
padat , dapat diberikan susu,
 Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat

19
- `Berikan bubur lbila mungkin dicampur dengan kacanf-kacangan,
sayur, daging atau ikan , tmbahkan 1 atau 2 sendok the minyak
sayur tiap porsi.
- `Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menanbahkan
kalium.
- Berikan makanan yang segar masak dan haluskan atau tumbuk
makanan dengan baik
- Bujuk anak untuk makan , berikan makanan sedikitnya 6 kali
sehari.
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan
diberikan porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu.

3. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3
hari atau menderita sebagai berikut
 Buang Air besar cair lebih sering
 Muntah berulang-ulang
 Rasa haus yang nyata
 Makan atau Minum sedikit
 Demam
 Tinja berdarah

Anak harus diberi oralit di rumah bila :


 Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C
 Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare
memburuk
 Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang
datang ke petugas kesehatan merupakan kebijaksaan
pemerintah

Jika akan diberi larutan oralit di rumah, tunjukkan kepada ibu jumlah
oralit yang diberikan setiap habis buang air besar dan diberikan oralit
yang cukup untuk 2 hari.

20
Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit. Berikan sesendok teh
tiap 1-2 menit untuk anak dibawah umur 2 tahun. Berikan beberapa teguk
dari gelas untuk anak lebih tua. Bila anak muntah, tunggulah 10 menit
kemudian berikan cairan lebih lama ( misalnya sesendok tiap 2-3 menit) Bila
diare berlanjut setelah oralit habis beritahu ibu untuk memberikan cairan lain
seperti dijelaskan dalam cara pertamas atau kembali kepada petugas
kesehatan untuk mendapat tambahan oralit.

RENCANA TERAPI B UNTUK TERAPI DEHIDRASI


RINGAN/SEDANG
Oralit yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan penderita
(kg) dengan 75 ml. Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk
memudahkan di lapangan berikan oralit sesuai tabel dibawah ini

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah. Bujuk ibu untuk
meneruskan ASI. Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI
berikan juga 100 200 ml air masak selama masa ini

Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit.


 Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan

21
 Tunjukan cara memberikannya sesendok the tiap 1 –2 menit untuk
anak di bawah 2 tahun beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang
lebih tua
 Periksa dari waktu bila ada masalah
 Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian
oralit tetapi lebih lambat, misalnya sesendok tiap 2 –3 menit
 Bila kelopak mata anak bengkak hentikan pemberian oralit dan air
masak atau ASI beri oralit sesuai Rencana tetapi A bila pembengkakan
telah hilang

Setelah 3-4 jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian.


Kemudian pilih rencana terapi A, B atau C untuk melanjutkan terapi.
 Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidras telah
hilang anak biasanya kemudian mengantuk dan tidur
 Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang ulang Rencana terap
B , tetapi tawarkan makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi
A
 Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C
 Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B:
 Tunjukkan jumlah orait yang harus dihabiskan dalam terapi 3
jam di rumah
 Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti
dijelaskan dalam rencana terapi A
 Tunjukkan cara melarutkan oralit
 Jelaskan 3 cara dalam rencana terapi A untuk mengobati anak
dirumah
 Memberikan oralit atau cairanlain hingga diare berhenti
 Memberi makan anak sebagaimana biasanya
 Membawa anak ke petugas kesehatan.

22
RENCANA TERAPI C UNTUK DEHIDRASI BERAT

23
2.6 Pencegahan Diare
1. Terhadap faktor penjamu.

24
Mempertinggi daya tahan tubuh manusia dan meningkatkan pengetahuan
masyarakat dalam prinsip-prinsip hygiene perorangan. Pencegahan diare pada
anak balita antara lain:
a. Imunisasi.
Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral menyebabkan angka
kesakitan bayi dan anak balita makin menurun. Salah satu jalan pintas
yang sangat ampuh untuk menurunkan angka kesakitan suatu penyakit
infeksi baik oleh virus maupun bakteri adalah dengan imunisasi. Hal ini
berlaku pula untuk penyakit diare dan penyakit gastrointestinal lainnya.
Untuk dapat membuat vaksin secara baik, efisien. dan efektif diperlukan
pengetahuan mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya
terutama, kekebalan saluran pencernakan makanan.
b. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat
makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna
dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini. ASI adalah makanan bayi yang paling
alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi
yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu manapun juga.
ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain. Susu formula atau
cairan lain dapat saja disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan
atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak
dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh.
Bayi - bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6
bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan
sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut

25
memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.
Flora usus pada bayi -bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri
penyebab diare.
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan
pertama kehidupan, risiko mendapat diare adalah 30 x lebih besar.
Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan
botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena
diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
Pada akhir-akhir ini dengan bertambahnya penggunaan "Pengganti
ASI” (PASI) untuk makanan bayi, terutarna di negara-negara yang sedang
berkembang, timbullah berbagai sindrom, misalnya kekurangan kalori
protein tipe marasmus dan diare karena infeksi. Hal ini disebabkan karena
di negara-negara yang sedang berkembang, tingkat pendidikan ibu yang
masih rendah, kebersihan yang masih kurang, tidak adanya sarana air
bersih, dan rendahnya keadaaan sosial ekonomi dari penduduknya.
c. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara
bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa
tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku
pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya
risiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.
Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi
perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada bebarapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian
makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu dengan memperkenalkan
makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan tetapi teruskan pemberian
ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4 x sehari). Setelah anak berumur 1

26
tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6 x sehari,
teruskan pemberian ASI bila mungkin.
Kemudan pada usia lebih dari 6 tahun tambahkan minyak, lemak
dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan
hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
Secara perilaku dapat dengan cuci tangan sebelum menyiapkan
makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih.
Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada
tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada
anak.
d. Perilaku hidup bersih dan sehat
Untuk melakukan pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan
beberapa penilaian antara lain adalah :
- Penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaanya adalah apakah
sudah ditimbang secara teratur ke posyandu minimal 8 kali setahun.
- Gizi , anggota keluarga makan dengan gizi seimbang.
- Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur, perpipaan)
untuk keperluan sehari-hari.
- Jamban keluarga, keluarga. buang air besar di jamban/WC yang
memenuhi syarat kesehatan.
- Air yang di minum dimasak terlebih dulu.
- Mandi menggunakan sabun mandi.
- Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun.
- Pencucian peralatan menggunakan sabun.
- Limbah, apakah sering dibersihkan.

2. Terhadap faktor bibit penyakit.

27
a. Memberantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati
penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir
penyakit.
b. Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik di tempat umum
maupun di lingkungan rumah.
c. Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan
memelihara kesehatan.

3. Terhadap faktor lingkungan


Mengubah atau mempengaruhi faktor lingkungan hidup, sehingga
faktor-faktor yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga
tidak membahayakan kesehatan manusia.

2.7 Komplikasi
 Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/ hipertonik)
 Renjatan hipovolemik
 Hipokalemia/ dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
takikardia,perubahan EKG)
 Hipoglikemia
 Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktosa
 Kejang, pada dehidrasi hipertonik
 Malnutrisi energi protein (muntah dan mual bila lama/ kronik

BAB III

28
METODE

3.1 Jenis Metode


Kegiatan ini menggunakan metode penyuluhan langsung dan diadakannya
pembagian kuesioner sebelum dan sesudah dilakukannya penyuluhan dengan
pendekatan kelompok yang dilaksanakan di Posyandu Mawar I, Desa Sudajaya
Girang pada tanggal 28 April 2017.

3.2 Sasaran
Sasaran pada kegiatan ini adalah masyarakat terutama ibu ibu dan kader di
Desa Sudajaya Girang.

3.3 Media
Media yang digunakan dalam kegiatan ini adalah powerpoint dan
kuesioner

BAB IV
HASIL

4.1 Data Geografis

29
Desa Sudajaya Girang memiliki luas wilayah sekitar 7.281.300 km2 dan
terletak 700 m diatas permukaan laut. Batas wilayah meliputi:
- Sebelah Utara dengan PTPN VIII Goalpara
- Sebelah Selatan dengan Desa Sukajaya/Desa Warnasari
- Sebelah Barat dengan Desa Karawang/Perbawati
- Sebelah Timur dengan Desa Suka Mekar Kec. Sukaraja

4.2 Data Demografik


Menurut hasil sensus penduduk tahun 2015, jumlah penduduk di Desa
Sudajaya Girang sekitar 7.478 orang. Kepadatan penduduk mencapai 11
orang/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 10%.

4.3 Sumber Daya Kesehatan


Jumlah tenaga kesehatan yang ada di Desa Sudajaya Girang sebanyak 5
orang dengan rincian satu orang dokter, dua orang bidan, dan dua orang mantri.

4.4 Sarana Pelayanan Kesehatan


Desa Sudajaya Girang memiliki dua praktek bidan dan sebelas posyandu.

4.5 Data Kesehatan Masyarakat


Berdasarkan data yang masuk ke Puskesmas sejak Januari hingga
Desember 2016 dan Januari hingga April 2017, jumlah penderita diare di Desa
Sudajaya Girang adalah sebagai berikut.

30
JUMLAH PENDERITA DIARE TAHUN 2016
BULAN TANPA DEHIDRASI DEHIDRASI TOTAL
PENDERITA MATI
DEHIDRASI RINGAN-SEDANG BERAT
JANUARI 12 0 12 0 0 12
FEBRUARI 11 0 11 0 0 11
MARET 16 0 16 0 0 16
APRIL 14 0 14 0 0 14
MEI 16 0 16 0 0 16
JUNI 11 0 11 0 0 11
JULI 7 0 7 0 0 7
AGUSTUS 14 0 14 0 0 14
SEPTEMBER 13 1 13 0 1 14
OKTOBER 15 0 15 0 0 15
NOVEMBER 14 0 14 0 0 14
DESEMBER 5 0 5 0 0 5

TOTAL 148 1 148 0 1 149


Tabel penderita diare di Desa Sudajaya Girang tahun 2016.

JUMLAH PENDERITA DIARE TAHUN 2017


BULAN TANPA DEHIDRASI DEHIDRASI TOTAL
PENDERITA MATI
DEHIDRASI RINGAN-SEDANG BERAT
JANUARI 6 0 6 0 0 6
FEBRUARI 5 0 5 0 0 5
MARET 2 0 2 0 0 2
APRIL 0 0 0 0 0 0
MEI BELUM ADA LAPORAN -
TOTAL 13 0 13 0 0 13
Tabel penderita diare di Desa Sudajaya Girang tahun 2017.

31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
 Evaluasi berkala dan penyuluhan berkala sangat dibutuhkan untuk
mengurangi angka kejadian diare.
 Kurangnya pengetahuan keluarga pasien mengenai tanda-tanda bahaya
diare pada anak merupakan faktor risiko terjadinya kematian akibat diare
pada anak.

Saran
 Sosialisasi dan evaluasi mengenai pencegahan dan penanganan diare pada
anak perlu dilakukan berkala pada masyarakat dengan menggunakan
kuesioner untuk membantu mengetahui apakah masyarakat benar-benar
mengetahui penyuluhan yang diberikan
 Sosialisasi yang dilakukan dapat melalui penyuluhan, pamflet, maupun
konsultasi terhadap petugas kesehatan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Desa Sudajaya Girang. Profil Desa Sudajaya Girang. (Pemkab Sukabumi).


Sukabumi. 2015

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Apa yang Perlu Diketahui dari Diare Pada
Anak?. No .38. Tahun XXV. 2005

3. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. RSMH. 2006

4. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Gastroenterologi. Bagian Ilmu


Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1998.
hal 283-293.

5. Pickering LK and Snyder JD. Gastroenteritis in Nelson Textbook of


Pediatric,17Edition. 2003. page1272-1276
6. Anonim. Diagnosis Diare dan Klasifikasi Dehidrasi. Available at
http://www.medicastore.com/med/index
7. Anonim. Oralit untuk Diare : 2007 [dikutip 2017 April 20]; Tersedia di
http://www.infeksi.com/newsdetail.php?lng=in&doc=3829
8. Anonim. Pencegahan Diare. 2006 [dikutip 2017 April 25]; Tersedia di:
http://www.scribd.com/doc/25421779/pencegahan-diare

33
LAMPIRAN

(1)

34
(2)
Foto (1) dan (2). Kegiatan Penyuluhan Diare di Posyandu Mawar I, Desa
Sudajaya Girang.

35
36

Anda mungkin juga menyukai