Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH GIZI, SENI DAN OLAHRAGA

ASPEK SENI BUDAYA SELAMA PROSES PERSALINAN PADA SUKU

KAILI, JAWA DAN BALI

DOSEN PEMBIMBIMBING MATA KULIAH


Asrawaty, S.Tr.Keb., M,Tr.Keb.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :


1. A.A. Rindi (PO7124318031)
2. Ayu Febriyanti (PO7124318025)
3. Sri Wulandari (PO7124318022)
4. Ayong Gracelya Y Santika (PO7124318021)
5. Sri Dewi Mawanti (PO7124318024)
6. Assyah Burniarsih. M (PO7124318037)
7. Indah Cahyani Lapadu (PO7124318023)
8. Putri Fadillah (PO7124318027)
9. Dian Rahmayani (PO7124318030)
10. Ratna Aprilina (PO7124318040)

TINGKAT IV A PRODI Str JURUSAN KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES PALU
TAHU 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
yang berjudul “Aspek Seni Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, Dan IV Pada
Suku Kaili, Jawa Dan Bali “ ini dengan baik. kami berharap semoga makalah ini
bisa berguna dan menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat, maupun susunan bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik yang
membangun sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat memberi manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Palu, 1 Desember 2021

Penyusun

Kelompok III
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusa Masalah...........................................................................................2

C. Tujuan Peulisan.............................................................................................2

BAB II. TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Persalinan....................................................................................3

B. Tahapan Persalinan Normal..........................................................................3

BAB III. PEMBAHASAN

A. Suku Kaili...................................................................................................16

B. Suku Jawa...................................................................................................18

C. Suku Bali.....................................................................................................20

BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................24

B. Saran............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks,


abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak
kegiatan sosial manusia. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut
membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang
layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa
bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah
yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan
aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia.


Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu
ekstrem menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial
budaya. Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan
sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu
memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya
ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang
sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal
yaitu kematian.

Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya


seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-
akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan,

1
seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap
kesehatan ibu dan bayi saat persalinan. Untuk itu  seorang bidan agar dapat
melakukan pendekatan terhadap masyarakat perlu mempelajari sosial-
budaya yang berkaitan dengan persalinan. Oleh karena itu kami dari
kelompok 3 membuat makalah dengan judul “Aspek Sosial Budaya Selama
Persalinan Kala I, II, III, dan IV”.

B. Rumusa Masalah

1. Bagaimaa aspek seni budaya suku Kaili pada persalian kala I, II,III, dan IV
?
2. Bagaimaa aspek seni budaya suku Jawa pada persalian kala I, II,III, dan IV
?
3. Bagaimaa aspek seni budaya suku Bali pada persalian kala I, II,III, dan
IV ?

C. Tujuan Peulisan

1. Untuk mengetahui bagaimaa aspek seni budaya suku Kaili pada persalian
kala I, II,III, dan IV
2. Untuk bagaimaa aspek seni budaya suku Jawa pada persalian kala I, II,III,
dan IV
3. Untuk bagaimaa aspek seni budaya suku Bali pada persalian kala I, II,III,
dan IV

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks.

B. Tahapan Persalinan Normal

1. Kala I Persalian
a. Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang
teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya), hingga serviks
membuka lengkap (10 cm).
b. Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu:
1) Fase laten
Dimulai sejak awal kontraksi, yang menyebabkan penipisan, dan
pembukaan serviks secara bertahap. Berlangsung hingga serviks
membuka 3 cm, dan umumnya fase laten berlangsung selama 8
jam.
2) Fase aktif
(a). Fase akselerasi; dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm - 4 cm.
(b).Fase dilatasi maksimal; dalam waktu 2 jam pembukaan serviks
berlangsung cepat, dari 4 cm - 9 cm.
(c). Fase deselerasi; pembukaan serviks menjadi lambat, dalam
waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm - lengkap 10 cm.

3
a. Perubahan Fisiologis Kala I

1) Perubahan pada serviks


2) Perubahan system kardiovaskuler
3) Perubahan metabolisme
4) Perubahan system respirasi
5) Kontraksi uterus
6) Perubahan segmen atas rahim dan segmen bawah rahim
7) Perubahan hematologis
8) Perubahan renal
9) Perubahan gastrointestinal
10) Perubahan suhu badan
11) Perubahan pada vagina dan dasar panggul
12) Perubahan pada anus (Sistem pencernaan)

b. Kondisi psikologi yang sering terjadi selama persalinan kala I :


1) Kecemassan dan ketakutan pada dosa-dosa/kesalahan diri sendiri.
2) Timbulnya rasa tegang, ketakutan, kecemasan, dan konflik-konflik
batin.
3) Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman, badan selalu kegerahan,
tidak sabaran.

c. Asuhan Kebidanan Pada Persalinan Kala I


1) Manajemen kala I:

a. Mengidentifikasi masalah
b. Pemeriksaan abdomen;
c. Menilai data dan membuat diagnosis
d. Membuat rencana asuhan.

2) Penggunaan partograf
3) Pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis
4) Pengenalan tanda bahaya kala I, seperti:

4
a. Perdarahan pervaginam selain lendir bercampur darah
b. Persalinan kurang bulan (kurang dari 37 minggu)
c. Ketuban pecah dan air keruban bercampur mekonium disertai
tanda-tanda gawat janin.

5) Pendokumentasian kala I

2. KALA II PERSALINAN

a. Pengertian

Persalinana kala II adalah persalinan yang dimulai ketika


pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan
lahirnya bayi.

b. 3 faktor yang sangat berperan dalam proses kelahiran bayi, yaitu :


1) Power : his ibu dan kekuatan ibu mengedan
2) Passage : jalan lahir (jalan lahir cukup luas untuk dilewati kepala
bayi)
3) Passanger : bayi (ukuran bayi, posisi dan presentasi bayi)

c. 7 cardinal movement
1) Engagement : kepala melayang sebelum masuk pintu atas panngul
2) Descen :kepala masuk PAP mengalami penurunan (descent) dan
fleksi
3) Fleksi : kepala bayi mengalami penurunan lebih dalam disertai
putara paksi dalam
4) Putaran paksi dalam : putaran paksi dalam selesai kepala mulai
melakukan ekstensi
5) Ekstensi : kepala mengalami ekstensi lengkap
6) Putaran paksi luar : terjadi putaran paksi luar
7) Ekspulsi :lahirnya bahu anterior serta bahu posterio

5
d. Alur penatalaksanaan fisiologis persalinan kala II

Rujukan segera
Tanda pasti persalinana kala 2 yaitu :
pembukaan serviks lengkap atau kepala bayi
terlihat dari introitus vagina

Dorongan spontan Ya
untuk meneran
Lanjutkan dengan Bayi lahir dalam
penatalaksanaan fisiologis 60 menit pada
: multipara atau
a. Anjurkan
120 menit
perubahan a. Aminotomi jika primipara
posisi ketuban belum pecah
b. Lakukan b. Anjurkan untuk mulai
stimulasi meneran
puting susu c. Nilai DJJ, kontraksi,
c. Kosongkan tanda vital, kandung
kandung kemih kencing secara rutin
Ya
d. Anjurkan d. Anjurkan minum
minum e. Anjurkan perubahan
e. Nilai DJJ, posisi
kontraksi,
tanda vita
f. Evaluasi dalam
60 menit

Dorongan untuk
meneran ?
Ya

a. Bimbingan ibu
untuk meneran Bayi lahir dalam Lakukan :
Tidak
saat kontraksi waktu 60 menit atau Ya
a. Manajemen
b. Anjurkan minum kelahiran bayi akan
aktif kala III
c. Peeubahan posisi segera terjadi
d. Stimulasi puting b. Asuhan bayi
susu baru lahir
e. Nilai DJJ tiap 5-10
menit Tidak
Rujukan segera

6
e. Langkah Asuhan Persalinana Normal APN Kala II

1) Mengenali tanda dan gejala kala II


a) mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda kala II
(1) Ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran
(2) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum
dan vagina
(3) Perineum tampak menonjol
(4) Vulva dan sfinger ani membuka

2) Menyiapkan pertolongan persalinan


a) Pastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial
untuk menolong persalinan dan menatalaksanan komplikasi ibu
dan BBL. Untuk resusitasi →tempat datar, rata, bersih, kering
dan hangat, 3 handuk/kain bersih dan kering , alat penghisap
lendir, lampu sorot 60watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi.
(1) Meggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta
ganjal bahu bayi
(2) Menyipkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai
didalam partus set
b) Pakai celemek plastik
c) Melepas dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai cuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
d) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan
untuk periksa dalam
e) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik gunakan tangan yang
memakai sarung tangan DTT dan steril ( pastikan tidak terjadi
kontaminasi pada alat suntik)

7
3) Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
a) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-
hatidari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa
yang dibasahi air DTT
b) Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pemeriksaan
lengkap
c) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara rendam dalam larutan
clorin 0,5 %
d) Periksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi untuk mengetahui DJJ
pada batas normal (120-160 kali/menit)

4) Menyiapkan ibu dan keluarga untuk menyiapkan proses


bimbingan meneran
a) Beritahu bahwa pembukaan telah lengkap dan keadaan janin
baik dan bantu ibu untuk menemukan posisi yang nyaman dan
sesuai dengan keinginana
b) Minta keluarga untuk menyiapkan posisi meneran (jika ada rasa
ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu
keposisi setengah duduk atau posisi lain yang nyaman bagi ibu)
c) Laksanaakan bimbingan meneran saat ibu merasa ada dorongan
kuat untuk meneran
d) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi
yang nyaman jika ibu merasa belum ada dorongan meneran
dalam 60 menit

5) Persiapan pertolongan kelahiran bayi


a) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut ibu,
jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
1
b) Letakkan kain bersih yang dilipat bagian dibawah bokong ibu
3
c) Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan alat

8
d) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan

6) Persiapa pertolongan bayi


( membantu lahirnya kepala)
a) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka
vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi
kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi
untuk meneran atau bernafas cepat dan dangkal
b) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan
proses kelahiran bayi
c) Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan

(lahirnya bahu)
d) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
bipariental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi, dengan
lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal sehingga bahu
depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah
atas dan distal untuk melahirkan bahu anterior melahirkan bahu
belakang
e) Setelah kedua bahu lahir geser tangan bawah untuk kepala dan
bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang
lengan dan siku sebelah atas
f) Setelah tubuh dan lengan lahir penelusuran tangan atas berlanjut
kepunggung, bokong tungkai dan kaki

7) Penanganan bayi baru lahir


a. Lakukan penilaian sepintas :
(1) Apakah bayi cukup bulan ?
(2) Apakah bayi menangis kuat/bernafas tanpa kesulitan ?

9
(3) Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
b. Keringkan tubuh bayi dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
kecuali bagian tangan tanpa membersihkan vernik
c. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidaka ada lagi bayi
dalam uterus
d. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik
e. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir suntikkan oksitosin 10

1
unit IM di paha atas bagian distal lateral ( lakukan aspspirasi
3
sebelum menyuntikkan oksitosin)
f. Setelah 2 menit pasca persalinan jepit tali pusat dengan klem kira-
kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah distal
ibu dan jepit kembali pusat pada 2cm distal dan klem pertama
g. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
(1) Dengan satu tangan pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat
diantara 2 klem tersebut
(2) Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu
sisidan melingkarkan kemali barang tersebut dan
mengikatnya pada simpul kunci pada sisi lainnya
(3) Lepaskan klem dan masukkan kedalam wadah yang telah
disediakan
h. Letakkan bayi tengkurap didada ibu agar ada kontak kulit ibu
kekulit bayi (IMD) biarkan bayi berada didada ibu selama 1 jam
walaupun bayi sudah berhasil menyusui.

3. Kala III Persalinan

Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Pada kala III persalinan, miometrium

10
berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya
bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
pelekatan plasenta. Karena pelekatan plasenta menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat,
menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus.

a. Tanda lepasnya plasenta :


1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri
2) Tali pusat memanjang
3) Semburan darah mendadak dan singkat
b. Prinsip manajemen akif kala III :
1) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi
lahir (10 IU Intramuscular pada 1/3 bagian paha luar )
2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali
3) Masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir
c. Keuntungan manajemen aktif kala III :
1) Persalinan kala III lebih singkat
2) Mengurangi jumlah kehilangan darah
3) Mengurangi kegiatan retensio plasenta

 Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga


a. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
b. Letakan satu tangan diatas kain pada perut bayi, ditepi atas simfisis,
untuk mendeteksi. Tangan lain memegang tali pusat.
c. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang- atas (dorso-
kranial) secara hati-hati ( untuk mencegah inversio uteri). Jika
plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat
dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur
diatas. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami, atau
anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.

11
 Mengeluarkan plasenta
a.Lakukan penegangan dan dorongan dorso- kranial hingga plasenta
terlepas. Minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros
jalan lahir ( tetap lakukan terkanan dorso- kranial. Jika tali pusat
bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm
dari vulva dan lahirkan pasenta. Jika plasenta tidak terlepas setelah 15
menit menegangkan tali pusat :
Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila
terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
b. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin kemudianlahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang
telah disediakan. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT
atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput, kemudian gunakan
jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian
selaput yang tertinggal.

 Rangsangan taktil (masase uterus)


Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi ( fundus teraba
keras). Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi
setelah 15 detik masase.

12
 Menilai perdarahan
a. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan
selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta kedalam
kantung plastik atau tempat khusus.
b. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan pendarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan akif, segera lakukan
penjahitan.

 Melakukan prosedur pasca persalinan


1) Pastikan uterus nerkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
2) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5 % dan membilasnya dengan air DTT kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering.

4. Kala IV Persalinan
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua
jam setelah itu.
a. Selama 2 jam post partum :
1) Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan
darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan
setiap 30 menit selama 1 jam kedua.
2) Masase uterus untuk membuat kontraksi menjadi baik setiap 15
menit selama satu jam pertama dan setiap 30 meint selama 1 jam
kedua.
3) Pantau temperatur tubuh setiap jam dalam dua jam pertama pasca
persalinan
4) Nilai pendarahan.

13
b. Evaluasi
1) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik serta kandung kemih
kosong.
2) Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi
3) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
4) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik.
5) Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan
baik (40-60 kali/menit).
Jika bayi sulit bernafas, merintih, atau retraksi, diresusitasi dan
segera merujuk ke rumah sakit.
Jika bayi nafas terlalu cepat, segera dirujuk.
Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Kembalikan
bayi ke kulit dengan ibunya dan selimuti ibu dan bayi dengan
satu selimut

c. Kebersihan dan keamanan


1) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5
% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan
setelah didekontaminasi.
2) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai.
3) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa
cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian
yang bersih dan kering.
4) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan
yang diinginkan.
5) Dekontaminasi tempat bersalin dan apron yang dipakai dengan
larutan klorin 0,5 %

14
6) Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5 %,
lepaskan dalam keadaan terbalik kemudian rendam dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
7) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudia
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih
dan kering.
8) Pakai sarung tangan bersih atau DTT untuk penatalaksanaan bayi
baru lahir.
9) Dalam waktu satu jam, beri antiboitika salep mata pencegahan, dan
vitamin K1 1mg intramuscular di paha kiri antereolateral. Setelah
itu lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pantau setiap 15
menit untuk pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60
kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5ºC ).
10) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B di paha kanan anterolateral. Letakan bayi didalam
jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
11) Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik didalam larutan
klorin 0,5 %.
12) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengakir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih
dan kering.

d. Dokumentasi
Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital
dan asuhan kala 4.

15
BAB III

PEMBAHASAN

A. Suku Kaili

Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang mendiami sebagian


besar dari Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk menyatakan "orang Kaili"
disebut dalam bahasa Kaili dengan menggunakan awalan "To" yaitu To
Kaili. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari
kata Kaili, salah satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama
suku Kaili ini berasal dari nama pohon dan buah Kaili yang umumnya
tumbuh di hutan-hutan di kawasan daerah ini, terutama di tepi Sungai
Palu dan Teluk Palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk Palu letaknya
menjorok l.k. 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung Bangga.
Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke Bangga banyak ditemukan
karang dan rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang
airnya pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut
pada saat air laut surut.Menurut cerita (tutura), dahulu kala, di tepi pantai
dekat Kampung Bangga tumbuh sebatang pohon kaili yang tumbuh
menjulang tinggi. Pohon ini menjadi arah atau panduan bagi pelaut atau
nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju pelabuhan pada saat itu.

Suku kaili memiliki banyak sekali adat istiadat yang dilakukan


sehari-hari, salah satunya dalam persalinan. Meskipun kebanyakan dari
masyarakat suku kaili sudah modern dalam melakukan persalinan namun
masih banya juga yang melakukan beberapa ritual atau kebiasaan yang
telah dilakukan secara turun temurun.

Adapun kebiasaan yang masih dilakukan suku kaili pada ibu


bersalin :

16
1. Pada Kala I, biasanya mereka memberi air yang ditiup oleh sando
(orang pintar), yang dipercaya dapat mempercepat persalinan. Orang
pintar yang dimaksud disebut Topo tawui dalam adat kaili. Topo
Tawui adalah orang yang cukup disegani di masyarakat bahkan
beberapa orang diantaranya adalah ketua adat. Topo tawui melakukan
pengobatan dengan dengan cara meniup bagian yang sakit sambil
membaca mantera (dowa). Topo tawui juga dapat membantu
persalinan yang dilakukan dengan metode tradisional.

2. Pada masyarakat Kaili Da’a Wulai menganut sistem medis


personalistik karena mereka menganggap penyakit dapat bersumber
dari gangguan roh-roh jahat. Oleh karena itu sebelum persalinan
mereka biasanya melakukan ritual sambulu yaitu sebuah ritual dengan
mempersiapkan daun sirih, pinang yang dibelah dua dan abu dari
kerangka siput. Setelah semua perlengkapan sudah disiapkan, topo
tawui akan meminta bantuan penguasa alam agar bayi cepat keluar
dengan cara membaca mantera. Apabila adat sambulu sudah dilakukan
namun bayi juga belum lahir maka keluarga akan memanggil bidan.
Biasanya bidan dipanggil ketika kondisi ibu sudah melemah akibat
terlalu lama menunggu usaha yang dilakukan Topo tuwai.

3. Pada kala I atau menjelang persalinan masyarakat Kaili Da’a Wulai


juga kerap melakukan upacara adat napatamaha. Upacara adat
napatamaha adalah upacara yang akan dilakukan saat persalinan atau
kelahiran. Upacara adat napatamaha yaitu perawatan mandi uap yang
dilakukan oleh ibu bersalin.

4. Menjelang persalinan Masyarakat Kaili Da’a mempercayai persalinan


harus dilakukan di rumah karena tempat lain seperti Poskesdes belum
tentu aman dari gangguan makhlus halus. Mereka meyakini bahwa

17
persalinan dapat diganggu oleh makhluk halus yang dapat mengancam
keselamatan ibu dan bayi. Tidak semua tempat dapat dijadikan tempat
bersalin bahkan sebagian masyarakat Kaili Da’a mempercayai bahwa
persalinan tidak boleh dilakukan di rumah tempat ibu hamil tinggal.
Oleh karena itu menjelang persalinan tiba suami ibu hamil akan
meminta bantuan topo tawui untuk menentukan tempat yang baik
untuk ibu melahirkan. Biasanya ibu akan melahirkan di pondok kecil
berupa rumah tinggi yang terbuat dari bambu. Lokasi pondok biasanya
dekat dengan rumah yang ibu hamil tinggali sehari-hari.

5. Pada Kala IV, setelah ibu bersalin diminumkan jamu bersalin/ramuan


tradisional seperti kencur, kunyit, yang dicampur madu. Obat
tradisional ini dipercaya dapat membantu memperlancar ASI,
memulihkan energi, dan mempercepat pengeluaran darah nifas.

B. Suku Jawa

Suku Jawa merupakan suku yang memiliki jumlah populasi


terbanyak dibandingkan dengan suku lainnya. Suku yang terkenal dengan
keramahtamahan dan kehalusannya ini menyebar merata di seluruh
Nusantara. Biasanya orang Jawa sering menyebut dirinya Wong Jowo atau
Tiang Jawi. Adat jawa juga terkenal dengan berbagai adat istiadat serta
tradisi yang masih sangat kental. Adapun beberapa adat dan tradisi suku
jawa dalam proses persalinan yaitu sebagai berikut :

1. Tradisi Paraji
Tradisi paraji pada persalinan dimulai dari proses kehamilan ibu
bayi. Paraji akan mendeteksi kehamilan seorang ibu pada usia
kandungan dua bulan melalui teknik urut (pijit). Bahkan untuk
menentukkan posisi bayi dalam kandungan sang ibu, paraji biasanya
menunggu sekitar 15 hari hingga 1 bulan dengan 5 kali proses urut
(pemijatan). Pada proses pesalinan, paraji menggunakan media air

18
berupa setengah gelas air matang yang dibacakan doa dan
jangjawokan kemudian diminumkan kepada sang ibu dan sisanya di
usapkan ke perut sang ibu sebanyak 3 kali hal ini biasanya dilakukan
pada saat kala 1 persalinan. Teknik mengurut (pijat) dilakukan pada
proses persalinan dengan diiringi bacaan doa-doa yang berisi ayat-ayat
Al-Qur’an dan jangjawokan.

2. Ramuan
Dalam persalinan, orang jawa biasanya menyiapkan kuning telur
ayam kampung dan gula aren lalu diaduk dan kemudian diberikan
kepada ibu yang akan melahirkan. Hal ini bertujuan agar
mempermudah dalam persalinan ibu. Ramuan ini biasanya diberikan
pada saat ibu mengalami pembukaan (kala 1 persalinan).

3. Tradisi Babaran/mbabar
Tradisi ini dapat diartikan sebagai sudah selesai atau sudah
menghasilkan dalam wujud yang sempurna. Istilah babaran juga
dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan anaknya. ubarampe
yang dibutuhkan untuk selamatan kelahiran yaitu Brokohan.
Ada macam macam ubarampe Brokohan. Pada jaman ini
Brokohan terdiri dari beras, telur, mie instan kering, gula, teh
dan sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna yang
terkandung dalam selamatan bayi lahir, Brokohan cukup dengan
empat macam ubarampe saja yaitu:
a. kelapa, dapat utuh atau cuwilan
b. gula merah atau gula Jawa
c. dawet
d. telor bebek
makna dari keempat macam umbarampe
a. Kelapa : daging kelapa yang berwarna putih adalah
manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuna) yaitu sperma,

19
benihnya laki-laki, bapak.
b. Gula Jawa : berwarna merah adalah manifestasi dari swanita
(bahasa Jawa kuna) yaitu sel telur, benihnya wanita, ibu.
c. Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu:
1) Santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma,
benihnya Bapak.
2) Juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari
sel telur, benihnya Ibu.
3) Cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik
kehidupan.
d. Telor bebek. Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek,
tidak memakai telor ayam.
1) Alasan yang pertama : telor bebek kulitnya berwarna
biru, untuk menggambarkan langit biru, alam awang-
uwung, kuasa dari atas.
2) Alasan kedua : biasanya telur bebek dihasilkan dari
pembuahan bebek jantan tidak dari endog lemu atau
bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian telor
bebek kalau diengrami dapat menetas, artinya bahwa
ada roh kehidupan di dalam telor bebek.

C. Suku Bali

Suku Bali  adalah suku bangsa mayoritas di pulau Bali, yang


menggunakan bahasa Bali dan mengikuti budaya Bali. Selain di Bali, suku
ini juga tinggal di berbagai provinsi di Indonesia, termasuk Lampung,
Bengkulu, dan Nusa Tenggara Barat akibat program transmigrasi.
Suku Bali umumnya menganut agama Hindu dan memiliki ciri khas mahir
dalam memproduksi kesenian. Mulai dari seni tari, seni lukis, hingga seni
ukiran dapat dilakoni Suku Bali.Terlepas dari majunya teknologi di bali,
namun bali masih sangat kental dengan budaya dan adat istiadatnya tanpa
terkecuali persalinan. Pada kehamilan maupun persalinan masyarakat bali

20
masih mempercayai kebiasaan-kebiasaan terdahulu. Adapun adat istiadat
yang masih diterapkan dalam persalinan yaitu :

1) Ngatur Uning
Saat menjelang persalinan orang Bali biasanya ngatur uning
(momohon keselamatan dan kelancaran dalam persalinan kepada Sang
Hyang Widhi Wasa berserta leluhur semoga ibu dan bayi dilahirkan
dengan selamat), dalam proses ngatur uning orang bali biasanya
menghaturkan banten atau sesajen yang berupa canang sari untuk
nunas tirta atau air suci yang akan dipercikan kepada ibu yang akan
melahirkan dan diusapkan ke perut ibu serta ibu yang akan melahirkan
diminta untuk meminum air suci atau tirta tersebut sebanyak 3 teguk.
Disebelah atau dibatas tempat tidur ibu yang akan melahirkan
biasanya diletakkan bawang merah dan kayu mesui hal ini dilakukan
untuk menjaga agar ibu dan bayi yang dilahirkan terhindar dari
gangguan roh jahat atau hal-hal mistis yang diyakini oleh suku Bali
yang dapat mengganggu kenyamanan dalam proses persalinan, bahkan
beberapa suku bali meyakini dengan menaburkan garam, abu arang
dapur dan air laut di pekarangan rumah (sekeliling rumah) hal ini
diyakini agar terhindar dari hal-hal negatif yang akan datang
mengganggu proses persalinan dan kenyamanan si bayi setelah lahir.

2) Mendem Ari-ari
Pada saat plasenta atau ari-ari lahir langsung diberikan kepada si
ayah dari bayi tersebut untuk dilakukan ritual penguburan ari-ari atau
plasenta (mendem ari-ari). Sebelum ari-ari (plasenta) ini di kubur
terlebih dahulu ari-ari (plasenta) dibersihkan yang mana adalah bagian
terpenting setelah bayi lahir kedunia, bahkan menjadi prioritas
sebelum merawat tubuh bayi. Ritual tersebut bagi suku Bali adalah
bentuk penghormatan dan rasa syukur orang tua. Upacara mendem
ari-ari yaitu salah satu upacara yang wajib dilakukan oleh masyarakat
Bali, sebab ari-ari merupakan bagian terpenting dari perkembangan

21
jantug didalam rahim ibu. ritual mendem ari-ari sebagai simbol dari
kekuatan local genius yaitu kanda pat. kanda pat adalah warisan dari
leluhur yang ada di Bali , dalam Fatma kanda dituturkan bahwa
manusia yang lahir ke Dunia dibantu empat saudara antara lain ari-ari
(plasenta), lamas (lemak), getih (darah), dan yeh nyom (air ketuban).
Saudara empat ini diyakini menjaga bayi dalam kandungan serta
membantu dalam proses persalinan.
Sebagai bentuk penghormatan kepada nenek moyang maka sumber
hidup pertama bayi yakni plasenta atau ari-ari yang harus
diperlakukan dengan baik. Adapun sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam tradisi penguburan ari-ari dan fungsinya, yakni
sebagai brikut :
a) Kelapa. Kelapa yang telah dihilangkan serabutnya dibelah dua
bagian dan diusahakan ukurannya sama besar sehingga mudah
untuk disatukan kembali. Kelapa berfungsi untuk membungkus
ari-ari.
b) Sepit (alat penjepit yang dibuat dari bambu). Sepit ini digunakan
untuk memegang ari-ari saat dipotong.
c) Ngad (pisau yang dibuat dari bambu). Ngad berfungsi untuk
memotong ari-ari bayi.
d) Kunyit dan masem (kunyit dan lemon). Kunyit berfungsi untuk
memberikan warna pada ari-ari agar kuning dan jeruk lemon
merendam bauk busuk yang ditimbulkan dari ari-ari.
e) Tengeh (kunyit yang diparut kemudian dicampurkan dengan
pamor (kapur sirih) dan lemon). Fungsi dari tengeh ini adalah
untuk menghilangkan bau amis dan busuk dari ari-ari yang
ditimbulka dari proses biologis.
f) Anget-anget (penghangat) terdiri dari merica, digunakan untuk
menghangatkan ari-ari.
g) Abu dapur, abu dapur digunakan untuk mersapkan ari-ari
sehingga tidak berbau amis.

22
h) Pamor (kapur sirih), digunakan untuk merekatkan tempurung
kelapa yang sudah berisi ari-ari.
i) Tali, merupakan tali yang dibuat dari bambu yang mempunyai
bentuk ikatan khusus uang digunaakan untuk mengikat
tempurung kelapa.

Lokasi memendam atau mengubur ari-ari yaitu di pekarangan rumah,


dengan menggunakan media yang disertakan dalam ari-ari. Ari-ari
ditempatkan ke wadah yang berbentuk payuk atau kelaapa utuh yang
dilubangi atasnya. Media yang harus terdapat didalam wadah ari-ari
yaitu berbagai jenis duri, dan base/sirh lekesan. Setelah lengkap, wadah
yang telah berisi ari-ari dibungkus dengan kain putih dituliskan aksara
Bali yaitu pada bagian atas wadah ari-ari. Proses mendem ari-ari
dilakukan dari proses pembersihan hingga melakukan proses mendem
di pekaranga rumah. Ari-ari dibersihkan kemudian di bungkus dengan
kain putih dan dimasukan kedalam payuk lalu ditanam di pekarangan
rumah, lalu diberi batu untuk menindih dan diisi lampu dan penutup.
Setelah proses mendem maka lokasi tempat mendem ari-ari tersebut
diberi tanda dengan batu dan diatas tanah ditanami daun pandan
berduri. Kemudian diberikan lilin atau lampu penerang. Secara filosifis
hal ii bertujuan untuk tetap melindungi dan menerangi si bayi.

23
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Aspek sosial dan budaya
sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Salah satu hal yang di
pengaruhi oleh budaya dan adat istiadat adalah persalinan. Di kota Palu
terdapat banyak sekali suku bangsa yang hidup berdampingan, salah satunya
yaitu suku kaili yang merupakan suku asli provinsi Sulawesi Tengah, suku
Jawa dan Bali. Di era yang modrn ini masih banyak persalinan yang
berlandaskan budaya tanpa terkecuali suku Kaili, Jawa dan Bali, dalam proses
persalinan mereka masih mempercayai adat istiadat mereka dalam kelancaran
persalinan seperti memberikan ramuan atau air yang telah didoakan oleh orang
yang dianggap memiliki ilmu. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan
dan pengetahuan budaya seperti ini seringkali membawa dampak baik positif
maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan bayi saat persalinan.

B. Saran

Faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya sering membawa


dampak negatif maupun positif bagi kesehatan ibu dan bayi saat persalinan,
untuk itu  seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap
masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya yang berkaitan dengan persalinan
agar persalinan tetap terkontrol dan mengurangi angkat kematian Ibu dan
angka kematian anak.

24
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Sri & dkk. 2016. Health Seeking Behaviour Pada Persalinanan Suku

Kaili Da’a di Desa Wulai Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat. Surabaya :

Kementerian Kesehatan. Volt. 19 (1).

https://www.scribd.com/document/326819097/Aspek-Sosial-Budaya-Persalinan

https://mitaerdila.wordpress.com/2013/01/06/budaya-kehamilan-dan-persalinan

https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/pengertian-dan-pengertian-adat-serta-

kebudayaan-89.

25

Anda mungkin juga menyukai