Pembimbing:
Oleh :
Eva Ropiah
Anneu Rostiana
2013
ABSTRAK
Tujuan
Osteoartritis pada lutut merupakan penyakit kronis degeneratif yang paling sering ditemukan.
Proloterapi merupakan terapi injeksi untuk nyeri kronis pada muskuloskeletal. Kami
memasukkan 3 grup tanpa diketahui (tim injektor, tim penilai, dan peserta injeksi), uji coba
terkontol secara acak untuk menilai kegunaan dari proloterapi pada osteoartritis.
Metode
90 orang dewasa yang mengalami nyeri lutut pada osteoartritis selama 3 bulan kami acak
untuk di injeksikan tanpa diketahui (dekstrosa proloterapi atau saline) atau olahraga di rumah.
Injeksi ekstra dan intra artikular sudah diberikan pada minggu 1, 5, dan 9 dengan perawatan
pada minggu ke 13 dan 17. Peserta yang melakukan olahrag di rumah kami berikan petunjuk
untuk latihan dan 1 orang pelatih. Hasil akhir termasuk nilai komposisi pada Western Ontario
McMaster University Osteoarthritis Index (WOMAC, 100 poin), skala nyeri lutut (KPS),
pasca pemberian obat gol.opioid dan kepuasan peserta.
Hasil
Tidak ada perbedaan yang bermakna pada semua grup. Semua grup dilaporkan mengalami
peningkatan pada nilai komposisi WOMAC dibandingkan dengan status awal (P<0,1) selama
52 minggu. Disesuaikan untuk jenis kelamin, usia dan indeks massa tubuh, skor WOMAC
meningkat pada pasien yang menerima dekstrosa proloterapi selama 52 minggu dibandingkan
dengan peserta yang berolahraga dan menerima saline. (perubahan nilai : 15,3 3,5 vs 7,6
3,4 dan 8,2 3,3 poin). Skor meningkat pada peserta yang menerima injeksi proloterapi
(P<0,5). Penggunaan obat opioid pasca prosedur memberikan hasil penurunan nyeri secara
cepat. Kepuasan dengan injeksi proloterapi cukup tinggi dan tidak ada efek samping.
Kesimpulan
METODE
Penelitian ini telah diterima oleh University of Wisconsin (UW) Health Sciences Institutional
Review Board. Para peserta dengan umur 40 sampai 76 tahun telah diikutsertakan dari tahun
2004 sampai 2009 dari komunitas UW yang telah di observasi selama 1 tahun. Kriteria
inklusinya adalah pasien dengan diagnosis OA (American Collage of Rheumatology),
indentifikasi OA oleh radiologist selama 5 tahun terdaftar, nyeri pada lutut yang dirasakan
selama 3 bulan, dan perubahan struktur pada tulang lutut saat pemeriksaan. Kriteria
ekslusinya adalah kehamilan, DM, terapi antikoagulasi, riwayat transplantasi total daerah
lutut, injeksi di daerah lutut 3 bulan, inflamasi atau post infeksi artritis, terapi opioid setiap
hari, BMI > 40 kg/m, dan komorbiditas para peneliti termasuk para pelatih. Setiap sendi lutut
dinilai secara terpisah.
Studi Desain
Peserta diikutkan secara acak 1 dari 2 kelompok injeksi (dekstrosa atau saline) atau peserta
olahraga dengan pengamatan melalui komputer. Para penilai dan peserta dibutakan terhadap
status grup injeksi.
Intervensi Injeksi
Injeksi dilakukan pada minggu ke 1, 5 dan 9 dengan tambahan pada minggu ke 13 dan 17.
Sebelum dilakukan injeksi, spuit berisi dekstrosa dan saline di tutup dengan label sehingga
para peserta dan penilai tidak mengetahuinya. Tiga puluh menit sebelum disuntikan, peserta
diberi obat oksikodon 5 mg. Tim penilai memeriksa lutut para peserta, menandai lokasi yang
akan disuntikan, memberikan lidokain 1% dan menginjeksi ekstra dan intra-artikular sesuai
dengan prosedur penelitian (tabel 1). Injeksi ekstra-artikular dilakukan dengan palpasi pada
tendon dan insersi legimen dengan 15 pungsi dengan total larutan injeksi sebanyak 22,5 ml.
Injeksi intra-artikular kemudian dilakukan dengan memasukkan 6 ml larutan dengan metode
inferomedial. Setelah dilakukan injeksi, peserta diberikan acetaminofen dan 8,5 mg
oksikodon tablet untuk digunakan seperlunya selama 1 minggu dan disarankan untuk
mengistirahatkan lututnya selama 2-3 hari dengan kegiatan sehari-hari dilakukan secara
progresif selama 1 bulan. Para peserta tidak puas menggunakan NSAID dan memulai terapi
baru OA selama masa penelitian.
Kelompok peserta latihan menerima pamflet berisi tentan OA dengan gerakan-gerakan yang
di demonstrasikan oleh pelatih. Peserta disarankan untuk memulai latihan (3 sesi per minggu,
1 sesi per hari dan 10 pengulangan setiap olahraga), untuk secara bertahap ditingkatkan lebih
dari 20 minggu ( 5 sesi per minggu, 2 sesi perhari, dan 15 kali pengulangan setiap olahraga)
dan mengulangnya jika mereka inginkan.
Kelompok olahraga diawasi oleh peneliti dengan cara selalu diingatkan dan didorong
semangatnya melalui telepon pada interval yang sama dengan kelompok yang menerima
injeksi.
Hasil
Dari 894 yang telah diseleksi melalui telepon, 118 orang memenuhi kriteria awal, 98
orang terdaftar secara acak. Delapan orang keluar sebelum prosedur dilengkapi dan sebelum
pengumpulan data. Sembilan puluh orang dilibatkan untuk analisis. (figure 1)
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada semua grup. Delapan peserta yang mundur
sebelum prosedur adalah wanita, tidak ada perbedaan antara 8 wanita dan sample yang
dianalisis. Sampel penelitian terdiri dari 66% wanita dengan usia rata-rata 56,7 tahun, 74%
memiliki kelebihan berat badan (BMI 25-29,9 kg/m) atau obesitas (BMI 30kg/m).
Peserta dilaporkan telah mengalami nyeri lutut > 5 tahun, dan sebagian besar telah gagal
setidaknya dalam 1 terapi konservatif.
Grup dekstrosa menerima 3,95 1,0 sesi injeksi, 13 peserta menerima injeksi pada
kedua lututnya dan 17 peserta menerima injeksi pada satu lutut (43 lutut). Grup saline
menerima 3,71 1,1 sesi injeksi, 13 peserta menerima injeksi pada kedua lututnya dan 15
peserta menerima injeksi pada satu lutut (41 lutut). Grup olahraga rata-rata 22 (77,4%),
penilaian diri selama masa 20 minggu; 77% dari peserta melaporkan latihan mereka di
rumah sesuai dengan petunjuk, 16 peserta menerima pengobatan pada kedua lututnya dan 1
peserta menerima pengobatan pada satu lutut (47 lutut). Empat belas peserta dilaporkan
menggunakan NSAID dalam kelompok injeksi dekstrosa dan injeksi saline, sedangkan 15
peserta dalam kelompok olahraga menggunakan NSAID.
Lima puluh persen (15 dari 30) peserta dekstrosa mengalami peningkatan skor
WOMAC 12 atau lebih poin pada 52 minggu dibandingkan dengan 30% (10 dari 29)
kelompok saline dan 24% (8 dari 31) pada peserta olahraga. Perbedaan signifikan juga
ditemukan pada minggu ke 9 untuk kelompok dekstrosa dibandingkan dengan saline dan
kelompok olahraga, 13,91 poin vs 6,75 poin (P = 0,020) vs 2,51 poin (P = .001) dan pada
minggu ke 24, perubahan 15,85 poin vs 8,12 poin (P = 0,021) vs 8,48 poin (P = 0,024).
Pada 9 minggu , peserta dekstrosa melaporkan fungsi signifikan lebih baik dari
kelompok saline dan olahraga , dengan perubahan 13,58 vs 5,85 poin ( P = 0,021 ) vs 4,00
poin ( P = 0,004 ). Pada 24 minggu , kelompok dekstrosa juga melaporkan perubahan
signifikan fungsional yang lebih baik dari kelompok saline dan olahraga , dengan perubahan
17,19 poin vs 7,62 poin ( P = 0,005 ) vs 9,30 poin ( P = 0,018 ).
Tidak ada korelasi antara kepatuhan latihan pada kelompok latihan dan perbaikan
komposit WOMAC pada 52 minggu ( r = -0.11 , P = 0,625 ). Secara keseluruhan , skor
WOMAC kelompok saline tidak secara signifikan berbeda dari kelompok olahraga kecuali
untuk nilai kekakuan pada 9 ( P = 0,047 ) dan 12 minggu ( P = 0,049 ) , kelompok saline lebih
baik. Terlepas dari jumlah lutut yang disuntikkan , frekuensi nyeri lutut ( 9 sampai 52 minggu
, P < .05 ) dan tingkat keparahan ( 24 dan 52 minggu , P < .05 ) secara signifikan berkurang
pada kelompok dekstrosa dibandingkan dengan kedua kelompok pembanding ( Tabel 5 ) .
KPS skor lutut diobati sedikit meningkat pada semua 3 kelompok dibandingkan dengan
baseline , tetapi tidak berbeda antara kelompok . Semua peserta kelompok injeksi mengalami
nyeri ringan diharapkan postinjection sampai sedang , 3 peserta dalam kelompok dekstrosa
dan 5 dalam kelompok saline mengalami memar . Tidak ada efek.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menemukan adanya perbaikan dalam skor WOMAC pada 26 dan 52
minggu untuk kelompok dekstrosa dibandingkan dengan kelompok saline. Peningkatan pada
kelompok dekstrosa hampir maksimum pada minggu ke 26, dan tetap stabil selama 52
minggu. Mekanisme aksi untuk dekstrosa masih belum jelas. Dekstrosa hipertonik telah
dihipotesiskan untuk merangsang penyembuhan luka kronis dan jaringan ekstra dan intra-
artikular. Potensi prolotherapy untuk merangsang pelepasan faktor pertumbuhan mendukung
jaringan lunak dan efek positif pada saraf juga telah disarankan.
Keterbatasan studi ini adalah jumlah sampel yang relatif kecil, meskipun efek ukuran
prolotherapy terbukti memadai untuk mendeteksi perbedaan antara kelompok. Penelitian ini
tidak cukup besar untuk mendeteksi efek samping yang jarang, seperti intoleransi terhadap
obat atau gejala lain setelah injeksi yang terkait. Generalisasi mungkin dibatasi oleh kriteria
eksklusi yang banyak, Penilaian kepuasan peserta secara langsung dan dipengaruhi bias.
Meskipun pengalaman klinis menunjukkan bahwa pasien tersebut mungkin masih
mendapatkan keuntungan dari prolotherapy, efektivitas dan efek jangka panjang (lebih dari 1
tahun) tidak diketahui.
Prosedur menjelaskan biaya yang dikenakan sebesar $ 218 per sesi. Beberapa pihak
ketiga wajib menutupi prolotherapy dengan otorisasi (pemerintah), tetapi kebanyakan pasien
membayar dengan uang sendiri. Ketertarikan dokter dan pasien di Amerika terhadap
proloterapi meningkat berdasarkan kehadiran mereka pada konferensi pendidikan dokter dan
kesehatan. Meskipun jumlah dokter yang melakukan prolotherapy di Amerika Serikat
berkisar ratusan dokter, belum ada survei yang dilakukan sejak 1993.