Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi dan Fisiologi Prostat


Pada pria, beberapa organ berfungsi sebagai bagian dari traktrus urinarius

maupun sistem reproduksi. Kelainan pada organ-organ reproduksi pria dapat


menganggu salah satu atau kedua sistem. Akibatnya, penyakit sistem reproduksi pria
biasanya ditangani oleh ahli urologi. Struktur dari sistem reproduksi pria adalah testis,
vas deferen (duktus deferen), vesika seminalis, penis, dan kelenjar asesori tertentu,
seperti kelenjar prostat dan kelenjar cowper (kelenjar bulbo-uretral).4

Gambar 2.1 Genitalia maskulina.

Gambar 2.2 Letak anatomis prostat.


Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di
depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri
dengan ukuran 3 x 4 x 2,5 cm dan beratnya 20 gram. Sebagian prostat mengandung
kelenjar glandular dan sebagian lagi otot involuter dan menghasilkan suatu cairan
yang di sebut semen, yang basa dan mendukung nutrisi sperma. Cairan prostat
merupakan kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat. Jika kelenjar ini
mengalami hiperlasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu
uretra posterior dan mengakibatkan obstruksi saluran kemih.1

Gambar 2.3 Prostat.


Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior,
medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas
4 bagian utama:1
1.

Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini


merupakan sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang
glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4).

2.

Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular,


membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara
skematik zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian
distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya terbuka untuk
menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluran-saluran
dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian distal.

3.

Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular,


dikenal sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus
ejakulatorius dengan apexnya pada verumontanum dan basisnya pada
leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada uretra prostatika
bagian distal. Zona central dan perifer ini membentuk suatu corong yang
berisikan segmen uretra proximal dan bagian ventralnya tidak lengkap
tertutup melainkan dihubungkan oleh stroma fibromuskular.

4.

Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang terkecil


(5 %), terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang berbentuk
silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona transisional dan
kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang disebut sebagai
kelenjar preprostatik.

Gambar 2.4 Zona prostat.

2.2

Benign Prostat Hyperplasia

2.2.1 Definisi
Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa
hiperplasia

kelenjar

atau

hiperplasia

fibromuskular.

Namun

orang

sering

menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah
hyperplasia.5 Pembesaran kelenjar prostat dapat menyumbat uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli.1

Gambar 2.5 Benign Prostat Hyperplasia.


2.2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang menderita gejala yang berkaitan
dengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria mengalami hal yang sama. 3
BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu
saluran kemih.1,6 Sebagai gambaran hospital prevalence, di RS Cipto Mangunkusumo
ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama.2
7

Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin meningkat,


diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia berusia 60 tahun atau
lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah
(Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH. BPH mempengaruhi kualitas
kehidupan pada hampir 1/3 populasi pria yang berumur > 50 tahun.3
2.2.3 Etiologi
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat:1
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone testosteron.
Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit
aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase. DHT
inilah yang secara langsung memicu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar
prostat.1 Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 reduktase dan jumlah
reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel
prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.1

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron


8

Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif
meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi
sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Akibatnya, dengan testosteron yang menurun merangsang terbentuknya selsel baru, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.1
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan selsel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya proliferasi
sel-sel epitel maupun stroma.1
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis
kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin
meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga
hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena
9

setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar


prostat.1
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk selsel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun (misalnya
pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga terjadinya
proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.1
2.2.4 Patofisiologi
Pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen
karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung
pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan
dirubahmenjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secaralangsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar
prostat.4
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi
yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi
resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan
10

kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis,
sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis.2
Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi
yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan
mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor
menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok).
Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil
dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor
ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih.4
Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Pada hipertrophy prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi
dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah
miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran

prostat

akan

merangsang

kandung

kemih,

sehingga

sering

berkontraksiwalaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot


detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).4
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu
lagi menampung urin,sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter
dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence).
11

Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter danginjal, maka
ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas
akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan
hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan, keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonephritis.2

Gambar 2.6 Patofisiologi BPH.


12

2.2.5 Tanda dan Gejala Klinis

Gejala pada saluran kemih bagian bawah


Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit BPH ini disebut sebagai
Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Gambaran klinis pada BPH digolongkan
dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi pada penyakit BPH
terdiri dari1:
1. Hesitancy
Definisi: telah timbul rasa ingin miksi tetapi urine tidak bisa segera keluar,
sehingga pasien seringkali kesulitan dalam memulai miksi. Bila pasien terasa
ingin miksi dan telah menemukan tempat yang nyaman, urine tidak bisa
segera keluar tetapi harus menunggu beberapa saat untuk miksi. Ini
dikarenakan musculus detrusor memerlukan waktu untuk dapat melampaui
tekanan di urethra.
2. Pancaran urin yang melemah dan mengecil
Pancaran urine yang keluar tidak bisa jatuh jauh ke depan pasien. Bila pasien
ingin miksi di closet atau di urinoir harus berdiri dekat dengan tempat
tersebut.
3. Intermittensi (buang air kecil / miksi terputus-putus).
4. Terminal dribbling (urine masih menetes setelah pasien selesai miksi).
5. Incomplete bladder emptying (terasa masih ada sisa setelah selesai miksi).
6. Abdominal Straining (Harus mengejan setiap mau miksi).
Gejala iritasi pada penyakit BPH terdiri dari1:
1. Urgensi
Pasien menjadi sulit menahan miksi dan bila keadaan menjadi progresif dapat
terjadi keluarnya urine tanpa dapat ditahan, walaupun yang bersangkutan
belum menemukan tempat yang konvinien (urge incontinentia).
2. Frekuensi
Maksud frekuensi disini adalah pasien lebih sering miksi tidak seperti
biasanya. Bila frekuensi miksi pada malam hari setelah tidur terjadi lebih dari
dua kali ini disebut sebagai Nokturia. Bila terjadi di siang hari sehingga
13

menganggu aktivitas pasien ini disebut sebagai Frekuensi Diurna. Biasanya


nokturia lebih menonjol daripada frekuensi diurna, karena pada saat tidur
nilai ambang stretcht receptor pada buli-buli lebih rendah dan juga penderita
sendiri lebih dapat mengingat berapa kali harus bangun untuk miksi.
3. Disuria
Keadaan dimana pada waktu miksi disertai rasa nyeri yang dapat berupa rasa
pedih dan panas. Gejala ini jarang didapatkan pada pasien BPH. Bila didapat
gejala ini, harus dipikirkan kemungkinan diagnosa lain atau telah terjadi
penyulit yaitu infeksi atau terbentuk batu buli-buli sekunder karena stasis
urine.
4. Stranguria
Proses miksi dengan disertai gejala seperti disuria yang lebih berat dan terjadi
hematuria.
5. Nyeri di daerah suprapubik
Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian
atas berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (tanda
dari hidronefrosis), atau demam (tanda dari infeksi atau pun urosepsis)1.
Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemorrhoid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal1.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan
teraba massa di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan
urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari
inkontinensia paradoksal. Selain itu bisa dilakukan pemeriksaan colok dubur. Dimana
pemeriksaan ini yang perlu diperhatikan adalah : tonus sfingter ani/reflex bulbo14

kavernosus, mucosa rectum, keadaan prostat seperti ada tidaknya nodul, krepitasi,
konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat1.
Pada pemeriksaan colok dubur dari pembesaran prostat benigna menunjukan
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris
dan tidak didapatkan nodul. Dapat pula diketahui adanya batu prostat bila teraba
krepitasi3.

Gambar 2.7 Rectal toucher.

2.2.6 Diagnosis
IPSS (International Prostate Symptom Score)7
Penilaian gejala BPH dapat dilakukan dengan menghitung International
Prostate Symptom Score (I-PSS). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan

15

yang berhubungan dengan keluhan miksi atau Lower Urinary Track Symptoms
(LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0
sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi
nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3
derajat, yaitu :
(1) ringan: skor 0 7
(2) sedang: skor 8 19
(3) berat: skor 20 35
Skor Internasional gejala gejala prostat WHO
( Internasional Prostate Symptom Score, IPSS )
Keluhan pada bulan
terakhir

Tidak sama
sekali

< 1 - 5x

>5-<
15x

15x

> 15x

Ham
pir
selalu

Adakah anda merasa buli


buli tidak kosong setelah
BAK

Berapa anda hendak BAK


lagi dalam waktu 2 jam
setelah BAK

Berapa kali terjadi air kencing


berhenti sewaktu BAK

Berapa kali anda tidak dapat


menahan keinginan BAK

Berapa kali arus air seni


lemah sekali sewaktu BAK

Berapa kali terjadi anda


mengalami kesulitan memulai
BAK (harus mengejan)

16

Berapa kali anda bangun


untuk BAK diwaktu malam

Andaikata hal yang anda


alami sekarang akan tetap
berlangsung seumur hidup,
bagaimana perasaan anda

Sangat
senang

1x

Cukup
senang

2x

Biasa
saja

3x

4x

5x

Agak
tidak
senan
g

Tidak
meny
enang
kan

Sanga
t
tidak
meny
enang
kan

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :
1. Urinalisis
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih.1
2. Faal ginjal dan kultur urin
Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga
menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis
menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Pemeriksaan kultur urin berguna
untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.

Pemeriksaan

sitologi

urin

digunakan

untuk

pemeriksaan

sitopatologi sel-sel urotelium yang terlepas dan terikut urin.7


3. Gula darah
Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi adanya diabetes mellitus yang
dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli.7

17

4. PSA (Prostate Spesific Antigen)2


Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
karsinoma prostat stadium awal. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan
perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti:
(a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat,
(b) keluhan akibat BPH / laju pancaran urine lebih jelek, dan
(c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut. Pertumbuhan volume kelenjar
prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA.
Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan,
setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine
akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang kadar
PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah sebagai berikut:
1. Umur 40-49 tahun:
0 - 2,5 ng/ml
2. Umur 50-59 tahun:
0 - 3,5 ng/ml
3. Umur 60-69 tahun:
0 - 4,5 ng/ml
4. Umur 70-79 tahun:
0 - 6,5 ng/ml
5. Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh
terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat
menerangkan adanya1:

kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis),

memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan


dengan indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar
prostat) atau ureter bagian distal yang berbentuk seperti mata kail
(hooked fish),
18

penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel,


atau sakulasi buli-buli

6. Pemeriksaan IVP tidak lagi direkomendasikan pada BPH. 1 Pemeriksaan


USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan untuk mengetahui
besar dan volume prostat , adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna
sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan
jumlah residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-buli. Pemeriksaan
Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
Systocopy untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rectum.6
2.2.7 Diagnosis Banding
Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor di bawah :
1. Kelemahan detrusor kandung kemih
- Ganguan neurologik
- Kelainan medula spinals
- Neuropatia diabetes mellitus
- Pasca bedah radikal di pelvis
- Farmakologik ( obat penenang, penghanbat alfa, parasimpatolitik)
2. Kekakuan lehar kandung kemih
- Fibrosis
3. Resistensi uretra

19

- Hipertrofi prostat ganas atau jinak


- Kelainan yang menyumbat uretra
- Uretrolitiasis
- Uretritis akut dan kronik
2.2.8 Terapi
Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik, kadang mereka
mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa dapat terapi apapun atau hanya
dengan nasehat dan konsultasi saja.3 Tujuan terapi BPH adalah 7:
1. Memperbaiki keluhan miksi
2. Meningkatkan kualitas hidup
3. Mengurangi Obstruksi infravesika
4. Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
5. Mengurangi volume residu urine setelah miksi
6. Mencegah progresifitas penyakit.
Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan atau tindakan
endourologi yang kurang invasive.Tergantung pada berat ringan keluhan pasien.6
1. Ringan (IPPS<8, maks. flow rate >15ml/s) Watchful waiting
2. Sedang (IPPS 9-18, maks. flow rate 10-15 ml/s) Medikamentosa
3. Berat (IPPS >18, maks. flow rate <10 ml/s) Operatif
Watchful waiting6
Pilihan tanpa terapi ini ditunjukkan pada pasien BPH dengan skor i-PSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari hari. Pasien

20

tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal
yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya:
1. Jangan mengkonsumsi kopi dan alcohol
2. Kurangi makanan yang mengiritasi buli-buli (kopi dan coklat)
3. Batasi obat influenza seperti fenilpropanolamin
4. Kurangi makanan pedas dan asin
5. Jangan suka menahan kencing terlalu lama.
6. Pasien diminta untuk sering datang kontrol dengan menanyakan keluhannya
apakah bertambah baik, selain itu melakukan pemeriksaan laboratorium, dan
uroflometri.
Medikamentosa5,6
Tujuan terapi ini adalah mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai
komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat obatan penghambat
adrenergic alfa, mengurangi volume prostat menurunkan kadar hormone testosterone
melalui 5- reduktase

Penghambat adrenergic alfa


Penghambat adrenergic alfa dapat mengurangi penyulit sistemik yang
dapat diakibatkan oleh efek hambatan pada 2 dari fenoksibenzamin.
Beberapa obat Penghambat adrenergic alfa adalah prazosin diberikan 2 kali

sehari, terazosin, afluzosin dan doksazosin yang diberikan sekali sehari.


Penghambat 5- reductase
Obat ini bekerja sebagai penghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5- reductase didalam sel
prostat. Menurunnya DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel
21

prostat menurun. Obat ini adalah finasteride 5 mg sehari yang diberikan sekali
setelah enam bulan mampu menurunkan prostat hingga 28%, hal ini
memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.
Pembedahan7
Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang :

1.

Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

2.

Mengalami retensi urine

3.

Infeksi saluran kemih berulang

4.

Hematuria

5.

Gagal ginjal

6.

Timbulnya batu saluran kemih.

Pembedahan terbuka
Beberapa macam teknik Prostatektomi terbuka adalah metode dari Milin yang
melakukanenukleasi
infravesika,freyer

kelenjar
melalui

prostat

pendekatan

melalui

pendekatan

suprapubik

retropubik

transvesika,

atau

transperineal. Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang


masih dikerjakan saat ini, paling invasive dan paling efisien sebagai terapi
BPH. Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar
(>100gram).

Transuretra Reseksi Prostat (TURP)


Reseksi prostat transuretra menjadi gold standard dari pembedahan prostat
dan merupakan tindakan endo Urologik terbanyak (90-95%) untuk mengatasi
obstruksi intravesikal yang disebabkan oleh BPH. Pertama, dilakukan
22

transuretra dengan mempergunakan cairan irigan ( pembilas ) agar daerah


yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang
digunakan berupa laturan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi
hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai yaitu H2O
( aquades ). Kerugian aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan
ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui vena yang terbuka saat reseksi.
Kelebihan aquades dapat menyebabkan hiponatremia relative atau gejala
intoksikasi air atau sindroma TURP. Sindrom ini ditandai dengan pasien yang
mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan bradikardi.
Jika tidak segera diatasi pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya
jatuh dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP sebesar
0,9%. Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP tindakan reseksi
tidak boleh dilakukan lebih dari 1 jam dan untuk mengurangi penyerapan air
ke sirkulasi sistemik dapat dipasang sistostomi suprapubik dahulu sebelum
reseksi.

Transuretra Insisi Prostat (TUIP)


Pada TUIP tidak dikerjakan reseksi prostat tetapi hanya melakukan insisi pada
posisi jam 5 dan jam 7 dari kelenjar prostat dengan menggunakan pisau dari
Collin. TUIP hanya dikerjakan untuk BPH obstruktif yang ukurannya kecil,
besar RT derajat I atau kurang dari 20 gram. Keuntungan dari TUIP adalah
waktu operasi dan waktu rawat inap yang lebih singkat, penyulit yang jauh
lebih sedikit tetapi insiden prostat kambuh tentu lebih sering yang masih

23

berbeda pendapat adalah permasalahan tentang panjangnya serta dalamnya


insisi (Purnomo, 2011).

Transuretra Laser Insisi Prostat (TULIP)


Sinar laser sudah lama berperanan dalam pembedahan dan terbukti
manfaatnya. Jenis laser yang digunakan pada terapi BPH adalah Nd YAG
laser. Pada tahun 1985 SHANBERG melaporkan penggunaan laser pada
prostatektomi. Kendala utamanya adalah belum bisa mengarahkan sinar laser
secara akurat. Juga karena yang digunakan saat itu kontak laser maka terjadi
pengarangan pada ujung probe sehingga kekuatan laser berkurang. Saat ini
telah berhasil dibuat peralatan untuk membelokkan sinar laser sehingga tepat
mengenai lobus lateral dari prostat. Juga jenis probenya adalah non kontak
probe.1,4,8,9

Intervensi Invasif Minimal:


1) Transuretral Ballon Dilatasi (TUBD)
Dengan menggunakan balon kateter yang berkapasitas antara 75F-110F
dengan tekanan antara 3-5 atmosfir, uretra prostatika di dilatasi selama 10-30
menit. Terapi ini dikerjakan untuk BPH yang kecil dan tanpa pembesaran dari
lobus medius. Terdapat perbaikan keluhan dan flowmetrik sampai 3-6 bulan
sesudah tindakan walaupun secara sitoskopik ternyata tidak ada perbedaan di
daerah uretra prostatika pra dan pasca tindakan.
2) Prostat Stent

24

Stent dibuat dari bahan kawat yang dianyam hingga berbentuk tabung. Stent
dipasang di uretra prostatika untuk mencegah berdempetnya prostat.
2.2.9

Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan

semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.7
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin
dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis.7

25

Anda mungkin juga menyukai