PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan
jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus
listrik. Berat dan ringannya luka bakar tergantung pada jumlah area permukaan
tubuh, derajat kedalaman dan lokasi luka bakar yang terjadi (Suriadi, 2004).
Luka bakar merupakan trauma yang berdampak paling berat terhadap fisik
maupun psikologis, dan mengakibatkan penderitaan sepanjang hidup seseorang,
dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi (Moenajat, 2003).
Menurut WIjaya & Putri (2013), salah satu penyebab luka bakar adalah arus
listrik. Luka bakar listrik terjadi karena panas yang digerakan dari energi listrik,
baik Alternatif Current (AC) maupun Direct Current (DC) yang dihantarkan
melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya
voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
Luka bakar adalah penyebab utama keempat trauma dan penyebab paling
umum kecacatan dan kematian di seluruh dunia (Ardabili, dkk., 2016). Dan
merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok
umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita,
terutama pada orang tua atau lanjut usia (Rahayuningsih, 2012).
Ardabili, dkk. (2016) melaporkan bahwa insiden total luka bakar telah terjadi
diperkirakan sekitar 2,4 juta kasus di berbagai negara yang berbeda, 650.000 dan
75.000 di antaranya memerlukan perawatan segera dan rawat inap. Hasdianah &
Suprapto (2014) menjelaskan bahwa hingga tahun 2004, 11 juta kasus luka bakar
memerlukan perawatan medis di seluruh dunia dan menyebabkan 300.000
kematian.
Di Amerika Serikat, diperkirakan 500.000 cedera luka bakar yang
mendapatkan perawatan medis setiap tahunnya. Sedangkan luka bakar karena lsitrik
menyebabkan sekitar 1.000 kematian per tahu. Sekitar 90% luka bakar terjadi di
negara berkembang, secara keseluruhan hampir 60% dari luka bakar yang bersifat
fatal terjadi di Asia Tenggara dengan tingkat kejadian 11,6 per 100.000 penduduk.
Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai kejadian luka bakar, ini
disebabkan karena tidak semua rumah sakit di Indonesia memiliki unit pelayanan
1
luka bakar. dr I Nyoma Putu Riasa (Ketua Perhimpunan Luka Bakar dan
Penyembuhan Luka Indonesia) (2015) menyatakan bahwa sepanjang 2012-2014
terdapat 3.518 kasus luka bakar di 14 rumah sakit besar di Indonesia
(www.republika.co.id).
Pada daerah Sumatera Barat, berdasarkan data yang didapatkan dari ruangan
rawat inap Luka Bakar RSUP DR. M. Djamil Padang pada tanggal 21 September
2017, didapatkan pada tahun 2014 kasus luka bakar mencapai 89 orang, pada tahun
2015 mencapai 106 kasus, pada tahun 2016 mencapai 86 kasus, dan kasus luka
bakar dari awal Januari sampai Agustus 2017 mencapai 60 orang, 21 orang
diantaranya adalah kasus luka bakar listrik.
Untuk kejadian kasus luka bakar di Bangsal Bedah Rumah Sakit Arosuka,
Kabupaten Solok, didapati pada tahun 2018 sebanyak .................................
Perlu diketahui bahwa penyebab angka kematian dan kecacatan akibat
kegawat daruratan adalah tingkat keparahan akibat kecelakaan, kurang
memadainya peralatan, sistem pertolongan dan pengetahuan penanganan korban
yang tidak tepat dan prinsip pertolongan awal yang tidak sesuai. Pengetahuan
penanggulangan penderita gawat darurat memegang posisi besar dalam
menentukan keberhasilan pertolongan. Banyak kejadian penderita pertolongan
pertama yang justru meninggal dunia atau mengalami kecacatan akibat kesalahan
dalam pemberian pertolongan awal. Ketergantungan masyarakat kepada tenaga
medis untuk melakukan tindakan penyelamatan dasar bagi korban kecelakaan,
sudah waktunya di tinggalkan. Hal ini karena kurangnya kemampuan masyarakat
dalam pertolongan pertama pada kecelakaan (Azhari, 2011).
Apabila penanganan luka bakar tidak benar berdapak timbulnya beberapa
macam komplikasi. Luka bakar tidak hanya menimbulkan kerusakan kulit,
tetapi juga mempengaruhi seluruh system tubuh pasien. Pada pasien dengan luka
bakar luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga
timbul berbagai macam komplikasi yang memerlukan penanganan khusus
(Moenadjat, 2009).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2
Tujuan umum seminar ini dibuat agar mahasiswa mampu menerapkan
asuhan keperawatan pada Tn. A dengan Luka Bakar (Combustio) di Ruang
Bedah RSUD Arosuka.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus seminar ini agar mahawiswa mampu :
a. Untuk mengetahui Landasan Teori pada penderita Luka Bakar
b. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien
dengan luka bakar;
c. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada klien
dengan luka bakar;
d. Mampu menentukan intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan
yang timbul pada klien dengan luka bakar;
e. Mampu melakukan implementasi dan evaluasi pada klien dengan luka
bakar; dan
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Bagi ilmu pengetahuan diharapkan mampu mengunakan sebagai bahan
pembelajaran dalam asuhan keperawatan pada kasus Luka Bakar
(Combustio).
2. Bagi Institusi
Bagi institusi diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran
dalam penangganan kasus Luka Bakar (Combustio).
3. Bagi Penulis
Bagi penulis diharapkan menambah pengetahuan dan pembelajaran tentang
asuhan keperawatan pada Luka Bakar (Combustio).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Epidemiologi
Luka bakar adalah masalah kesehatan yang sangat global. Menurut WHO, pada
tahun 2016 diperkirakan 265.000 kematian setiap tahun disebabkan oleh luka
bakar, dan hampir setengah kejadian luka bakar terjadi di Asia Tenggara.
Mayoritas kejadian ini terjadi di negara berpenghasilan rendah sampai menengah.
4
Sedangkan pada negara dengan penghasilan tinggi, angka kematian akibat luka
bakar sudah menurun setiap tahunnya. Dan tingkat kematian anak karena luka
bakar 7 kali lebih tinggi di negara berpenghasilan rendah sampai menengah
daripada negara dengan penghasilan tinggi.
Menurut WHO, terdapat beberapa data negara :
a. Di India, lebih dari 1.000.000 orang setiap tahun terluka dari derajat sedang
hingga berat akibat luka bakar.
b. Hampir 173.000 anak-anak setiap tahun di Bangladesh tercatat memiliki
kecacatan derajat sedang hingga berat akibat luka bakar.
c. Dan pada tahun 2008, lebih dari 410.000 kejadian luka bakar terjadi di
Amerika Serikat, dengan 40.000 orang membutuhkan perawatan medis.
Kasus luka bakar ini kebanyakan terjadi di rumah dan di tempat kerja. Survey di
Bangladesh dan Ethiopia menunjukkan bahwa 80-90% luka bakar terjadi di
rumah. Menurut data terbaru, wanita mempunyai resiko lebih tinggi
dibandingkan pria, hal ini dikarenakan wanita kerap melakukan pekerjaan rumah
yang berhubungan dengan psumber panas misalnya memasak, atau menyetrika.
Adapun faktor resiko lain adalah anak-anak, karena seringkali sebagai orangtua
lalai dalam mengawasi putra putri mereka dalam bermain atau melakukan
aktifitas yang berdekatan dengan sumber panas. Ada peningkatan dalam
permeabilitas kapiler karena efek panas dan kerusakan. Hal ini menyebabkan
plasma bocor keluar dari kapiler ke interstitial. Hasil dari peningkatan
permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma berlanjut sampai 48 jam dan
maksimum 8 jam pertama. Dalam 48 jam baik permeabilitas kapiler kembali
menjadi normal atau trombosis dan tidak lebih bagian dari sirkulasi. Hilangnya
plasma ini adalah penyebab syok hipovolemik pada luka bakar.
Berikut ini adalah penyebab dari kehilangan darah pada luka bakar:
a. Sel darah merah yang hilang dalam pembuluh dasar kulit terbakar pada fase
akut. Oleh karena itu, lebih dalam luka bakar lebih banyak kehilangan darah.
Darah akan ditransfusikan setelah 48 jam kecuali dinyatakan seperti pada
anemia yang sudah ada atau kehilangan darah secara keseluruhan karena
penyebab lainnya.
5
b. Masa hidup sirkulasi sel darah merah berkurang karena dengan efek langsung
dari panas dan mereka hemolyse diawal. Luka bakar yang luas juga
menyebabkan sumsum tulang depresi yang mengarah ke anemia.
c. Pada tahap kronis luka bakar, kehilangan darah dari granulasi luka dan infeksi
bertanggung jawab untuk anemia. Tidak seperti kebanyakan luka lain, luka
bakar biasanya steril pada saat cedera. Panas menjadi agen penyebab, juga
membunuh semua mikroorganisme pada permukaan. Itu hanya setelah minggu
pertama luka bakar yang luka permukaan ini cenderung terinfeksi, sehingga
membuat sepsis sebagai penyebab utama kematian diluka bakar. Di luka lain
misalnya, luka gigit, luka tusuk dan luka lecet yang terkontaminasi pada saat
diderita jarang penyebab sepsis sistemik.
Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak akibat luka bakar tersebut, Di Maio
mengklasifikasikan menjadi derajat I,II,III,dan IV.
a. Luka Bakar Derajat I
6
Kerusakan hanya terjadi di permukaan kulit. Kulit akan tampak kemerahan,
tidak ada bulla, sedikit oedem dan nyeri, dan tidak akan menimbulkan
jaringan parut setelah sembuh.
b. Luka Bakar Derajat II
Kerusakan mengenai sebagian dari ketebalan kulit yang melibatkan semua
epidermis dan sebagian dermis. Pada kulit akan ada bulla, sedikit edem, dan
nyeri berat.
c. Luka Bakar Derajat III
Kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit dan ada nekrosis. Lesi tampak
putih dan kulit kehilangan sensasi rasa, dan akan menimbulkan jaringan parut
setelah luka sembuh.
d. Luka Bakar Derajat IV
Luka Bakar ini disebut juga carring injury. Pada luka bakar ini kulit tampak
hitam seperti arang karena terbakarnya jaringan. Terjadi kerusakan seluruh
kulit dan jaringan subkutan begitu juga pada tulang akan gosong.
Berdasarkan derajat keparahannya, luka bakar dibagi menjadi 3 jenis yaitu yang
bersifat ringan, sedang, dan berat. Berikut ini adalah klasifikasinya:
a. Derajat Ringan (Minor Burns)
Luka bakar derajat dua pada dewasa dengan luas permukaan tubuh kurang
dari 15%. Luka bakar derajat dua pada anak dengan luas permukaan tubuh
kurang dari 10%.Luka bakar derajat tiga pada anak atau dewasa dengan luas
permukaan tubuh kurang dari 2%.
b. Derajat Sedang (Moderate Burns)
Luka bakar derajat dua pada dewasa yang melibatkan 15 – 25% luas
permukaan tubuh. Luka bakar derajat dua pada anak yang melibatkan 10 –
20% luas permukaan tubuh. Luka bakar derajat tiga pada anak atau dewasa
yang melibatkan 10% luas permukaan tubuh.
c. Derajat Berat (Major Burn)
Pada dewasa, luka bakar derajat dua yang melibatkan lebih dari 25% luas
permukaan tubuh. Pada anak, luka bakar derajat dua yang melibatkan lebih
dari 20% luas permukaan tubuh. Pada anak atau dewasa, luka bakar derajat
tiga yang melibatkan lebih dari 10% luas permukaan tubuh. Cedera inhalasi.
Luka bakar listrik. Luka bakar dengan trauma tambahan (trauma kepala,
7
trauma intraabdomen, fraktur), Luka bakar pada kehamilan, Penyakit
komorbid yang menyertai luka bakar (diabetes melitus, penggunaan
kortikosteroid, imunosupresi).
←
5. Luas Permukaan Tubuh Terbakar Berdasarkan Rules of Nines
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan luas luka bakar dan derajat luka
bakar. Patokan yang masih dipakai dan diterima luas adalah mengikuti Rules of
Nines dari Wallace. Luka bakar yang terjadi pada daerah muka dan leher jauh
lebih berbahaya dibandingkan luka bakar di tungkai bawah.
8
Penyembuhan luka bakar tergantung pada kedalaman luka bakar. Jackson (1959)
menggambarkan tiga zona kerusakan jaringan luka bakar (Arturson, 1996):
a. Zona pusat koagulasi ini adalah bagian tengah dari luka bakar dengan
nekrosis coagulative lengkap.
b. Zona stasis adalah dipinggiran zona koagulasi. Sirkulasi lamban dalam zona
ini tetapi dapat pulih setelah resusitasi awal yang memadai dan perawatan
luka yang tepat.
c. Zona terluar dari hiperemi ini adalah perangkat untuk zona stasis. Ini adalah
hasil dari vasodilatasi intens seperti yang terlihat dalam fase inflamasi
setelah trauma. Hal ini akhirnya pulih sepenuhnya.
Pada tingkat pertama dan kedua derajat luka bakar ringan, penyembuhan spontan
adalah tujuan utama. Tingkat dua luka bakar ringan sembuh dari epitel folikel
rambut sisa, yang berada banyak dalam dermis superfisial. Penyembuhan selesai
dalam waktu 5-7 hari dan bekas luka hampir kurang. Ditingkat dua dalam dan
luka bakar tingkat tiga, penyembuhan secara sekunder, yang melibatkan proses
epithelisasi dan kontraksi (Gambar2), Inflamasi (reaktif), proliferasi (reparatif)
dan pematangan (renovasi) merupakan tiga fase dalam penyembuhan luka.
Proses ini sama untuk semua jenis luka, yang membedakan adalah durasi dalam
setiap tahap, sebagai berikut:
1. Fase Inflamasi
Fase ini sama di semua luka traumatis segera setelah cedera, respon
inflamasi tubuh yang dimulai pembuluh darah dan komponen seluler
(Werner S, 2003).
Respon Vaskular: Segera setelah luka bakar ada sebuah vasodilatasi
lokal dengan ekstravasasi cairan diruang ketiga. Dalam luka bakar yang
luas peningkatan permeabilitas kapiler dapat digeneralisasi dengan
ekstravasasi besar cairan plasma dan membutuhkan pengganti.
Respon seluler: Neutrofil dan monosit adalah sel pertama yang
bermigrasi di lokasi peradangan. Kemudian pada neutrofil mulai
menurun dan digantikan oleh makrofag. Migrasi sel ini diinisiasi oleh
faktor chemotactic seperti kalikrein dan peptida fibrin dilepaskan dari
proses koagulasi dan zat dilepaskan dari sel mast seperti tumor necrosis
faktor, histamin, protease, leukotreins dan sitokin. Respon seluler
9
membantu dalam fagositosis dan pembersihan jaringan yang mati serta
racun yang dikeluarkan oleh jaringan luka bakar.
2. Fase Proliferasi
Pada luka bakar ketebalan parsial re-epitelisasi dimulaidalam bentuk
migrasi keratinosit dari lapisan kulit unsur tambahan dalam dermis
beberapa jam setelah cedera, inibiasanya meliputi luka dalam waktu 5-7
hari. Setelah reepithelisasi membentuk zona membran antara dermis dan
epidermis. Angiogenesis dan fibrogenesis membantu dalam pemulihan
dermis. Penyembuhan setelah luka bakar dieksisi dan grafting.
3. Fase Remodelling
Fase Remodelling adalah fase ketiga dari penyembuhan dimana
pematangan graft atau bekas luka terjadi. Pada tugas akhir ini fase
penyembuhan luka pada awalnya ada peletakan protein struktural
berserat yaitu kolagen dan elastin sekitar epitel, endotel dan otot polos
sebagai matriks ekstraseluler. Kemudian dalam fase resolusi matriks
ekstraseluler ini remodeling menjadi jaringan parut dan fibroblast
menjadi fenotip myofibroblast yang bertanggung jawab untuk kontraksi
bekas luka.
Di tingkat dua dermal mendalam dan ketebalan penuh luka bakar yang
tersisa untuk penyembuhan sendiri dari fase resolusi ini adalah
berkepanjangan dan waktu bertahun-tahun dan bertanggung jawab untuk
jaringan parut hipertrofik dan kontraktur. Hiperpigmentasi pada luka
bakar ringan adalah karena respon terlalu aktif dari melanosit dan
hipopigmentasi
terlihat pada luka bakar dalam adalah karena penghancuran melanosit
dari pelengkap kulit. Didaerah kulit yang dicangkokkan sekali inervasi
dimulai, tumbuh dengan saraf mengubah kontrol melanosit yang
biasanya mengarah untuk hiperpigmentasi pada individu berkulit gelap
dan hipopigmentasi pada individu berkulit putih.
10
7. Infeksi pada Luka Bakar
Luka yang disebabkan oleh energi panas merupakan lokus minoris resistentiae,
yang efektif pada pengembangan agen kemoterapi topikal antimikroba pada
pertengahan 1960-an merupakan lokasi yang paling umum infeksi penyebab
morbiditas dan meningkatkan angka kematian hampir secara universal pada
pasien luka bakar. Insiden sepsis luka bakar sebanding dengan luasnya luka
bakar dan dipengaruhi oleh kedalaman luka bakar dan usia pasien. Infeksi luka
bakar jarang terjadi pada cedera parsial, mereka terjadi dengan frekuensi
terbesar pada anak-anak selanjutnya orang tua dan dengan frekuensi terendah
pada dewasa muda (15 - 40 tahun). Infeksi luka bakar merupakan efek gabungan
dari adanya gumpalan protein dan nutrisi mikroba lainnya dalam luka dan tidak
adanya vaskularisasi, yang mencegah pengiriman sel imunologis aktif, faktor
humoral dan antibiotik.
Flora luka bakar juga mempengaruhi risiko infeksi dan potensi invasif infeksi
yang terjadi. Populasi mikroba luka segera setelah luka bakar jarang (bakteri
dalam kulit pelengkap biasanya bertahan luka) dan dominan gram positif.
Dengan berjalannya waktu organisme gram negatif menjadi escar dan pada akhir
minggu pertama setelah trauma kuman menjadi dominan pada luka bakar.
Sebelum penemuan antibiotik, streptokokus grup A beta hemolytic adalah
penyebab paling sering mengancam jiwa luka bakar dan infeksi sistemik, tetapi
terapi penisilin telah menghilangkan angka kematian tersebut. Penggunaan
penisilin menyebabkan munculnya Staphylococcus aureus yang paling umum
gram positif dari luka bakar.
Infeksi luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur (20-
25%), anaerob dan virus (5-10%). Infeksi luka bakar dapat diklasifikasikan atas
dasarorganisme penyebab, kedalaman invasi, dan respon jaringan (Capoor et al,
2010).Adanya infeksi jamur pada luka bakar banyak dilaporkan oleh Becker WK et
al. dalam penelitian mereka di1991 dan Candida albicans ditemukan menjadi
organisme penyebab utama. Dalam sebuah penelitian terbaru yang dilakukan pada
tahun 2012 olehSarabahi et al., pada perubahan pola jamur pada infeksi luka bakar,
C. albicans telah diganti dengan Candida nonalbicans terutama C. krusei dan C.
glabrata serta Aspergillus. Pada studi infeksi jamur yang sama juga ditemukan
berkaitan dengan kematian sangat tinggi, lebih dari 40% dan tahan terhadap azol
konvensional. Organismenya hanya sensitif terhadap echinocandins dan
Amphoteracin B. Penyebab utama dari invasif sepsis luka bakar adalah
11
imunosupresi mendalam. Luka bakar mempengaruhi baik komponen nonspesifik
dan spesifik dari sistem kekebalan tubuh. Pertahanan nonspesifik terdiri dari sel
beredar dan sel fagosit tetap dan jumlah protein plasma yang memediasi respon
inflamasi. Pada pasien luka bakar yang ekstensif, fagosit polimorfonuklear
menjadi tidak efektif dalam chemotactic, fagositosis dan tindakan mengeliminasi
didalam seluler. Demikian pula mononuklear sistem fagositosis juga tidak
mampu menjalankan fungsinya sebagai fagositosis dan sitokinin rilis (Zembola,
1984). Komponen sistem kekebalan tubuh sel dimediasi oleh respon
imunosupresi sebagai bukti dengan berkepanjangan kelangsungan hidup pada
pasien homograft luka bakar.Respon imunhumoral juga tertekan seperti yang
jelas terlihat dengan penurunan yang signifikan dalam konsentrasi serum dari
semua kelas imunoglobulin pada pasien luka bakar parah (Daniels JC, 1974).
Tidak hanya menurunnya tingkat kuantitatif immunoglobulin pada pasien luka
bakar, secara kualitatif sisa imunoglobulin yang beredar juga tidak efisien.
Produksi antibodi T-cell-dependent ditekan untuk waktu yang lama pada pasien
luka bakar luas karena kekurangan pengaturan sekresi interleukin-2 dan
penekanan pada sekresi sel T-helper yang menurunkan faktor yang diperlukan
untuk diferensiasi sel-B menjadi sel antibodi (Teodorczyk JA, 1989). Insiden
tertinggi septikemia pada luka bakar terjadi pada 10 hari pertama ketika titer
serum immunoglobulin sangat tinggi.
B. Skin Graft
Skin graft (cangkok kulit) adalah tindakan memindahkan sebagian atau seluruh
tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat lain supaya hidup di tempat yang baru
tersebut dan dibutuhkan suplai darah baru (revaskularisasi) untuk menjamin
kelangsungan hidup kulit yang dipindahkan tersebut. Pembagian skin graft
menurut ketebalannya terdiri dari split thickness skin graft (STSG) dan full
thickness skin graft (FTSG).
a. Split Thickness Skin Graft (STSG)
Split Thickness Skin Graft (STSG) terdiri dari lapisan atas kulit (epidermis
dan dermis). Cangkok ditempatkan di atas luka terbuka untuk menyediakan
cakupan dan proses penyembuhan. Letak donor STSG pada dasarnya adalah
luka bakar tingkat dua karena hanya bagian dari dermis termasuk dalam
cangkok. Letak donor akan sembuh dengan sendirinya karena beberapa
12
elemen dermal tetap. STSG dikategorikan lebih tipis (0,005-0,012 in),
sedang (0,012-0,018 in), atau tebal (0,018-0,030 in), berdasarkan ketebalan
harvested graft.
Pilihan antara FTSG (Full Thickness Skin Grafting) dan STSG tergantung pada
kondisi luka, lokasi, ketebalan, ukuran, dan estetika. STSG digunakan untuk
melapisi luka yang besar, rongga baris, muncul kembali defisit mukosa, letak
donor tutup dekat, dan muncul kembali flaps otot. Hal ini juga diindikasikan
untuk luka yang relatif besar (>5-6 cm diameter) yang akan memerlukan
beberapa minggu untuk menyembuhkan sekunder.
13
Namun, STSG memiliki kelemahan yang signifikan yang harus diperhatikan.
STSG lebih rentan, terutama ketika ditempatkan di daerah dengan sedikit
dukungan jaringan lunak, dan biasanya tidak tahan terapi radiasi berikutnya.
Lokasi STSG dapat berkontraksi secara signifikan selama penyembuhan. Kulit
cenderung hipo atau hiperpigmentasi, terutama pada individu berkulit gelap.
Ketipisan STSG, pigmentasi abnormal, dan sering kekurangan tekstur halus dan
pertumbuhan rambut membuat STSG lebih fungsional dari kosmetik. Ketika
digunakan untuk melapisi luka bakar besar wajah, STSG dapat menghasilkan
penampilan yang tidak diinginkan. Meskipun kedua FTSG dan letak donor
STSG meninggalkan luka kedua, reepitelisasi letak donor STSG sering
menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan dan memiliki kebutuhan
perawatan luka berlangsung sampai sembuh. Namun, letak ini dapat tumbuh
setelah penyembuhan selesai.
Cangkok kulit memberikan cakupan yang lebih stabil untuk luka besar daripada
bekas luka yang dihasilkan dari penutupan sekunder. Luka dengan luas yang
besar juga lebih cepat sembuh dengan cangkok kulit dibandingkan dengan
penyembuhan sendiri. Luka harus bersih. Semua jaringan nekrotik harus
dilepaskan sebelum pencangkokan kulit, dan tidak boleh ada tanda-tanda infeksi
pada jaringan sekitarnya. Graft take pada hari ke 14 karena epitelisasi sudah
terbentuk.
Split Thickness Skin Graft (STSG) dapat diambil dari setiap permukaan tubuh.
Lokasi umum meliputi anterior atas dan paha lateral. Bokong dapat digunakan
sebagai lokasi donor, tetapi pasien mungkin mengalami nyeri pasca operasi yang
signifikan dan akan memerlukan bantuan dalam merawat luka.
Pencangkokan kulit mungkin tidak berhasil untuk berbagai alasan.Alasan paling
umum untuk kegagalan skin graft adalah hematoma di bawah graft. Demikian
pula, pembentukan seroma dapat mencegah graft take ke dasar luka yang
mendasarinya, mencegah nutrisi yang diperlukan, seperti yang dijelaskan di atas.
Gerakan pada lokasi graft menyebabkan kegagalan. Hal ini sering terjadi ketika
graft ditempatkan di atas sebuah fleksor atau ekstensor permukaan atau di atas
selubung tendon mobile. Sumber lain yang umum dari kegagalan adalah lokasi
penerima yang buruk. Luka mungkin memiliki vaskularisasi yang buruk, atau
kontaminasi permukaan mungkin terlalu besar untuk memungkinkan
kelangsungan hidup graft. Bakteri dan respon inflamasi terhadap bakteri
14
merangsang pelepasan enzim dan zat berbahaya lainnya yang mengganggu
fibrin graft. Kesalahan teknis juga dapat menghasilkan kegagalan graft.
Kontraindikasi:
• Tidak terdapatnya suplai darah
15
b. Pergeseran skin graft
Pergeseran akan menghalangi/merusak jalinan hubungan
(revaskularisasi) dengan resipien. Harus diusahakan terhindarnya daerah
operasi dari geseran dengan cara fiksasi dan imobilisasi yang baik
d. Infeksi
Merupakan penyebab kegagalan yang sebenarnya tidak sering. Infeksi
luka ditentukan oleh keseimbangan antara daya tahan luka dan jumlah
4
mikroorganisme. Bila jumlah mikroorganisme lebih dari 10 /gram
jaringan kemungkinan terjadinya infeksi yaitu 89%, sedangkan bila
4
jumlah mikroorganisma dibawah 10 /gram jaringan kemungkinan terjadi
infeksi yaitu 6%. Pada luka-luka dengan jumlah mikroorganisma lebih
5
dari 10 /gram hampir dipastikan akan selalu gagal.
17
Penurunan kekuatan dan tahanan otot, keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit, gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi (dengan cedera luka bakar LPTT >20%)
Hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cedera, vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih
dan dingin (syok listrik), takikardia (syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok
listrik), pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).
c) Integritas ego
Pengungkapan masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Adanya ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
dan marah.
d) Eliminasi
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat, warna mungkin
hitam, kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi), penurunan bising usus/tak ada, khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltic
gastrik.
e) Makanan/cairan
Edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.
f) Neurosensori
Adanya keluhan area batas dan kesemutan. Adanya perubahan orientasi;
afek, perilaku, penurunan reflex tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas, aktifitas kejang (syok listrik), laserasi korneal, kerusakan
retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik), ruptur membran
timpanik (syok listrik), paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan
Keluhan berbagai nyeri, misalnya; luka bakar derajat pertama secara
ekstrem sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan udara dan perubahan
suhu, luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri, sementara
respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan
ujung saraf, luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h) Pernafasan
Adanya keluhan terkurung dalam ruang tertutup dan terpajan lama
18
(kemungkinan cedera inhalasi). Adanya tanda suara serak; batuk mengi;
sianosis, indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas
pada adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atas stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, edema laryngeal), bunyi
nafas: gemericik (edema paru), stridor (edema laryngeal), sekret jalan
nafas dalam (ronki).
i) Keamanan
Kulit umum : destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses thrombus mikrovaskuler pada beberapa
luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong, mukosa hidung dan mulut kering, merah, lepuh pada faring
posterior, edema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus,
lepuh, ulkus, nekrosisi, atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum
lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat
berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik : cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit dibawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar
b. Defisit volume cairan b/d output yang berlebihan
c. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit ditandai
dengan nekrosis jaringan.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
katabolisme protein dan lemak
19
e. Gangguan cardiac output b/d penurunan curah jantung
f. Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan atau interupsi aliran darah
arteri / vena
g. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan
h. Hipertermi b/d reaksi inflamasi ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh.
i. Kerusakan integritas jaringan b/d trauma atau kerusakan jaringan.
j. Kerusakan mobilitas fisik b/d edema, nyeri, kontraktur persendian,
penurunan ketahanan dan kekuatan otot, terapi pembatasan.
k. Risiko infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakkan
kulit,trauma jaringan prosedur invasive
20
3. Intervensi Keperawatan
No DIAGNOSA NOC NIC
2 Nyeri akut b/d agen injuri fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Manajemen nyeri :
tingkat kenyamanan klien meningkat, 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk
21
dan dibuktikan dengan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
• level nyeri: faktor presipitasi.
• klien dapat melaporkan nyeri pada 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
petugas, frekuensi nyeri, ekspresi 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan
22
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.
23
3 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Manajemen Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh klien menunjukan status nutrisi adekuat 1. kaji pola makan klien
bd ketidakmampuan tubuh dibuktikan dengan 2. Kaji adanya alergi makanan.
mengabsorbsi zat-zat gizi 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
• BB stabil
berhubungan dengan faktor 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih
biologis • tidak terjadi mal nutrisi, sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
• tingkat energi adekuat,
6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup
• masukan nutrisi adekuat serat untuk mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input
24
makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
4 Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan Asuhan keperawatan, Terapi Exercise : Pergerakan sendi
kelemahan ekstremitas bawah dapat teridentifikasi Mobility level 1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami
Joint movement: aktif. 2. Kolaborasi dengan fisioterapi
Self care:ADLs 3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan
Dengan criteria hasil: pergerakan sendi
• Aktivitas fisik meningkat 4. Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan
25
3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu
Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.
1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan
mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan
toileting klien
2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien
dapat merawat secara mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya
dan pola eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian
sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia
5 Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Teaching : Dissease Process
penyakit dan perawatan nya pengetahuan klien meningkat. 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
Knowledge : Illness Care dg kriteria : proses penyakit
1 Tahu Diitnya 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan
2 Proses penyakit gejala serta penyebab yang mungkin
3 Konservasi energi 3. Sediakan informasi tentang kondisi klien
26
4 Kontrol infeksi 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan
5 Pengobatan informasi tentang perkembangan klien
6 Aktivitas yang dianjurkan 5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien
7 Prosedur pengobatan 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
8 Regimen/aturan pengobatan diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
9 Sumber-sumber kesehatan akan datang dan atau kontrol proses penyakit
10 Manajemen penyakit 7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau
pengobatan
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau
memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari
penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas kesehatan
27
BAB III
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
I
A. PENGKAJIAN
Nama : Ny. M
No. Rek Medis :260106
Usia : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Janda
Pendidikan :SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Jr. Panggalian Kayu, Alahan Panjang
Nama : Tn. Z
Pendidikan : S1 pendidikan
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan Klien : Anak
Tanggal Masuk :29 November 2018
Tanggal Pengkajian : 1 Desember 2018
Jam Masuk : 21.00 WIB
Yang Mengirim/Merujuk : IGD
Cara Masuk : Menggunakan Brankar
Diagnosa Medis : DM Tipe II + Ulkus Diabetikum
Ruang Rawat : Interne / Melati III
39
punggung kaki kanan awalnya hanya kecil, tanpa tahu penyebabnya oleh klien.
Lama kelamaan luka klien menjadi besar, sehingga terbentuk ulkus. Klien juga
mengatakan jari –jari kaki terasa kebas, badan terasa letih dan lemah.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien selama ini tidak mengetahui kalau dirinya menderita penyakit DM, baru
mengetahui 15 hari sebelum dirawat, karena terdapat luka yang tidak sembuh.
Klien sebelumnya tidak pernah dirawat dengan penyakit DM atau penyakit lainnya.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Di dalam keluarga pasien, ada juga yang menderita penyakit DM yaitu ibu pasien.
Genogram
+ rr
rr
rr
+P
Keterangan :
Laki-laki Meninggal
Perempuan Meninggal DM
Pasien
Laki-laki
Perempuan
40
• DATA AKTIVITAS SEHARI-HARI
• DATA LINGKUNGAN
Klien tinggal serumah dengan anak-anaknya. Klien tinggal di lingkungan tidak padat
penduduk
41
• POLA PSIKOSOSIAL
1. Pola Pikir dan Persepsi
Klien tidak ada menggunakan alat bantu penglihatan, kadang-kadang klien merasa
pusing dan kedua telapak kaki klien terasa kebas, klien tidak pernah mengontrol
penyakitnya dan baru mebngetahui penyakit yang diderita adalah Diabetes melitus,
penyakit yang sama diderita oleh ibu klien.
2. Persepsi Diri
Klien selalu dibantu oleh-anaknya semenjak sakit dan Klien merasa nyaman sejak
banyak di bantu oleh perawat. Tidak ada kendala berarti selama perawatan pada
klien
3. Suasana Hati
Klien merasa sedih karena sudah menjadi beban bagi anak-anaknya, klien
membesarkan anak sendiri, suami klien meninggal dunia 9 bulan yang lalu dengan
sesak nafas.
4. Hubungan Komunikasi
Klien berkomunikasi menggunakan bahasa minang. Kehidupan keluarga klien:
klien sudah menjadi single parent sejak 9 bulan yang lalu. Pengambilan keputusan
dilakukan oleh klien sendiri dibantu oleh anak tertua. Sumber keuangan berasal
dari klien dan anak klien yang sudah bekerja dengan mengirimkan uang setiap
bulan.
5. Perubahan Koping
Pengambilan keputusan oleh klien sendiri dan dibantu oleh kakak dan adik-adiknya.
Jika ada masalah klien di bantu oleh kakak laki-laki dan anak anaknya.
6. Sistem Nilai Kepercayaan
Sumber kekuatan klien anak-anaknya yang selalu mensupport klien. Klien beragama
islam. Selama di rawat klien tidak melaksanakan sholat 5 waktu karena keterbatasan
aktivitas yang dimiliki klien.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala Inspeksi
Normochepal
• Rambut beruban
• Penyebaran rambut merata
• Rambut tidak berketombe
• Kepala tidak ada lesi
Palpasi
• Tidak ada nyeri tekan
Mata Inspeksi
• Simetris kiri dan kanan
• Konjungtiva anemis (+/+)
• Sklera ikterik (-/-)
• Palpebra tidak udem
Palpasi
• Kekenyalan mata (+/+)
• Nyeri tekan pada mata (-/-)
Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan/visus : pasien
tidak mampu melihat jarak jauh
Hidung Inspeksi
• Simetris kiri dan kanan
• Perdarahan tidak ada
• Tidak ada sumbatan
• Tidak ada pernafasan cuping hidung
Palpasi
• Tidak ada nyeri tekan daerah sinus
Telinga Inspeksi
• Simetris kiri dan kanan
• Tidak ada serumen
• Membrane timpani utuh
Palpasi
• Tidak ada nyeri tekan pada maltoid
Mulut dan Gigi Inspeksi
• Mukosa bibir kering
43
• Gigi ada karies
• Lidah kotor
• Tidak ada stomatitis
• Nafas bau keton (-)
Leher Inspeksi
• Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening
• Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid
• JVP 5-2 cm H2O
Thorax Inspeksi
• Pergerakan dada simetris kiri dan kanan
Palpasi
• Fremitus kiri dan kanan
Perkusi
• Sonor
Auskultasi
• Vesikuler, rh -/-, wh -/-
Jantung Inspeksi
• Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
• Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS
Perkusi
• Atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari media LMCS
RIC V
Auskultasi
• Irama jantung teratur, tidak ada bunyi tambahan
Abdomen Inspeksi
• Asites (-)
• Distensi Abdomen (-)
• Luka (-)
Palpasi
• Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri
lepas (-)
Perkusi
• Timpani
Auskultasi
• Bising usus 6x/menit
Muskuloskeletal / Ektremitas Ekstremitas atas
• Tidak ada udem
• Tidak ada lesi
• Terpasang NaCl 0,9% 28 tpm
Ekstremitas bawah
• Pada punggung kaki ulkus (+), bau (+),
• Pengkajian MEASURE
• M : luka bagian punggung kaki kanan seluas ±
diameter 7 cm dan kedalaman luka ±0,5 cm
44
E : Luka berbau (-), pus (+), nekrotik (+)
A : Nekrosis hingga sampai ke jaringan otot
S : nyeri skala nyeri (4)
U : Luka menggaung (+)
R : evaluasi secara teratur (redressing setiap hari,
2 x/hari)
E : kondisi tepi luka memerah (+)
Genitalia • Tidak ada keluhan
• Klien tidak memakai kateter
Rectal Tidak ada keluhan
C. PENATALAKSANAAN
1. Laboratorium
3. Pengobatan
No Terapi Dosis
DATA FOKUS
Nama Klien : Ny. M
46
Tempat Praktek : Ruangan Interne RSUD Arosuka
• Klien mengatakan sering BAK dan • Dokter melakukan sleed scale untuk
haus menentukan fixed insulin reguler
• Nadi= 92x/i
• RR= 20x/i
ANALISA DATA
47
NO. DATA MASALAH
1 Ds :
• leukosit 13.300
49
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan NOC NIC
Nyeri akut b/d Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen nyeri :
agen cidera fisik keperawatan selama 2x24 jam 1.1 Lakukan pegkajian nyeri secara k
tingkat kenyamanan klien karakteristik, durasi, frekuensi, ku
meningkat, dan dibuktikan dengan nyeri.
• level nyeri: 1.2 Observasi reaksi nonverbal dari ke
50
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan NOC NIC
52
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/tanggal : Jumat/ 30 November 2018 Ruangan : Melati III
Nama : Ny. M No. RM : 260106
53
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
1.7 Mengajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengatasi nyeri.
1.8 Memberikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri/metode
farmakologi
1.9 Mengevaluasi tindakan
pengurangan
nyeri/kontrol nyeri.
1.10 Berkolaborasi dengan
dokter bila ada komplain
tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
1.11 Memonitor penerimaan
klien tentang manajemen
nyeri.
2. Administrasi analgetik :.
2.1 Mengecek program
pemberian analgetik;
jenis, dosis, dan
frekuensi.
2.2 Mengek riwayat alergi..
2.3 Menentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
2.4 Memonitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
54
2.5 Memberikan analgetik
tepat waktu terutama saat
nyeri hebat.
2.6 Mengevaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
55
intake nutrisi
sesuai (+)
56
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/tanggal : Sabtu/ 1 Desember 2018 Ruangan : Melati III
Nama : Ny. M No. RM : 260106
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan
57
Nyeri Akut b.d 1. Lakukan pegkajian nyeri S ; Klien mengataka nyeri pada kedua
Agen Cidera Fisik secara komprehensif telapak kaki
termasuk lokasi, karakteristik,
O:
durasi, frekuensi, kualitas dan
ontro presipitasi. • Klien tampak meringis
• Tekanan darah: 130/90 mmHg
2. Observasi reaksi nonverbal
• Nadi 88x/i
dari ketidaknyamanan.
• Frekuensi nyeri terasa bila
3. Gunakan teknik komunikasi
klien banyak bergerak dan
terapeutik untuk mengetahui
ketika luka di bersihkan
pengalaman nyeri klien
• Klien mampu menggunakan
sebelumnya.
teknik nafas dalam
5. Pilih dan lakukan penanganan • Klien mengetahui utnutk
nyeri (farmakologis/non membatasi gerakan pada
farmakologis).. daerah luka
6. Ajarkan teknik non • Kolaborasi dalam pemberian
farmakologis (relaksasi, ketorolac sesuai dengan
distraksi dll) untuk mengetasi instruksi dokter
nyeri.. A: Masalah belum teratasi
58
11. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
Ketidak 1. Mengkaji alergi makanan S: - Klien mengatakan tidak nafsu
seimbangan 2. Berkolaborasi dengan ahli makan
nutrisi: Kurang gizi untuk menentukan - Klien mengatakan bahwa
dari Kebutuhan jumlah kalori dan nutrisi yang badannya terasa lemas dan lesu.
Tubuh b/d dibutuhkan klien O: - Klien menghabiskan porsi makan
Gangguan 3. Meyakinkan diet yang hanya 2 sendok makan
keseimbangan dimakan mengandung tinggi -Diit ML 1700 kaliori
insulin, makanan serat untuk mencegah -GD 09.00 wib: 224 mg/dl
dan aktivitas konstipasi -GD 10.00 wib: 111 mg/dl
fisik. 4. Memberikan makanan yang -GD 11.00 wib: 161 mg/dl
terpilih.(Rekomendasi gizi) -GD 12.00 wib: 189 mg/dl
5. Monitor jumlah nutrisi dan - Pasien tampak lemah, tidak
kandungan kalori bersemangat
6. Memberikan informasi TD= 110/70mmHg
tentang kebutuhan nutrisi
N : 84 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,20C
P: Intervensi dilanjutkan:
60
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/tanggal : Minggu/ 2 Desember 2018 Ruangan : Melati III
Nama : Ny. M No. RM : 260126
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Nyeri Akut b.d 1. Lakukan pegkajian nyeri S ; Klien mengataka nyeri pada kedua
Agen Cidera Fisik secara komprehensif pergelangan kaki termasuk luka
termasuk lokasi, setelah debridemen
karakteristik, durasi, O :
frekuensi, kualitas dan ontro • Klien tampak meringis
61
presipitasi. • Nyeri (skala 3)
P: Intervensi dilanjutkan:
• Berkolaborasi pemberian
Antibiotik
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
64
Secara teori diabetes mellitus memiliki beberapa klasifikasi yaitu, DM tipe I
(IDDM), DM tipe II (NIDDM), dan DM tipe lain, dimana di dalam DM tipe II
memiliki beberapa factor resiko yaitu, usia lebih dari 30 tahun, obesitas, riwayat
keluarga dan gaya hidup, pada Ny. M penulis melakukan pengkajian riwayat
kesehatan keluarga ditemukan adanya kesesuaian antara teori dan kasus yaitu
klasifikasi DM pada Ny. M termasuk kedalam DM tipe II yang tidak terkontrol,
dimana pada factor riwayat diit yang tidak baik dan dari keluarga ada yang
menderita diabetes (Ibu pasien).
Secara teoritis manifestasi klinis pada klien dengan diabetes mellitus adalah
poliuri, polidipsi, polipagi, berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga
kurang dan mata kabur. Pada Ny. M terdapat kesesuaian teori namun tidak
ditemukan poliphagi, hal ini tidak terjadi pada klien karena adanya respons mual
muntah yang di hasilkan dari peningkatan HCL lambung.
Faktor pendukung yang penulis temukan yaitu ketersediaannya format
pengkajian yang dijadikan acuan, catatan medis dan catatan keperawatan. Sikap
klien dan keluaraga yang kooperatif juga membentu penulis saat melakukan
pengkajian pada klien, penulis tidak menemukan faktor penghambat saat melakukan
pengkajian
2. DiagnosaKeperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan respon klien tentang masalah
kesehatan aktul, potensial dan resiko tinggi. Sebagai dasar seleksi intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperwatan klien sesuia dengan
kewenwngan perawat, tahap dalam diagnosa keperawatn klien antra lain : analisa
data, perumusan masalah, perioritasa masalah. (suprajitno, 2004). Dalam
merumuskan diagnose keperawatan, diagnosa yang terdapat pada teori ada lima
yaitu:
1) Kerusakan integritas jaringan bd faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
2) Nyeri akut b/d agen injuri fisik
65
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan
factor biologis
4) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan ekstremitas bawah
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar)
dengan sumber informasi.
Sedangkan pada kasus penulis menemukan tiga diagnosa keperawatan
berdasarkan prioritas yaitu
1) Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2) Ketidak seimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b/d Gangguan
keseimbangan insulin.
3) Kerusakan integritas jaringan b/d factor mekanik
66
Intervensi, Implementasi dan evaluasi telah dilakuakan sesuai teori yang
berpedoman pada buku aplkasi keperawatan Nanda NOC-NIC. Selama 3 hari
dilakukan implementasi keperawatan kondisi luka seluas diameter ± 7 cm dan
kedalamam luka ± 0,5 cm, Luka berbau (+), pus (+), nekrotik (+), terasa nyeri,
Kadar Gula Darah naik turun,
Faktor pendukung yang ditemukan pada saat penulis melakukan asuahan
keperawatan adalah keluarga yang kooperatif, tersedia catatan keperawatan
medis yang lengkap, tersedianya format pengkajian, mendapat arahan dari
pembimbing Akademik serta dari pembimbing klinik dan kerja sama yang baik
dengan perawat ruangan, faktor penghambat melakukan implementasi
keperawatan tidak ada karena sikap klien yang kooperatif
BAB V
A. Kesimpulan
1. Dari hasil pengkajian bahwa pasien Ny. M mempunyai luka ulkus di kedua
telapak kaki
2. Dari hasil pengkajian dan analisa data maka timbul diagnosa keperawatan
5. Evaluasi
a. Hari pertama: luka seluas 5x4 cm, Luka berbau (+), pus (+), nekrotik
(+)terasa nyeri, dan luka mengaung, dilakukan redresing pada pagi dan
sore hari, pemeriksaan gula darah random secara berkala.
c. Hari ketiga: Dilakukan perawatan luka, luka tampak bersih, nekrosis (-)
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Menigkatkan ilmu dan pengetahuan tentang penyakit Diabetes Meliitus
khususnya melalui buku-buku sumber dan literature-literatur.
2. Bagi perawat ruangan
1) Melibatkan keluarga klien dalam melaksanakan semua tindakan
keperawatan pada pasien dengan Diabetas Mellitus.
2) Meningkatkan penyuluhan kesehatan pada pasien Diabetes Mellitus tentang
proses penyakit, perawatan, diit dan pencegahan Diabetes Mellitus dengan
melibatkan keluarga klien sehingga dapat menanggulangi keparahan dan
komplikasi penyakit Diabetes Mellitus.
68
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2008. Text book of medical-surgical nursing. Jakarta : EGC
Long, B.C. 2006. Perawatan Medikal Bedah : Suatu pendekatan proses keperawatan.
Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran.
Bandung : YPKAI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008. Nursing interventions classification (NIC) second
edition, IOWA Intervention Project, Mosby
69
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
Sjaifoellah, N. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Smeltzer, S. 2008. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosis keperawatan Nic Noc. Jakarta: EGC
70