DISUSUN OLEH:
RAHMAT 030.15.158
PEMBIMBING:
JAKARTA
1
Laporan kasus:
ANESTESI PADA TONSILEKTOMI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu
Disusun oleh:
RAHMAT 030.15.158
Telah diterima dan disetujui oleh dr.Dian Novitasari Sp.An selaku pembimbing
kepaniteraan klinik ilmu anestesi RSUD Budhi Asih
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah S.W.T, atas berkat-Nya kami
mampu menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Anestesi Pada Tonsilektomi”.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Anestesi RSUD Budhi Asih.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan referat ini, terutama dr.Dian
Novitasari Sp.An selaku pembimbing dalam laporan kasus ini, dokter beserta staf
SMF ilmu Anestesi RSUD Budhi Asih, dan rekan-rekan kepaniteraan klinik ilmu
Anestesi RSUD Budhi Asih.
Kami menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan, Oleh karena itu, segala kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan
kasus ini sangat kami harapkan.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
terutama dalam bidang ilmu Anestesi.
Penyusun
ii
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri tenggorokan berulang
4. Riwayat alergi
Pasien memiliki riwayat rhinitis alergi
6. Riwayat kebiasaan
Ibu pasien mengaku pasien memiliki riwayat suka minum minuman es, bersoda dan
diberikan bekal setiap hari untuk ke sekolah
7. Status ekonomi
Keadaan ekonomi pasien cukup baik, menggunakan BPJS untuk berobat
4
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8-11-2019, di dapatkan hasil,
1. Tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 104/77 mmHg
Nadi : 97x/menit
Suhu : afebris
Pernapasan : 20x/menit
2. Status Generalis
Kepala : Normocephal, deformitas (-), sikatrik (-)
Mata : pupil bulat isokor, reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya
tidak langsung (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
secret (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), deviasi lidah (-), lidah kotor (-),
mukosa bibir hiperemis (-), uvula di tengah, tonsil T3/T3
Telinga: Deformitas (-), secret (-), penurunan pendengaran (-), radang (-)
Hidung: Septum deviasi (-), secret (+) minimal, sumbatan (-), polip (-),
cavum nasi lapang
Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
Thoraks
o Paru
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea
midclavicularis sinistra, thrill tidak teraba
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
o Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea
midklavikularis sinistra, thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan setinggi ICS IV linea
parasternal dextra, batas jantung kiri setinggi ICS V
linea midklavikularis sinistra, batas atas jantung ICS
II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 reguler, Murmur (-),
Gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi : datar
o Auskultasi : peristaltik (+)
o Palpasi : defence muscular (-), turgor kembali cepat
o Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas
o Akral : dingin (-), Capillary Refill time < 2dtk, Oedem (-)
Genitalia
o Tidak dilakukan pemeriksaan
5
1.4 PEMERIKSAAN PRA-ANESTESI
Ruang asal: Bedah/THT/Obs.gyn/Mata/Bedah Mulut/Ruang Rawat Emerald Timur
No Uraian Ya Tidak Keterangan
1 Apakah anda pernah dibius total? √
2 Kapan….Untuk Operasi….
3 Apakah anda menderita alergi obat? √
4 Apakah anda penderita asma? √
5 Apakah anda menderita penyakit pada sistem saraf? √
6 Apakah anda menggunakan kacamata? √
7 Apakah anda menggunakan alat bantu pendengaran? √
8 Apakah anda menggunakan gigi palsu? √
9 Apakah anda pernah menderita penyakit paru kronis? √
10 Apakah anda merokok >10 batang/hari? √
11 Apakah anda menderita penyakit jantung? √
12 Apakah anda menggunakan alat pacu jantung? √
13 Apakah anda menderita tekanan darah tinggi? √
14 Apakah anda menderita penyakit ginjal? √
15 Apakah anda menderita penyakit infeksi saluran kencing? √
16 Apakah anda menderita penyakit kuning? √
17 Apakah anda menderita penyakit kencing manis? √
18 Apakah anda menderita penyakit rematik? √
19 Apakah anda saat ini sedang terserang flu? √
20 Apakah anda saat ini sedang terserang flu/batuk? √
21 Apakah anda terbiasa minum alcohol/sejenisnya? √
22 Apakah anda terbiasa menggunakan obat-obatan tertentu? √
23 Apakah anda suka mengalami perdarahan hidung atau gusi? √
A. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 37kg
Tinggi badan : 141cm
Tekanan Darah : 104/77 mmHg
Nadi : 97x/menit
Saturasi : 98%
Laju napas : 20x/menit
Leher : dalam batas normal
Jantung : dalam batas normal
6
Paru : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
USG/Echo :-
EKG :-
Thorak Foto : Cor dalam batas normal
B. LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium terlampir
Kesan ASA : 1 2 3 4 5 E
C. SARAN
Puasa mulai jam 02:00
Pasang infus Vemplont No.22 dengan RF
Obat -
Perawatan pasca operasi rawat inap
7
Masa Tromboplastin (APTT)
Kontrol 33,1 detik
Pasien 33 detik 20-40
IMUNOSEROLOGI
Anti HIV
Screening/Rapid Test Non Reaktif Non Reaktif
HEPATITIS
HBsAg Kualitatif Non Reaktif Non Reaktif
1.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yaitu:
1. Intravena fluid drip (IVFD) RF 20 tpm, mengalir lancar
2. Pro Tonsilektomi
3. Informed Consent operasi
4. Sikap anestesi: dilakukan
5. ACC anestesi dengan anestesi umum
6. Post operasi : perawatan di ruang rawat inap dan terapi cairan dilanjutkan
1.8 KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka:
1. Diagnosis pre operatif : Tonsilitis Kronis
2. Status Operatif : ASA 2
3. Jenis Pembedahan : Tonsilektomi
4. Jenis Anestesi : Anestesi Umum
8
Analgetik :
Maintenance tekanan darah :
Sedatif :
Posisi : terlentang
Cairan durante operasi : Ringer Fundin 500 ml
Selesai Operasi : 11:10 WIB
POST-OPERASI
Pasien masuk ke ruang pemulihan pada pukul 11:30 WIB
Keluhan: nyeri post-op
Dilakukan observasi TTV dan penilaian Aldrette score dilakukan setiap 10 menit
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. 1. Tonsil
(Pearce, 2006). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
a. Macam-macam tonsil
1) Tonsila palatina
2) Tonsila Lingual
3) Tonsila Faringea
12
pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti
terdiri dari sekitar 40% dari limfosit tonsil dan 3% adalah sel
13
tonsil dimulai setelah pubertas, sehingga penurunan populasi sel ß
jika dilihat dari kondisi klinis tonsil yang sehat (Campisi, 2003).
kejadian yaitu :
Sitokin adalah peptida yang terlibat dalam regulasi proses imun dan
limfosit intraepitel, sel limfoid lain atau sel non limfoid. Sel T
14
intraepitel menghasilkan berbagai sitokin antara lain IL –2, IL-4,
2007).
antibodi melalui sel memori B dan antibodi melalui sel plasma. Sel
plasma tonsil juga menghasilkan lima kelas Ig (IgG 65%, IgA 20%,
15
11
Tonsil berperan tidak hanya sebagai pintu masuk tapi juga keluar
c. Fungsi Tonsil
16
melindungi tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi
2. Tonsilitis
pangkal lidah), dan tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring)
17
Tonsilitis memiliki efek jangka panjang sedikit, tonsilitis
kriteria yang digunakan adalah 5 atau lebih dari episode yang cocok
dari gejala tonsilitis berulang setidaknya satu tahun, dan episode yang
a. Tonsilitis akut
yaitu :
1) Tonsilitis viral
2) Tonsilitis bakterial
18
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis
(nyeri telinga). Bila laring terkena suara akan menjadi serak. Pada
hiperemis.
(Mansjoer, 2001).
19
pasien bernafas melalui mulut, tidur mrndengkur, gangguan tidur
b. Tonsilitis Kronik
dinding jaringan fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel – sel radang
permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase
20
16
berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat
berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman
kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga
(Rusmarjono, 2006).
21
1) Gejala lokal, bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit
22
2) Gejala sistematis, perasaan tidak enak dibadan, malaise, sakit
3) T2 : 25%-50%,
4) T3 : 50%-75%,
23
4) T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula
Christanto, 2007).
24
19
3. Tonsilektomi
prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti
terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih
2007).
a. Indikasi absolut
25
1) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran
kardiopulmoner
26
2) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis
dan drainase.
patologi anatomi.
b. Indikasi relatif
resisten.
keganasan.
27
2. Anestesi Pilihan Pada Tindakan Tonsilektomi
Tonsilektomi
Kebanyakan pasien anak dilakukan induksi inhalasi, diikuti dengan pemasangan jalur
vena. Teknik anestesinya umumnya dilakukan dengan volatil anestetika ditambah dengan
opioid (misalnya morfin 0,1 mg/kg intravena). Glikopirate (5-10 ug/kg intravena) kadang-
kadang diberikan untuk mengurangi sekresi dan dipertimbangkan pemberian antiemetik.
Untuk fasilitas intubasi dilakukan dengan pelumpuh otot, akan tetapi, tidak selalu diperlukan
pelumpuh otot untuk dapat dilakukannya intubasi. Selama manipulasi kepala dan mouth gag
dapat terjadi obstruksi pipa ETT, diskoneksi, atau tercabut. Oral rae tube memberikan oral
akses yang lebih baik untuk ahli bedah dan kurang kinking dengan adanya retraktor. Oral rae
tube, sama seperto ETT oral yang lainnya, harus difiksasi pada garis tengan mandibula.
Pada akhir pembedahan, tampon harus diangkat dan pipa orogastrik dimasukkan untuk
mengosongkan lambung dari darah yang tertelan dan dilakukan pengisapan faring. Eksubasi
dapat dilakukan saat anestesi “dalam” atau setelah pasien bangun dan reflek proteksi jalan
nafas telah pulih. Batuk akibat adanya ETT dapat ditekan dengan pemberian ldokain 1-1,5
mg/kg ntravena 5 menit sebelum ekstubasi. Penggonaan orophraryngeal airway (OPA)
setelah pembedahan dapat menyebabkan rusaknya luka operasi dan perdarahan bila
penempatan tidak dilakukan secara hati-hati di garis tengah. Nasal airway dapat sebagai
alternatif.
Setelah ekstubasi pasien ditempatkan disatu sisi, dengan posisi sedikit Trendelenburg
dan berikan O2 100%. Dengarkan adanya obstruksi pernafasan sebelum pasien dikirim ke
Post Anesthsia Care Unit (PACU). Transport pasien dengan pemberian oksigen. Di PACU,
pasien diberi oksigen via mask, monitoring tergantung protokol di PACU, dan periksa apakah
faring sudah kering sebelum dipulangkan dari rumah sakit.
28
Tonsil Bleeding
Induksi anestesi pada anak dengan perdarahan dan hipovolemi dapat menyebabkan
hipotensi berat dan henti jantung. Diperlukan akses intravena yang adekuat dan pasien harus
diresusitasi dengan adekuat (bila diperlukan dengan produk darah) sebelum dilakukan
tindakan pembedahan. Hematokrit, pemeriksaan koagulasi, dan tersedianya produk darah
harus dipastikan. Dosis obat anestesi harus dikurangi pada pasien dengan hipovolemia.
Disebabkan karena lambung penuh dengan darah, idealnya rapid sequence induction
dengan tekanan pada cricoid dan dengan posisi sedikit head down harus dilakukan untuk
melindungi trachea dan glotis dari aspirasi dari darah atau cairan lambung. Dua buah suction
harus siap dan stilet pipa endotracheal satu nomor lebih kecil dari yang diperkirakan harus
sudah tersedia. Ekstubasi paling aman setelah pasien bangun.
Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias anestesi yang
ideal terdiri dari analgesia, hipnotik, dan relaksasi otot .
Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke
jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan
pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa
sakit, dan sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya
kelebihan dosis.
Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan
utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan
peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat,
murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan
atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot
yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diinginkan6,7.
Obat anestesi umum yang ideal mempunyai sifat-sifat antara lain pada dosis yang
aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah,
mulai kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain
29
itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang
luas.7
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak
selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,
angina menetap. Angka mortalitas 68%.
ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan)
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari kegawatan
otak, jantung, paru, ibu dan anak.
30
Klasifikasi Mallampati
Intubasi Endotrakeal
Pengertian Intubasi Endotrakheal
Intubasi adalah memasukkan pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan
sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada intinya, Intubasi Endotrakhea adalah
tindakan memasukkan pipa endotrakhea ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas
hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan.
31
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri
dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui
masker nasal
b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di
arteri
c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal
d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien
dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi
Selain intubasi endotrakheal diindikasikan pada kasus-kasus di ruang bedah, ada beberapa
indikasi intubasi endotrakheal pada beberapa kasus nonsurgical, antara lain:
a. Asfiksia neonatorum yang berat
b. Untuk melakukn resusitasi pada pasien yang tersumbat pernafasannya, depresi atau
abcent dan sering menimbulkan aspirasi
c. Obstruksi laryngeal berat karena eksudat inflamatori
d. Pasien dengan atelektasis dan tanda eksudasi dalam paru-paru
e. Pada pasien-pasien yang diperkirakan tidak sadar untuk waktu yang lebih lama dari
24 jam seharusnya diintubasi
f. Pada post operative respiratory insufficiency
32
Menurut Gisele, ada beberapa kontra indikasi untuk tindakan intubasi endotrakheal antara
lain:
a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada
beberapa kasus.
b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
Sumber : http://www.aic.cuhk.edu
Alat-alat yang dipergunakan dalam suatu tindakan intubasi endotrakheal antara lain :
Laringoskop,
yaitu alat yang dipergunakan untuk melihat laring. Ada dua jenis laringoskop yaitu :
33
Pipa endotracheal
Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang sekali pakai dan
lebih tidak mengiritasi mukosa trakhea. Untuk operasi tertentu misalnya di daerah
kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral
nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa
endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujunga distalnya. Terdapat dua jenis balon
yaitu balon dengan volume besar dan kecil. Balon volume kecil cenderung bertekanan
tinggi pada sel-sel mukosa dan mengurangi aliran darah kapiler, sehingga dapat
menyebabkan ischemia. Balon volume besar melingkupi daerah mukosa yang lebih
luas dengan tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan volume kecil. Pipa tanpa
balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah
daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena
bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan
diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm.
Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm.
34
Plester untuk memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.
35
f. Connector
connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag valve mask
ataupun peralatan anesthesia.
Tindakan Intubasi
Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah
ditetapkan:
a. Persiapan
Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan
menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus 1
gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam
satu garis lurus.
b. Oksigenasi
Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan
pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka dipegang
dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.
c. Laringoskop
Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan
tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan
terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan
kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan
tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak
keputihan berbentuk huruf V.
36
d. Pemasangan pipa endotrakheal
Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa
tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk
menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila
mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan
memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun
laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
f. Ventilasi
37
Malfungsi tuba berupa perforasi cuff
Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suara
sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring
Gangguan refleks berupa spasme laring
Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi
yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk
observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di
ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu
dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi dan pembedahan. cara
skoring yang biasa dipakai untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete.
38
Aldrete Scoring System
BAB III
39
ANALISA KASUS
Seorang pasien laki-laki usia 12 tahun datang ke RSUD Budhi Asih dengan keluhan
nyeri tenggorokan berulang. Pasien merupakan pasien rawat jalan RSUD Budhi Asih dan
memiliki keluhan lain berupa nyeri tenggorokan berulang disertai pilek. Pasien memiliki
kebiasaan suka minum minuman es, bersoda dan diberikan bekal setiap hari untuk ke
sekolah. Keluhan yang sama sudah diderita sejak 3 bulan yang lalu, dan berulang . Pasien
kontrol ke poli RSUD Budhi Asih, dan pasien dinyatakan menderita tonsilitis berulang.
Kemudian telah direncanakan tindakan tonsilektomi kurang lebih 1 bulan yang lalu.
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 104/77 mmHg,
nadi 97x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan status generalis
didapatkan pembesaran tonsil sebesar T3-T3.Pasien pertama kali dioperasi dan dibius.Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit asma, hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia,
penyakit jantung maupun organ lainnya. Pasien terindikasikan dilakukan tindakan
tonsilektomi oleh karena pasien memenuhi kriteria absolut dan relatif, yaitu pasien
mengalami pembengkakan tonsil yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis dan
terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun.
Dapat disimpulkan pada pasien ini termasuk dalam kategori ASA 2 dengan riwayat
rhinitis alergi yang terkontrol. Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan
sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
Pada pasien ini dilakukan teknik General Anasthesia dengan pemasangan ETT
(Endotracheal Tube) oleh karena pasien akan menjalani tindakan operatif pada daerah
leher, mulut dan tenggorokan sehingga sukar untuk menggunakan Naso Tracheal Tube
oleh karena manipulasi posisi dari NTT akan lebih sukar dibanding ETT. Serta pasien
tidak memiliki kontraindikasi berupa trauma jalan nafas atau obstruksi dimana
Mallampati score pasien dengan derajat I, serta trauma pada daerah servikal.
Pasien tidur terlentang, dilakukan pemasangan alat monitor dan EKG untuk
mengawasi tekanan darah, nadi, pernapasan dan saturasi oksigen. Kemudian pasien
diberikan obat-obatan pre-medikasi yang terdiri dari midazolam 2,5mg,
dehydrobenzperidol(DBP) 1,25mg dan Fentanyl 50mcg. Kemudian pasien diberikan pre-
oksigenasi menggunakan sungkup muka ukuran 3 dengan kadar oksigen 4L/menit,
Setelah beberapa saat kemudian, pasien diberikan induksi propofol sebanyak 80mg.
Pasien dipasangkan oropharyngeal airway untuk membantu membuka jalan napas dan
dilanjutkan dengan pemberian oksigen dengan menggunakan sungkup muka dengan jaw
thrust menggunakan tangan kiri dan bagging menggunakan tangan kanan. Setelah
40
refleks bulu mata pasien sudah tidak ada dan leher pasien dirasakan sudah tidak kaku
lagi, oropharyngeal airway dikeluarkan dan dilakukan pemasangan endotracheal tube
(ETT) dengan ukuran 6 melalui mulut. Tangan kiri memegang laryngoscope, tangan
kanan membuka mulut pasien dan memasukkan melalui sisi kanan lalu digeser ke tengah
untuk mengangkat lidah pasien sampai terlihat trachea/pita suara. Lalu dengan tangan
kanan memegang selang ETT yang sudah dipasangkan stilet di dalamnya untuk
dijadikan sebagai penuntun, dimasukkan secara miring sampai melewati pita suara,
kemudian dengan spuit diberikan udara untuk mengisi cuff sebagai fiksasi. Setelah ETT
terfiksasi, langsung dihubungkan ke ventilator menggunakan connector sambil di
bagging. Setelah dipastikan ETT masuk tidak terlalu dalam dan suara napas pasien
simetris kiri dan kanan, proses diambil alih oleh ventilator.
Mulai Anestesi : 08-11-2019, pukul 09:45 WIB
Mulai Operasi : 08-11-2019, pukul 10:05 WIB
Pre-medikasi : Midazolam 2,5mg, DBP 1,25mg, Fentanyl 50mcg
Agen Anestesi : Propofol 80mg
Analgetik : Ketorolac 30mg, Ketalar 5mg
Muscle relaxant : Esmeron 20mg
Lain-lain : Asam traneksamat 500mg, Vitamin K 2mg
Reverse : Sulfas Atropine 0,5mg, Prostigmin 1mg
Posisi : terlentang
Cairan durante operasi : Ringer Fundin 500 ml
Selesai Operasi : 11:10 WIB
Setelah pasien sadar di bawa ke ruang pemulihan, selama berada diruang pemulihan di
berikan oksigen dengan menggunakan nasal kanul dan di berikan sebanyak 2L/menit, di
pasang saturasi oksigen dan juga tensimeter. Selama di ruang pemulihan dilakukan
pemantauan kesadaran, pernapasan, sirkulasi, saturasi, dan aktivitas yang dilakukan setiap 10
menit.
Berdasarkan Aldrete score sebelum operasi didapatkan kesadaran composmentis score 2,
pernafasan 18x/menit dengan score 2, saturasi 99% score 2, tekanan darah 120/75 dengan
score 2, aktifitas dapat menggerakkan kedua ekstremitas ekstremitas dengan score 1 sehingga
total Aldrete score sebelum operasi adalah 9. Kemudian score setelah operasi dalam 9 menit
pertama kesadaran belum sadar penuh, pasien membuka mata saat namanya di panggil,
motorik dapat mengikuti perintah dengan baik, namun berbicara masih seperti kebingungan,
sehingga Aldrete score untuk kesadaran 1, pernafasan spontan dan 20x/menit dengan score 2,
saturasi 98% score 2, tekanan darah 115/70 mmHg dengan score 2, aktifitas bisa
41
menggerakkan kedua extremitas dengan score 1, sehingga total score Aldrete untuk 10 menit
pertama adalah 9. Selain itu perhatikan kesan nyeri dan mual, bila diperlukan berikan
analgetik tambahan maupun anti mual tambahan.
Dilakukan pemantaun di 10 menit kedua didapatkan hasil kesadaran mata terbuka saat
adanya rangsangan suara, motorik dapat mengikuti perintah, verbal sudah berorientasi baik
score 1, tekanan darah 120/80 dengan score 2, pernafasan 18x/menit score 2, saturasi 99%
dengan score 2, aktifitas dapat menggerakkan kedua extremitas maka total Aldrete score 10
menit ke dua adalah 9.
Pasien dilakukan pemantauan selama 10 menit ketiga, didapatkan hasil mata sudah mulai
membuka spontan, sudah dapat diajak komunikasi dengan mengetahui nama dan lokasi saat
ini sedang di rumah sakit, kemudian sudah bisa menggerakan extremitasnya sehingga
didapatkan score 2, pernafasan 20x/menit score 2, saturasi 100% score 2, tekanan darah
127/80 score 2, extremitas dapat digerakkan score 2, sehingga total score Aldrete 10.
compos mentis score 2, pernafasan 20x/menit score 2, saturasi 99% score 2, tekanan darah
120/80 score 2, dan dapat menggerakkan kedua extremitasnya score 1, total score 10 menit
keempat 9. Namun tetap dilakukan pemantauan 10 menit selanjutnya dan didapatkan hasil
kesadaran compos mentis score 2, pernafasan 20x/menit score 2, saturasi 100%% score 2,
tekanan darah 130/82 score 2, dan dapat menggerakkan kedua extremitasnya score 1, total
score 10 menit kelima 9. Kemudian pasien dipindahkan ke ruangan biasa/bangsal dikarekan
kondisi hemodinamik dan kesadaran pasien sudah mulai membaik.
42
DAFTAR PUSTAKA
6. Campisi, P. & Tewfik, T.L., 2003. Tonsillitis and its complications. The Canadian
8. Chan, KH. & Ramakrisnan, VR. (2009). Disease of the Oral Cavity, Oropharynx
and Nasopharynx In Ballenger. Philadelphia : Orthorhinolaryngology Head and
Neck Surgery.
9. Cody D., Thane R., Kem E.B., & Pearson B.W. Editor : Petrus Andrianto, (1993).
43
11. Colman, BH. (2001). Adenoid and Tonsil Desease of the Nose, Thorat and Ear and
Head. Oxfort : Oxfort Press University.
12. Farokah, Suprihati, Suyitno S., (2007). Hubungan Tonsilitis Kronis dengan
Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Dalam:
Riyanto W.B., 2007. Cermin Dunia Kedokteran No. 155 (THT), Jakarta.
14. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2013). Dampak Penyakit Kronis Terhadap
Remaja. Jakarta
15. Hermani, B., Fachrudin, D., et al. (2004). Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa.
17. Kartika, H. (2008). Tonsilektomi. Welcome & Joining otolaryngology. Diambil dari
: www.hennykartika.wordpress.com (diakses 29 Maret 2016).
19. Mansjoer, Arif, et al. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 .Jakarta: Media
Aesculapius.
21. Novitri, N.F.M. 2009. Gambaran Kualitas Hidup Penduduk Dewasa pada Lima
Wilayah di Jakarta. Skripsi. Fakultas Psikologi Univeristas Indonesia. Depok .
44
45