Anda di halaman 1dari 37

Presentasi Kasus

REHABILITASI MEDIK

PEREMPUAN USIA 61 TAHUN DENGAN CLOSE FRACTURE FEMUR


DEKSTRA 1/3 DISTAL POST OPEN REDUCTIONAL INTERNAL
FIXATION (ORIF)

DISUSUN OLEH:
Risna Annisa Mardiyati G991906029

PEMBIMBING:
dr. Yunita Fatmawati, Sp. K.F.R

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2020
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gatak, Sukoharjo,Jawa Tengah
Status Perkawinan : Sudah menikah
Tanggal masuk : 29 Februari 2020
Tanggal Periksa : 18 Maret 2020
No RM : 0139xxxx

B. Keluhan Utama
Nyeri paha kanan

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RS Dr Moewardi dengan keluhan nyeri bagian
paha kanan. Keluhan dirasakan kurang lebih 8 jam SMRS setelah pasien
terjatuh di dapur saat pasien akan memasak. Pasien terjatuh dalam posisi
terduduk dan kaki sebelah kanan menekuk ke bagian luar. Keluhan
dirasakan terus menerus dan semakin memberat. Pasien merasa nyeri
sekali sesaat setelah terjatuh pada bagian paha kanan sehingga pasien
kesulitan untuk berdiri. Nyeri dirasakan berpusat pada paha kanan dari
dari bagian panggul sampai dengan atas lutut. Keluhan nyeri pada
punggung disangkal. Keluhan mual muntah atau pingsan disangkal. Oleh
keluarga dibawa ke RSU Karima Utama untuk dilakukan foto rontgen.
Karena keterbatasan sarana fasilitas, pasien dibawa ke RS Dr Moewardi.

1
Pasien dirawat di RS Dr Moewardi diberi obat analgetik. Pasien
mendapatkan tindakan operasi pada tanggal 11 Maret 2020 dengan
dilakukan pemasangan ORIF oleh TS ortopaedi. Setelah dilakukan
operasi, pasien merasakan nyeri berkurang, makan dan minum dangan
baik, serta BAK dan BAB tidak ada kelainan.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat trauma : (+) 29 Februari 2020 terjatuh di dapur
Riwayat operasi : (+) 11 Maret 2020
Riwayat penyakit keganasan: (+) Ca mammae pada 2015 dan pada 2016
mendapatkan kemoterapi berlangsung selama 2 tahun
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat tensi tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat penyakit serupa : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat minum obat-obatan: disangkal

2
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga berusia 61 tahun berobat di
RSUD Moewardi dengan BPJS kelas 3.

II. PEMERIKSAAN FISIK (18 Maret 2020)


A. Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang VAS 6, GCS E4V5M6, gizi kesan cukup

B. Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78x/menit, isi cukup, irama teratur, simetris
Respirasi : 20x / menit
Suhu : 36,8º C per aksiler
SpO2 : 99%
C. Kulit
warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venektasi (-),
spider naevi (-), striae (-).
D. Kepala
Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris, luka (-),
rambut hitam, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut.
E. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra
(-/-), sekret (-/-)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah
tremor (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-).

3
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening
tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)

J. Thorax
Retraksi (-), simetris
 Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal,
reguler, bising (-)
 Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-) wheezing
(-/-)
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-),
lordosis (-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebrae (-)
L. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Tympani, pekak beralih (-)

4
M. Ektremitas : Nyeri tekan pada regio paha kanan

Oedem Akral dingin


- - - -
- - - -

II. PEMERIKSAAN STATUS LOKALIS (18 Maret 2020)


Status lokalis regio paha kanan:
a. Inspeksi :
- Terpasang bebat dari pangkal paha sampai dengan regio
patela dekstra.
- Terdapat vacum drain dengan darah yang mengalir
berwarna merah tua pada extemitas superior dekstra.
- Luka operasi (bekas jahitan) tidak dapat dilihat karena
tertutup bebat.
- Tidak didapatkan adanya oedem pada kedua ekstermitas
superior.
- Panjang kedua tungkai antara kiri dan kanan sama.
- Warna kulit lebih pucat pada extremitas superior dekstra.
b. Palpasi :
- Perabaan hangat
- Nyeri tekan (+) sepanjang regio femur dari hip sampai
dengan knee dekstra
- Tidak didapatkan tanda oedem.
- Tidak bisa dilakukan pemeriksaan tanda krepitasi karena
nyeri.
- Tonus otot sepanjang femur hingga tungkai menurun pada
ekstremitas superior dekstra
- Lingkup gerak sendi hip, knee terbatas.
c. Perkusi : Nyeri ketuk regio femur (+)
d. Auskultasi :Tidak dilakukan

5
III. STATUS PSIKIATRI (18 Maret 2020)
Deskripsi Umum
- Penampilan : Perempuan, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup
- Kesadaran : Compos mentis
- Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif
- Pembicaraan : spontan, intonasi cukup, volume cukup
- Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
Afek dan Mood
- Afek : melebar
- Mood : eutimik
- Keserasian : serasi
Gangguan Persepsi
- Ilusi : tidak ada
- Halusinasi : tidak ada
Proses Pikir
- Isi pikir : tidak ada waham, preokupasi, obsesi, dll
- Arus pikir : koheren
- Bentuk pikir : realistis
Sensorium dan Kognitif
- Konsentrasi : baik
- Orientasi : baik
- Daya ingat : baik
Daya Nilai : baik
Insight :6

IV. STATUS NEUROLOGIS (18 Maret 2020)


Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Nervus Cranialis
Nn. II, III : pupil isokor (3mm/3mm), RCL (+/+)

6
Nn. III, IV, VI : doll’s eyes intak
Nn. VII, XII : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi Otonom : dalam batas normal
Fungsi Collumna vertebralis : dalam batas normal
Fungsi koordinasi : dalam batas normal
Fungsi Motorik dan Reflek
Kekuatan Tonus R.Fisiologis R.patologis
5555 | 5555 N N +3 +3 - -
3333 | 5555 N N +3 +3 - -

V. RANGE OF MOTION (18 Maret 2020)

NECK
ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0 - 70º 0 - 70º
Ekstensi 0 - 40º 0 - 40º
Lateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60º
Lateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60º
Rotasi kanan 0 - 90º 0 – 90º
Rotasi kiri 0 - 90º 0 – 90º

ROM Pasif ROM Aktif


Ektremitas Superior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0-180º 0-180º 0-180º 0-180º
Ektensi 0-60º 0-60º 0-60º 0-60º
Abduksi 0-160º 0-160º 0-160º 0-160º
Shoulder
Adduksi 0-75º 0-75º 0-75º 0-75º
Eksternal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Internal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Elbow Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150º
Ekstensi 0º 0º 0º 0º

7
Pronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Supinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Ekstensi 0-70º 0-70º 0-70º 0-70º
Wrist
Ulnar Deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Radius deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Finger MCP I Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
MCP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
DIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
PIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
MCP I Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Fleksi 0 - 90° 0 - 90° 0 - 90° 0 - 90°
Ekstensi 0 - 30° 0 - 30° 0 - 30° 0 - 30°
Right Lateral 0 - 35° 0 - 35° 0 - 35° 0 - 35°
Trunk
Bending
Left Lateral 0 - 35° 0 - 35° 0 - 35° 0 - 35°
Bending

ROM Pasif ROM Aktif


Ektremitas Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0º 0-120º 0º 0-120º
Ektensi 0-15º 0-30º 0-5º 0-30º
Abduksi 0-15º 0-45º 0-5º 0-45º
Hip
Adduksi 0º 0-30º 0º 0-30º
Eksorotasi 0º 0-45º 0º 0-45º
Endorotasi 0º 0-45º 0º 0-45º
Fleksi 0-10º 0-120º 0-15º 0-120º
Knee
Ekstensi 0º 0-120º 0º 0-120º
Ankle Dorsofleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Plantarfleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

8
Eversi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º
Inversi 0-40º 0-40º 0-40º 0-40º

VI. MANUAL MUSCLE TESTING (MMT) (18 Maret 2020)

NECK
Fleksor M. Sternocleidomastoideum 5
Ekstensor M. Sternocleidomastoideum 5

TRUNK
Fleksor M. Rectus Abdominis 5
Thoracic group 5
Ektensor
Lumbal group 5
Rotator M. Obliquus Eksternus Abdominis 5
Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5

Ektremitas Superior D S
M. Deltoideus anterior 5 5
Fleksor
M. Bisepss anterior 5 5
M. Deltoideu 5 5
Ekstensor
M. Teres Mayor 5 5
M. Deltoideus 5 5
Abduktor
M. Biseps 5 5
Shoulder
M. Latissimus dorsi 5 5
Adduktor
M. Pectoralis mayor 5 5
M. Latissimus dorsi 5 5
Internal Rotasi
M. Pectoralis mayor 5 5
Eksternal M. Teres mayor 5 5
Rotasi M. Infra supinatus 5 5
Elbow M. Biseps 5 5
Fleksor
M. Brachilais 5 5
Eksternsor M. Triseps 5 5

9
Supinator M. Supinatus 5 5
Pronator M. Pronator teres 5 5
Fleksor M. Fleksor carpi radialis 5 5
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5
Wrist
Abduktor M. Ekstensor carpi radialis 5 5
Adduktor M. Ekstensor carpi ulnaris 5 5
Fleksor M. Fleksor digitorum 5 5
Finger
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5

Dekst Sinistr
Ektremitas Inferior
ra a
Hip Fleksor M. Psoas mayor 0 5
Ekstensor M. Gluteus maksimus 0 5
Abduktor M. Gluteus medius 0 5
Adduktor M. Adduktor longus 0 5
Knee Fleksor Hamstring muscle 1 5
Ekstensor Quadriceps femoris 1 5
Ankle Fleksor M. Tibialis 5 5
Ekstensor M. Soleus 5 5

VII. Index Barthel

Activity Score
Feeding 10
0 = unable
5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan
mentega, dll, atau membutuhkan modifikasi
diet

10
10 = independen
Bathing
0 = dependen 5
5 = independen (atau menggunakan shower)
Grooming
0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan
diri 5
5 = independen dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur
Dressing
0 = dependen
5 = membutuhkan bantuan tapi dapat
10
melakukan sebagian pekerjaan sendiri
10 = independen (termasuk mengancingkan
resleting, menalikan pita, dll
Bowel
0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)
5
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Bladder
0 = inkontinensia atau memakai kateter dan
tidak mampu menangani sendiri 5
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Toilet use
0 = dependent
5
5 = membutuhkan bantuan tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
Transfer 5
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang
fisik) dapat duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)

11
15 = independen
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang 10
(verbal atau fisik) > 50 yard
15 = independen tapi dapat menggunakan alat
bantuan apapun, tongkat) > 50 yard
Stairs
0 = unable
5
5 = membutuhkan bantuan
10 = independen
Total 0 – 100 65

Interpretasi:

0–20 : Ketergantungan penuh


21–61 : Ketergantungan berat/sangat ketergantungan

62–90 : Ketergantungan moderate


91–99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium Darah (16 Maret 2020)

12
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 11.7 g/dL 12.0 – 15.6
Hematokrit 36 % 33 – 45
Leukosit 24.8 ribu/µl 4,5 – 11.0
Trombosit 231 ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 3.58 juta/µl 4.10 – 5.10
Golongan darah O
Elektrolit
Natrium darah 139 mmol/L 136 –145
Kalium darah 3.3 mmol/L 3.3 – 5.1
Calsium ion 1.14 mmol/L 1.17– 1.29
Serologi (Hepatitis)
HBsAg Non-reactive Non-reactive

Keterangan:
- Didapatkan hasil Hemoglobin yang menurun.
Hemoglobin pada pasien dengan pemeriksaan
laboratorium sebanyak 3 kali didapatkan hasil yang selalu
menurun. Hemoglobin yang menurun klinis dari anemia
kurang zat besi, atau tanda keganasan. Pasien merupakan
pasien dengan riwayat Ca Mammae yang telah
mendapatkan kemoterapi selama 2 tahun.
- Kenaikan leukosit yang cukup signifikan pada pasien
dicurigai tanda infeksi karena pasien telah melakukan
operasi sebelumnya.

B. Pemeriksaan Radiologi
Foto Femur AP 29 Februari 2020

13
Kesimpulan:
1. Terdapat fraktur pada os femur dekstra 1/3 distal, fraktur tertutup
komplit, kominutif, tidak terdapat soft swelling tissue, alignment
cukup.

Rontgen Femur AP post OP 12 Maret 2020

Kesimpulan:
1. Terpasang fiksasi internal pada 1/3 distal hingga 1/3 medial os humerus
dekstra, alignment cukup.

14
2. Emfisema subkutis pada 1/3 distal region femur kanan.

IX. ASSESSMENT
Close fraktur femur dextra 1/3 distal post ORIF
X. DAFTAR MASALAH
Masalah medis : Nyeri paha kanan
Problem Rehabilitasi Medik :
1. Fisioterapi :
- kesulitan menggerakan bagian kaki kanan
- menurunnya kekuatan otot pada bagian tungkai kanan
- mengurangi rasa nyeri pada bagian sepanjang paha kanan
2. Terapi wicara : tidak ada
3. Okupasi terapi : pasien kesulitan menjalankan aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik : memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari seperti duduk atau berjalan sendiri
5. Ortesa-protesa : diberikan saat pasien sudah stabil duduk dan
latihan berdiri dengan menggunakan walker.
6. Psikologi : kecemasan pasien akan kondisinya

XI. PENATALAKSANAAN
 Terapi medikamentosa
1. Bed rest tidak total
2. Inf. NaCl 0.9% 20 tpm
3. Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
4. Inj. Ketorolac 30 mg/8jam
5. Inj. Asam tranexamat 500 mg/12jam
6. Vacum drain/24 jam
7. Medikasi tiap 2 hari
8. Mobility bertahap
 Rehabilitasi medik
1. Fisioterapi :

15
 General passive ROM exercise
 Active ROM exercise: Assisted active movement dan
free active movement
 Latihan gerak isometric pada musculus quadriceps
femoris
 Stretching exercise
 Alih baring/ 2 jam
 Imobilisasi: Latihan jalan apabila keseimbangan sudah
membaik dengan walker
 Parraffin bath dan deep heath ultrasound untuk
mengurangi nyeri
2. Terapi wicara : tidak dilakukan
3. Okupasi terapi :
 Latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik :
a. Motivasi dan edukasi keluarga tentang penyakit
penderita
b. Motivasi dan edukasi keluarga untuk membantu dan
merawat penderita di rumah
c. Motivasi dan edukasi keluarga mengenai latihan
ringan untuk pasien.
5. Ortesa-protesa : Apabila sudah stabil dan status
ambulasi membaik, dapat diberikan walker untuk latihan
jalan
6. Psikologi : terapi suportif untuk pasien dan
keluarga dalam menghadapi kondisi
pasien

XII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, DAN HANDICAP


1. Impairment :

16
- Stiffness imobilisasi lower extremitas dan fraktur tertutup 1/3
distal regio femur dextra post ORIF.
- Nyeri sepanjang knee hingga pangkal paha kanan
- Penurunan lingkup gerak sendi pada hip and knee dekstra
- Kelemahan pada otot quadriceps femoris dan hamstring
dekstra
- Anemia ec suspect keganasan
- Infeksi post operasi ORIF
2. Disability :
- Penurunan fungsi kekuatan otot menyebabkan
ketidakmampuan pasien menggerakan tubuhnya seperti
bangun dari tidur atau miring ke arah kanan sehingga pasien
membutuhkan bantuan untuk melakukan hal tersebut.
- Indeks barthel pasien didapatkan hasil 65 yang termasuk
dalam ketergantungan moderate, kemampuan pasien yang
menurun dalam buang air besar (bowel), buang air kecil
(bladder), transfer, mobility, dan stairs.
3. Handicap :
- Keterbatasan kegiatan sehari-hari, melakukan pekerjaan
rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah karena
keterbatasan pasien dalam bergerak
- Keterbatasan pasien dalam bersosialisasi dengan tetangga dan
teman karena sebelum sakit, pasien sering mengikuti
pengajian.

XIII. PLANNING
1. Planning Diagnostik : Tidak ada
2. Planning Terapi :
a. Mengurangi nyeri
b. Perawatan luka
c. Mengembalikan kekuatan otot anggota gerak serta sendi pasien

17
3. Planning Edukasi :

a. Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi

b. Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang


dilakukan
c. Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan
terapi
4. Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi dan fisioterapi

XIV. TUJUAN
1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat waktu
perawatan
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk
keadaan
3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap, melakukan
general passive ROM exercise dan active ROM exercise pada
pasien
4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari
5. Edukasi perihal home exercise

XV. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

18
1. Epidemiologi
Badan Kesehatan Dunia (WHO 2011) dan Depkes 2007 mencatat bahwa
kecelakaan lalu lintas menewaskan hampir 1,3 juta jiwa diseluruh dunia atau 3000
kematian setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap
tahunnya.1,2 Kecelakaan di Indonesia menunjukkan peningkatan 6,72% dari
57.726 kejadian di tahun 2009 menjadi 61.606 insiden di tahun 2010 atau berkisar
168 insiden setiap hari dan 10.349 meninggal dunia atau 43,15%.1 Kecelakaan
lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya fraktur, tapi fraktur juga bisa
terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi.2 Kejadian fraktur
di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta,
merupakan terbesar di Asia Tenggara.3 Hasil tim survei Depkes RI 2007
didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami cacat
fisik, 15% mengalami stres psikologis dan bahkan depresi, serta 10% mengalami
kesembuhan.2
A. Fraktur
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang
atau tulang rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang
disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Energi yang sampai ke
tulang melebihi batas kekuatan tulang menyebabkan terjadinya fraktur.4,7

2. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi dua, yaitu:8,9,10
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya.

19
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari
otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga
terjadi pada berbagai keadaan berikut:
1) Tumor Tulang (Jinak atau Ganas): pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif
lambat.
3) Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet
lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebab10
1) Non Trauma: Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat
kelainan patologis didalam tulang, ini bisa karena kelainan
metabolik atau infeksi.
2) Trauma: Trauma dapat dibagi menjadi dua yaitu langsung dan
tidak langsung.
b. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan dan sekitar10
1) Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah
fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar.

20
2) Fraktur terbuka (compound fracture) fraktur terbuka
merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi
sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. Luka pada kulit
dapat berupa tusukan yang tajam keluar menembus kulit (from
within) atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh
peluru atau trauma langsung (from without).
c. Berdasarkan bentuk patahan tulang9

Gambar 1. Bentuk patahan tulang

1) Transversal; adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus


terhadap sumbu panjang tulang atau bentuknya melintang dari

21
tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan
pembidaian gips.
2) Spiral; adalah garis fraktur meluas yang mengelilingi tulang
yang timbul akibat torsi ekstremitas. Fraktur jenis ini hanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
3) Oblik; adalah garis fraktur yang memiliki patahan arahnya
miring dimana garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang.
4) Segmental; adalah dua garis fraktur berdekatan pada satu
tulang, ada segmen tulang yang retak dan ada yang terlepas
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
5) Kominuta; adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen,
atau terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua
fragmen tulang.
6) Greenstick; adalah garis fraktur tidak sempurna atau garis
patahnya tidak lengkap dimana korteks tulang sebagian masih
utuh demikian juga periosteum. Fraktur jenis ini sering terjadi
pada anak – anak.
7) Fraktur impaksi; Adalah garis fraktur yang terjadi ketika dua
tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya,
seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.

B. Fraktur Femur
Definisi Fraktur Femur
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur
dari tulang. Menurut Sjamsuhidajat, fraktur femur adalah fraktur pada
tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung
maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai
hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan

22
fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada paha.11,12 Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas,
dapat disimpulkan bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan
dimana terjadi kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung
dengan adanya kerusakan jaringan lunak.11
Klasifikasi Fraktur Femur
Fraktur femur dapat dibagi lima jenis berdasarkan letak garis
fraktur seperti yang terlihat dibawah ini:6,13,14

Gambar 2. Lokasi fraktur femur


a. Fraktur intertrokhanter femur
Merupakan patah tulang yang bersifat ekstra kapsuler dari
femur, sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis.
Fraktur ini memiliki risiko nekrotik avaskuler yang rendah
sehingga prognosanya baik. Penatalaksanaannya sebaiknya dengan
reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi internal. Intervensi
konservatif hanya dilakukan pada penderita yang sangat tua dan
tidak dapat dilakukan dengan anestesi general.
b. Fraktur subtrokhanter femur

23
Garis fraktur berada 5 cm distal dari trokhanter minor,
diklasifikasikan menurut Fielding & Magliato sebagai berikut: 1)
Tipe 1 adalah garis fraktur satu level dengan trokhanter minor; 2)
Tipe 2 adalah garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas
trokhanter minor; 3) Tipe 3 adalah 2-3 inci dari batas atas
trokhanter minor. Penatalaksanaannya dengan cara reduksi terbuka
dengan fiksasi internal dan tertutup dengan pemasangan traksi
tulang selama 6-7 minggu kemudian dilanjutkan dengan hip gips
selam tujuh minggu yang merupakan alternatif pada pasien dengan
usia muda.
c. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur biasanya disebabkan oleh trauma
langsung, secara klinis dibagi menjadi: 1) fraktur terbuka yang
disertai dengan kerusakan jaringan lunak, risiko infeksi dan
perdarahan dengan penatalaksanaan berupa debridement, terapi
antibiotika serta fiksasi internal maupun ekternal; 2) Fraktur
tertutup dengan penatalaksanaan konservatif berupa pemasangan
skin traksi serta operatif dengan pemasangan plate-screw.
d. Fraktur suprakondiler femur
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan
tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan
disertai gaya rotasi. Penatalaksanaan berupa pemasangan traksi
berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut
Pearson, cast-bracing dan spika pinggul serta operatif pada kasus
yang gagal konservatif dan fraktur terbuka dengan pemasangan
nail-phroc dare screw.
e. Fraktur kondiler femur
Mekanisme trauma fraktur ini biasanya merupakan kombinasi
dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai denga tekanan pada
sumbu femur ke atas. Penatalaksanaannya berupa pemasangan
traksi tulang selama 4-6 minggu dan kemudian dilanjutkan dengan

24
penggunaan gips minispika sampai menyatu sedangkan reduksi
terbuka sebagai alternatif apabila konservatif gagal.

Proses Penyembuhan Fraktur

Fraktur akan menyatu baik dibebat atau tidak, tanpa suatu


mekanisme alami untuk menyatu. Namun tidak benar bila dianggap
bahwa penyatuan akan terjadi jika suatu fraktur dibiarkan tetap
bergerak bebas. Sebagian besar fraktur dibebat, tidak untuk
memastikan penyatuan, tetapi untuk meringankan nyeri, memastikan
bahwa penyatuan terjadi pada posisi yang baik dan untuk melakukan
gerakan lebih awal dan mengembalikan fungsi.15
Proses penyembuhan fraktur beragam sesuai dengan jenis
tulang yang terkena dan jumlah gerakan di tempat fraktur.
Penyembuhan dimulai dengan lima tahap, yaitu sebagai berikut:15,16,17
a. Tahap kerusakan jaringan dan pembentukan hematom

25
Pada tahap ini dimulai dengan robeknya pembuluh darah dan
terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada
permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah, akan
mati sepanjang satu atau dua milimeter. Hematom ini kemudian
akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan
vaskuler sehingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis
dengan kapiler di dalamnya.
b. Tahap radang dan proliferasi seluler
Setelah pembentukan hematoma terdapat reaksi radang akut
disertai proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran
medula yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan
sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang
membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus
berkembang ke dalam daerah tersebut.
c. Tahap pembentukan kalus
Sel yang berkembangbiak memiliki potensi kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan, juga kartilago.
Populasi sel juga mencakup osteoklas yang mulai membersihkan
tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang
yang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada
permukaan periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa
yang imatur menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur
semakin berkurang pada empat minggu setelah fraktur menyatu.
d. Osifikasi
Kalus (woven bone) akan membentuk kalus primer dan secara
perlahan–lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh
aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan kelebihan
kalus akan di resorpsi secara bertahap. Pembentukan kalus dimulai
dalam 2-3 minggu setelah patah tulang melalui proses penulangan

26
endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang
benar-benar bersatu.
e. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, fibrosa
yang imatur berubah menjadi tulang lamellar. Sistem itu sekarang
cukup kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat di belakangnya osteoblas
mengisi celah-celah yang tersisa antara fragmen dengan tulang
yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang normal.
f. Tahap menjadi tulang dewasa
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan
kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan
tulang akan memperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya.

Komplikasi Fraktur Femur


Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal
dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi
dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat
kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera.
Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:17,19,20
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur
ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan
organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah
dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada
fraktur femur pelvis.
b. Emboli lemak

27
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau
cedera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria
dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak
dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di
lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak
dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah.
Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang
memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya
yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu
minggu setelah cidera gambaran khasnya berupa hipoksia,
takipnea, takikardia, dan pireksia.
c. Sindrom kompartemen (Volkmann's Ischemia)
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas,
yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan
tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya
perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi
gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut.
Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf dan pembuluh darah yang
dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang
dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan
nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi
yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak
di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma,
terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
d. Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali
mengakibatkan iskemia tulang yang berujung pada nekrosis
avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai pada kaput

28
femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os.
Talus.
e. Atrofi otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah
mencapai ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena
sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi
otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat
otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot,
aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot.

Penatalaksanaan Fraktur
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi
patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi
itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi).5,7,20
a. Reposisi
Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan
imobilisasi dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang
berarti seperti pada fraktur radius distal. Reposisi dengan traksi
dilakukan terus-menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa
minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi. Tindakan ini
dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan
terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur
dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.
Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan
pemasangan fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah
tulang pada fraktur kolum femur. Fragmen direposisi secara non-
operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan
pemasangan prosthesis secara operatif pada kolum femur.
Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar (OREF)
dilakukan untuk fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan
pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja

29
disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit luar.
Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur
dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur
terbuka), dimana pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko untuk
terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang terhadap luka
fraktur di sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi namun
jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang aman, pasien
dengan cedera multiple yang berat, fraktur tulang panggul dengan
perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala, fraktur
dengan infeksi.
Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang
dengan pemasangan fiksasi interna (ORIF), misalnya pada fraktur
femur, tibia, humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang
dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga
plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi
secara operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna, dan bila
dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak
diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan
imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur
tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak
stabil dan cenderung terjadi displacement kembali setelah reduksi
fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur
femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan
reduksi dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien
dengan perawatan yang sulit (paraplegia, pasien geriatri).
b. Imobilisasi
Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar
tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak
terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan
fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting. Imobilisasi
yang lama akan menyebabkan mengecilnya otot dan kakunya

30
sendi. Oleh karena itu diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungkin.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti upaya mengembalikan kemampuan anggota
yang cedera atau alat gerak yang sakit agar dapat berfungsi
kembali seperti sebelum mengalami gangguan atau cedera.
6. Rehabilitasi Medik (RM) pada fraktur
Tujuan utama program dalam bidang rehabilitasi medik adalah perbaikan
dan peningkatan fungsi, dengan cara mencegah atau mengurangi dampak
impairment, disability dan handicap. Sedangkan hal-hal tersebut merupakan ruang
lingkup kerja RM yaitu : impairment adalah penyakit atau kelainan pada tingkat
organ, disabilitas adalah kelainan pada tingkat individu yang mengakibatkan
seseorang tidak dapat melakukan kegiatan atau aktifitas sehari-hari serta handicap
yang merupakan gangguan atau hambatan melakukan kegiatan atau aktifitas
dalam lingkungan sosialnya.21
Terapi yang digunakan pada kasus fraktur dapat berupa terapi latihan
maupun terapi dengan modalitas. Terapi dengan modalitas yang sering digunakan
yaitu traksi, yang dapat mereposisi kembali tulang yang fraktur, sekaligus juga
dapat mengurangi nyeri yang timbul pada daerah fraktur.21-25
Penanganan rehabilitasi dapat berupa:
1) Fisioterapi
Teknologi Fisioterapi yang digunakan adalah terapi latihan. Terapi latihan
adalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya
menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh, baik secara aktif maupun
pasif.23 Pada umumnya, sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan,
bagian yang mengalami operasi yaitu 1/3 distal femur dextra pasien dalam
keadaan dielevasikan sekitar 30º.21
1. Static Contraction
Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa
gerakan pada sendi.24 Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer
pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi

31
menyebabkan darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang
dapat mengurangi oedem, dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga
dapat berkurang. Ditambahkan elevasi sehingga dengan pengaruh gravitasi
akan semakin memperlancar aliran darah pada pembuluh darah vena.24

Gambar: Isometric active


movement

2. Passive Movement
Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan
dari luar sementara itu otot pasien lemas. 23 Relaxed Passive Movement
merupakan gerakan pasif yang hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri.
Bila pasien sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu,
maka gerakan dihentikan.23

3. Active Movement
Latihan gerak aktif merupakan gerakan yang timbul dari kekuatan
kontraksi otot pasien sendiri secara volunter / sadar. 24 Pada kondisi oedem,
gerakan aktif ini dapat menimbulkan “pumping action” yang akan

32
mendorong cairan bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan
ini juga dapat digunakan untuk tujuan mempertahankan kekuatan otot,
latihan koordinasi dan mempertahankan mobilitas sendi. Active Movement
terdiri dari :
a. Assisted Active Movement
Assisted active movement yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh
adanya kekuatan otot dengan bantuan kekuatan dari luar. Bantuan dari luar
dapat berupa tangan terapis, papan maupun suspension. Terapi latihan
jenis ini dapat membantu mempertahankan fungsi sendi dan kekuatan otot
setelah terjadi fraktur.24
b. Free Active Movement
Free active movement merupakan suatu gerakan aktif yang dilakukan
oleh adanya kekuatan otot tanpa bantuan dan tahanan kekuatan dari luar,
gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan pengaruh
gravitasi.23 Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat
meningkatkan sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem
berkurang maka nyeri juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga
lingkup gerak sendi dan memelihara kekuatan otot.23
2) Ortotik prostetik
Digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah dan mengoreksi
kecacatan, menyangga berat badan dan menunjang anggota gerak tubuh
yang aktif. Pada pasien fraktur femur dan berusia lanjut dapat diberikan
walker untuk membantu latihan jalan.21

33
3) Terapi okupasi
Terapi okupasi meliputi koordinasi aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
untuk meberikan latihan dan pengembalian fungsi sehingga penderita bisa
melakukan pekerjaan / kegiatan normalnya.23
4) Psikologi
Untuk memberikan motivasi dan penanaman sugesti positif terhadap
pasien agar mendapatkan kembali kepercayan dirinya untuk melakukan
kegiatan sehari-hari.23
5) Sosial medik
Tujuannya adalah untuk menyelesaikan, memecahkan masalah social yang
berkaitan dengan penyakit penderita, seperti masalah penderita dalam
keluarga maupun lingkungan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, (2011). Decade of Action on Road Safety: Indonesia. 30 Januari 2017.


www.who.searo/int
2. Depkes R.I. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Diunduh 30 Januari 2017.
http://www.depkes.co.id

34
3. Ropyanto CB. Tesis Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status
fungsional pasien paska ORIF fraktur ekstremitas bawah di RS ortopedi
Prof. Soeharto Surakarta. 2011
4. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7.
Jakarta :Widya Medika.1995
5. Oglen. JA.2000. Skeletal Injury in The Child Second Edition. New York:
W.B Saunders Company. Pg 857-72
6. AAPC. Fracture classification in ICD-10-CM. 2013.Medline Plus.
Dislocation. US National Library of Medicine. 2013.
7. Hoppenfeld, Stanley and Nasantha Murthy. 2000. Treatment and
Rehabilitation of Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkin.
8. Joint Pain Expert. Joint-pain-expert.org. [Online].; 2016 [cited 2017 Januari
30. Available from: http://www.joint-pain-expert.net/elbowdislocation.html
9. Lateef F. Riding motorcycles: is it a lower limb hazard? Singapore Med J
2002;43(11):566-9
10. Apley's System of Orthopaedics and fractures, 9th edition. 2010.
11. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar:
Bintang Lamumpatue; 2000. h.343-536.
12. Sela Y, et al. pediatric femoral shaft fractures : treatment strategies
according to age -13 year of experience in one medical center. Journal of
orthopaedic surgery. 2013 p1-6
13. Delahay JN, Sauer S. Skeletal Trauma. In: Wiesel S, Delahay JN, editor.
Essentials of orthopedic surgery. 3rd ed..Washington: Springer; 2007. p.40-
83.
14. McRae E. The diagnosis of fractures and principles of treatment. In: McRae
E, Esser R, editor. Practical fracture treatment. 4th ed. Churchil Livingstone.
p.25-54.
15. Okoro OI, Ohadugha OC. The anatomic pattern of fractures and dislocations
among accident victims in Owerri,Nigeria. Nigerian J of Surg Res
2006;8:54-6.

35
16. Skinner H, Smith W, Shank J, Diao E, Lowenberg D. Musculoskeletal
Trauma Surgery. In: Skinner H, editor. Current diagnosis and treatment in
orthopedics. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2003. p.76-150.
17. Buckley R, Panaro CDA. General Principles of Fracture Care [online]. [cited
2017 Januari 30]; Available from: URL:
http://www.emedicine.com/orthoped/topic636.html
18. Department of Orthopaedic Surgery University of Stellenbosch. External
fixator [online]. 2016 [cited 2017 Januari 30]; Available from: URL:
http://www0.sun.ac.za/ortho/webct-ortho/general/exfix/exfix.html
19. Koval K, Zuckerman JD. Lower extremity fractures and dislocations. In:
Koval K, Zuckerman JD, editor. Handbook of fractures. 3rd ed. Lippincot
Williams & Wlkins; 2006. p.347-54.
20. Armis, Prinsip-pinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistem Muskuloskeletal,
FKUGM, Yogyakarta
21. Salter, Robert B. 1971. Textbook of Disorders and Injuries of The
Musculoskeletal System. Baltimore: Waverly Inc.
22. Heri Priatna, 1985; Exercise Theraphy; Akademi Fisioterapi Surakarta.
23. Kisner, C and Colby, L. A, 1996; Therapeutik Exercise Foundation and
Thecniques; Third Edition, F. A. Davis Company, Philadelphia, hal 163

36

Anda mungkin juga menyukai