Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM


Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu: Ns. Rahayu Savitri, M.Kep

DISUSUN OLEH :
Abdillah Usman Haridz E.0105.22.026
Felisha Intan Anatasya E.0105.22.005
Ginta Nursyifa Fauziah E.0105.22.037
Listi Febia Nisha E.0105.22.040
Muhammad Rafly Eka Prasetyo E.0105.22.041
Natasya Toding E.0105.22.010
Nazwa Ayu Lestari E.0105.22.011
Rahma Siti Fauziah E.0105.22.025
Risma Nadila E.0105.22.013
Salsabila Hasna Lutfiah E.0105.22.014
Shinta Rahmawati E.0105.22.017
Silvi Oktaviana Anggraeni E.0105.22.019
Tio Agustianda E.0105.22.022

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
2023/2024
A. Definisi
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal
yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan, (Betz & Sowden, 2002). Kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak terutama
pada golongan anak berumur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun
pernah mengalami kejang demam (Ngastiyah, 2014).
Kejang Demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, hal ini terutama
pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang
terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak. Pada setiap anak memiliki ambang kejang
yang berbeda-beda, hal ini tergantung dari tinggi serta rendahnya ambang kejang seorang anak. Anak
dengan kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38ºC, tetapi pada anak dengan ambang kejang yang tinggi
kejang baru akan terjadi pada suhu 40ºC atau bahkan lebih (Sodikin, 2012). Kejang Demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (Widodo, 2011).
Kejang demam merupakan penyakit yang umum mengenai anak, terutama anak anak usia 6 bulan - 5 tahun
(Ayu et al.,2021). Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak
akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. Etiologi
Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor genetika
Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam 25-50 % anak yang mengalami
kejang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.
2. Infeksi
a. Bakteri diantaranya penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan), pharyngitis (radang tenggorokan),
tonsillitis (amandel), dan otitis media (infeksi telinga).
b. Virus diantaranya varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue (virus penyebab demam berdarah).
3. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada
waktu demam tinggi.
4. Gangguan Metabolisme
Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
5. Trauma
Kejang demam dapat terjadi karena trauma lahir dan trauma kepala.

C. Klasifikasi
Kejang demam dikategorikan menjadi dua jenis kejang demam, yaitu :
1. Kejang Demam Sederhana (KDS) yang dimana kejang demam berlangsung singkat yaitu dalam waktu
kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang yang terjadi berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang ini tidak berulang dalam kurun waktu 24 jam.
2. Kejang Demam Kompleks (KDK) adalah kejang demam yang memiliki salah satu ciri berikut: durasi kejang
yang cukup lama yaitu lebih dari 15 menit; kejang fokal atau parsial pada satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial; dan kejang yang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam.4,6 Umumnya
balita dengan kejang demam kompleks memiliki usia yang lebih muda dan lebih mungkin untuk memiliki
keterlambatan pertumbuhan daripada balita dengan kejang demam sederhana. (Syarifatunnisa, 2021).
Menurut Prichard dan Mc Greal (Lumbantobing,2001:24) kejang demam dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Kejang demam sederhana.
Ciri-ciri kejang demam sederhana adalah:
a. Kejang bersifat simetris.
a) Usia penderita antara 6 bulan sampai 4 tahun. 3) Suhu 100°F (37,78°C) atau lebih.
b) Lamanya kejang berlangsung kurang dari 3 menit.
c) Keadaan neurologi (fungsi syaraf) normal dan setelah kejang juga normal.
d) EEG yang dibuat setelah tidak demam adalah normal.
b. Kejang demam tidak khas.
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut diatas digolongkan sebagai kejang demam
tidak khas.

D. Manifestasi Klinis
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara
(Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti
oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam
yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada
jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2
kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya
berlangsung lebih dari 30 menit.
Adapun gejala kejang demam diantaranya sebagai berikut.
1. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-tiba).
2. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam)
3. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik)
4. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2
menit)
5. Lidah atau pipinya tergigit
6. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
7. Inkontinensia (mengompol)
8. Gangguan pernafasan i. Apneu (henti nafas)
9. Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya akan terjadi beberapa hal diantaranya sebagai berikut :
1. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih
2. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala.
3. Mengantuk
4. Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
E. Patofisiologi
Menurut Staff pengajar FKUI (2005: 847) sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium (K +) yang sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (CL-). Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, dan di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseinibangan potensial ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisms basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada, usia 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Sehingga kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan terjadi difusi ion kalium maupun natrium melalui membran,
akibatnya terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sekitarya dan dengan bantuan neurotransmitter mengakibatkan terjadinya
kejang.
Pathway

Sumber: Ngatsiyah 2000


F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan minimum untuk kejang tanpa demam pada anak menurut Ngastiyah (2000: 233) meliputi:
1. Glukosa puasa: Batas normalnya lebih dari 10 g/dl. Hipoglikemia dapat menjadi faktor presipitasi kejang.
2. Kalium: Batas normal kalium laki-laki 1,0 - 1,2 mmol/ L. Bila ada kerusakan jaringan, kalium akan keluar
dari sel dan masuk ke dalam cairan ekstraseluler. Jika penurunan kalium dalam urine dapat menunjukan
hiperkalemia (serum kalium meningkat) dan sebaliknya.
3. Natrium : Batas normal natrium laki-laki 135 - 145 mmol/ L. Pada cairan ekstraseluler kadar natrium urine
biasanya rendah dan kadar natrium serum rendah tidak normal / normal akibat memodilusi atau kadar
meningkat.
4. EEG (Elektroensefalografi) adalah suatu cara untuk melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi
dengan baik, mengukur aktivitas otak. Gelombang otak untuk menentukan karakteristik dari gelombang
pada masing- masing tipe dari aktifitas kejang.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Menghentikan kejang secepat mungkin Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih kejang.
b. Pemberian oksigen
c. Penghisapan lendir kalau perlu
d. Mencari dan mengobati penyebab Pengobatan rumah profilaksis intermitten. Untuk mencegah kejang
berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika
2. Penatalaksanan Keperawatan
a. Semua pakaian ketat dibuka
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
d. Monitor suhu tubuh, Cara paling akurat adalah dengan suhu rektal
e. Obat untuk penurun panas, pengobatan ini dapat mengurangi ketidaknyamanan anak dan menurunkan
suhu 1 sampai 1,5 ºC.
f. Berikan Kompres Hangat Mengompres dilakukan dengan handuk atau washcloth (washlap atau lap
khusus)

H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Langkah- langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan
data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan
kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan
lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan
pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu
dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh
data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur
(mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
a. Data Subjektif
1) Biodata/Identita
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk
mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2) Riwayat Penyakit
Penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
a. Apakah betul ada kejang.
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak.
b. Apakah disertai demam.
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi
infeksi memegang peranan dalam terjadinybangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang
dengan demam.
c. Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama.
Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan
pengobatan.
a) Pola serangan
(1) Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah
bersifat umum, fokal, tonik, klonik.
(2) Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi
mioklonik
(3) Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti
epilepsi akinetik .
(4) Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik
sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile
b) Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama
kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul
pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang
dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera
sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya.
3) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal
ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain- lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali. Apakah ada
riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
5) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas
sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan
maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain.
Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
6) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan
imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
7) Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:
a) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
b) Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-
otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu
benda, dan lain-lain.
c) Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
d) Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan.
8) Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25% penderita kejang demam
mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya.
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi
menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
9) Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh
mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya.
10) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana. Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi:
a) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan
dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis. Bagaimana pandangan terhadap
penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota
keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
b) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan
kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak. Makanan apa saja yang disukai dan yang
tidak. Bagaimana selera makan anak. Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari.
c) Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana
warna, bau, dan apakah terdapat darah. Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak
kencing. BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak. Bagaimana konsistensinya
lunak,keras,cair atau berlendir.
d) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya. Berkumpul dengan
keluarga sehari berapa jam. Aktivitas apa yang disukai.
e) Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur. Berangkat tidur jam berapa. Bangun tidur jam berapa. Kebiasaan
sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi
dan suhu.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali. Adakah dispersi bentuk kepala. Apakah
tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun- ubun besar cembung, bagaimana
keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.
b. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung
dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
c. Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak
menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus,
opistotonus, strimus. Apakah ada gangguan nervus cranial.
d. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva.
e. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
f. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung. Polip yang menyumbat jalan napas. Apakah
keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya.
g. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus. Adakah cynosis. Bagaimana keadaan lidah. Adakah
stomatitis. Berapa jumlah gigi yang tumbuh. Apakah ada caries gigi .
h. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil. Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat.
i. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid. Adakah pembesaran vena
jugulans.
j. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama,
kedalaman, adakah retraksi Intercostale. Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan.
k. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya. Adakah bunyi tambahan .
Adakah bradicardi atau tachycardia.
l. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen . Bagaimana turgor kulit
dan peristaltik usus. Adakah tanda meteorismus. Adakah, pembesaran lien dan hepar.
m. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya. Apakah terdapat oedema,
hemangioma. Bagaimana keadaan turgor kulit.
n. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang. Bagaimana suhunya
pada daerah akral.
o. Genetalia: Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda2 infeksi.
2. Masalah Keperawatan dan Data Penunjang
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Demam Hipotermia
tidak tersedia 
DO: Peningkatan suhu tubuh
kulit teraba dingin, menggigil, suhu tubh 
dibaewah nilai normal, akrosianosis. Fungsi hipotalamus terganggu
Bradikardi, dasar kuku sianotik, hipoglikemia, 
hipoksia, pengisian kapiler > 3 detik, konsumsi Merangsang susunan saraf pusat
oksigen meningkat, ventilasi menurun, 
piloereksi, takikardi, vasokonstriksi perifer, Hipotermia
kutis memorata
DS: Demam Pola nafas tidak efektif
Klien mengeluh dyspnea, ortopnea. 
DO : Peningkatan suhu tubuh
Penggunaan otot bantu pernapasan, fase 
ekspirasi memanjang, pola napas abnormal Fungsi hipotalamus terganggu
(mis, takipnea, bradipnea, hiperventilasi, 
kussmaul, cheyne-stokes), pernapasan pursed- Merangsang susunan saraf pusat
lip, pernapasan cuping hidung diameter thoraks 
anterior-posterior meningkat, ventilasi, semenit Pelepasan asitekolin (neurotransmiter)
menurun, kapasitas vital menurun, tekanan 
ekspirasi&inspirasi menurun, ekskursi dada Spasme pembulih darah
berubah

Vasokontriksi

Hipoksia

Permeabilitas kapiler meniungkat

Udema otak

Kerusakan sel neuron

Pola napas tidak efektif
Faktor risiko: Demam Risiko cedera
Eksternal 
- terpapar pathogen Peningkatan suhu tubuh
- terpapar zat kimia 
- terpapar agen nosocomial Fungsi hipotalamus terganggu
- ketidakamanan transportasi 
Internal Merangsang susunan saraf pusat
- ketidaknormalan profil darah 
- perubahan orientasi efektif Pelepasan asitekolin (neurotransmiter)
- disfungsi autoimun 
- disfungsi biokimia Kejang
- hipoksia jaringan

- kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
Gangguan persarafan
- malnutrisi

- perubahan fungsi psikomotor
Kehilangan koordinasi otot
- perubahan fungsi kognitif

Ridiko tinggi cedera

3. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea,
dan kulit teraba panas.
2) Pola napas tidak efektif behubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal, ortopnea, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, dan ekskursi dada berubah.
3) Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
4. Intervensi Keperawatan

No DX kep TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1 TUJUAN JANGKA PANJANG Manajemen Hipotermia Manajemen Hipotermia


Setelah dilakukan Tindakan Observasi Observasi
keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor suhu tubuh 1. Mengetahui suhu tubuh pasien
hipotermi teratasi 2. Identifikasi penyebab hipotermia 2. Untuk menghindari perburukan
TUJUAN JANGKA PENDEK 3. Monitor tanda dan gejala akibat kondisi pasien
Setelah dilakukan Tindakan hipotermia 3. Untuk menghindari perburukan
keperawatan selama 1x24 jam lemak Terapeutik kondisi pasien
tubuh bertambah, peningkatan laju 1. Sediakan lingkungan yang hangat Terapeutik
metabolism dengan kriteria hasil: 2. Ganti pakaian dan atau linen basah 1. Untuk menjaga suhu tubuh
- Kulit teraba hangat 3. Lakukan penghangatan pasif pasien agar tidak hipotermia
- Suhu tubuh dalam batas 4. Lakukan penghangatan aktif 2. Untuk menjaga suhu tubuh
normal 36,5 C-37,5C internal pasien agar tidak hipotermia
- Pengisian kapiler <3 detik dll Edukasi 3. Untuk menjaga suhu tubuh
1.Anjurkan makan/minum hangat pasien agar tidak hipotermia
4. Untuk menjaga suhu tubuh
pasien agar tidak hipotermia
Edukasi
1. Untuk menghindari terjadinya
hipotermia pada pasien

2 TUJUAN JANGKA PANJANG Manajemen jalan napas Manajemen jalan napas


setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
keperawatan selama 3x24 jam pola 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Penurunan bunyi napas indikasi
napas efektif. kedalaman, usaha napas) atelektasis, ronki indikasi
TUJUAN JANGKA PENDEK 2. Monitor bunyi napas tambahan akumulasi
setelah dilakukan tindakan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, secret/ketidakmampuan
keperawatan keperawatan selama ronkhi kering) membersihkan jalan napas
1x24 jam upaya napas berjalan 3. Monitor sputum (jumlah, warna, sehingga otot aksesori
lancar,membaiknya imaturitas aroma) digunakan dan kerja pernapasan
neurologis, deformitas dinding dada Terapeutik meningkat.
membaik, deformitas tulang dada 1. Pertahankan kepatenan jalan 2. Untuk mengetahui adakah data
teratasi dengan kriteria hasil: napas dengan head-tilt dan chil- tambahan mengenai pernapasan
- Menunjukan atau menyatakan lift (juw-thrust jika curiga trauma yang berefek pada penyakit
hilangnya diyspnea servikal) 3. Pengeluaran sulit bila sekret tebal,
- Menunjukan ortospne membaik 2. Posisikan semi fowler atau fowler sputum berdarah akibat kerusakan
- Tidak menggunakan otot bantu 3. Berikan minum hangat paru atau luka bronchial yang
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
pernapasan dll memerlukan evaluasi/intervensi
perlu
5. Lakukan penghisapan lender lanjut.
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

3 TUJUAN JANGKA PANJANG Observasi Observasi


Setelah dilakukan tindakan - identifikasi area lingkungan yang - untuk mengidentifikasi area
keperawatan selama 3x24 jam berpotensi menyebabkan cedera lingkungan yang berpotensi
diharapkan masalah resiko cedera - identifikasi obata yang berpotensi menyebabkan cedera
tidak terjadi meyebabkan cedera - untuk mengidentifikasi obata yang
berpotensi meyebabkan cedera
TUJUAN JANGKA PENDEK Terapeutik
Setelah dilakukan tindakan - sediakan pencahayaan yang memadai Terapeutik
keperawatan selama 1x24 jam - sosialisasikan pasien dan keluarga - agar disediakan pencahayaan yang
diharapkan risko cedera menurun dengan lingkungan ruang rawat memadai bagi pasien
dengan kriteria hasil: (mis.penggunaan telepon, tempat tidur, - agar pasien dan keluarga dapat
- profil darah membaik penerangan ruangan dan lokasi kamar mengetahui dengan lingkungan ruang
- disfungsi autoimun membaik mandi) rawat (mis.penggunaan telepon, tempat
- disfungsi biokimia membaik - pertahankan posisi tempat tidur diposisi tidur, penerangan ruangan dan lokasi
- hipoksia jaringan cukup membaik terendah saat digunakan kamar mandi)
- kegagalan mekanisme pertahanan -diskusikan mengenai latihan fisik dan - untuk mempertahankan posisi tempat
tubuh cukup membaik terapi fisik yang diperlukan tidur diposisi terendah saat digunakan
- nafsu makan meningkat - diskusikan Bersama anggota keluarga agar pasien nyaman
- perubahan fungsi psikomotor yang dapat mendampingi pasien - agar keluarga dan pasien mengetahui
menurun - tingkatkan frekuaensi observasi dan mengenai latihan fisik dan terapi fisik
- perubahan fungsi kognitif menurun pengawasan pasien, sesuai kebutuhan yang diperlukan
-agar anggota keluarga yang dapat
Edukasi mendampingi pasien siap siaga
- anjurkan berganti posisi secara perlahan mendampingi
dan duduk selama beberapa menit - untuk meningkatkan frekuaensi
sebelum berdiri observasi dan pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan

Edukasi
- agar pasien berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri supaya tidak
terjadi kelelahan
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan


Pediatri. Jakarta : EGC. Sacharin Rosa M. (1996).

Prinsip Keperawatan Pediatrik . Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta:


EGC.

Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta:


gaya baru

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
nasional indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai