DISUSUN OLEH :
Abdillah Usman Haridz E.0105.22.026
Felisha Intan Anatasya E.0105.22.005
Ginta Nursyifa Fauziah E.0105.22.037
Listi Febia Nisha E.0105.22.040
Muhammad Rafly Eka Prasetyo E.0105.22.041
Natasya Toding E.0105.22.010
Nazwa Ayu Lestari E.0105.22.011
Rahma Siti Fauziah E.0105.22.025
Risma Nadila E.0105.22.013
Salsabila Hasna Lutfiah E.0105.22.014
Shinta Rahmawati E.0105.22.017
Silvi Oktaviana Anggraeni E.0105.22.019
Tio Agustianda E.0105.22.022
B. Etiologi
Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor genetika
Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam 25-50 % anak yang mengalami
kejang memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.
2. Infeksi
a. Bakteri diantaranya penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan), pharyngitis (radang tenggorokan),
tonsillitis (amandel), dan otitis media (infeksi telinga).
b. Virus diantaranya varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue (virus penyebab demam berdarah).
3. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada
waktu demam tinggi.
4. Gangguan Metabolisme
Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
5. Trauma
Kejang demam dapat terjadi karena trauma lahir dan trauma kepala.
C. Klasifikasi
Kejang demam dikategorikan menjadi dua jenis kejang demam, yaitu :
1. Kejang Demam Sederhana (KDS) yang dimana kejang demam berlangsung singkat yaitu dalam waktu
kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang yang terjadi berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang ini tidak berulang dalam kurun waktu 24 jam.
2. Kejang Demam Kompleks (KDK) adalah kejang demam yang memiliki salah satu ciri berikut: durasi kejang
yang cukup lama yaitu lebih dari 15 menit; kejang fokal atau parsial pada satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial; dan kejang yang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam.4,6 Umumnya
balita dengan kejang demam kompleks memiliki usia yang lebih muda dan lebih mungkin untuk memiliki
keterlambatan pertumbuhan daripada balita dengan kejang demam sederhana. (Syarifatunnisa, 2021).
Menurut Prichard dan Mc Greal (Lumbantobing,2001:24) kejang demam dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Kejang demam sederhana.
Ciri-ciri kejang demam sederhana adalah:
a. Kejang bersifat simetris.
a) Usia penderita antara 6 bulan sampai 4 tahun. 3) Suhu 100°F (37,78°C) atau lebih.
b) Lamanya kejang berlangsung kurang dari 3 menit.
c) Keadaan neurologi (fungsi syaraf) normal dan setelah kejang juga normal.
d) EEG yang dibuat setelah tidak demam adalah normal.
b. Kejang demam tidak khas.
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut diatas digolongkan sebagai kejang demam
tidak khas.
D. Manifestasi Klinis
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara
(Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti
oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam
yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada
jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2
kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya
berlangsung lebih dari 30 menit.
Adapun gejala kejang demam diantaranya sebagai berikut.
1. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-tiba).
2. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam)
3. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik)
4. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2
menit)
5. Lidah atau pipinya tergigit
6. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
7. Inkontinensia (mengompol)
8. Gangguan pernafasan i. Apneu (henti nafas)
9. Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya akan terjadi beberapa hal diantaranya sebagai berikut :
1. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih
2. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala.
3. Mengantuk
4. Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
E. Patofisiologi
Menurut Staff pengajar FKUI (2005: 847) sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium (K +) yang sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (CL-). Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, dan di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseinibangan potensial ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisms basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada, usia 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Sehingga kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan terjadi difusi ion kalium maupun natrium melalui membran,
akibatnya terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sekitarya dan dengan bantuan neurotransmitter mengakibatkan terjadinya
kejang.
Pathway
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Menghentikan kejang secepat mungkin Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih kejang.
b. Pemberian oksigen
c. Penghisapan lendir kalau perlu
d. Mencari dan mengobati penyebab Pengobatan rumah profilaksis intermitten. Untuk mencegah kejang
berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika
2. Penatalaksanan Keperawatan
a. Semua pakaian ketat dibuka
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
d. Monitor suhu tubuh, Cara paling akurat adalah dengan suhu rektal
e. Obat untuk penurun panas, pengobatan ini dapat mengurangi ketidaknyamanan anak dan menurunkan
suhu 1 sampai 1,5 ºC.
f. Berikan Kompres Hangat Mengompres dilakukan dengan handuk atau washcloth (washlap atau lap
khusus)
3. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea,
dan kulit teraba panas.
2) Pola napas tidak efektif behubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal, ortopnea, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, dan ekskursi dada berubah.
3) Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
4. Intervensi Keperawatan
Edukasi
- agar pasien berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri supaya tidak
terjadi kelelahan
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.