Oleh:
Parada Jiwanggana
G99161072
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat
ditunjukkan dengan adanya kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal,
gangguan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom. Kejang bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi termasuk gejala dari suatu atau beberapa
penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam sederhana adalah kejang yang berhubungan dengan demam tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak
berusia diatas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Kejang demam disebut kejang demam kompleks apabila kejang lamanya >15
menit dan berulang.
Dari penelitian didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami
kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejadian kejang demam di
berbagai negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa barat mencapai 2-4%
kasus. Sedangkan, kejadian kejang demam di Asia lebih tinggi, kira-kira 20%
kasus.
Kepentingan kasus kejang demam sederhana dibuat sebagai kasus karena
ada banyak alasan, diantaranya adalah :
1. Untuk mengetahui definisi kejang demam sederhana
2. Untuk mempelajari etiologi kejang demam sederhana
3. Untuk mempelajari patofisiologi dan manifestasi klinis kejang demam
sederhana
4. Untuk mempelajari cara mendiagnosis kejang demam sederhana
5. Untuk mempelajari penatalaksanaan dari kejang demam sederhana
6. Untuk mengetahui prognosis kejang demam sederhana
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A
KEJANG DEMAM
1.
Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan-5 tahun. Menurut ILAE,
Commission on Epidemiology and Prognosis Epilepsi, anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian mengalami kejang demam tidak
termasuk dalam kejang demam dan kejang disertai demam yang terjadi pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam. Bagian
saraf anak sepakat bahwa anak yang berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun mengalami kejang yang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.1
2.
Manifestasi Klinis
Bangkitan kejang pada bayi dan anak-anak sering terjadi bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, biasanya berkembang bila
suhu tubuh mencapai 39C atau lebih, disebabkan oleh infeksi di luar susunan
saraf pusat (ISPA, OMA, dll). Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama
sewaktu demam. Kejang dapat bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau
akinetik. Berlangsung singkat beberapa detik sampai 10 menit, diikuti periode
mengantuk singkat pasca kejang. Kejang demam yang menetap lebih dari 15
menit menunjukkan adanya penyebab organik seperti infeksi atau toksik dan
memerlukan pengamatan menyeluruh.2,3
3.
Patofisiologi
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
(lipid) dan permukaan luar (ion). Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dengan mudah dilalui oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi
ion K dalam sel neuron tinggi dan ion Na rendah. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan luar sel maka terdapat potensial membran sel
neuron. Selisih potensial membrane ini memiliki harga normal sebesar 30-100
mV. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
-
Perubahan
relative
neurotransmitter
yang
bersifat
eksitasi
dibanding
Langkah Diagnostik
Penanganan awal dengan cepat dan tepat menjadi prioritas. Setalah kondisi
c) Foto X-ray dan pencitraan seperti CT -Scan atau MRI tidak diindikasikan
pada anak-anak dengan onset kejang demam simpleks namun dapat
diindikasikan pada keadaan riwayat atau tanda klinis trauma, kemungkinan
lesi struktural otak (mikrocephal, spastik), adanya tanda peningkatan tekanan
Terapi
Algoritma Penghentian Kejang Demam1
Anak kejang
Diazepam rektal 0,5 -0,7mg/kgBB atau 5 mg jika BB<10kg, 10 mg jika BB10kg; boleh diulang setelah 5
Kejang
Fenitoin IV 10-20 mg/kgBB dengan kecepatan 1mg/kg/menit
Kejang berhenti
Kejang tidak berhenti
Lanjutkan dengan dosis 4-8 mg/kg/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal Rawat ICU
lebih dari 10 kg, atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah 3
tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Bila pada pemberian
diazepam rektal kejang belum berhenti, diazepam dapat diberikan lagi dengan
interval 5 menit. Bila masih gagal dianjurkan ke RS dan diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Jika pasien datang ke rumah sakit dalam keadaan kejang, berikan
diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan
1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg.
Bila masih belum berhenti berikan fenitoin secara IV dengan dosis awal
10-20 mg/kg/ kali dengan kecepatan 1mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/ hari dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Bila belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif.
Bila kejang berhenti, tentukan apakah anak termasuk dalam kejang demam
yang memerlukan pengobatan rumatan atau hanya memerlukan pengobatan
intermiten bila demam. Pengobatan rumatan adalah pengobatan yang diberikan
terus menerus
anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum dan sesudah kejang
misalnya hemiparesis, Cerebral Palsy, retardasi mental.
Kejang fokal
Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi
Komplikasi
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih
lama (>15 menit) biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat, hipotensi artrial, suhu tubuh makin meningkat, metabolisme otak
meningkat.
8.
Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
9.
dengan cara :
-
10.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. GT
Umur
: 3 tahun
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Agama
: Islam
Berat Badan
: 13 kg
Tinggi Badan
: 90 cm
Alamat
: Ngemplak, Boyolali
Tanggal masuk
: 3 November 2015
Tanggal Pemeriksaan
: 4 November 2015
No. CM
: 01-29-45-XX
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara aloanamnesis terhadap ibu penderita
A Keluhan Utama
Kejang
A.
kurang lebih setengah jam sebelum datang ke rumah sakit. Kejang terjadi
satu kali, kurang lebih 2 menit. Pada saat kejang pasien tidak sadar,
gerakan kaku dan kemudian kelojotan pada seluruh lengan, tangan,
tungkai, dan kaki dengan gerakan yang bersamaan. Mata pasien melirik ke
atas. Tanpa diberi obat kejang, berhenti sendiri. Kejang yang terjadi
disertai dengan demam tinggi, namun saat demam suhu tidak diperiksa
oleh ibu menggunakan termometer. Setelah kejang pasien menangis
sebentar kemudian tidur dan segera dibawa ke RSUD Dr. Moewardi.
Kurang lebih satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sering
rewel karena mengalami demam, tetapi tidak batuk maupun pilek. Demam
awalnya ringan kemudian menjadi tinggi. Pasien tidak minum obat
penurun panas maupun obat batuk pilek. Setengah jam sebelum masuk
rumah sakit, demam semakin tinggi kemudian pasien mendadak kejang.
Selama perjalanan ke IGD RSUD Dr. Moewardi, kejang tidak
muncul lagi. Saat di IGD dilaporkan kejang (-), pasien rewel, masih
demam (+), batuk pilek (-), dan buang air kecil satu kali warna kuning
jernih.
Kejang yang terjadi ini merupakan kejang yang pertama kali
dialami pasien. Selama sakit tidak ada keluhan diare, tidak muntah, tidak
keluar cairan dari telinga, dan tidak nyeri saat buang air kecil.
B.
: (-)
: (-)
Riwayat dirawat di RS
: (-)
: (-)
: (-)
C.
: (-)
: (-)
keluarganya terdiri dari ayah, ibu, kakak, dan penderita sendiri. Ayah
penderita bekerja sebagai buruh dengan penghasilan tidak menetap. Pasien
berobat dan mondok menggunakan jaminan kesehatan BPJS. Lingkungan
rumah pasien memiliki higienitas yang cukup baik ditandai dengan
penerangan rumah cukup, ventilasi cukup, bak mandi selalu dikuras dua
minggu sekali, serta memiliki jamban.
E.
Usia 2 tahun sekarang : Nasi dengan ditambah lauk pauk, telur , ikan,
daging dan sayuran. Diselingi dengan pemberian susu formula. Makan
dan minum selalu habis.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup.
F.
G.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir secara normal dari seorang ibu G2P1A0 di bidan.
Berat badan lahir 2800 gram, panjang badan lahir 55cm, langsung
menangis, menangis kuat, usia kehamilan 38 minggu, biru (-).
Kesan : riwayat kelahiran dalam batas normal.
H.
I.
Riwayat Imunisasi
BCG
Hepatitis B
DPT
Polio
Campak
: 1x, 9 bulan.
Riwayat Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala
: 3 bulan
: 6 bulan
Berdiri sendiri
: 11 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Bahasa
Bersuara aah/ooh
: 2,5 bulan
Motorik halus
Memegang benda
: 3,5 bulan
Menunjukkan benda
:1,2 tahun
Personal sosial
Tersenyum
: 2 bulan
Mulai makan
: 6 bulan
Tepuk tangan
: 9 bulan
Keluarga Berencana
L.
Pohon Keluarga
I
II
Ny. Y, 31 tahun
Tn. P, 33 tahun
III
An. M,
tahun
Keadaan Umum
Keadaan Umum
: sakit sedang
Derajat Kesadaran
Status gizi
2. Vital Sign
T
HR
RR
: 13 kg
PB
: 90 cm
Status gizi :
BB/U
: 85,71 %
TB/U
: 95%
(- 2SD<Z-Score<0 SD)
BB/TB : 104 %
(0 SD<Z-Score<1 SD)
4. Kepala
Bentuk mesocephal, lingkar kepala 47 cm (0 SD < UK < +2SD) menurut
Nell Hauss, ukuran normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah rontok dan sukar dicabut.
5. Muka
Sembab (-), old man face (-).
6. Mata
Cekung (-/-), air mata berkurang (-/-), conjunctiva anemis(-/-), sklera
ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3 cm/3 cm).
7. Hidung
Bentuk normal, napas cuping hidung (-), sekret (-), darah (-).
8. Mulut
Mukosa bibir dan mulut kering (-), sianosis (-), gusi berdarah (-).
9. Tenggorokan
Uvula di tengah, tonsil sulit dievaluasi, faring hiperemis (-).
10. Telinga
Bentuk normal, kelainan MAE (-), membrana timpani utuh, prosesus
mastoideus tidak nyeri tekan, tragus pain (-), sekret (-).
11. Leher
Bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak membesar.
12. Limfonodi
Kelenjar limfe auricular, submandibular, servicalis, supraclavicularis,
axillaris, dan inguinalis tidak membesar.
13. Thorax
Bentuk normochest, retraksi (-), iga gambang (-), gerakan simetris kanan
dan kiri
Cor
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
14. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani
Palpasi
15. Urogenital
Phimosis (-).
16. Anorektal
Dalam batas normal
17. Ekstremitas
akral dingin
-
sianosis
-
oedem
-
wasting
Sianosis (-)
19. Neurologi
5555 5555
5555 5555
+ +
+ +
: (+2/+2)
Reflek triceps
: (+2/+2)
Reflek patella
: (+2/+2)
Reflek achilles
:(+2/+2)
: (-)
ikterik
-
Reflek chaddock
: (-)
IV.
Reflek gordon
: (-)
Reflek schaffer
: (-)
: (-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinski II
: (-)
Brudzinski III
: (-)
Brudzinski IV
: (-)
Kernig
: (-)
KESIMPULAN KASUS
Kurang lebih setengah jam sebelum masuk rumah sakit pasien
kejang. Kejang terjadi satu kali, kurang lebih 2 menit. Pada saat kejang
pasien tidak sadar, gerakan kelojotan dan kaku pada seluruh lengan,
tangan, tungkai dan kaki dengan gerakan yang bersamaan, mata pasien
melirik keatas, dan tanpa diberi obat kejang berhenti sendiri. Kejang yang
terjadi disertai dengan demam tinggi, namun suhu tidak diperiksa oleh ibu
menggunakan termometer. Setelah kejang, pasien menangis sebentar
kemudian tidur dan segera dibawa ke rumah sakit.
Kurang lebih satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sering
rewel karena mengalami demam, tetapi tidak ada batuk maupun pilek.
Demam awalnya ringan kemudian menjadi tinggi. Pasien tidak minum
obat penurun panas maupun obat batuk pilek. Demam tidak turun, sampai
setengah jam sebelum masuk rumah sakit demam semakin tinggi
kemudian pasien mendadak kejang.
Selama perjalanan ke IGD RSDM kejang tidak muncul lagi. Saat
di IGD kejang (-), pasien rewel, masih demam, tidak batuk pilek, dan
buang air kecil satu kali warna kuning jernih.
Kejang yang terjadi ini merupakan kejang yang pertama kali
dialami pasien. Selama sakit tidak ada keluhan diare, tidak muntah, tidak
keluar cairan dari telinga, dan tidak nyeri saat buang air kecil.
Riwayat
imunisasi
lengkap.
Riwayat
perkembangan
dan
Kejang 1x, tidak berulang dalam 24 jam, lama kejang kurang lebih 2
menit, didahului dengan demam tinggi, saat kejang pasien tidak sadar,
gerakan kelojotan dan kaku pada seluruh lengan, tangan, tungkai dan kaki
dengan gerakan yang bersamaan, mata pasien melirik keatas, tanpa diberi
obat kejang berhenti sendiri, setelah kejang pasien menangis sebentar
kemudian tidur.
Demam 39,1o C
VIII.
TUJUAN MEDIKAMENTOSA
No. I
No. I
IV catheter no. 22
No. I
Three way
No. I
IV 3000
No. I
i.m.m 20 tpm
Cito
R/ Diazepam inj. 5mg/mL vial No.I
cum disposable syringe cc 1 No.I
p.r.n i.m.m IV mg 5 (bila kejang)
R/ Paracetamol mg 135
Diazepam mg 4
m.f.l.a pulv dtd No.X
3 dd pulv I aggr Febr
Pro: An.T (3 th, 13 kg)
Planning
Pemeriksaan urinalisis
Edukasi
Kompres hangat jika demam
X. PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad sanam
: bonam
Ad fungsionam
: bonam
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Diet
nasi
lauk
1300
kkal/hari
sesuai
dengan
perhitungan
10
BAB V
PEMBAHASAN OBAT
A. Antipiretik: Parasetamol
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat yang penting dengan efek
analgesik antipiretik dan telah digunakan sejak tahun 1893. Di Indonesia, obat ini
tersedia sebagai obat bebas sehingga tidak memerlukan resep dokter untuk
memperolehnya14. Kemampuan obat parasetamol yang efektif dalam mengurangi
rasa sakit (analgesik) dan menurunkan demam (antipiretik) juga sudah dikenal
secara luas9.
Sebagai obat analgesik antipiretik, parasetamol berbeda dengan obat anti
inflamasi non steroid/AINS (aspirin, ibuprofen, naproxen). Pada dosis yang
dianjurkan, parasetamol lebih aman dibandingkan AINS dan tidak menimbulkan
efek samping seperti gangguan pada perut maupun perdarahan. Namun
penggunaan parasetamol yang tidak sesuai dengan dosis anjuran dapat
menyebabkan kerusakan hepar, mulai dari kelainan fungsi hati pada tes darah,
gagal hati akut bahkan kematian9.
1. Rumus Bangun
kepala, nyeri sendi, nyeri haid, dan mialgia. Keduanya menurunkan suhu
tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti
salisilat.
Parasetamol menghambat biosintesis prostaglandin dengan lemah.
Hambatan
prostaglandin
ini
hanya
terjadi
bila
kadar
peroksid di
6. Dosis
Dosis untuk dewasa
Onset dari paracetamol kurang dari 1 jam dengan waktu paruh sekitar 13 jam.
ginjal
dan dalam jumlah kecil pada air susu ibu (ASI). Paracetamol, aman untuk
wanita hamil dan anak-anak.
11. Indikasi
Meredakan demam dan nyeri yang ringan sampai sedang yang
disebabkan oleh berbagai hal, post-Immunisation Pyrexia.
12. Kontra Indikasi
Alergi terhadap paracetamol, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta
pasien dengan ketergantungan terhadap alkohol.
13. Efek Samping
Mual, hipersensitivitas, ruam pada kulit, acute renal tubular necrosis,
discrasia darah (seperti
thrombocytopenia,
leucopenia,
neutropenia,
B. Antikonvulsan: Diazepam
Penggunaan obat golongan benzodiazepin masih menjadi pilihan utama
dalam mengatasi kejang karena awitan kerja obat cepat dan mempunyai efek
samping yang relatif kecil
11,13, 15
desmethyldiazepam
dan
oxazepam.
Desmethyldiazepam
peningkatan
sensitivitas
pasien
terhadap
efek
sedasi
obat.
4. Nama Paten
Valium, Stesolid rectal tube
5. Bentuk Sediaan Obat
Tablet : 2mg; 5mg
Rectal tube : 5mg/2,5mL dan 10mg/2,5mL
Injeksi : 5mg/mL
6. Dosis
Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/KgBB setiap 8 jam pada saat demam.
Diazepam rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5
mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak di bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas 3
tahun.
Diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 12 mg/ menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg
7,14
7. Mekanisme Kerja
tmax = 1,5-2jam
t = 20-50 jam
8. Metabolisme
Diazepam dimetabolisme di hati dan terikat pada reseptor di daerah
spinal cord, serebelum, sistem limbik dan korteks serebral.
9. Indikasi
Obat anti cemas, sedatif-hipnotic, dan obat anti kejang, ansietas atau
insomnia, tambahan pada putus alkohol akut, status epileptikus, kejang
demam, spasme otot.
10. Efek Samping
Rasa kantuk, kelelahan dan ataksia, trombosis vena dan flebitis pada
tempat penyuntikan
diazepam
bersamaan
dengan
nitrous
oxide
dapat
cairan
dan
elektrolit
agar
tidak
terjadi
kejang
akibat
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kejang demam sederhana merupakan bangkitan kejang yang sering terjadi
pada anak berusia di atas 1 bulan karena suatu proses ekstrakranial ketika suhu
tubuh tinggi (suhu rektal di atas 38C), di mana tidak terdapat infeksi SSP,
gangguan elektrolit akut, dan riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang
demam disebut kejang demam kompleks apabila kejang lamanya >15 menit dan
berulang.
Kejang demam sederhana memerlukan tata laksana segera dan tepat, baik
dengan farmakoterapi maupun non-farmakoterapi. Prognosis sangat ditentukan
oleh rangkaian tata laksana yang dilakukan.
B. Saran
Sebagai seroang tenaga medis, sebaiknya tidak hanya memberikan
tatalaksana dari aspek farmakoterapi saja untuk kasus kejang demam sederhana
ini karena kasus ini memerlukan tata laksana non-farmakoterapi, terutama dengan
edukasi kepada orang tua sebagai pengasuh anak sehari-harinya mengenai seluk
beluk kejang demam sederhana hingga dapat mengenali tanda-tandanya dan dapat
mengatasi secara dini di rumah serta dapat segera mencari pertolongan ke rumah
sakit apabila penanganan dini di rumah tidak berhasil.
DAFTAR PUSTAKA