Anda di halaman 1dari 8

PSIKOLOGI MANUSIA DAN PENDIDIKAN

B. Parmadie
PENDAHULUAN

Manusia adalah mahkluk sempurna yang diciptakan Allah dalam bentuk rupa yang lebih baik
dari mahkluk ciptaan Allah yang lainnya. Tidak hanya bentuk fisik manusia yang diberi
kelebihan tetapi juga diberikan akal yang menjadikan manusia itu istimewa. Dengan adanya akal
inilah manusia menginginkan sebuah perubahan pada dirinya, salah satunya yaitu dengan
proses pendidikan atau belajar. Proses pendidikan inilah yang menjadi sorotan penting karena
pola pendidikan yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula.
Pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, tidak akan mungkin dapat dilepaskan
dari psikologi. Karena dalam pendidikan berhubungan erat dengan manusia. Jika kita
membicarakan tentang manusia, maka akan banyak ilmu pengetahuan yang muncul berkaitan
dengan eksistensi manusi. Dalam dunia pendidikan ilmu psikologi sangat penting dimiliki oleh
seorang guru, hal ini karena banyaknya karakter pada anak didik sehingga untuk mencari jalan
keluarnya dengan mempelajari karakter anak didik tersebut maka diperlukanlah ilmu psikologi
agar dalam materi pelajaran dapat disampaikan dengan baik kepada anak didik.Banyaknya
aliran-aliran dalam psikologi yang dikembangkan oleh para ahlinya masing-masing mengenai
manusia dan pendidikan akan dapat kita lihat pada pembahasan selanjutnya.

PEMBAHASAN

MANUSIA DALAM PSIKOLOGI BARAT


Dalam literatur psikologi pada umumnya para ahli ilmu ini berpendapat bahwa penentu
perilaku utama manusia dan corak kepribadian adalah keadaan jasmani, kualitas kejiwaan, dan
situasi lingkungan. Sampai dengan penghujung abad ini terdapat empat aliran besar psikologi,
yakni : Psikoanalisis, Behavioristik, Humasnistik, Transpersonal. Masing-masing aliran
meninjau manusia dari sudut pandang yang berlainan, dan dengan metodologi tertentu berhasil
menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian membangun
teori dan filsafat mengenai manusia.
1) Psikoanalisis (SIGMUND FRUED 1856-1939)
Ketika aliran-aliran penting dalam psikologi sedang berkembang dengan pesatnya mengadakan
penelitian-penelitian psikologis secara eksperimental, disaat itu pula muncul pandangan
psikologiyang dikembangkan melalui dasar-dasar tinjauan klinis-psikiatris oleh aliran
psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Frued, seorang yang berkebangsaan Jerman
keturunan Yahudi yang dilahirkan pada tanggal 6 Mai 1856 di Moravia dan meninggal pada 23
september 1939 di London.
Dasar pendapat dan pandangan Frued berangkat dari keyakinan bahwa pengalaman mental
manusia tidak ubahnya seperti gunung es yang terapung di samudra yang hanya sebagian
terkecil yang tampak, sedankan sembilan persepuluhnya dari padanya yang tidak tampak, itulah
yang merupakan bagian /lapangan ketidak sadaran mental manusia berupa pikiran
kompleks,perasan dan keinginan-keinginan bawah sadar yang tidak dialami secara langsung
tetapi ia terus mempengarui tingkah laku manusia.
Freud berpendapat bahwa pikiran manusia terdiri dari tiga bagian yakni kesadaran,
keprasadaran, dan ketidaksadaran. Kesadaran mengacu pada pengalaman-pengalaman mental
dalam kesadaran sekarang. Ketidaksadaran yang merupakan bagian terbesar dari pikiran adalah
gudang dari insting-insting dasar, seperti seks dan agresi (Semiun, 2006).
Surya (2004) mengatakan bahwa Psikoanalisa lebih mengutamakan hal-hal yang berada di
bawah kesadaran individu dan menganggap bahwa perilaku individu dikontrol oleh bagian yang
tidak sadar. Suryabrata (1998) menyebutkan bahwa menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga
aspek yaitu :
a). Id (das-es), aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang original di dalam
kepribadian, dari aspek inilah kedua aspek yang lain tumbuh. Freud menyebutnya juga realitas
psikis yang sebenar-benarnya (The true psychic reality). Pedoman dalam berfungsinya das Es
menurut Freud adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan,
pedoman ini disebut “prinsip kenikmatan”. Untuk menghilangkan ketidakenakan itu das Es
mempunyai dua cara (alat proses), yaitu :
Refleks dan reaksi-reaksi otomsatis, seperti misalnya bersin, berkedip dan sebagainya.
Proses primer (primair vorgang), seperti misalnya orang lapar membayangkan makanan.
b). Ego (das-ich), aspek ini adalah aspek psikologis dan timbul karena kebutuhan organisme
untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realitat). Di dalam berfungsinya das
Ich berpegang pada “prinsip kenyataan”. Harus selalu di ingat, bahwa das Ich adalah derivat dari
das Es dan bukan untuk merintanginya, peran utamanya ialah menjadi perantara antara
kebutuhan-kebutuhan instinktif dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan organisme.
c). Superego (das-ueber ich) adalah aspek sosial kepribadian. Fungsinya yang pokok ialah
menentukan apakah sesuatu benar atau salah,pantas atau tidak, susila atau tidak, dan dengan
demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.Adapun fungsi pokok das
Ueber Ich itu dapat dilihat dalam hubungan dengan ketiga aspek kepribadian yaitu :
Merintangi ilmpuls-impuls das Es, terutama impuls-impuls seksual dan agresif yang
pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat.
Mendorong das Ich untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis daripada realistis.
Mengejar kesempurnaan
Kemudian Frued memfokuskan diri bahwa Id terbesar yang dimiliki manusia dan sangat
menentukan kepribadian manusia itu sendiri adalah dorongan seks. Frued yakin setiap orang
sudah memiliki naluri seks sejak ia dilahirkan. Perkembangan manusia dalam psikoanalitik
merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan
psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati
serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat
penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.
Menurut Freud (dalam Djaali, 2006) menekankan bahwa kehidupan pribadi manusia pada
dasarnya adalah libido seksualitas. Pembentukan pribadi seseorang terjaid dari lahir sampai
usia 20 tahun. Freud mengemukakan adanya enam tahap perkembangan fisiologis manusia,
yaitu sebagai berikut :
a) tahap oral: 0-1 tahun, Dalam tahap ini,mulut bayi merupakan daerah utama dari aktivitas
yang dinamis pada manusia.
b) tahap anal: 1-3 tahun, Dalam tahap ini, dorongan dan aktivitas gerak individu lebih banyak
terpusat pada fungsi pembuangan kotoran.
c) tahap palus: 3-6 tahun, Dalam tahap ini alat kelamin merupakan daerah perhatian yang
penting dalam pendorong aktivitas.
d) tahap laten: 6-12 tahun, Dalam tahap ini, dorongan aktivitas dan pertumbuhan cenderung
bertahan dan istirahat dalam arti tidak meningkatkan kecepatan pertumbuhan.
e) tahap genetal: 12-18 tahun, Dalam tahap ini, dorongan aktif kembali, kelenjar endokrin
tumbuh pesat dan berfungsi mempercepat pertumbuhan ke arah kematangan.
f) tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja. Dalam tahap
ini,pertumbuhan genital merupakan dorongan penting bagi tingkah laku seseorang.
2) Behaviorisme (JHON BROADE 1878-1958)
Behaviorisme adalah aliran yang terdapat di Amerika Serikat. Aliran ini di temukan oleh Jhon
Broade Watson 1878-1958, ia menentang pandangan yang berlaku saat itu bahwa dalam
eksperimen-eksperimen psikologi diperlukan instropeksi. Introspeksi yang berarti mengamati
perasaan sendiri, digunakan dalam eksperimen-eksperimen di laboraturium Wundt untuk
mengetahui ada atau tidak adanyaperasaan-perasaan tertentu dalam diri orang yang diperiksa.
Bagi aliran ini manusia dipandang sebagai hasil dari jumlah kondisi-kondisi yang
mempengaruhinya. Bagi Watson psikologi harus menjadi ilmu yang objektif.
Dan bagi aliran ini manusia di pandang sebagai hasil dari jumlah kondisi-kondisi yang
mempengaruhinya,behavorisme memandang manusia dari segi yang nampak (badaniah), tidak
memandang manusia dari segi rohaniah. Di samping itu kaum behaviorisme memiliki semboyan
the trust is in the making, kebenaran adalah apa yang dapat di praktekan dengan tepat dan
menguntungkan, dan tidak ada pula dalam praktek yang tidak memberi hasil. Pandangan
behaviorisme ini banyak mempengaruhi psikologi modern, salah satunya adalah “B.F.SKINNER”
yang berpendapat bahwa “lingkungan merupakan kunci penyebab terjadinya tingkah laku”.
Tingkah laku biasanya timbul atau terjadi dan dikendalikan oleh sebab dan akibat lingkungan.
Asas-asas dalam teori perilaku terangkum dalam hukum penguatan atau law of enforcement,
yakni :
a) Classical Condtioning Suatu rangsang akan menimbulkan pola reaksi tertentu apabila
rangsang tersebut sering diberikan bersamaan dengan rangsang lain yang secara alamiah
menimbulkan pola reaksi tersebut. Misalnya bel yang selalu dibunyikan mendahului
pemberian makan seekor anjing lama kelamaan akan menimbulkan air liur pada anjing
itu sekalipun tidak diberikan makanan. Hal ini terjadi karena adanya asosiasi antara
kedua rangsang tersebut.
b) Law of Effect Perilaku yang menimulkan akibat-akibat yang memuaskan akan cenderung
diulang, sebaliknya bila akibat-akiat yang menyakitkan akan cenderung dihentikan.
c) Operant Conditioning Suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila dengan perilaku
tersebut berhasil diperoleh hal-hal yang dinginkan oleh pelaku (penguat positif), atau
mengakibatkan hilangnya hal-hal yang diinginkan (penguat negatif). Di lain pihak suatu
pola perilaku tertentu akan menghilang apabila perilaku tersebut mengakibatkan hal-hal
yang tak menyenangkan (hukuman), atau mangakibatkan hilangnya hal-hal yang
menyenangkan si pelaku (penghapusan).
d) Modelling Munculnya perubahan perilaku terjadi karena proses dan penaladanan
terhadap perilaku orang lain yang disenangi (model). Keempat asas perubahan perilaku
tersebut berkaitan dengan proses belajar yaitu berubahnya perilaku tertentu menjadi
perilaku baru.
3) Humanistik (ABRAHAM MASLOW)
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli
psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham
Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran
intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme.
Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force) (Kuntjojo,
2009). Tokoh lain pada aliran ini yang terkenal diantaranya adalah Carl Rogers dan aliran ini
dikembangkan sebagi bantahan atas kekurangan yang mereka lihat pada pendapat aliran
Behaviorisme dan Psikoanalisis.
Konsep humanistik justru menempatkan manusia pada posisi manusia yang sangat
berkehendak, bebas, dan bisa bertanggung jawab atas kepentingan dirinya, maka manusia bisa
mengatur dirinya sendiri dan tidak perlu diatur oleh sesuatu diluar dirinya, bahkan Tuhan pun
tidak perlu mengatur (Purwanto, 2007).
Bagi aliran ini manusia pada dasarnya baik dan memiliki kebebasan (free will) untuk
menentukan dirinya. Humanisme menolak gagasan Frued yang menyatakan bahwa kepribadian
itu diatur oleh kekuatan bawah sadar manusia dan menolak ide pendapat behavioris bahwa kita
dikuasai/dikendalikan oleh lingkungan pada dasarnya Humanisme juga mengakui bahwa
pengalaman masa lalu itu mempengaruhi kepribadian, tetapi harus diakui pentingnya
kedudukan. Salah satu teori Abraham Maslow yang terkenal dan banyak diterapkan oleh
berbagai cabang psikologi terapan adalah teori “Hierarki kebutuhan manusia”.
Tirtahardja dan Sulo (2005) mengemukakan kategorisasi kebutuhan-kebutuhan menjadi enam
kelompok, mulai dari yang paling sederhana dan mendasar meliputi :
a) Kebutuhan fisiologis : kebutuhan untuk mempertahankan hidup (makan, istirahat, dan
sebagainya).
b) Kebutuhan rasa aman : kebutuhan untuk secara terus-menerus merasa aman dan bebas
dari ketakutan.
c) Kebutuhan akan cinta dan pengakuan : kebutuhan berkaitan dengan kasih sayang dan
cinta dalam kelompok dan dilindungi oleh orang lain.
d) Kebutuhan harga diri : kebutuhan berkaitan dengan perolehan pengakuan oleh orang lain
sebagai orang yang berkehendak baik.
e) Kebutuhan untuk aktualisasi diri : kebutuhan untuk melakukan sesuatu dan mewujudkan
potensi-potensi yang dimiliki (menyatakan pendapat, perasaan dan sebagainya).
f) Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami : kebutuhan yang berkaitan dengan
penguasaan IPTEK.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa
sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan
siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya
secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
4) Transpersonal
Deswita (2009) menjelaskan bahwa psikologi transpersonal sebenarnya merupakan kelanjutan
atau lebih tepatnya pengembangan dari psikologi humanistik. Aliran psikologi ini disebut aliran
keempat psikologi. S.I Shapiro dan Denise H. Lajoie (1992) menggambarkan psikologi
tranpersonal sebagai berikut :
“Transpersonal Psychology is concerned with the study of humanities, highest potential, and
with there cognation , Understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent
states of consciousness” psikologi Transpersonal memiliki fokus pada kajian tentang harkat
kemanusiaan, berusaha memahami potensi luhur kemanusiaan yang berhubungan dengan
fenomena/gejala tentang kesaatuan spiritual sebagai sebuah bentuk kesadaran terpanting dari
derajat kemanusiaan. Definisi ini mengarahkan untuk menarik kesimpulan bahwa fokus
psikologi transpersonal memaandang manusia dari dua segi, yaitu: Potensi-potensi luhur (the
highest potential) dan Fenomena kesadaran (state of consciousness)
Psikologi transpersonal, sebagaimana psikologi humanistik menaruh perhatian kepada dimensi
spiritual manusia yang berpotensi mengembangkan kemampuan luar biasa, yang sejauh ini
terabaikan oleh telaah psikologi kontemporer. Perbedaan yang mencolok antara psikologi
Humanistik dengan transpersonal, adalah bahwa psikologi humanistik lebih memanfaatkan
potensi-potensi ini untuk meningkatkan hubungan antara manusia, sedangkan psikologi
transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman subjektif-transendental serta
pengalaman luar biasa dari dimensi spiritual manusia.
Menurut Ahmadi dan Supriyono (2003) mengemukakan bahwa dalam perkembangan manusia
ada beberapa aliran atau pendapat yaitu :
a) Aliran konvergensi, bahwa perkembangan manusia itu dipengaruhi oleh faktor dasar dan
ajar. Aliran ini dipelopori oleh W. Stern.
b) Aliran nativisme, yaitu bahwa yang membentuk pribadi manusia itu berbentuk atau
berasal dari faktor-faktor dari dalam. Aliran ini dipelopori oleh Yean Yaques Rousseau.
c) Aliran empirisme, yaitu pribadi manusia itu ditentukan oleh faktor luar. Teorinya disebut
tabularasa. Pandangan ini dipelopori oleh John Locke.

B. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan upaya dalam mempengaruhi individu agar berkembang menjadi
manusia yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam pendidikan, terjadi proses
pengembangan potensi manusiawi dan proses pewarisan kebudayaan (Surya, 2004).
Pendidikan menurut John Dewey, Pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna
pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa
dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk
menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan
dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
Pendidikan menurut Edgar Dalle, menjelaskan bahwa :"Pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan
hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
Driyarkara dalam Suwarno (2008) berpendapat bahwa inti pendidikan adalah pemanusiaan
manusia muda ke taraf insani. Langgulung (1995) menyatakan bahwa Pendidikan bukan hanya
berarti pewarisan nilai-nilai budaya berupa kecerdasan dan ketrampilan dari generasi tua
kepada generasi muda, tetapi juga berarti pengembangan potensi-potensi individu untuk
kegunaan individu itu sendiri dan selanjutnya untuk kebahagiaan masyarakat.
Dari defenisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar yang dilakukan untuk mengubah perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik serta
mempersiapkan diri peserta didik untuk dapat terus mengembangkan potensi-potensi yang
mereka miliki.

C. PENGERTIAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN


Dirgagunarsa dalam Hadis (2008) menyebutkan bahwa Psikologi pendidikan merupakan
cabang dari psikologi. Secara harfiah atau etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang
berarti jiwa dan “logos” yang berarti ilmu. Psikologi mengandung makna yaitu ilmu jiwa yang
berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari jiwa manusia melalui gejala-gejalanya, aktivitas-
aktivitasnya atau perilaku manusia.
Witherington dalam bukunya Educational Psychology terjemahan M. Buchori (1978)
memberikan defenisi psikologi pendidikan sebagai A Systematic study of the process and factors
involved in the educational of human being is called educational psychology, yakni bahwa
psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan manusia (Syah, 2010)
Psikologi pendidikan ialah cabang ilmu psikologi yang secara khusus mengkaji berbagai perilaku
individu dalam kaitan dengan situasi pendidikan, tujuan psikologi pendidikan ialah menemukan
berbagai fakta, generalisasi, dan teori psikologis yang berkaitan dengan pendidikan untuk
digunakan dalam upaya melaksanakan proses pendidikan yang efektif (Surya, 2004).
Psikologi pendidikan sebagai bagian integral dari disiplin ilmu psikologi berupaya
menggunakan konsep atau prinsip-prinsip psikologis dalam memecahkan masalah-masalah
yang terjadi dalam dunia pendidikan (Hadis, 2008).
Menurut Arthur S. Reber (dalam Syah, 2010) berpandangan bahwa psikologi pendidikan adalah
sebuah sub disiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang
berguna seperti dalam hal-hal penerapan prinsip-prinsip belajar didalam kelas, pengembangan
dan pembaharuan kurikulum, ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan, sosialisasi proses-
proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif serta
penyelenggaraan pendidikan keguruan.
Reber menyebut psikologi pendidikan sebagai subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan
teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal berikut:
1. Penerapan prinsip belajar dalam kelas.
2. Pengembangan dan pembaruan kurikulum.
3. Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan.
4. Sosialisasi proses-proses dan interaksi dengan pendayagunaan ranah kognitif.
5. Penyelenggaraan pendidikan keguruan.
Jadi meskipun psikologi pendidikan cenderung dianggap oleh banyak kalangan atau para ahli
psikologi (termasuk psikologi pendidikan itu sendiri) sebagai subdisiplin psikologi yang bersifat
terapan atau praktis, bukan teoritis, cabang psikologi ini dipandang telah memiliki konsep, teori
dan metode sendiri, sehingga mestinya tidak lagi dianggap sebagai subdisiplin, tetapi disiplin
(cabang ilmu) yang berdiri sendiri.
Beberapa defenisi yang telah di ungkapkan oleh banyak pakar mengenai psikologi pendidikan
memberikan gambaran jelas bahwa psikologi pendidikan merupakan cabang ilmu dari psikologi
yang fokus kajiannya adalah mempelajari perilaku individu terkait dengan dunia pendidikan.
Peserta didik merupakan individu yang unik, karena antara satu dan yang lainnya memiliki ciri
khas tersendiri, dengan demikian tentu dalam hal pengajaran pun tidak bisa disamaratakan
begitu saja, untuk mengetahui karakter tiap peserta didik memang bukan lah hal yang mudah,
meskipun demikian diharapkan dengan adanya pengetahuan guru tentang psikologi pendidikan
dapat menentukan pola pendidikan dan pengajaran yang sesuai bagi tiap peserta didik.

D. KONTRIBUSI PSIKOLOGI TERHADAP PENDIDIKAN


Psikologi dan ilmu pendidikan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena keduanya
mempunyai hubungan timbal balik. Ilmu pendidikan sebagai suatu disiplin bertujuan
memberikan bimbingan hidup manusia sejak lahir sampai mati. Pendidikan tidak akan berhasil
dengan baik bilamana tidak berdasarkan kepada psikologi perkembangan. Demikian pula watak
dan kepribadian seseorang ditunjukkan oleh psikologi. Karena begitu eratnya tugas antara
psikologi dan ilmu pendidikan, kemudian lahirlah suatu subdisiplin ilmu pendidikan
(educational psychology).
Dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari proses belajar-mengajar, dimana tugas utama
seorang guru sebagai pendidik adalah memberikan pengetahuan kepada seluruh peserta
didiknya. Proses mentransfer pengetahuan ini tentu saja tidak bisa seperti mentransfer uang
dari satu rekening ke rekening yang lain, di dalam mentransfer pengetahuannya guru juga
dituntut untuk memiliki kemampuan dalam membaca tiap karakter siswanya, hal ini adalah
sebagai suatu cara agar guru tahu bagaimana memberikan perlakuan kepada masing-masing
siswa.
Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangat besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada
pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi,
dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan
yang didalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang didalamnya melibatkan banyak orang, diantarnya
peseta didik, pendidik, administrator, masyarakat dan orang tua peseta didik. Oleh karena itu,
agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat
dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memeahami tentang perilaku individu sekaligus
dapat menunjukan perilakunya secara efektif.
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peseta
didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun
perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan
segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada
gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Tugas guru tidak hanya sebatas memberikan pelajaran saja tapi begitu kompleks, seperti yang
dijelaskan oleh Ahmadi dan Supriyono (2003) salah satunya membantu perkembangan aspek-
aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri. Demikianlah dalam proses belajar-
mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, ia
bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian murid, ia harus mampu
menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa, sehingga dapat merangsang murid untuk
belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.
Disinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru tentang psikologi
pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi
paedagogik. Muhibbin syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan
yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat
kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”.
Abimanyu dalam Hadis (2008) juga mengemukakan bahwa peranan psikologi dalam pendidikan
dan pengajaran ialah bertujuan untuk memberikan orientasi mengenai laporan studi,
menelusuri masalah-masalah di lapangan dengan pendekatan psikologi serta meneliti faktor-
faktor manusia dalam proses pendidikan dan di dalam situasi proses belajar mengajar.
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang
melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas
prinsip dalam belajar, yakni :
Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan. Tujuan itu harus timbul
dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang
lain. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan
tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya. Selain tujuan pokok yang hendak
dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau
melakukan. Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun
termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain. Untuk belajar diperlukan
insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta
lepas secara verbalistis. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering
mengejar tujuan-tujuan lain. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang
menyenangkan. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
PENUTUP

A. SIMPULAN
Sampai dengan penghujung abad ini terdapat empat aliran besar psikologi, yakni : Psikoanalisis,
Behavioristik, Humasnistik, Transpersonal. Masing-masing aliran meninjau manusia dari sudut
pandang yang berlainan, dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai
dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian membangun teori dan filsafat
mengenai manusia.
Manusia dalam persfektif psikologi islam dibagi menjadi dua substansi yaitu jasmaniah dan
rohaniah.
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mengubah perilaku peserta didik ke arah
yang lebih baik serta mempersiapkan diri peserta didik untuk dapat terus mengembangkan
potensi-potensi yang mereka miliki.
Psikologi pendidikan merupakan cabang ilmu dari psikologi yang fokus kajiannya adalah
mempelajari perilaku individu terkait dengan dunia pendidikan. Peserta didik merupakan
individu yang unik, karena antara satu dan yang lainnya memiliki ciri khas tersendiri, dengan
demikian tentu dalam hal pengajaran pun tidak bisa disamaratakan begitu saja, untuk
mengetahui karakter tiap peserta didik memang bukan lah hal yang mudah, meskipun demikian
diharapkan dengan adanya pengetahuan guru tentang psikologi pendidikan dapat menentukan
pola pendidikan dan pengajaran yang sesuai bagi tiap peserta didik.
Psikologi dan ilmu pendidikan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena keduanya
mempunyai hubungan timbal balik. Ilmu pendidikan sebagai suatu disiplin bertujuan
memberikan bimbingan hidup manusia sejak lahir sampai mati. Pendidikan tidak akan berhasil
dengan baik bilamana tidak berdasarkan kepada psikologi perkembangan. Demikian pula watak
dan kepribadian seseorang ditunjukkan oleh psikologi.

B. SARAN
Menghadapi peserta didik dengan karakter yang berbeda-beda tentu bukanlah hal yang mudah
bagi seorang guru, untuk bisa menentukan pola pengajaran yang tepat guru hendaklah
memahami kondisi psikologis dari tiap peserta didik, dan untuk memahami tiap karakter
tersebut tentu diperlukan ilmu lain diluar ilmu pendidikan, ilmu psikologi atau lebih tepatnya
psikologi pendidikan diharapkan mampu membantu guru dalam memahami karakter peserta
didiknya. Pola pengajaran yang tepat yang senantiasa memperhatikan kondisi psikologis peserta
didik akan memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan peserta didik. Tugas lain yang
tak kalah penting bagi seorang pendidik selain mentransfer pengetahuan kepada peserta
didiknya adalah bagaimana seorang pendidik mampu menilai karakter tiap peserta didiknya
serta menggali setiap potensi yang mereka miliki.

Anda mungkin juga menyukai