Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu

kegawatan di bidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan di

bidang kesehatan. Sebagian besar pasien datang dalam keadaan keadaan stabil dan

sebagian lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan

yang cepat dan tepat. Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi

diluar rumah sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien – pasien yang sedang

menjalani perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan

mortalitas yang cukup tinggi.

Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi.

Manifestasi dari masalah ini bervariasi mulai dengan perdarahan samar yang tidak

dirasakan hingga perdarahan masif yang mengancam jiwa. Pendekatan pada pasien

dengan perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan

beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau

hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal dari

Ligamentum Treitz, mulai dari esophagus, gaster, duodenum sampai bagian proksimal

dari jejunum. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna

bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau kolon bagian kanan,

dapat juga menimbulkan melena.

Di negara barat, kasus perdarahan saluran cerna bagian atas umumnya

ditemukan sebagian kasus kegawatan dengan tingkat mortalitas 5-10%. Pada negara

Indonesia, kejadian yang sebenarnya belum dapat diketahui dengan pasti. Namun

secara garis besar masih terdapat kasus mortalitas yang cukup signifikan yaitu sekitar

25%.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN1,2

Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal adalah sistem organ dalam

manusia yang berfungsi untuk menerima makanan dan mencernanya menjadi zat –

zat gizi dan energi, menyerap zat – zat ke dalam aliran darah serta membuang

bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses pencernaan

tersebut dari tubuh. Sistem pencernaan merupakan saluran yang menerima

makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan

proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim

dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. Saluran

pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan (esophagus),

lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), rektum, dan anus. Sistem

pencernaan juga meliputi organ – organ yang terletak diluar saluran pencernaan,

yaitu pancreas, hati dan kandung empedu.

2.1.1 MULUT

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang berfungsi sebagai

mengerjakan pencernaan pertama dengan jalan mengunyah. Di dalam mulut

ini terdiri dari pipi dan bibir yang mengandung otot – otot yang diperlukan

dalam proses mengunyah dan bicara, gigi , lidah, dan kelenjar ludah.

2.1.2 FARING

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Di

dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kelenjar limfe yang banyak

mengandung kelenjaar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,

2
disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya

dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.

2.1.3 ESOFAGUS

Merupakan tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu

makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan

melalui esophagus dengan menggunakan proses peristaltik. Esophagus terbagi

dalam tiga bagian yaitu bagian superior (otot rangka), bagian tengah

(campuran otot rangka dan otot halus), bagian inferior (otot halus).

2.1.4 GASTER

Berfungsi utama sebagai tempat penampungan makanan, menyediakan

makanan ke duodenum dengan jumlah jumlah sedikit secara teratur. Cairan

asam lambung mengandung enzim pepsin yang memecah protein menjadi

pepton dan protease. Asam lambung juga bersifa antibakteri. Molekul

sederhana seperti besi, alcohol, dan, glukosa dapat diabsorbsi dari gaster.

2.1.5 USUS HALUS

Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara

lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat – zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus

melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu

melarutkan pecahan – pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga

melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak.

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus

kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

3
2.1.6 KOLON

Kolon merupakan bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi

utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Banyaknya bakteri di dalam

usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat

– zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat – zat

penting, seperti vitamin K. beberapa penyakit serta antibiotic bisa

menyebabkan gangguan pada bakteri di dalam usus besar yang mengakibatkan

terjadi iritasi.

2.1.7 PANKREAS

Merupakan organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi

utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormone penting

seperti insulin. Pancreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan

erat dengan duodenum.

2.1.8 HATI

Merupakan organ yang terbesar dalam badan manusia dan memiliki

fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Organ ini

memainkan peran penting dalam metabolism dan memiliki beberapa fungsi

dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan

penetralan obat.

2.1.9 KANDUNG EMPEDU

Merupakan organ yang terhubungkan dengan hati dan usus dua belas

jari melalui saluran empedu. Mempunyai dua fungsi utama yaitu membantu

pencernaan dan penyerapan lemak, serta berperan dalam pembuangan limbah

tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari

penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolestrol.

4
2.2 PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

2.2.1 DEFINISI

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran

makanan proksimal mulai dari esophagus, gaster, duodenum, jejunum

proksimal (batas anatomic di ligamentum treitz). 3

2.2.2 EPIDEMIOLOGI

Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu kegawatan di bidang

gastroenterology yang saat ini masih menjadi permasalahan di bidan kesehatan

dan perekonomia dunia. Selamat empat decade terakhir ini tidak terdapat

perubahan angka kejadian meskipun telah dicapai kemajuan dalam

pengelolaan atau terapi. Peningkata insidensi di sebagian negara berhubungan

dengan penggunaan aspirin dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS). Selai

itu, prevalensi perdarahan saluran cerna bagian atas sangat bervariasi

berdasarkan umur, jenis kelamin, dan beberapa faktor lainnya. Hasil akhir

berupa perdarahan berulang dan kematian merupakan akibat dari

penatalaksanaan yang kurang adekuat.2,4

Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75%

hingga 80% dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya

telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna,

masih berkisar 3% hingga 10%, dan belum ada perubahan selama 50 tahun

terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar

berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan

saluran cerna serta dengan meningkatnya kondisi komorbid.2,4

Di Amerika Serikat angka kejadiannya berkisar antara 50-150 per

100.000 penduduk per tahun. Angka kematiannya bervariasi antara 4-14%

5
tergantung pada kondisi pasien dan penangannya yang tepat. Umumnya 80%

dari kasus dapat berhenti dengan sendirinya. 10% kasus membutuhkan

prosedur intervensi untuk mengontrol perdarahan.2,4

2.2.3 ETIOLOGI

Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yaitu4:

 Duodenal ulcer

 Gastric atau duodenal erosions

 Varices

 Gastric ulcer

 Mallory – Weiss tear

 Angioma

 Arteriovenous malformation

 Gastrointestinal stromal tumors

2.2.4 FAKTOR RISIKO

Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dala

pathogenesis perdarahan SCBA. Faktor risiko yang telah diketahui adalah

usia, jenis kelamin, penggunaan OAINS, penggunaan obat antiplatelet,

merokok, mengkonsumsi alcohol, riwayat ulkus, diabetes melitus, dan infeksi

bakteri Helicobacter pylori.5

a. Usia

Perdarahan saluran cerna bagian atas sering terjadi pada orang

dewasa dan risiko meningkat pada usia >60 tahun. Penelitian pada

2001 – 2015 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terhadap 837

pasien yang memenuhi kriteria perdarahan saluran cerna bagian

atas menunjukkan rata – rata usia pasien laki – laki adalah 52,7 +/-

6
15.82 tahun dan rata – rata usia pasien wanita adalah 54,46 +/- 17,6

tahun. Usia >70 tahun dianggap sebagai faktor risiko karena terjadi

peningkatan frekuensi pemakaian OAINS dan interaksi penyakit

komorbid yang menyebabkan terjadinya berbagai macam

komplikasi.

b. Jenis Kelamin

Kasus ini lebih sering dialami oleh laki – laki. Penelitian di

Amerika Serikat menunjukkan bahwa 51,4% yang mengalami

perdarahan SCBA berjenis kelamin laki – laki. Dari penelitian yang

sudah dilakukan mayoritas menggunakan pendekatan epidemiologi

dan belum ada penelitian yang secara spesifik menjelaskan

hubungan perdarahan saluran cerna bagian atas dengan jenis

kelamin.

c. Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Peningkatan risiko komplikasi ulkus (rawat inap, operasi,

kematian) terjadi pada orang tua yang mengkonsumsi OAINS.

Jenis – jenis OAINS yang sering dikonsumsi adalah ibuprofen,

naproxen, asam mefenamat, diklofenak.

d. Penggunaan Obat Antiplatelet

Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg per hari) dapat

menyebabkan faktor perdarahan naik menjadi dua kali lipat,

bahkan dosis subterapi 10mg per hari masih dapat menghambat

siklooksigenase. Aspirin dapat menyebabkan ulkus lambung, ulkus

duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada perut dan

7
lambung. Obat antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi

apabila dikonsumsi oleh pasien dengan komplikasi saluran cerna.

e. Merokok

Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan

risiko terjadinya ulkus duodenum, ulkus gaster maupun keduanya.

Merokok menghambat proses penyembuhan ulkus, memicu

kekambuhan, dan meningkatkan risiko komplikasi.

f. Alkohol

Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak

pertahanan mukosa lambung terhadapat ion hydrogen dan

menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan

perdarahan pada mukosa.

g. Riwayat Gastritis

Riwayat gastritis memiliki dampak besar terhadap terjadinya

ulkus. Diperkirakan risiko ini terjadi bukan karena sekresi asam

tetapi oleh adanya gangguan dalam mekanisme pertahanan mukosa

dan proses penyembuhan.

h. Diabetes Melitus

Beberapa penelitian menyatakan bahwa diabetes melitus

merupakan penyakit komorbid yang sering ditemui dan menjadi

faktor risiko untuk terjadinya perdarahan. Namun, belum ada

penelitian yang menjelaskan mekaninsme pasti yang terjadi pada

perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan oleh

diabetes melitus.

8
i. Infeksi Bakteri Helicobacter Pylori

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negative

berbentuk spiral yang hidup dibagian dalam lapisan mukosa yang

melapisi dinding lambung. Beberapa penelitian di Amerika Serikat

menunjukkan tingkat infeksi H. pylori <75% pada pasien ulkus

duodenum. Dari hasil penelitian di New York 61% dari ulkus

duodenum dan 63% dari ulkus gaaster disebabkan oleh infeksi

H.pylori.

j. Chronic Kidney Disease

Patogenesis perdarahan saluran cerna pada chronic kidney

disease masih belum jelas, diduga faktor yang berperan antara lain

efek uremia terhadap mukosa saluran cerna, disfungsi trombosit

akibat uremia, hipergastrinemia, penggunaan antiplatelet dan

antikoagulan, serta heparinisasi pada saat dialysis.

k. Hipertensi

Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga mudah

terkena jejas. Selain hipertensi memperparah artherosklerosis

karena plak mudah melekat sehingga pada penderita hipertensi

dianjurkan untuk mengkonsumsi obat – obat antiplatelet.

l. Chronic Heart Failure

Penelitian yang ada mengatakan bahwa chronic heart failure dapat

meningkatkan faktor risiko perdarahan saluran cerna bagian atas

sebanyak dua kali lipat.

9
2.2.5 PATOFISIOLOGI2,4,5

Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan pada saluran

cerna bagian atas disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor

defensive, dimana faktor agresif meningkat atau faktor defensifnya menurun.

Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain asam lambung, pepsi, refluks

asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan obat

kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas, khususnya

pasien lanjut usia. Yang dimaksud dengan faktor defensive yaitu aliran darah

mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin,

musin atau mucus yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang

normal, impermeabilitas mukosa terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel.

Penyebab varises esophagus disebabkan oleh penyakit sirosis hati.

Sirosis hati banyak disebabkan oleh hepatitis B dan hepatitis C. varises

esophagus adalah vena collateral yang berkembang sebagai hasil dari

hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Saat ini, faktor –

faktor terpenting yang bertanggung jawab atas terjadinya perdarahan varises

adalah: tekanan portal, ukuran varises, dinding varises dan tegangannya, dan

tingkat keparahan penyakit hati.

Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam

hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya

terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esophagus dan rektum serta pada

dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik

menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, makan vena

tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan timbul

varises. Varises bisa pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.

10
Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba – tiba, penurunan arus

balik vena ke jantung dan penurunan curan jantung. Jika perdarahan menjadi

berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.

Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan

mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme

ini merangsang tadn – tanda dan gejala utama yang terlihat. Jika volume darah

tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler.

Sel – sel akan berubah menjadi metabolism anaerob dan terbentuk asam laktat.

Penurunan aliran darah akan mengakibatkan / memberi efek pada seluruh

sistem tubuh tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan

mengalami kegagalan.

Gambar 1. Patogenesis Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu

gastritis erosive, tukak peptic. Gastritis erosive dan tukak peptic berhubungan

dengan pemakaian obat anti inflamasi non steroid (OAINS), infeksi

Helicobacter pylori dan stress. Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab

umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses

11
peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan

cedera. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai

GI yang kurang baik.

Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukakt gaster dari

penggunaan NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang

tinggi atau kombinasi dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu

lama, disertai penggunaan antikoagulan, dan severe comorbid illness.

Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak diketahui, tetapi

sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis kronik

yang dirawat dengan NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak

meningkatkan terjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs

mempunyai potensi untuk menimbulkan tukak gaster.

Gambar 2. Peran NSAID

dalam Perdarahan

Saluran Cerna Bagian Atas

2.2.6 MANIFESTASI

KLINIS

Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami

perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber

perdarahannya berasal dari esophagus, gaster, dan duodenum.

Manifestasi klinis pasien dapat berupa:

12
 Hematemesis: muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan

saluran cera atas, yang berwarna coklat merah atau “coffe ground”

 Melena: feses yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran yang

bercampur asam lambung, biasanya mengindikasikan perdarahan

saluran cerna bagian atas, atau perdarahan daripada usus – usus

ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber lainnya.

 Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia, sinkop,

instabilitas hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari

komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung,

penyakit ginjal.

2.2.7 DIAGNOSIS4,5,6

Seperti dalam menghadapi pasien – pasien gawat darurat lainnya

dimana dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan

anamnesis yang sangat cermat dan pemeriksaan fsik yang sangat detail, dalam

hal ini yang diutamakan adalah penanganan A-B-C (Airway – Breathing –

Circulation) terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil

didahulukan resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat

dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.

Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah

menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status

hemodinamik. Pemeriksaannya meliputi:

1) tekanan darah dan nadi posisi baring

2) Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi

3) ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)

4) kelayakan napas

13
5) tingkat kesadaran

6) produksi urin.

Perdarahan akut dalam jumlah besar yang melebihi 20% volume

intravascular akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan

tanda – tanda sebagai berikut:

1) hipotensi (<90/60mmHg atau MAP <70mmHg) dengan

frekuensi nadi >100x/mnt,

2) Tekanan diastolic ortostatik turun >10mmHg atau sistolik

turun >20mmHg

3) Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15x/mnt

4) Akral dingin

5) Kesadaran menurun

6) Anuria atau oliguria (produksi urin <30ml/jam).

A. Anamnesis

Dalam anamnesis pasien perdarahan saluran cerna atas, yang

perlu ditanyakan meliputi:

1) Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan

darah yang keluar

2) Riwayat perdarahan sebelumnya

3) Riwayat perdarahan dalam keluarga

4) Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain

5) Penggunaan obat obatan terutama antiinflamasi non-steroid

dan anti koagulan

6) Kebiasaan konsumsi alcohol

14
7) Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam

berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes

melitus, hipertensi, alergi obat obatan.

8) Riwayat transfuse sebelumnya

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan terhadap perdarahan saluran

cerna bagian atas adalah:

1) Stigmata penyakit hati kronik

2) Suhu badan dan perdarahan di tempat lain

3) Tanda – tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang

bisa disertai perdarahan saluran makanan,

misalnyapigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-

Jegher.

Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu masa abdomen, nyeri

abdomen, rangsagan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung,

penyakit rematik dll. Serta dilakukan pemeriksaan colok dubur karea

warna feses mempunyai nilai prognostic.

Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB

Manifestasi kinik pada Hematemesis dan / Hematokezia

umumnya melena

Aspirasi nasogastric Berdarah Jernih

Rasio Meningkat >35 <35

(BUN/Kreatinin)

Auskultasi Usus Hiperaktif Normal

Tabel 1. Perbedaan Perdarahan SCBA dan SCBB

15
C. Pemeriksaan Penunjang

Sarana diagnostic yang bisa digunakan pada kasus perdarahan

saluran makanan ialah endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan

barium, radionuklid, dan angiografi. Pada semua pasien dengan tanda –

tanda perdarahan saluran cerna bagian atas atau yang asal

perdarahannya masih meragukan pemeriksaan endoskopi saluran cerna

bagian atas merupakan prosedur pilihan.

Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab

serta asal perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan.

Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold

standard. Forest membuat klasifikasi perdarahan tukak peptic atas

dasar temuan endoskopi yang bermanfaat untuk menentukan tindakan

selanjutnya.

Gambar 3. Perbedaan Perdarahan SCBA dan SCBB

Aktivitas Perdarahan Kriteria Endoskopis

16
Forest Ia – Perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur

Forest Ib – Perdarahan aktif Perdarahan merembes

Forest II – perdarahan berhenti Gumpalan darah pada dasar tukak

dan masih terdapat sisa sisa atau terlihat pembuluh darah

perdarahan.

Forest III – Perdarahan berhenti Lesi tanpa tanda sisa perdarahan

tanpa sisa perdarahan

Tabel 2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Tukak Peptik

Menurut Forest

2.2.8 TATALAKSANA4,5,6

Tujuan utama pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas adalah

stabilisasi hemodinamik, menghentikan perdarahan, mencegah perdarahan

ulang dan menurunkan mortalitas.

1. Resusitasi

Bila sudah dalam keadaan hemodinamik tidak stabil atau dalam

keadaan renjatan, maka pross resusitasi cairan (cairan kristaloid atau

koloid) harus segera dimulai. Cairan kristaloid dengan akses perifer

dapat diberikan pada perdarahan ringan sampai dengan tanpa gangguan

hemodinamik.

Cairan koloid diberikan jika terjadi perdarahan yang berat sebelum

transfuse darah bisa diberikan. Pada keadaan syok dan perlu

monitoring ketat pemberian cairan, diperlukan akses sentral. Target

resusitasi adalah hemodinamik stabil, produksi urin cukup >30cc/jam,

tekanan vena sentral 5-10cm H2O, kadar Hb tercapai (8-10gr%)

17
2. Kumbah Lambung

Prosedur ini diharapkan mengurangi distensi lambung dan

memperbaiki proses hemostatic, namun demikian manfaatnya dalam

menghentikan perdarahan tidak terbukti. Kumbah lambung ini sangat

diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai

untuk memuat perkiraan kasar jumlah perdarahan.

3. PPI

Merupakan pilihan utama dalam pengobatan perdarahan saluran cerna

bagian atas non variseal. PPI memiliki dua mekanisme kerja yaitu

menghambat H+/K+ATPase dan enzim karbonik anhydrase mukosa

lambung manusia. Hambatan +/K+ATPase menyebabkan sekresi asam

lambung dihambat dan pH lambung meningkat. Hambatan pada enzim

karbonik anhydrase terjadi perbaikan vaskuler, peningkatan

mikrosirkulasi lambung, dan meningkatkan aliran darah mukosa

lambung.

4. Terapi Radiologi

Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap

berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila

endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan

hemostasis ynag bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin pada

perdarahn varises dapat dipertimbangkan TIPSS (Trans Jugular

Intrahepatic Port Systemic Shunt)

5. Pembedahan

Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medic, endoskopi dan

radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal

18
dalam bentuk tim multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan

saluran cerna bagian atas untuk menentukan waktu yang tepat kapan

tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

Gambar 4. Penanganan Perdarahan Saluran Cerna Atas

19
BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan

proksimal mulai dari esophagus, gaster, duodenum, jejunum proksimal (batas

anatomic di ligamentum treitz).

Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu kegawatan di bidang

gastroenterology yang saat ini masih menjadi permasalahan di bidan kesehatan dan

perekonomia dunia. Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar

75% hingga 80% dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah

menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar

3% hingga 10%, dan belum ada perubahan selama 50 tahun terakhir. Tidak

berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar berhubungan dengan

bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna serta dengan

meningkatnya kondisi komorbid.

Seperti dalam menghadapi pasien – pasien gawat darurat lainnya dimana

dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis

yang sangat cermat dan pemeriksaan fsik yang sangat detail, dalam hal ini yang

diutamakan adalah penanganan A-B-C (Airway – Breathing – Circulation) terlebih

dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil didahulukan resusitasi ABC. Setelah

keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang lebih seksama.

Tujuan utama pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas adalah

stabilisasi hemodinamik, menghentikan perdarahan, mencegah perdarahan ulang dan

menurunkan mortalitas, yang meliputi resusitasi, kumbah lambung, medikamentosa,

intervensi radiologi serta pembedahan.

20
TINJAUAN PUSTAKA

1. Sherwood, L.2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6.

Jakarta: EGC

2. Faradillah, Firman, Anita. 2009. Gastro Intestinal Track Anatomical

Aspect. Surakarta: Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS

3. Setiati S, Alwi I, Sudaya A. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam.Jakarta: Interna Publishing

4. Dubey S. 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg,

M.I., et al. Edisi ke-1. Jakarta: EGC

5. Kim J, Pharm D. 2014.”Management and Prevention of Upper GI

Bleeding”. Pharmacoeconomics and Outcomes Scientific Journal.

6. Siau K, Chapman M. 2017. Management of Acute Upper

Gastrointestinal Bleeding: An Update for the General Physician.

21

Anda mungkin juga menyukai