Anda di halaman 1dari 37

CASE REPORT

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun oleh:

Pratama Satrio Wibowo

1865050036

Pembimbing:

dr. Ida Bagus Eka Wija Utama, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 15 MARET –24 APRIL 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama lengkap : An. D

Tanggal lahir : 09 April 2019

Umur : 1 tahun 11 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Pendidikan : Belum sekolah

Alamat : Jl. Mayjen Rutoyo RT 02 / RW 01 Cililitan

Identitas orangtua/wali

Ayah

Nama lengkap : Tn. M

Tanggal lahir : 15 Maret 1999

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Mayjen Rutoyo RT 02 / RW 01 Cililitan

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Penghasilan : Rp 4.000.000

Ibu
Nama lengkap : Ny. F

Tanggal lahir : 04 Juni 1998

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Mayjen Rutoyo RT 02 / RW 01 Cililitan

Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Penghasilan :-

Hubungan orang tua dengan anak: anak kandung

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

KEHAMILAN

Persalinan antenatal :

Trimester I Tidak Melakukan ANC

Trimester II Tidak melakukan ANC

Trimester III Tidak Melakukan ANC

Penyakit kehamilan : Tidak ada

KELAHIRAN

Tempat lahir : Klinik

Penolong persalinan : Bidan


Cara persalinan : Spontan

Masa Gestasi : Cukup bulan (38 minggu)

Keadaan bayi

Berat badan lahir : 3000 gram

Panjang badan : 49 cm

Lingkar kepala : Ibu pasien tidak ingat

Pasien langsung menangis, tidak ada pucat/kuning/kejang/biru

Nilai APGAR : Ibu pasien tidak tahu

Kelainan bawaan : Tidak ada

Riwayat Tumbuh Kembang

Gigi pertama : 8 bulan

Psikomotor

Tengkurap : 4 bulan

Duduk : 8 bulan

Berdiri : 9 bulan

Berjalan : 11 bulan

Berbicara :12 bulan

Membaca/menulis : belum dapat membaca dan menulis

Perkembangan pubertas
Rambut pubis :-

Perubahan suara :-

Gangguan perkembangan: Pertumbuhan dan Perkembangan sesuai usia pasien

Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar (umur) Ulangan


BCG 1 bulan -
DPT/DT 2,3,4bulan -
POLIO 0,2,4 bulan 18 bulan
CAMPAK 9 bulan 18 bulan
HEPATITIS B 0,2,3,4 bulan -
MMR - -
Kesan: Imunisasi tidak lengkap sesuai usia menurut IDAI 2017

Riwayat Makanan

USIA JENIS MAKANAN

0 – 6 bulan Pagi : ASI setiap 2 jam selama ± 10 menit


Siang : ASI setiap 1 jam selama ± 15-20 menit
Malam : ASI setiap 1 jam selama ± 15-20 menit
6 – 9 bulan Pagi : ASI + MPASI (bubur + sayuran yang di haluskan)
Siang : ASI + MPASI (bubur + sayuran + ikan yang di
haluskan)
Malam: ASI + MPASI (bubur + sayuran yang di haluskan)
9 – 12 bulan Pagi : ASI + nasi yang dihaluskan + sayur
Siang : ASI + nasi yang dihaluskan + potongan daging/
ayam/ikan
Malam: ASI + nasi yang dihaluskan + sayuran
12bulan- Pagi : ASI + sayuran + potongan daging/ayam/ikan sebanyak 1
Sekarang
mangkuk kecil
Siang : ASI + sayuran + potongan daging/ayam/ikan sebanyak 1
mangkuk kecil + buah - buahan
Malam : ASI + sayuran + potongan daging/ayam/ikan sebanyak
1 mangkuk kecil + buah - buahan
Kesan: Kualitas dan kuantitas makanan sesuai dengan pertumbuhan usia

Riwayat Penyakit yang Pernah di Derita

Penyakit Umur Penyakit Umur


Diare - Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang paru - Demam berdarah -
Tuberkulosis - Demam tifoid -
Kejang 1 Tahun 7 Bulan Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan -
Darah - Operasi -
Difteri - Lain-lain -

Data Keluarga

No Tanggal Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan


lahir kelamin mati (sebab) kesehatan
1 09/03/1 Laki-  - - - Sakit
9 laki (pasien)
Riwayat Keluarga

Keterangan Ayah/wali Ibu/wali


Perkawinan ke 1 1
Umur saat menikah 18 Tahun 19 Tahun
Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Data Perumahan

Kepemilikan rumah : Kontrakan

Keadaan rumah : Ukuran Tidak Diketahui

Dinding tembok

Atap seng

Ventilasi cukup baik

Jarak septic tank ke sumber air bersih ± 10 m

Keadaan lingkungan : Berupa perumahan padat penduduk

Ada tempat pembuangan sampah

Riwayat Penyakit

Keluhan Utama : Kejang

Keluhan Tambahan : demam

Riwayat perjalanan penyakit

Pasien datang ke IGD RSU UKI diantar oleh Keluarganya dengan keluhan kejang sejak
30 menit SMRS. Kejang terjadi kurang lebih 10 menit. Bangkitan kejang terjadi 2 kali, kejang
pertama terjadi Pukul 02.00 wib selama kurang lebih 10 menit, dengan mata mendelik ke atas
saat kejang terjadi. Kemudian pasien tertidur setelah bangkitan kejang selesai. Namun bangkitan
kejang kedua kembali terjadi sekitar 30 menit setelah kejang pertama kurang lebih 5 menit. Ibu
pasien mengatakan 1 hari sebelum kejang pasien sempat demam namun suhunya belum sempat
di ukur. Lalu ibu pasien juga mengatakan sempat memberikan obat demam tempra drops untuk
mengatasi demam pasien, namun demam tidak turun dengan pemberian obat. Batuk, pilek, sakit
tenggorok, sesak disangkal, BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien memiliki riwayat kejang
sebelumnya saat berusia 1 tahun 7 bulan, selama kurang lebih 10 menit. Kejang saat itu
didahului demam selama 2 minggu.

Riwayat penyakit dahulu

 Pasien memiliki riwayat kejang yang didahului demam saat pasien berusia 1 tahun 7
bulan.

Riwayat penyakit pada keluarga

 Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. 

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tanda vital

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Frekuensi nadi : 115x/menit (regular, kuat angkat, isi cukup)

Frekuensi napas : 24x/menit

Suhu tubuh : 38,3 C (axillaris)

Data antropometri

Berat badan : 9,9 kg


Tinggi badan : 80 cm

LILA : 10,5 cm

Lingkar Kepala : 48,7 cm

Berdasarkan Kurva WHO

BB/U = -2 SD sampai +2 SD Berat Badan Cukup

TB/U = < -2 SD sampai -3 SD Perawakan Pendek

BB/TB = -2 SD sampai +2 SD Gizi Baik/Cukup

Pemeriksaan Sistem

Kepala

 Bentuk : Normocephali
 Rambut dan kulit kepala : Warna hitam, pertumbuhan merata, sukar dicabut
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, konjungtiva hiperemeis -/-. Sclera
ikterik -/-, mata cekung -/-, edema palpebra -/+
 Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen -/-
 Hidung : Cavum nasi lapang, nafas cuping hidung -/-
 Mulut
o Bibir : Mukosa bibir kering
o Gigi geligi : Karies (-), gigi berlubang (+), edema dan hiperemis pada
gusi kiri
o Lidah : Coated tongue -. Geographic tongue –
o Faring : Arcus faring simetris, hiperemis –
 Leher : KGB tidak teraba membesar
 Thoraks
o Dinding thoraks : Dinding laterolateral > anteroposterior
o Paru
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (–)
 Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor/sonor
 Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
o Jantung
 Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra
 Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternalis dextra ICS IV,
batas jantung kiri di linea midclavicula sinistra ICS V
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur -, gallop –

 Abdomen
o Inspeksi : Perut tampak datar
o Auskultasi : BU (+) 4x/menit
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) , (-), hepar dan limpa tidak teraba
membesar (-)
o Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
 Anus dan rectum : Hiperemis -, darah -, fistula –
 Genitalia : Tidak ada kelainan
 Anggota gerak
o Atas : Normotonus, CRT <2”, edema -/-, akral hangat
o Bawah : Normotonus, CRT <2”, edema -/-, akral hangat

Tulang belakang : Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-)

 Kulit : Sianosis -, ikterik –

Pemeriksaan Neurologis

Nervus cranialis
 I : Normosmia
 II : visus kasar baik
 III : pergerakan bola mata ke segala arah baik
 IV : pergerakan bola mata ke segala arah baik, RCL +/+, RCTL +/+
 V : tidak dapat dinilai
 VI : pergerakan bola mata ke segala arah baik
 VII : sikap wajah simetris
 VIII : Pendengaran Baik
 IX : Arcus faring simetris, Hiperemis (-)
 X : disfoni (-), disfagia (-)
 XI : Menoleh dan angkat bahu normal
 XII : tremor (-), deviasi (-)

Pemeriksaan reflex

 Reflex fisiologis : biceps ++/++., triceps ++/++, KPR ++/++, APR ++/++
 Reflex patologis : Babinski -/-, chaddock -/-, rossolimo -/-, Gordon -/-, Oppenheim
-/-, klonus lutut -/-, klonus kaki -/-, Hoffman tromner -/-

Pemeriksaan Laboratorium

Darah tepi

 LED : 17 mm/jam (< 20 mm/jam)


 Hemoglobin : 11.0 gr/dL (10,5 – 13,0 g/dL)
 Eritrosit : 4,67 juta/mL (3.7 – 4.9 juta/mL)
 Leukosit : 26.1/uL (6.0 – 17.0/uL)
 Trombosit : 351 ribu/uL (150-400 ribu/uL)
 Hematokrit : 33.6 % (33 – 38%)
 MCV : 71/fL (70 -84/fL)
 MCH : 23 pg (23-30 pg)
 MCHC : 32 g/dL (31-37 g/dL)
 Basofil : 0% (0-1 %)
 Eosinofil : 1% (0-3 %)
 Neutrofil Batang : 3% (5-11 %)
 Neutrofil Segmen : 83% (15-35%)
 Limfosit : 9% (45-76 %)
 Monosit : 4% (3-6 %)

Elektrolit

 Natrium : 132 mmol/L (136 – 145 mmol/L)


 Kalium : 3,8 mmol/L (3,5 – 5.1 mmol/L)
 Clorida : 106 mmol/L (99 – 111 mmol/L)

URINALISA

Urin Lengkap

 Warna : Jernih
 Berat Jenis : 1.005 (1.003 – 1.030)
 PH : 6.0 (5.0 – 9.0)
 Blood : Negatif (Negatif)
 Leukosit Esterase : Negatif (Negatif)
 Nitrit : Negatif (Negatif)
 Protein : Negatif
 Bilirubin : Negatif (Negatif)
 Aseton : Negatif (Negatif)
 Reduksi : Negatif (Negatif)
 Urobilinogen : 0.2
 Leukosit :1–2 (1-3)
 Eritrosit : 0 -1 (0-1)
 Epitel : +1 (+1)
 Bakteri : Positif (Negatif)
 Silinder : Negatif (Negatif)
 Kristal : Negatif (Negatif)

Resume

Pasien An. D usia 1 tahun 11 bulan datang ke IGD RSU UKI mengalami kejang. Kejang
terjadi 2x dalam waktu <24 jam. Kejang pertama berlangsung kurang lebih menit 10 menit,
kejang kedua kurang lebih 30 menit. Kejang diawali dengan demam, namun suhu badan tidak
sempat diukur oleh ibu . sebelumnya ibu pasien memberikan obat demam, namun keluhan tidak
berkurang. Gerakan saat pasien kejang kedua bola mata yang mendelik ke atas. Riwayat kejang
demam (+). Kejang demam pertama umur 1 tahun 7 bulan. Pemeriksaan fisik didapatkan suhu
38,3°C, frekuensi napas 24 kali/menit, frekuensi nadi 115 kali/menit dan tekanan darah 110/60
mmHg. Refleks Fisiologis: Refleks biceps ++/++, refleks triceps ++/++, refleks KPR ++/++,
APR ++/++, klonus kaki +/+. tanda rangsang meningen (-), refleks patologis (-). Pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukosit meningkat (26.1 ribu/uL), Netrofil Batang rendah (3%),
Netrofil Segmen meningkat (83%), Limfosit rendah (9%), Natrium rendah (132 mmol), dan pada
pemeriksaan urin didapatkan bakteri (Positif).
Diagnosa kerja

 Kejang Demam Kompleks

Diagnosa banding

 Kejang Demam Sederhana


 Status Epileptikus
 Menignitis

Pemeriksaan Anjuran

 Laboratorium (Darah perifer, Elektrolit)


 Pungsi Lumbal
Penatalaksanaan

 Rawat Inap

Medikamentosa

 IVFD : Kaen 3A 14 tpm Makro


 Paracetamol Syr (120mg/5ml) 4x1 cth
 Diazepam pulv 3x3 mg (po)
 Amoxicilin syr (125mg/5ml) -> 3x1 1/2cth

Non Medikamentosa

 Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.


 Memberitahukan cara penanganan kejang.
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
 Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.

Kebutuhan cairan

KAEN 3A sebanyak 14 tpm (Makro)

Berdasarkan Rumus Holiday Segar

<10kg = 100 x BB

= 100 x 9,9

= 990 ml/24 jam


990 ml x 20 19.800
Tetesan makro : = =13,75 = 14 tpm
24 jam x 60 menit 1440

Antibiotik

Amoxicilin 50-100 mg/kgBB/hari

Sediaan amoxicillin syrup 125mg/5ml

Dosis per hari = (50-100mg/kgbb) x 9,9 kg = 495 – 900 mg/hari

Dosis per kali = T ½ 24/8 = 3  495 – 900mg/hari : 3 = (165-330mg)/kali

Antipiretik

Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali

Sediaan PCT syrup 120mg/5ml

Dosis per kali = (10-15 mg/kgbb) x 9,9kg = 99 – 148,5 mg/kali

Antikonvulsan

Diazepam 0,3 mg/kgBB/kali

Dosis per kali = 0,3 mg x 9,9 / kali = 3mg/kali

Prognosis

Ad Vitam : Bonam

Ad Fungsionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam

Follow Up Harian

Tanggal : 15-03-2021 PH:2

S O A P
Orang tua TSS, Kejang Demam Rawat Inap

mengatakan Composmentis, TD Kompleks Medikamentosa :

anaknya masih 110 /60mmHg, HR IVFD: KAEN 3A 14

demam (+) naik 115 x/menit, RR tpm makro

turun, kejang (-), 25x/menit, Suhu MM/

bab (+) tidak ada 38,3°C, SpO2 : 97 - Paracetamol


Syr
keluhan, bak (+) %
(120mg/5ml)
tidak ada Mata : anemis -/-,
4x1 cth
ikterik -/-, cekung
keluhan, batuk - Diazepam pulv
-/-
3x3 mg (po)
(+) kadang-
THT : faring
- Amoxicilin syr
kadang, mual (-) hiperemis (-), Tonsil (125mg/5ml)
T1-T1, hiperemis (-)
muntah (-), nafsu  3x1 1/2cth
Mulut : mukosa
makan menurun.
bibir lembab
Leher : KGB tidak

teraba membesar

Thoraks :

Pergerakan dinding

dada simetris,

retraksi sela iga (-),

Vocal fremitus

simetris kanan dan

kiri, Sonor/sonor,

Bunyi nafas dasar

vesikuler, rhonki

(-/-) wheezing

(-/-),BJ I dan II

regular, Murmur -/-,

Gallop -/-

Abdomen : perut
tampak datar, BU
(+) 4x/menit,
timpani, nyeri ketok
(-), supel, nyeri
tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : akral
hangat, CRT<2”,
turgor baik

Tanggal : 16-03-2021 PH:3

S O A P
Orang tua TSS, Kejang Demam Rawat Inap

mengatakan Composmentis, TD Kompleks Medikamentosa :

demam sudah 110 /60mmHg, HR IVFD: KAEN 3A 14

turun (-), kejang 88 x/menit, RR tpm makro

(-), bab (+) tidak 23x/menit, Suhu MM/

ada keluhan, bak 36,3°C, SpO2 : 97 - Paracetamol


Syr
(+) tidak ada %
(120mg/5ml)
keluhan, batuk Mata : anemis -/-,
4x1 cth
ikterik -/-, cekung
(-), mual (-) - Diazepam pulv
-/-
3x3 mg (po)
muntah (-), nafsu
THT : faring
- Amoxicilin syr
makan membaik. hiperemis (-), Tonsil
(125mg/5ml)
T1-T1, hiperemis (-)
Mulut : mukosa  3x1 1/2cth
bibir lembab
Leher : KGB tidak
teraba membesar

Thoraks :

Pergerakan dinding

dada simetris,

retraksi sela iga (-),

Vocal fremitus

simetris kanan dan

kiri, Sonor/sonor,

Bunyi nafas dasar

vesikuler, rhonki

(-/-) wheezing

(-/-),BJ I dan II

regular, Murmur -/-,

Gallop -/-

Abdomen : perut
tampak datar, BU
(+) 4x/menit,
timpani, nyeri ketok
(-), supel, nyeri
tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : akral
hangat, CRT<2”,
turgor baik
Lampiran
BB/U : -2 SD sampai dengan +2 SD , Interpretasi : Berat Badan Cukup
TB/U : <-2 SD sampai dengan -3 SD , Interpretasi : Perawakan Pendek
BB/TB : -2 SD sampai +2SD, Interpretasi : Gizi Baik/Cukup
LK/U : -2 SD sampai + 2 SD, interpretasi : Normal
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun
yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang
tidak disebabkan oleh proses intrakranial.

Dimana kejang demam :

1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik
lainnya.

2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam.

3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali.
National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson
dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain,
terutama infeksi susunan saraf pusat.

4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan termasuk
dalam kejang neonatus 1

Penggolongan kejang demam menurut American Academy of Pediactrics adalah kejang demam
sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks (complex febrile seizure). Kejang
demam sederhana merupakan 80% dari seluruh kejang demam, ia adalah kejang demam yang lama
kejangnya kurang dari 15 menit bahkan sebagian besar kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri, umum
dan tidak berulang pada satu episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih
lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau multipel maupun berulang atau lebih dari satu kali waktu 24
jam. 2

II. Epidemiologi Kejang Demam


1. Distribusi Frekuensi Kejang Demam

Penelitian Lumbantobing, S.M., (1995) pada 297 bayi dan anak yang menderita kejang demam
menunjukkan bahwa 83,6% kejang demam pertama terjadi pada usia 1 bulan sampai 2 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parmar, R.C., dkk (2001) di Department of Paediatrics of A
Tertiarycare Centre di kota Metropolitan, India menunjukkan bahwa penderita kejang demam lebih
banyak diderita oleh anak laki-laki 55% dan pada anak perempuan 45%.

III. Klasifikasi

Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)


Adapun ciri-ciri kejang demam sederhana antara lain :
a. Berlangsung singkat (< 15 menit)
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik.
Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang klonik yaitu
gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.
c. Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Adapun ciri-ciri kejang demam kompleks antara lain :
a. Berlangsung lama (> 15 menit).
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya melibatkan salah satu bagian
tubuh.
c. Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

IV. Etiologi

Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak. Demam sering
disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, otitis media akut,
gastroenteritis, bronkitis, infeksi saluran kemih, trauma dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang
kejang yang berbeda. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan kurang, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C bahkan lebih.

V. Patofisiologi Kejang Demam


Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa dan melalui suatu
proses oksidasi. Dalam proses oksidasi tersebut diperlukan oksigen yang disediakan melalui perantaraan
paru-paru. Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Suatu sel,
khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari membran
permukaan dalam dan membran permukaan luar. Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan
membran permukaan luar bersifat ionik.

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion Kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida (Cl -). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan
sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah karena adanya : perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstraseluler, rangsangan yang datang mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran
listrik dari sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-
15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran tersebut sehingga
mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan
neurotransmitter sehingga terjadilah kejang. 4
VI. Diagnosis

Penegakan Diagnosis Dari kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuk membuat
diagnosis kejang demam, yaitu:

a. Dari anamnesa yang didapatkan

- Umur pasien kurang dari 6 tahun (1 tahun 11 bulan)

- Kejang didahului demam

- Kejang berlangsung hanya satu kali/ lebih selama 24 jam, kurang/ lebih dari 5 menit

- Kejang umu, tonik klonik atau focal

- Kejang berhenti sendiri atau tidak

- Pasien tetap sadar setelah kejang atau penurutunan kesadaran

b. Dari pemeriksaan fisik yang didapatkan

- Suhu tubuh aksila 38,0C

- Ditemukan/tidak kelainan neurologis setelah kejang


Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh karena infeksi. Pada anak-anak infeksi yang
sering menyertai kejang demam adalah tonsilitis, infeksi traktus respiratorius (38-40% kasus), otitis
media (15-23%), dan gastroenteritis (7-9%). Anak-anak yang terkena infeksi dan disertai demam, bila
dikombinasikan dengan ambang kejang yang rendah, maka anak tersebut akan lebih mudah mendapatkan
kejang. Berdasarkan data kepustakaan bahwa 11% anak dengan kejang demam mengalami kejang pada
suhu <37,9ºC, sedangkan 14-40% kejang terjadi pada suhu antara 38°-38,9ºC, dan 40-56% pada suhu
antara 39°C-39,9ºC.1,3

Menurut kepustakaan, pada kejang demam pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara
rutin, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pungsi lumbal untuk
memeriksa cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%- 6,7%. Pungsi lumbal menjadi
pemeriksaan rutin pada kejang demam bila usia pasien kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan pungsi lumbal
diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses infeksi
intra kranial, perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang
dari 2 tahun yang menderita kejang demam.

Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Pemeriksaan EEG dilakukan pada
kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi dan juga jika
bangkitan bersifat fokal.

Pemeriksaan neuoimaging (CT scan atau MRI kepala) dilakukan bila terdapat indikasi seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.

VII. Tatalaksana

Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien datang, kejang
sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital) adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara
dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih
tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang
masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi
antikonvulsan profilaksis. Algoritma tatalaksana kejang dapat dilihat pada gambar no. 1.

Pemberian Obat Pada Saat Demam

a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A). Meskipun demikian, dokter neurologi anak di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah
10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

b. Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan
intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis
intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan 12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum
diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.
c. Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat
dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (level of evidence 3, derajat
rekomendasi D). Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi
serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
d. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4
mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.

e. Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang
demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam. 1,3

Edukasi pada orangtua


Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang, sebagian
besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan
cara diantaranya:

1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang.

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.1
BAB III
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini diagnosis Kejang demam kompleks ditegakkan berdasarkan:


Pasien datang ke IGD RSU UKI diantar oleh Keluarganya dengan keluhan kejang sejak
30 menit SMRS. Kejang terjadi kurang lebih 10 menit. Bangkitan kejang terjadi 2 kali, kejang
pertama terjadi Pukul 02.00 wib selama kurang lebih 10 menit, dengan mata mendelik ke atas
saat kejang terjadi. Kemudian bangkitan kejang kedua kembali terjadi sekitar 30 menit setelah
kejang pertama kurang lebih 5 menit. Ibu pasien mengatakan 1 hari sebelum kejang pasien
sempat demam namun suhunya belum sempat di ukur. Ibu pasien sudah memberikan obat
penurun panas, namun keluhan tidak berkurang.

Hal ini sesuai dengan kepustakaan Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2016 yang menyebutkan Kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh
(suhu di atas 38 C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial Penggolongan kejang demam menurut kriteria National Collaborative Perinatal Project
adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang
demam yang lama kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu episode demam.
Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau
multipel.1 Dan dimana kejang demam :

1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik
lainnya.

2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam.

3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali.
National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson
dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain,
terutama infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan termasuk
dalam kejang neonatus 1

Pada kasus diatas dikatakan bahwa pasien demam. Demam dalam kasus ini memungkinkan
terjadinya suatu infeksi yang akan berakibat kejang demam Penyebab mendasar dari proses infeksi tidak
menjadi faktor penentu timbulnya Kejang Demam. Infeksi saluran pernafasan akut oleh viral, faringitis,
otitis media, dan Shigella gastroenteritis adalah penyebab penting dari kejang demam. Adanya gejala
demam tentu saja penting, meskipun mekanisme yang bisa menjelaskan hubungan antara demam dan
timbulnya kejang tidak diketahui terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam.
Kejang demam paling sering terjadi hari pertama demam, dan lebih banyak berkorelasi dengan suhu
puncak dibandingkan dengan kecepatan kenaikan suhu yang menimbulkan demam itu sendiri. 4,5

Dari pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu 38.3 C Aksila (demam) dan pada
pemeriksaan status generalis ditemukan dalam batas normal, serta pada pemeriksaan neurologis juga
ditemukan dalam batas normal.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien adalah darah perifer lengkap dan
didapatkan leukosit meningkat (26.1 ribu/uL), Netrofil Batang rendah (3%), Netrofil Segmen
meningkat (83%), Limfosit rendah (9%),. Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan natrium
rendah (132 mmol), dan pada pemeriksaan urin didapatkan bakteri (Positif). Berdasarkan
pemeriksaan hasil lab, kemungkinan besar terjadinya adanya infeksi bakteri dikarenakan peningkatan
leukosit dan pada pemeriksaan urin didapatkan bakteri (Positif) . Berdasarkan Konsesus tatalaksana
kejang demam tahun 2006 dikatakan bahwa bisa dilakukan pemeriksaan Pungsi lumbal untuk memeriksa
cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko
terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%- 6,7%. Pungsi lumbal menjadi pemeriksaan rutin pada
kejang demam bila usia pasien kurang dari 18 bulan. 3

Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Pemeriksaan EEG dilakukan pada
kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi. Pemeriksaan pungsi
lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses
infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia
kurang dari 2 tahun yang menderita kejang demam.

Lalu untuk tatalaksana selama perawatan di rawat inap rumah sakit diberikan Anti piretik yaitu
paracetamol untuk menurunkan suhu demam pasien. Diberikan sesuai dosis dengan berat badan pasien.
Serta diberikan amoxicillin syrup. Berdasarkan penatalaksanaan Kejang Demam ikatan dokter anak
indonesia 2016 yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Obat yang digunakan adalah diazepam pulv 3 mg per oral, sebanyak 3
kali sehari. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada
orangtua bahwa dosis diazepam yang cukup tinggi dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI.2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi.


Ikatan Dokter Anak Indonesia 2006 Sofyan I., Hardiono D.P., Dwi P.W., Irawan

2. M., Setyo H. IDAI Rekomendasi : Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2016.

3. Alexander K.C.L., Kam L.H., Theresa N.H.L. Febrile seizures: an overview. Drugs in Context
2018; 7: 212536. DOI: 10.7573/dic.212536

4. Luis Felipe M.S. Febrile Seizures: Update on Diagnosis and Management. Rev Assoc Med
Bras 2010; 56(4): 489-92

5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2008.Farmakologi dan Terapi Edisi


5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

6. Steering Committee on Quality Improvement and Management; Subcommittee on Febrile


Seizures American Academy of Pediatrics. Febrile seizures: clinical practice guideline for the
long-term management of the child with simple febrile seizures. Pediatrics. 2008;121:1281–1286

7. Daniela L., Elisabetta M., Susanna E. Review : Management of Pediatric Febrile Seizures. Int. J.
Environ. Res. Public Health 2018, 15, 2232; doi:10.3390/ ijerph15102232.

8. Giuseppe C., Massimo M., Antonino R., Federico V. Recommendations for the management of febrile
seizures: Ad Hoc Task Force of LICE Guidelines. Epilepsia.2009;50 (1):2-6.

9. Lumbantobing S. Febrile Convulsion. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta,

2004.

10. Alexander K.C.L., Kam L.H., Theresa N.H.L. Febrile seizures: an overview. Drugs in Context 2018;

7: 212536. DOI: 10.7573/dic.212536


Gambar 1. Algoritma tatalaksana kejang

Anda mungkin juga menyukai