Disusun oleh:
1865050036
Pembimbing:
JAKARTA
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Agama : Kristen
Identitas orangtua/wali
Ayah
Agama : Kristen
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Penghasilan : Rp 4.000.000
Ibu
Nama lengkap : Ny. F
Agama : Kristen
Pendidikan : SMK
Penghasilan :-
KEHAMILAN
Persalinan antenatal :
KELAHIRAN
Keadaan bayi
Panjang badan : 49 cm
Psikomotor
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 11 bulan
Perkembangan pubertas
Rambut pubis :-
Perubahan suara :-
Riwayat Imunisasi
Riwayat Makanan
Data Keluarga
Data Perumahan
Dinding tembok
Atap seng
Riwayat Penyakit
Pasien datang ke IGD RSU UKI diantar oleh Keluarganya dengan keluhan kejang sejak
30 menit SMRS. Kejang terjadi kurang lebih 10 menit. Bangkitan kejang terjadi 2 kali, kejang
pertama terjadi Pukul 02.00 wib selama kurang lebih 10 menit, dengan mata mendelik ke atas
saat kejang terjadi. Kemudian pasien tertidur setelah bangkitan kejang selesai. Namun bangkitan
kejang kedua kembali terjadi sekitar 30 menit setelah kejang pertama kurang lebih 5 menit. Ibu
pasien mengatakan 1 hari sebelum kejang pasien sempat demam namun suhunya belum sempat
di ukur. Lalu ibu pasien juga mengatakan sempat memberikan obat demam tempra drops untuk
mengatasi demam pasien, namun demam tidak turun dengan pemberian obat. Batuk, pilek, sakit
tenggorok, sesak disangkal, BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien memiliki riwayat kejang
sebelumnya saat berusia 1 tahun 7 bulan, selama kurang lebih 10 menit. Kejang saat itu
didahului demam selama 2 minggu.
Pasien memiliki riwayat kejang yang didahului demam saat pasien berusia 1 tahun 7
bulan.
Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital
Data antropometri
LILA : 10,5 cm
Pemeriksaan Sistem
Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut dan kulit kepala : Warna hitam, pertumbuhan merata, sukar dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, konjungtiva hiperemeis -/-. Sclera
ikterik -/-, mata cekung -/-, edema palpebra -/+
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen -/-
Hidung : Cavum nasi lapang, nafas cuping hidung -/-
Mulut
o Bibir : Mukosa bibir kering
o Gigi geligi : Karies (-), gigi berlubang (+), edema dan hiperemis pada
gusi kiri
o Lidah : Coated tongue -. Geographic tongue –
o Faring : Arcus faring simetris, hiperemis –
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thoraks
o Dinding thoraks : Dinding laterolateral > anteroposterior
o Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (–)
Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
o Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternalis dextra ICS IV,
batas jantung kiri di linea midclavicula sinistra ICS V
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur -, gallop –
Abdomen
o Inspeksi : Perut tampak datar
o Auskultasi : BU (+) 4x/menit
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) , (-), hepar dan limpa tidak teraba
membesar (-)
o Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Anus dan rectum : Hiperemis -, darah -, fistula –
Genitalia : Tidak ada kelainan
Anggota gerak
o Atas : Normotonus, CRT <2”, edema -/-, akral hangat
o Bawah : Normotonus, CRT <2”, edema -/-, akral hangat
Pemeriksaan Neurologis
Nervus cranialis
I : Normosmia
II : visus kasar baik
III : pergerakan bola mata ke segala arah baik
IV : pergerakan bola mata ke segala arah baik, RCL +/+, RCTL +/+
V : tidak dapat dinilai
VI : pergerakan bola mata ke segala arah baik
VII : sikap wajah simetris
VIII : Pendengaran Baik
IX : Arcus faring simetris, Hiperemis (-)
X : disfoni (-), disfagia (-)
XI : Menoleh dan angkat bahu normal
XII : tremor (-), deviasi (-)
Pemeriksaan reflex
Reflex fisiologis : biceps ++/++., triceps ++/++, KPR ++/++, APR ++/++
Reflex patologis : Babinski -/-, chaddock -/-, rossolimo -/-, Gordon -/-, Oppenheim
-/-, klonus lutut -/-, klonus kaki -/-, Hoffman tromner -/-
Pemeriksaan Laboratorium
Darah tepi
Elektrolit
URINALISA
Urin Lengkap
Warna : Jernih
Berat Jenis : 1.005 (1.003 – 1.030)
PH : 6.0 (5.0 – 9.0)
Blood : Negatif (Negatif)
Leukosit Esterase : Negatif (Negatif)
Nitrit : Negatif (Negatif)
Protein : Negatif
Bilirubin : Negatif (Negatif)
Aseton : Negatif (Negatif)
Reduksi : Negatif (Negatif)
Urobilinogen : 0.2
Leukosit :1–2 (1-3)
Eritrosit : 0 -1 (0-1)
Epitel : +1 (+1)
Bakteri : Positif (Negatif)
Silinder : Negatif (Negatif)
Kristal : Negatif (Negatif)
Resume
Pasien An. D usia 1 tahun 11 bulan datang ke IGD RSU UKI mengalami kejang. Kejang
terjadi 2x dalam waktu <24 jam. Kejang pertama berlangsung kurang lebih menit 10 menit,
kejang kedua kurang lebih 30 menit. Kejang diawali dengan demam, namun suhu badan tidak
sempat diukur oleh ibu . sebelumnya ibu pasien memberikan obat demam, namun keluhan tidak
berkurang. Gerakan saat pasien kejang kedua bola mata yang mendelik ke atas. Riwayat kejang
demam (+). Kejang demam pertama umur 1 tahun 7 bulan. Pemeriksaan fisik didapatkan suhu
38,3°C, frekuensi napas 24 kali/menit, frekuensi nadi 115 kali/menit dan tekanan darah 110/60
mmHg. Refleks Fisiologis: Refleks biceps ++/++, refleks triceps ++/++, refleks KPR ++/++,
APR ++/++, klonus kaki +/+. tanda rangsang meningen (-), refleks patologis (-). Pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukosit meningkat (26.1 ribu/uL), Netrofil Batang rendah (3%),
Netrofil Segmen meningkat (83%), Limfosit rendah (9%), Natrium rendah (132 mmol), dan pada
pemeriksaan urin didapatkan bakteri (Positif).
Diagnosa kerja
Diagnosa banding
Pemeriksaan Anjuran
Rawat Inap
Medikamentosa
Non Medikamentosa
Kebutuhan cairan
<10kg = 100 x BB
= 100 x 9,9
Antibiotik
Antipiretik
Antikonvulsan
Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
Follow Up Harian
S O A P
Orang tua TSS, Kejang Demam Rawat Inap
teraba membesar
Thoraks :
Pergerakan dinding
dada simetris,
Vocal fremitus
kiri, Sonor/sonor,
vesikuler, rhonki
(-/-) wheezing
(-/-),BJ I dan II
Gallop -/-
Abdomen : perut
tampak datar, BU
(+) 4x/menit,
timpani, nyeri ketok
(-), supel, nyeri
tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : akral
hangat, CRT<2”,
turgor baik
S O A P
Orang tua TSS, Kejang Demam Rawat Inap
Thoraks :
Pergerakan dinding
dada simetris,
Vocal fremitus
kiri, Sonor/sonor,
vesikuler, rhonki
(-/-) wheezing
(-/-),BJ I dan II
Gallop -/-
Abdomen : perut
tampak datar, BU
(+) 4x/menit,
timpani, nyeri ketok
(-), supel, nyeri
tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : akral
hangat, CRT<2”,
turgor baik
Lampiran
BB/U : -2 SD sampai dengan +2 SD , Interpretasi : Berat Badan Cukup
TB/U : <-2 SD sampai dengan -3 SD , Interpretasi : Perawakan Pendek
BB/TB : -2 SD sampai +2SD, Interpretasi : Gizi Baik/Cukup
LK/U : -2 SD sampai + 2 SD, interpretasi : Normal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun
yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang
tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik
lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali.
National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson
dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain,
terutama infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan termasuk
dalam kejang neonatus 1
Penggolongan kejang demam menurut American Academy of Pediactrics adalah kejang demam
sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks (complex febrile seizure). Kejang
demam sederhana merupakan 80% dari seluruh kejang demam, ia adalah kejang demam yang lama
kejangnya kurang dari 15 menit bahkan sebagian besar kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri, umum
dan tidak berulang pada satu episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih
lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau multipel maupun berulang atau lebih dari satu kali waktu 24
jam. 2
Penelitian Lumbantobing, S.M., (1995) pada 297 bayi dan anak yang menderita kejang demam
menunjukkan bahwa 83,6% kejang demam pertama terjadi pada usia 1 bulan sampai 2 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parmar, R.C., dkk (2001) di Department of Paediatrics of A
Tertiarycare Centre di kota Metropolitan, India menunjukkan bahwa penderita kejang demam lebih
banyak diderita oleh anak laki-laki 55% dan pada anak perempuan 45%.
III. Klasifikasi
IV. Etiologi
Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak. Demam sering
disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, otitis media akut,
gastroenteritis, bronkitis, infeksi saluran kemih, trauma dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang
kejang yang berbeda. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan kurang, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C bahkan lebih.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion Kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida (Cl -). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan
sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah karena adanya : perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstraseluler, rangsangan yang datang mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran
listrik dari sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-
15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran tersebut sehingga
mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan
neurotransmitter sehingga terjadilah kejang. 4
VI. Diagnosis
Penegakan Diagnosis Dari kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuk membuat
diagnosis kejang demam, yaitu:
- Kejang berlangsung hanya satu kali/ lebih selama 24 jam, kurang/ lebih dari 5 menit
Menurut kepustakaan, pada kejang demam pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara
rutin, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pungsi lumbal untuk
memeriksa cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%- 6,7%. Pungsi lumbal menjadi
pemeriksaan rutin pada kejang demam bila usia pasien kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan pungsi lumbal
diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses infeksi
intra kranial, perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang
dari 2 tahun yang menderita kejang demam.
Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Pemeriksaan EEG dilakukan pada
kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi dan juga jika
bangkitan bersifat fokal.
Pemeriksaan neuoimaging (CT scan atau MRI kepala) dilakukan bila terdapat indikasi seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.
VII. Tatalaksana
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien datang, kejang
sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital) adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara
dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih
tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang
masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi
antikonvulsan profilaksis. Algoritma tatalaksana kejang dapat dilihat pada gambar no. 1.
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A). Meskipun demikian, dokter neurologi anak di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah
10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
b. Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan
intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis
intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan 12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum
diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.
c. Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat
dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (level of evidence 3, derajat
rekomendasi D). Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi
serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
d. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4
mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.1
BAB III
ANALISIS KASUS
Hal ini sesuai dengan kepustakaan Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2016 yang menyebutkan Kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh
(suhu di atas 38 C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial Penggolongan kejang demam menurut kriteria National Collaborative Perinatal Project
adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang
demam yang lama kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu episode demam.
Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau
multipel.1 Dan dimana kejang demam :
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik
lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali.
National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson
dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain,
terutama infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan termasuk
dalam kejang neonatus 1
Pada kasus diatas dikatakan bahwa pasien demam. Demam dalam kasus ini memungkinkan
terjadinya suatu infeksi yang akan berakibat kejang demam Penyebab mendasar dari proses infeksi tidak
menjadi faktor penentu timbulnya Kejang Demam. Infeksi saluran pernafasan akut oleh viral, faringitis,
otitis media, dan Shigella gastroenteritis adalah penyebab penting dari kejang demam. Adanya gejala
demam tentu saja penting, meskipun mekanisme yang bisa menjelaskan hubungan antara demam dan
timbulnya kejang tidak diketahui terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam.
Kejang demam paling sering terjadi hari pertama demam, dan lebih banyak berkorelasi dengan suhu
puncak dibandingkan dengan kecepatan kenaikan suhu yang menimbulkan demam itu sendiri. 4,5
Dari pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu 38.3 C Aksila (demam) dan pada
pemeriksaan status generalis ditemukan dalam batas normal, serta pada pemeriksaan neurologis juga
ditemukan dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien adalah darah perifer lengkap dan
didapatkan leukosit meningkat (26.1 ribu/uL), Netrofil Batang rendah (3%), Netrofil Segmen
meningkat (83%), Limfosit rendah (9%),. Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan natrium
rendah (132 mmol), dan pada pemeriksaan urin didapatkan bakteri (Positif). Berdasarkan
pemeriksaan hasil lab, kemungkinan besar terjadinya adanya infeksi bakteri dikarenakan peningkatan
leukosit dan pada pemeriksaan urin didapatkan bakteri (Positif) . Berdasarkan Konsesus tatalaksana
kejang demam tahun 2006 dikatakan bahwa bisa dilakukan pemeriksaan Pungsi lumbal untuk memeriksa
cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko
terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%- 6,7%. Pungsi lumbal menjadi pemeriksaan rutin pada
kejang demam bila usia pasien kurang dari 18 bulan. 3
Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Pemeriksaan EEG dilakukan pada
kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi. Pemeriksaan pungsi
lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses
infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia
kurang dari 2 tahun yang menderita kejang demam.
Lalu untuk tatalaksana selama perawatan di rawat inap rumah sakit diberikan Anti piretik yaitu
paracetamol untuk menurunkan suhu demam pasien. Diberikan sesuai dosis dengan berat badan pasien.
Serta diberikan amoxicillin syrup. Berdasarkan penatalaksanaan Kejang Demam ikatan dokter anak
indonesia 2016 yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Obat yang digunakan adalah diazepam pulv 3 mg per oral, sebanyak 3
kali sehari. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada
orangtua bahwa dosis diazepam yang cukup tinggi dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
DAFTAR PUSTAKA
2. M., Setyo H. IDAI Rekomendasi : Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2016.
3. Alexander K.C.L., Kam L.H., Theresa N.H.L. Febrile seizures: an overview. Drugs in Context
2018; 7: 212536. DOI: 10.7573/dic.212536
4. Luis Felipe M.S. Febrile Seizures: Update on Diagnosis and Management. Rev Assoc Med
Bras 2010; 56(4): 489-92
7. Daniela L., Elisabetta M., Susanna E. Review : Management of Pediatric Febrile Seizures. Int. J.
Environ. Res. Public Health 2018, 15, 2232; doi:10.3390/ ijerph15102232.
8. Giuseppe C., Massimo M., Antonino R., Federico V. Recommendations for the management of febrile
seizures: Ad Hoc Task Force of LICE Guidelines. Epilepsia.2009;50 (1):2-6.
2004.
10. Alexander K.C.L., Kam L.H., Theresa N.H.L. Febrile seizures: an overview. Drugs in Context 2018;