Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK PADA AN. C DENGAN DIAGNOSA DIARE AKUT + VARINGITIS


DI RUANG MAWAR KUNING ATAS

RSUD SIDOARJO

Oleh
ANIS KHOIRUN NISA’
NIM : 2032000016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NURUL JADID

PAITON-PROBOLINGGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE DAN ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK PADA AN. C DENGAN DIAGNOSA DIARE AKUT + VARINGITIS
DI RUANG MAWAR KUNING ATAS

DISETUJUI DAN DITETAPKAN

HARI :………………….
TANGGAL :………………….

Sidoarjo, Juli 2021

Mahasiswa

Anis khoirun nisa’


NIM. 2032000016

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Zainal Munir, S. Kep., Ns., M.Kep

Mengetahui

Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE

A. Definisi
Diare adalah frekuensi buang air besar yang lebih sering dari
biasanya dengan konsistensi yang lebih encer (Nursalam, 2008). Diare
merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan BAB
lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan
darah dan atau lender (Riskesdas, 2013)
Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar,
sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air
besar (Vivian, 2010). Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih,buang air
besar dengan bentuk tinja yang encer dan cair (Suriadi, 2010).
Diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan
konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari.
Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi
selama ≥ 14 hari (WHO, 2009).
B. Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai
infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya
merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau
penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal
dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare akan
mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada
bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa
bencana bisa terlambat. Faktor penyebab diare, antara lain :
1. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai
berikut :
a. Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b. Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan
lainlain.
c. Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti: otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
(intoleransi laktosa).
b. Malabsorbsi lemak.
c. Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada
anak yang lebih besar).

Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko


terjadinya diare, yaitu :

1. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari
kehidupan.
2. Menggunakan botol susu.
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
4. Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja, atau sebelum menjamaah makanan.
C. Klasifikasi Diare
Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Uniersitas
Airlangga dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi:
1. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling
lama 3-5 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh
penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat
katagori, yaitu:
a. Diare tanpa dehidrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 5 % dari
berat badan.
c. Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 6
– 10 % dari berat badan.
d. Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari
10 % dari berat badan.
2. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
3. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik
bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang
penyebab dan patogenesisnya multikompleks. Mengingat banyaknya
kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare kronik dan
banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan maka dibuat tinjauan
pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih terarah.
D. Manifestasi klinis
Menurut Vivian (2010) tanda dan gejala diare terdapat pembagian yaitu:
1. Cengeng dan gelisah
2. Suhu meningkat
3. Nafsu makan menurun
4. Tinja cair kadang disertai lender dan darah
5. Warna tinja lama kelamaan berwarna hijau karena bercampur dengan
empedu
6. Anus lecet
7. Tinja lama kelamaan menjadi asam (karena banyaknya asam laktat
yang keluar).
8. Akhirnya nampak dehidrasi, berat badan menurun
9. Turgor kulit menurun
10. Mata dan ubun-ubun cekung
11. Selaput lendir dan mulut juga kulit kerig
12. Dehidrasi berat maka volume darah akan berkurang
13. Nadi akan cepat
14. TD menurun, kesadaran menurun yang kemudian diakhiri dengan
shock
E. Patofisiologi
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat
disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya :
1. Faktor infeksi
a. Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi
rotavirus. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk
ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman yang
masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian melekat pada
sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak
yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Sel-sel mukosa
yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk
kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi
sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus
halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan
makanan dengan baik. Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas
usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam
absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin
bakteri atau virus akan menyebabkan sistem transpor aktif dalam
usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi
cairan dan elektrolit akan meningkat.
b. Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke
dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin.
Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan
gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang.
Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret
berdarah berlendir. Penyebab utama pembentukan enterotoksin
ialah bakteri Shigella sp, E.coli. diare ini bersifat self-limiting
dalam waktu kurang lebih lima hari tanpa pengobatan, setelah sel-
sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo,
2013).
2. Faktor malabsorpsi,
a. Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di
usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus
Akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meningkat. Gangguan osmotik meningkat menyebabkan terjadinya
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Hal ini
menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan
menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan
yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan
terjadilah diare (Nursalam, 2008).
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi
rongga usus (Nursalam, 2008).
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya
bisa peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu
kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan cairan
ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi
ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan syok
hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera diobati
(Nursalam, 2008).
3. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu
diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus
yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan
yang kemudian menyebabkan diare (Hidayat, 2008). Diare akut
berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi protein, yang
mengakibatkan usus halus mengalami perubahan yang disebabkan oleh
PEM tersebut menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan
absorpsi yang tidak adekuat dan terjadilah diare berulang yang kronik.
Anak dengan PEM terjadi perubahan respons imun, menyebabkan
reaksi hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya jumlah limfosit
dan jumlah sel T yang beredar. Setelah mengalami gastroenteritis yang
berat anak mengalami malabsorpsi. Malabsorpsi juga terdapat pada
anak yang mengalami malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan
atrofi mukosa usus, faktor infeksi silang usus yang berulang
menyebabkan malabsorpsi, enteropati dengan kehilangan protein.
Enteropati ini menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin
yang mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat
(Suharyono, 2008).
4. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses
penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses
penyerapan terganggu (Hidayat, 2008).
F. Pathway
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tinja.
2. Makroskopis dan mikroskopis
3. PH dan kadar gula dalam tinja
4. Bila perlu diadakan uji bakteri
5. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,
bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas
darah atau astrup, bila memungkinkan.
6. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi
ginjal.
7. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad
renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilaktiukan pada klien
diare kronik.
H. Komplikasi
Komplikasi Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), komplikasi yang
dapat terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik), karena:
a. Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja.
b. Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak
sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria).
e. Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam cairan
intraseluler. Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi
beberapa asam nonvolatil, maka akan terjadi hiperventilasi yang
akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernafasan bersifat cepat,
teratur, dan dalam (pernapasan kusmaul) (Suharyono, 2008).
f. Hipoglikemia
Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita
diare dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah
menderita kekurangan kalori protein (KKP), karena :
1) Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu.
2) Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi.
Gejala hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun sampai 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal
tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
2. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga
terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua hanya sering
memberikan air teh saja.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran
dalam waktu yang terlalu lama.
c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
3. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat
terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok
hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadinya
hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan
perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditolong maka penderita dapat meninggal.
4. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130
mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan
pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif
untuk terapi dari hampir semua anaka dengan hiponatremi. Bila tidak
berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan
rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau Normal Saline (Juffrie,
2010).
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
1. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang
perlu diperhatikan
a. Jenis cairan
1) Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte
2) Parenteral : NaCl, Isotonic, infus
b. Jumlah cairan Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan
yang dikeluarkan.
c. Jalan masuk atau cara pemberian
1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan
sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan
NaCl dan NaHCO3, KCL dan glukosa.
2) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
seberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat
ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
d. Jadwal pemberian cairan Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya
dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk menghitung
kebutuhan cairan.
1) Identifikasi penyebab diare
2) Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti
mortilitas dan sekresi usus, antiemetik
2. Pengobatan dietetik Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1
tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan :
a. Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenis
lainnya).
b. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim),
bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa.
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak
yang berantai sedang atau tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).
Penatalaksanaan Keperawatan
Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai
berikut:
1. Rencana terapi A
Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4
aturan perawatan di rumah:
a. Beri cairan tambahan
1) Jelaskan pada ibu, untuk:
a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali
pemberian.
b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau
air matang sebagai tambahan.
c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau
lebih cairan berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur,
air tajin) atau air matang.

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam


kunjungan ini.
b) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya
bertambah parah.
2) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6
bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan
kepada ibu berapa banyak oralit atau cairan lain yang harus
diberikan setiap kali anak berak:
a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali berak.
b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali
berak.

Katakan kepada ibu:

a) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari


mangkuk/ cangkir/ gelas.
b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan
lagi dengan lebih lambat.
c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare
berhenti.
b. Beri tablet Zinc selama 10 hari
c. Lanjutkan pemberian makan
d. Kapan harus kembali untuk konseling bagi ibu
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan/ sedang dengan oralit. Berikan oralit di
klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
Tabel 2.2 Pemberian Oralit

Umur ≤ 4 bulan 4-<12 bulan 1- <2 2-<5 tahun


tahun
Berat < 6 kg 6- <10 kg 10- <12 kg 12-19 kg
Jumlah 200-400 400-700 700-900 900-1400
Sumber: MTBS, 2011
a. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari
pedoman diatas.
2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu,
berikan juga 100-200 ml air matang selama periode ini.
b. Tunjukkan cara memberikan larutan oralit
1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas.
2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi
lebih lambat.
3) Lanjutkan ASI selama anak mau.
c. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
1) Umur < 6 bulan : 10 mg/hari
2) Umur ≤ 6 bulan : 20 mg/hari
d. Setelah 3 jam
1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat
dehidrasinya.
2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan.
3) Mulailah memberi makan anak.
e. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai
1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah.
2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah
untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.
3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6
bungkus lagi
4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi
A).
3. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaiu dengan:
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum,
beri oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100
ml/kg cairan Ringer Laktat (atau jika tak tersedia, gunakan cairan
Nacl yang dibagi sebagai berikut:
Tabel 2.3 Pemberian Cairan

Umur Pemberian pertama 30 Pemberian berikut 70


ml/kg selama ml/kg selama
Bayi 1 jam 5 jam
(dibawah umur 12
bulan)
Anak 30 menit 2 1/2 jam
(12 bulan sampai 5
tahun)
* ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba
Sumber: MTBS,2011.
b. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba,
beri tetesan lebih cepat.
c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum:
biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga
tablet Zinc.
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.
Klasifikasikan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk
melanjutkan pengobatan.
e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas
untuk pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).
f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam
perjalan menuju klinik.
g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk
rehidrasi, mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa
nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120
ml/kg).
h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan
lebih lambat.
2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak
untuk pengobatan intravena.
i. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi.
Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan pengobatan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian bayi risiko tinggi : Asfiksia menurut Wong, 2012 meliputi :

1. Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak


keberapa dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur
bayi karena berkaitan dengan diagnosa asfiksia neonatorum.
2. Keluhan utama : Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB)
lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi),
BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali
(dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung
3. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya pasien mengalami:
a) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan
kemungkinan timbul diare.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit, maka
gejala dehidrasi mulai tampak.
f) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi
dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit
gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam
waktu 6 jam (dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
a) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih
sering terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru
menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari
penuruan kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi campak,
anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi
BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi polio.
b) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan
(antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini merupakan
salah satu kemungkinan penyebab diare.
c) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,
menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang air
besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah makanan.
d) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2
tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi
sebelumnya, selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan
untuk melihat tanda dan gejala infeksi lain yang menyebabkan
diare seperti OMA, tonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan
ensefalitis (Nursalam, 2008)
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang
dapat menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang
tidak dijamin kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat
keluarga melakukan perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2008;
Wong, 2008
6. Riwayat Nutrisi Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami
diare, meliputi:
a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat
mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius.
b) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak
dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih
akan mudah menimbulkan pencemaran.
c) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus
(minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa
haus ingin minum banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak
malas minum atau tidak bisa minum (Nursalam, 2008)
7. Kebutuhan dasar :
a) pola nutrisi : Berat badan Menurut S. Partono dalam Nursalam
(2008), anak yang mengalami diare dengan dehidrasi biasanya
mengalami penurunan berat badan, sebagai berikut:
Tabel 2.4 Persentase Kehilangan Berat Badan Berdasarkan Tingkat
Dehidrasi

Tingkat Dehidrasi % Kehilangan Berat Badan


Bayi Anak
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15% (100-150 9% (90 ml/kg)
ml/kg)
Sumber: Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Nursalam, 2008..
b) Pola eliminasi
Umumnya bayi mengalami gangguan BAB karena organ tubuh
terutama pencernaan belum sempurna.
c) Kerbersihan diri : perawat dan keluarga bayi harus menjaga
kebersihan terutama saat BAB dan BAK.
d) Pola tidur : biasanya terganggu karena bayi diare.
8. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
1. Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
2. Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
3. Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar.
b) Tanda-tanda Vital
Pada umumnya terjadi peningkatan respirasi.
c) Kulit
Pada kulit biasanya terjadi sianosis.
d) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-
ubunnya biasanya cekung.
e) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak
matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang
kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan apabila mengalami
dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung
f) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
g) Hidung, mulut dan lidah
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak
sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung..
1. Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
2. Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
3. Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat
keringppernapasan cuping hidung. Periksa bibir dan langitan
sumbing, refleks hisap, nilai saat bayi menyusu.
h) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada
kelainan pada kelenjar tyroid.
i) Dada
1. Jantung
a) Inspeksi Poltekkes Kemenkes Padang37 Pada anak biasanya
iktus kordis tampak terlihat.
b) Auskultasi Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung
normal, diare dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung
pasien normal hingga meningkat, diare dengan dehidrasi
berat biasanya pasien mengalami takikardi dan bradikardi.
2. Paru-paru
Inspeksi Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal,
diare dehidrasi ringan pernapasan normal hingga melemah, diare
dengan dehidrasi berat pernapasannya dalam..
j) Abdomen
1. Inspeksi Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
2. Palpasi Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik,
pada pasien diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada
pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.
3. Auskultasi Biasanya anak yang mengalami diare bising
ususnya meningkat
k) Genetalia
Untuk laki-laki periksa apakah testis sudah turun kedalam skrotum.
Untuk perempuan periksa labia mayora dan minora apakah vagina
berlubang dan uretra berlubang.
l) Punggung
Untuk mengetahuai keadaan tulang belakang periksa refleks di
punggung dengan cara menggoreskan jaari kita di punggung bayi,
bayi akan mengikuti gerakan dari goresan jari kita.
m) Anus
Periksa lubang anus bayi
n) Ekstermitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal,
akral teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi Poltekkes
Kemenkes Padang38 ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin.
Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba
dingin,Hitung jumlah jari tangan dan kaki bayi .
B. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare
menurut SDKI (2016), adalah sebagai berikut:
1. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi,
inflamasi, iritasi, malabsorbsi.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, kegagalan mekanisme regulasi.
3. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis, faktor psikologis, ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
4. Hipovolemia
5. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (sering BAB).

C. Intervensi keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 D.0020 Diare Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan keperawatan 1) Kaji konsistensi feses (warna,

dengan parasit, diharapkan Eliminasi bentuk dan bau)


fekal membaik 2) Kaji frekuensi BAB
psikologis,
(L.04033) 3) Kaji kebutuhan cairan pasien
proses infeksi,
Kritera hasil : 4) Observasi tanda-tanda vital
inflamasi, iritasi,
 Konsistensi feses 5) Observasi tingkat kesadaran
malabsorbsi
membaik (5) dan tanda-tanda syok
 Frekuensi defekasi 6) Observasi bising usus pasien
membaik (5) tiap 1-2 jam
 Peristaltik usus Teraupetik :
membaik (5) 1) Monitor intake dan output
secara ketat
2) Pantau hasil laboratorium
serum elektrolit, hematokrit
Edukasi :
1) Beri penjelasan kepada pasien
dan keluarga tentang tindakan
pemberaian oralit yang
dilakukan.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi dengan medik
untuk pemberian terapi
intravena

No SDKI SLKI SIKI


2 Kekurangan Setelah dilakukan Observasi :
Volume cairan tindakan keperawatan
berhubungan diharapkan 7) Kaji kebutuhan cairan pasien
dengan kehilangan keseimbangan cairan 8) Observasi tanda-tanda vital
cairan aktif, didalam tubuh pasien 9) Observasi tingkat kesadaran
kegagalan meningkat, dengan dan tanda-tanda syok
mekanisme Kriteria hasil: 10) Observasi bising usus
regulasi. 1. Tekanan darah (5) pasien tiap 1-2 jam
2. Denyut nadi Teraupetik :
perifer(5) 3) Monitor intake dan output
3. Keseimbangan secara ketat
intake dan output 4) Pantau hasil laboratorium
dalam 24 jam(5) serum elektrolit, hematokrit
4. Berat badan Edukasi :
stabil(5) 2) Beri penjelasan kepada pasien
5. Turgor kulit(5) dan keluarga tentang tindakan
6. Kelembaban yang dilakukan: pemasangan
membran mukosa(5) NGT dan puasa.
Keterangan: Kolaborasi :
(5): Meningkat 2) Kolaborasi dengan medik
(5): Membaik untuk pemberian terapi
intravena

No SDKI SLKI SIKI


3 D.0019 Defisit Status nutrisi Setelah Observasi:
dilakukan tindakan
nutrisi kurang dari 1) Tinjau faktor-faktor
keperawatan
kebutuhan tubuh diharapkan nutrisi individual yang
pasien membaik
berhubungan mempengaruhi kemampuan
(L.03030)
dengan faktor Kriteria hasil: untuk mencerna makanan, mis
1. Asupan
biologis, faktor : status puasa, mual, ileus
makanan(4)
psikologis, 2. Asupan cairan(5) paralitik setelah selang
3. Rasio berat/tinggi
ketidakmampuan dilepas.
badan(5)
mencerna 4. Energi(4) 2) Auskultasi bising usus;
5. Hidrasi(4)
makanan, palpasi abdomen; catat
Keterangan:
ketidakmampuan (4): cukup meningkat pasase flatus.
(5): meningkat
mengabsorpsi Teraupetik:
nutrien. 1) Identifikasi
kesukaan/ketidaksukaan diet
dari pasien. Anjurkan pilihan
makanan tinggi protein dan
vitamin C.
2) Observasi terhadap terjadinya
diare; makanan bau busuk dan
berminyak.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi dalam pemberian
obat-obatan sesuai indikasi:
Antimetik, mis:
proklorperazin (Compazine).
Antasida dan inhibitor
histamin, mis: simetidin
(tagamet).

No SDKI SLKI SIKI


4 Hipovolemia Status cairan membaik Observasi
(D.0023) (L.03028)
 Periksa tanda dan gejala
Dengan kriteria hasil:
hipovolemia (mis. frekuensi nadi
 Kekuatan nadi
meningkat, nadi teraba lemah,
meningkat (5)
tekanan darah menurun, tekanan
 Turgor kulit
nadi menyempit,turgor kulit
meningkat (5)
menurun, membrane mukosa
 Dispnea menurun (5)
kering, volume urine menurun,
 Frekuensi nadi
hematokrit meningkat, haus dan
membaik (5)
lemah)
 Intake cairan
 Monitor intake dan output
membaik (5)
cairan
 Suhu tubuh membaik
(5) Terapeutik

 Hitung kebutuhan
cairan
 Berikan posisi
modified trendelenburg

 Berikan asupan
cairan oral

Edukasi

 Anjurkan
memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan
menghindari perubahan posisi
mendadak

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
cairan IV issotonis (mis. cairan
NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)

 Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis. albumin,
plasmanate)

 Kolaborasi pemberian
produk darah
No SDKI SLKI SIKI
5 D.0077 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan 1) Identifikasi lokasi,
dengan agens keperawatan karakteristik, durasi,
cedera (sering diharapkan ekspetasi frekuensi, kualitas, intensitas
BAB). tingkat nyeri nyeri.
menurun. (L.08066) 2) Identifikasi skala nyeri
Kriteria hasil : 3) Identifikasi nyeri non verbal
a) kemampuan 4) Identifikasi faktor yang
menuntaskan memperberat dan
aktivitas (5) memperingan nyeri
meningkat 5) Identifikasi pengetahuan dan
b) keluhan nyeri keyakinan tentang nyeri
(5) 6) Identifikasi pengaruh budaya
c) meringis (5) terhadap respon nyeri
d) sikap protektif 7) Identifikasi pengaruh nyeri
(5) pada kualitas hidup

e) gelisah (5) 8) Monitor efek samping

f) kesulitan tidur penggunaan analgetik

(5) Teraupetik :

keterangan : 1) Berikan teknik non

(5) : meningkat farmakologis untuk

(5) : menurun mengurangi rasa nyeri


( misal : TENS, hipnosis,
akupresure, terapi musik,
biofeedback ,terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin.)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri ( misal :
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan eknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian
analgetik , jika perlu
2) ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.

D. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan perawat berfokus pada keseimbangan fisiologis dengan
membantu pasien dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat
menigkatkan kualitas hidup pasien. Jenis tindakan yang telah disusun pada
tahap perencanaan. Pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri,
saling ketergantungan atau kolaborasi dan tindakan rujukan/
ketergantungan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai dengan
kondisi saat ini (Desmawati, 2019)
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari seluruh tindakan keperawatan
yang telah dilakukan (Bararah & Jauhar, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Bararah & Jauhar. (2013). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pasien
Dengan lumbal canal stenosis Di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.

Desmawati. (2019). Teori Model Konseptual Keperawatan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Manajemen Terpadu Balita


Sakit (MTBS). Jakarta

Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:


Salemba Medika.

Juffrie, M.; Soenarto, S.S.Y.; Oswari, H.; Arief, S.; Rosalina, I.; & Mulyani, N.S.
2010. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.

Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan
anak. Jakarta : Salemba Medika

Ngastiyah. 2014. Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta : EGC

Riset Keperawatan Dasar (RISKESDAS). 2013. Diakses tanggal 9 Januari 2017


http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf
Suharyono. 2008. Diare Akut: Klinik Dan Laboratorik. Jakarta: Rineka Cipta

Supriyadi, bayu, H. 2013. Asuhan Keperawatan Pada An.N Dengan Gangguan


Sistem Pencernaan Diare Akut Dehidrasi Sedang Di Ruang Melati 2
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Studi Kasus Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses
pada tanggal 6 Juni 2017 dari
http://eprints.ums.ac.id/25518/13/NASKAH_PUBLIKASI_.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Vivian Nanny Lia Dewi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.

World Health Organization. (2009). Diarrhea: Why Children Are Dying And
What Can Be Done. Switzerland. Diakses tanggal 11 Januari 2017
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44174/1/9789241598415_eng.pdf

Wijoyo, yosef. 2013. Diare Pahami Penyakit dan Obatnya. Yogyakarta: PT Citra
Aji Parama.

Wong, D.L.; Eaton, M.H.; Wilson, D.; Winkelstein, M.L.;& Schwart, P. 2008.
Buku ajar keperawatan pediatrik edisi 6. Jakarta : EGC
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NURUL JADID

PAITON-PROBOLINGGO

Nama Mahasiswa : Anis Khoirun Nisa’

Tempat Praktek : Mawar Kuning Atas

Tanggal Praktek : 26-31 Juli 2021

Tanggal Pemberian Kasus : 26 Juli 2021

1. DATA DEMOGRAFI
A. Biodata Pasien
Nama/Nama panggilan : An. C
Tempat Tanggal lahir/Usia : 6 Bulan
JenisKelamin : Peremuan
DiagnosaMedis : Diare Akut + Varingitis

2. RIWAYAT KESEHATAN

A. Keluhan Utama
Diare 5 kali dala satu hari dan muntah 5 kali tiap minum susu

B. Riwayat Keluahan Utama

An. C Diare 5x/hari mulai 2 hari yang lalu, muntah 5x tiap minum susu, BAK

terakhir 6 jam yang lalu, mata wocong, ubun-ubun cekung dibawa ke igd

terpasang infus kaen 30, S: 37,5 o C, N: 130x/menit, RR: 30x/menit

TUGAS

1) Termasuk dalam dehidrasi apa?


2) Dx keperawatan actual dan resiko
3) Setelah mengetahui derajat dehidrasi, sebutkan penatalaksanaan cairannya!
4) ................................................................................................................................................
5) ................................................................................................................................................

JAWABAN

1. Dehidrasi sedang

2. Diagnosa yang aktual :

a) Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi,

iritasi, malabsorbsi.

b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,

kegagalan mekanisme regulasi.

c) Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor

biologis, faktor psikologis, ketidakmampuan mencerna makanan,

ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient

Diagnose yang resiko

d) Resiko syok berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit.


e) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju metabolisme,

penyakit.

3. Penanganan dehidrasi sedang dengan cepat, yaitu dengan


a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum,
beri oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri cairan
Ringer Laktat atau Nacl 0.9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg
BB, Dibagi sebagai berikut

Umur Pemberian pertama 30 Pemberian berikut 70


ml/kg selama ml/kg selama
Bayi 1 jam 5 jam
(<1 tahun)
Anak 30 menit 2 1/2 jam
(≥ 1 tahun)
* ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba
Sumber: MTBS,2011.
b. Nilai kembali tiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat.
c. Juga Beri oralit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak).
d. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut.
e. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai
lagi derajat dehidrasi.

Anda mungkin juga menyukai