Anda di halaman 1dari 28

63

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang hemodialisis pada tiga rumah sakit yaitu

RSUD Labuang Baji Makassar mulai tanggal 01 Juli – 06 Juli 2014, Rumah

Sakit Pelamonia Makassar mulai tanggal 07 Juli – 14 Juli 2014, dan Rumah

Sakit Islam Faisal mulai tanggal 10 Juli – 16 Juli. Jumlah populasi dalam

penelitian ini sebanyak 36 responden, pengambilan sampel dengan

menggunakan teknik Non probability yaitu purposive sampling yang mana

jumlah sampel yang menjadi subjek penelitian ini adalah seluruh klien yang

terdaftar dalam terapi hemodialisa di tiga rumah sakit tersebut. Pada waktu

dilakukan penelitian jumlah sampel yang diteliti tidak memenuhi seluruh

sampel. Hal ini dikarenakan terdapat 2 responden yang tidak memenuhi

kriteria inklusi. Dengan demikian yang dijadikan sampel dalam penelitian ini

adalah 34 responden.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan metode

deskriptif, dimana tujuan penelitian ini untuk menganalisis gambaran tingkat

stress dan karakteristik pada pasien hemodialisis di ruang hemodialisis di

rumah sakit Makassar.

Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer yang di ambil

dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh dari penelitian ini

dikumpul kemudian diolah melalui tahapan editing, koding dan tabulasi. Dari
64

hasil pegolahan data yang dilakukan, disajikan dalam bentuk distribusi

frekuensi berbentuk tabel yang meliputi karakteristik responden dan hasil

analisa data yang dapat tergambar sebagai berikut:

1. Karakteristik responden

Analisa Univariat

a. Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin,

status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis pembiayaan, lama HD,

frekuensi HD, jenis gagal ginjal.

Tabel 4.4
Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik Usia
No Usia f Persentase (%)
1 Dewasa awal 9 26,5
2 Dewasa madya 22 64,7
3 Dewasa akhir 3 8,8
Jumlah 34 100,0

Mean Median Maksimal Minimun


Usia 46 46 23 65
Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 4.3, diperoleh data dari 34 Responden dengan

karakteristik usia dewasa awal sebanyak 9 orang (26,5%), dewasa

madya sebanyak 22 orang (64,7%) dan dewasa akhir sebanyak 3 orang

(8,8%).

Tabel 4.5
Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin f Persentase (%)
1 Laki-laki 18 52,9
2 Perempuan 16 47,1
Jumlah 34 100,0
Sumber : Data Primer 2014
65

Berdasarkan tabel 4.4, diperoleh data dari 34 responden dengan

karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yaitu 18 orang

(52,9%) berjenis kelamin laki-laki dan 16 orang (47,1%) berjenis

kelamin perempuan.

Tabel 4.6
Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik Status Pernikahan
No Status Pernikahan f Persentase (%)
1 Single/Belum menikah 3 8,8
2 Menikah/memiliki anak 30 88,2
3 Duda/janda 1 2,9
Jumlah 34 100,0
Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh data dari 34 responden dengan

karakteristik responden berdasarkan status pernikahan yaitu

Single/belum menikah sebanyak 3 orang (8,8%), menikah memiliki

anak 30 orang (88,2%), dan 1 orang (2,9%) duda/janda.

Tabel 4.7
Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan f Persentase (%)
1 Tidak Sekolah 1 2,9
2 Sekolah Dasar (SD) 2 5,9
3 Sekolah Menengah Pertama 2 5,9
(SMP)
4 Sekolah menengah Atas 29 85,3
(SMA)/Perguruan Tinggi
Jumlah 34 100,0
Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 4.6, diperoleh data dari 34 responden dengan

karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan

yang Tidak Sekolah 1 orang (2,9%), lulusan Sekolah Dasar/SD 2 orang


66

(5,9%), Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2 orang (5,9%), Sekolah

Menengah Atas (SMA)/Perguruan Tinggi 29 orang (85,3%).

Tabel 4.8
Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik Lama menjalani
terapi hemodialisis
No Lama menjalani terapi f Persentase (%)
Hemodialisis
1 < 1 tahun 12 35,3
2 ≥ 1 tahun 22 64,7
Jumlah 34 100,0

Mean Median Minimum Maximum


Lama 17 15 1 60
hemodialisis
Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 4.7, diperoleh data dari 34 responden didapatkan

karakteristik responden berdasarkan lama menjalani terapi

hemodialisis yaitu 12 orang (35,3%) menjalani terapi kurang dari 1

tahun dan 22 orang (64,7%) telah menjalani terapi hemodialisis lebih

dari 1 tahun.

Tabel 4.9
Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik Frekuensi terapi
hemodialisis
No Frekuensi terapi f Persentase (%)
Hemodialisis
1 1 kali seminggu 1 2,9
2 2 kali seminggu 14 41,2
3 3 kali seminggu 19 55,9
Jumlah 34 100,0
67

Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 4.8, diperoleh data dari 34 responden didapatkan

karakteristik responden berdasarkan frekuensi terapi hemodialisis yaitu

1 orang (2,9%) menjalani terapi hemodialisis 1 kali seminggu, 14

orang (41,2%) menjalani 2 kali seminggu dan 19 orang (55,9%)

menjalani 3 kali seminggu.

Tabel 4.10
Distribusi frekuensi berdasarkan jenis gagal ginjal pasien terapi
hemodialisis
No Jenis gagal ginjal pasien f Persentase (%)
Hemodialisis
1 Akut 5 14,7
2 Kronik 29 85,3
Jumlah 34 100,0

Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 4.9, diperoleh data dari 34 responden didapatkan

responden berdasarkan jenis gagal ginjal pasien terapi hemodialisis

yaitu 5 orang (14,7%) dengan gagal ginjal akut, dan 29 orang (85,3%)

dengan gagal ginjal kronik.

b. Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat stress pasien terapi

hemodialisis :

Tabel 4.11
Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat stress pasien
hemodialisis
68

No Tingkat Stress Pasien f Persentase (%)


Hemodialisis
1 Ringan 8 23,5
2 Sedang 19 55,9
3 Berat 7 20,6
Jumlah 34 100,0

Mean Median Minimum Maksimum


Tingkat 20 17 9 38
stress

Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 4.10, menunjukkan tingkat stress pasien

hemodialisis yaitu 8 orang (23,5%) mengalami stress ringan, 19 orang

(55,9%) mengalami stress sedang, dan 7 orang (20,6%) mengalami

stress berat.

2. Analisis tingkat stress berdasarkan karakteristik responden

Analisa Bivariat

a. Tingkat stress berdasarkan usia

Analisis tingkat stress berdasarkan karakteristik usia pada

pasien hemodialisis di Rumah Sakit Makassar pada tabel berikut:

Tabel 4.12
Analisis tingkat stress berdasarkan usia pada pasien hemodialisis
Tingkat stress
Ringan Sedang Berat Total
Usia
(f) (%) (f) (%) (f) (%) Jumlah (%)
Dewasa awal 1 2,9 6 17,6 2 5,9 9 26,8
69

Dewasa madya 7 20,6 12 35,3 3 8,8 22 64,7

Dewasa akhir 0 0,0 1 2,9 2 5,9 3 8,8


Total 8 23,5 19 55,9 7 20,6 34 100,0
Sumber : Data Primer 2014

Tabel 4.11. Menunjukkan bahwa dari 9 responden yang

tergolong usia dewasa awal dengan stress ringan yaitu 1 orang

(2,9%), 6 orang (17,6%) mengalami stress sedang, dan 2 orang

(5,9%) mengalami stress berat. Responden yang tergolong usia

dewasa madya sebanyak 22 orang (64,7%) dimana 7 orang (20,5%)

mengalami stress ringan, 12 orang (35,3%) mengalami stress sedang

dan 3 orang (8,8%) mengalami stress berat. Responden yang

tergolong usia dewasa akhir sebanyak 3 orang (8,8%) dimana 1

orang (2,9%) mengalami stress sedang dan 2 orang (5,9%)

mengalami stress berat.

b. Tingkat stress berdasarkan jenis kelamin

Analisis tingkat stress berdasarkan karakteristik jenis kelamin

pada pasien hemodialisis di Rumah Sakit Makassar pada tabel

berikut:

Tabel 4.13
Analisis tingkat stress berdasarkan jenis kelamin pada pasien
hemodialisis
Tingkat stress
Jenis Ringan Sedang Berat Total
kelamin (f) (%) (f) (%) (f) (%) Jumlah (%)
Laki-laki 7 20,6 9 26,5 2 5,9 18 52,9
Perempuan 1 2,9 10 29,4 5 14,7 16 47,1

Total 8 23,5 19 55,9 7 20,6 34 100


Sumber : Data Primer 2014
70

Tabel 4.12. Menunjukkan bahwa dari 18 responden yang berjenis

kelamin laki-laki dengan stress ringan sebanyak 7 orang (20,6%), 9

orang (26,5%) mengalami stress sedang dan 2 orang (5,9%)

mengalami stress berat. Responden yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 16 orang dimana 1 orang (2,9%) mengalami

stress ringan, 10 orang (29,4%) mengalami stress sedang, dan 5

orang (14,7%) mengalami stress berat.

a. Tingkat stress berdasarkan status pernikahan

Analisis tingkat stress berdasarkan karakteristik status

pernikahan pada pasien hemodialisis di Rumah Sakit Makassar pada

tabel berikut:

Tabel 4.14
Analisis tingkat stress berdasarkan status pernikahan pada
pasien hemodialisis
Tingkat stress
Status Ringan Sedang Berat Total
Pernikahan (f) (%) (f) (%) (f) (%) Jumlah (%)
Belum 2 5,9 0 0 1 2,9 3 8,8
menikah
Menikah, 6 17,6 18 52,9 6 17,6 30 88,2
memiliki
anak
Duda/Janda 0 0 1 2,9 0 0 1 2,9

Total 8 23,5 19 55,9 7 20,6 34 100


Sumber : Data Primer 2014

Tabel 4.13. Menunjukkan bahwa dari 3 responden yang belum

menikah dengan 2 orang (5,9%) mengalami stress ringan, sedangkan


71

1 orang (2,9%) mengalami stress berat. Responden yang

menikah/memiliki anak sebanyak 30 responden dengan 6 orang

(17,6%) mengalami stress ringan, 18 orang (52,9%) mengalami

stress sedang dan 6 orang (14,7%) mengalami stress berat. 1 orang

(2,9%) mengalami stress sedang dengan status belum menikah.

b. Tingkat stress berdasarkan tingkat pendidikan

Analisis tingkat stress bedasarkan tingkat pendidikan pada pasien

hemodialisis di Rumah Sakit Makassar pada tabel berikut:

Tabel 4.15
Analisis tingkat stress berdasarkan tingkat pendidikan pada
pasien hemodialisis
c. Tingkat stress

Tingkat Ringan Sedang Berat Total


Pendidikan (f) (%) (f) (%) (f) (%) Jumlah (%)
Tidak 0 0 1 2,9 0 0 1 2,9
sekolah
SD 0 0 1 2,9 1 2,9 2 5,9
SMP 1 2,9 1 2,9 0 0 2 5,9
SMA/
Perguruan 7 20,6 16 47,1 6 17,6 29 85,3
Tinggi
Total 8 23,5 19 55,9 7 20,6 34 100
Sumber : Data Primer 2014

Tabel 4.14. Menunjukkan bahwa 1 orang (2,9%) yang tidak

sekolah mengalami stress sedang. Responden lulusan SD sebanyak 2

responden dengan 1 orang (2,9%) mengalami stress sedang, 1 orang


72

(2,9%) mengalami stress berat. Lulusan SMP sebanyak 2 responden

dengan 1 orang (2,9%) mengalami stress ringan, 1 orang (2,9%)

mengalami stress sedang. Responden lulusan SMA/Perguruan Tinggi

sebanyak 29 responden dengan 7 orang (20,6%) mengalami stress

ringan, 16 orang (47,1%) mengalami stress sedang, dan 6 orang

(17,6%) mengalami stress berat.

d. Tingkat stress berdasarkan lama hemodialisis

Analisis tingkat stress berdasarkan lama hemodialisis pada pasien

hemodialisis di Rumah Sakit Makassar pada tabel berikut:

Tabel 4.16
Analisis tingkat stress berdasarkan lama hemodialisis pada
pasien hemodialisis
Tingkat stress
lama Ringan Sedang Berat Total
hemodialisis (f) (%) (f) (%) (f) (%) Jumlah (%)
< 1 tahun 2 5,9 5 14,7 4 11,8 12 35,3
> 1 tahun 6 17,6 14 41,2 3 8,8 22 64,7

Total 8 23,5 18 55,9 7 20,6 34 100


Sumber : Data Primer 2014

Tabel 4.15. Menunjukkan bahwa dari 12 responden yang

menjalani hemodialisis < 1 tahun mengalami stress ringan sebanyak

2 orang (5,9%), 5 orang (14,7%) mengalami stress sedang dan 4

orang (11,8%) mengalami stress berat. Responden yang menjalani

hemodialisis > 1 tahun sebanyak 22 responden dengan stress ringan

sebanyak 6 orang (17,6%), 14 orang (41,2%) mengalami stress

sedang, dan 3 orang (8,8%) mengalami stress berat.

e. Tingkat stress berdasarkan frekuensi hemodialisis


73

Analisis tingkat stress berdasarkan frekuensi hemodialisis pada

pasien hemodialisis di Rumah Sakit Makassar pada tabel berikut:

Tabel 4.17
Analisis tingkat stress berdasarkan frekuensi hemodialisis
pada pasien hemodialisis
Tingkat stress
Frekuensi Ringan Sedang Berat Total
hemodialisis (f) (%) (f) (%) (f) (%) Jumlah (%)
1 kali/minggu 1 2,9 0 0 0 0 1 2,9
2 kali/minggu 4 11,8 7 20,6 3 8,8 14 41,2
3 kali/minggu 3 8,8 12 35,3 4 11,8 19 55,9
Total 8 23,5 19 55,9 7 20,6 34 100
Sumber : Data Primer 2014

Tabel 4.16. Menunjukkan bahwa 1 orang (2,9%) yang melakukan

hemodialisis 1 kali/minggu mengalami stress sedang. Responden

yang melakukan hemodialisis 2 kali/minggu sebanyak 14 responden

dengan 4 orang (11,8%) mengalami stress ringan, 7 orang (20,6%)

mengalami stress sedang, dan 3 orang (8,8%) mengalami stress

berat. Responden yang melakukan hemodialisis 3 kali/minggu

sebanyak 19 responden dengan 3 orang (8,8%) mengalami stress

ringan, 12 orang (35,3%) mengalami stress sedang, dan 4 orang

(11,8%) mengalami stress berat.

f. Tingkat stress berdasarkan jenis gagal ginjal


74

Analisis tingkat stress berdasarkan jenis pembiayaan pada pasien

hemodialisis di Rumah Sakit Makassar pada tabel berikut:

Tabel 4.18
Analisis tingkat stress berdasarkan jenis gagal ginjal pada
pasien hemodialisis
Tingkat stress
Jenis gagal Ringan Sedang Berat Total
ginjal (f) (%) (f) (%) (f) (%) Jumlah (%)
Akut 0 0 4 11,8 1 2,9 5 14,7
Kronik 8 23,5 15 44,1 6 17,6 29 85,3
Total 8 23,5 19 55,9 7 20,6 34 100
Sumber : Data Primer 2014

Tabel 4.17. Menunjukkan bahwa 5 responden yang mengalami

gagal ginjal akut dengan 4 orang (11,8%) mengalami stress sedang,

sedangkan 1 orang (2,9%) mengalami stress berat. Responden yang

mengalami gagal ginjal kronik sebanyak 29 responden dengan 8

orang (23,5%) mengalami stress ringan, 15 orang (44,1%)

mengalami stress sedang, dan 6 orang (17,6%) mengalami stress

berat.

B. Pembahasan

1. Analisis tingkat stress berdasarkan karakteristik responden

a. Usia

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden didominasi

oleh usia dewasa madya yaitu 64,7% dimana 20,6% mengalami stress
75

ringan, 35,3% mengalami stress sedang, dan 8,8% mengalami stress

berat, responden usia dewasa awal yaitu 26,5% dimana 2,9%

mengalami stress ringan, 17,6% mengalami stress sedang dan 5,9%

mengalami stress berat, dan responden usia dewasa akhir sebanyak

8,8% dimana 2,9% mengalami stress sedang dan 5,9% mengalami

stress berat. Hasil yang sama diperoleh oleh Suryarinilsih (2010)

bahwa usia pasien hemodialisis didominasi oleh usia dewasa madya

yaitu 67,3%.

Pada usia dewasa madya terjadi kesulitan fisik dimana usia ini

banyak yang bekerja, cemas yang berlebihan, kurang perhatian

terhadap kehidupan dimana hal ini dapat mengganggu hubungan

suami-istri dan biasa terjadi perceraian, gangguan jiwa, alkoholisme,

pecandu obat hingga bunuh diri (Anonimous, 2012). Data Kemenkes

2007 menyebutkan, faktor resiko Penyakit ginjal kronik adalah

hipertensi sebanyak 31,7% dari jumlah penduduk Indonesia usia

dewasa (Juniarta, 2014).

Dari hasil penelitian terdapat pula usia dewasa akhir yaitu 8,8%.

Menurut asumsi peneliti bahwa semakin tua umur seseorang maka

semakin besar kemungkinan terkena serangan penyakit ini disebabkan

karena proses menua dimana kemampuan berbagai organ pada umur

tersebut mulai menurun. Hal tersebut sejalan dengan pendapat

Nugroho (2000) dalam Arzal (2012), yang menyatakan bahwa

kejadian gagal ginjal pada usia tua disebabkan karena proses penuaan,
76

dan penyakit seperti gagal jantung, hipertensi, diabetes, keganasan

tumor, dan kista. Namun terdapat pula 8,8% responden dewasa muda,

hal ini disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat, dan

mengonsumsi obat-obatan secara berlebihan, hal ini sejalan dengan

teori dalam buku Alam dan Hadibroto (2007) yang menyatakan bahwa

gagal ginjal dapat terjadi karena hal sepele, seperti kurang minum, atau

gaya hidup tidak banyak bergerak, pola makan tinggi lemak dan

karbohidrat, dan lingkungan yang buruk serta obat-obatan seperti obat

antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen yang dapat merusak ginjal.

Menurut asumsi peneliti, usia pertengahan/madya dipenuhi

tanggung jawab berat dan berbagai peran yang ditanggung oleh

sebagian besar orang dewasa seperti menjalankan rumah tangga,

memiliki anak dan mungkin memelihara orang tua yang sudah lemah

akan menyita waktu dan energi, dan perubahan pada aspek fisik akan

memicu kecemasan, apalagi ditambah dengan terapi hemodialisis, hal

ini sejalan dengan hasil penelitian diperoleh 35,3% mengalami tingkat

stress sedang dan 8,8% mengalami stress berat, dari responden dewasa

madya terdapat pula stress ringan yaitu 20,6%. Pernyataan Robert

Havighurst sejalan dengan penelitian ini bahwa tugas utama usia

dewasa madya yaitu menerima perubahan fisiologis, mencapai dan

mempertahankan kepuasan dalam pekerjaan seseorang, merawat orang

tua yang telah lemah, mengasuh anak-anak, hubungan suami-istri yang


77

harmonis, jika hal ini tidak terlaksana maka akan terjadi stress.

(Anonimous, 2012)

Menurut asumsi peneliti bahwa usia dewasa awal merupakan masa

kritikal yaitu pembentukan karir dan keluarga. Pada peringkat ini,

seseorang perlu membentuk pilihan yang tepat demi menjamin masa

depannya terhadap pekerjaan dan keluarga, sehingga seseorang akan

menghadapi dilema. Menurut teori Erikson, tahap dewasa awal mulai

menerima dan memikul tanggung jawab yang lebih berat, dan jika

terjadi penyakit gagal ginjal dengan terapi hemodialisis dapat

menyebabkan stress pada seseorang (anonymous, 2013). Dari hasil

penelitian diperoleh bahwa usia dewasa awal mengalami stress sedang

17,6%, stress berat 5,9% , dan 2,9% mengalami stress ringan. Usia

dewasa awal lebih rentan terhadap stress dikarenakan pikiran akan

masa depan dan rutinitas yang berubah karena adanya jadwal cuci

darah tiap minggunya, yang akan mengurangi waktu responden untuk

bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat. Hal ini sejalan dengan

teori dalam buku Smeltzer dan Bare (2001) menyatakan bahwa waktu

yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang

tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan

konflik, frustasi, rasa bersalah serta depresi di dalam keluarga.

b. Jenis kelamin

Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas pasien hemodialisis

adalah responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 52,9%,


78

sedangkan responden berjenis kelamin perempuan yaitu 47,1%. Dalam

hal ini, peneliti berpendapat bahwa perempuan cenderung lebih

berprilaku sehat karena tanggung jawab mendidik anak, melayani

suami dan perannya sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan laki-laki

kemungkinan dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti pembesaran

prostat pada laki-laki dapat menyebabkan terjadinya obstruksi dan

infeksi yang dapat berkembang menjadi gagal ginjal, pembentukan

batu renal karena saluran kemih yang lebih panjang, selain itu laki-laki

cenderung mempunyai gaya hidup yang bersifat negatif seperti

merokok dan mengkonsumsi alkohol. Pernyataan Lemore & Burke

(2004) dalam Suryarinilsih (2010) sejalan dengan penelitian ini yang

menyatakan bahwa toksin dari rokok dan alkohol merupakan salah

satu penyebab timbulnya berbagai penyakit diantaranya GGK pada

fase post renal.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Yemima G.V Wurara dkk dengan judul “Mekanisme koping pada

pasien penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis

di Rumah Sakit Prof. Dr. R.D Kandou Manado” dimana responden

yang terbanyak adalah perempuan.

Akan tetapi tingkat stress laki-laki dan perempuan keduanya

didominasi oleh tingkat stress sedang yaitu 29,4% laki-laki mengalami

stress sedang dan 26,6% perempuan mengalami stress sedang. Tingkat

stress sedang yang dialami responden terapi hemodialisis disebabkan


79

adanya perubahan setelah melakukan hemodialisa yang telah terjadwal

yang dapat mengurangi kebersamaan dengan anggota keluarga, dan

berbagai aspek lain. Pernyataan Smeltzer & Bare (2001), sejalan

dengan penelitian ini bahwa pasien yang menjalani terapi biasanya

mengahadapi masalah kesulitan dalam mempertahankan apa yang telah

menjadi miliknya, seperti pekerjaan, perkawinan, dan keuangan. Akan

tetapi setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda, dan

manajemen stress yang berbeda dalam menghadapi setiap masalah,

karena diperoleh pula 20,6% laki-laki mengalami stress ringan, dan

2,9% mengalami stress berat. Sedangkan 5,9% perempuan mengalami

stress ringan, dan 14,7% mengalami stress berat. Hal ini menurut

pendapat peneliti bahwa tingkat stress dapat bersumber dari dalam dan

luar individu itu sendiri. Pernyataan Erlinafsiah (2010), sejalan dengan

penelitian ini bahwa stress berasal dari dalam diri individu itu sendiri

akibat adanya masalah berupa penyakit, tuntutan pekerjaan, kondisi

keuangan, dan stress yang berasal dari luar diri individu akibat adanya

perselisihan dalam keluarga, perpisahan orang tua.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Salmawati dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat

Kecemasan pada Pasien Hemodialisis di Rumah Sakit Dr. Wahidin

Sudirohusodo” dimana responden mayoritas berjenis kelamin laki-laki,

dan dilihat dari karakteristik jenis kelamin responden antara keduanya


80

tidak terdapat perbedaan karena mayoritas pada jenis kelamin laki-laki

dan perempuan mengalami stress ringan.

c. Status pernikahan

Berdasarkan status pernikahan mayoritas responden pada

penelitian ini telah berkeluarga yaitu 88,2% dimana terdapat 17,6%

mengalami stress ringan, 52,9% mengalami stress sedang dan 17,6%

mengalami stress berat. Dari penelitian ini, responden berstatus

menikah didominasi oleh stress sedang.

Menurut asumsi peneliti bahwa stress sedang yang dialami pasien

terapi hemodialisis disebabkan oleh stress fisik akan perubahan

keadaan tubuh yang semakin melemah, namun dengan adanya

dukungan dari keluarga dan hubungan yang harmonis dalam keluarga.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori Gottlicb (1981,1985) yang

mengatakan bahwa stress tergantung pada manifestasi dukungan dan

pada keyakinan oleh orang lain untuk membantu (Neil Niven, 2006).

Namun status perkawinan dapat pula menyebabkan stress psikososial

karena berbagai permasalahan perkawinan misalnya pertengkaran,

perpisahan, perceraian, kematian pasangan, dan lain sebagainnya.

Stressor ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan

kecemasan. (Georgia dkk, 2013)

d. Tingkat pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan yang diperoleh dari tiga rumah

sakit distribusi pendidikan terbanyak adalah (SMA)/Perguruan Tinggi


81

sebanyak 85,3% dimana sebanyak 20,6% mengalami stress ringan,

47,1% mengalami stress sedang, dan 17,6 mengalami stress berat.

Tingkat pendidikan SMP sebanyak 5,9% dimana terdapat 2,9%

mengalami stress ringan dan 2,9% mengalami stress sedang. Tingkat

pendidikan SD sebanyak 5,9% dimana terdapat 2,9% mengalami stress

sedang dan 2,9% mengalami stress sedang, dan terdapat 2,9%

mengalami stress berat yang tidak bersekolah. Dari data yang

diperoleh menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan

SMA/Perguruan tinggi mengalami stress sedang dikarenakan dan berat

dikarenakan stress akan kondisi fisiknya yaitu sakit dan nyeri di otot,

ssukar masuk tidur, tidur tidak nyenyak, merasa lemas, perasaan

tertusuk-tusuk, kehilangan berat badan.

Hasil penelitian yang diperoleh tidak sesuai dengan teori dari

Indonesiannursing (2010) menyatakan bahwa Tingkat pendidikan

mempengaruhi seseorang mudah terkena stress atau tidak. Semakin

tinggi tingkat pendidikan maka toleransi dan pengontrolan terhadap

stresor lebih baik, karena diperoleh 17,6% mengalami stress berat yang

berpendidikan (SMA)/Perguruan Tinggi. Hal ini dapat disebabkan

kurangnya informasi yang diperoleh responden dari perawat dan

sumber informasi lainnya, dimana hal ini sejalan dengan teori yang

menyatakan bahwa komunikasi yang baik antara perawat yang

bertugas melaksanakan dialisis, perawat rumah sakit sangat penting

dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman dan berkelanjutan,


82

sehingga menurunkan atau mengontrol stress pasien hemodialisis.

(Smeltzer dan Bare, 2001).

e. Lama menjalani hemodialisis

Dari hasil penelitian diperoleh pasien terapi hemodialissis ≥ 1

tahun merupakan jumlah tertinggi yaitu 67,6% dimana 17,6%

mengalami stress ringan, 41,2% mengalami stress sedang dan 8,8%

mengalami stress berat. Dari hasil yang diperoleh pasien terapi

hemodialisis ≥ 1 tahun didominasi oleh tingkat stress sedang. Peneliti

berasumsi bahwa semakin lama responden melakukan terapi

hemodialisis maka semakin rendah tingkat stresnya. Menurut

Iskandarsyah (2009) dalam Arzal (2012) menyatakan bahwa pasien

yang menjalani hemodialisis lebih dari 1 tahun sudah mampu

menyesuaikan diri dengan penyakitnya dan terapi yang dijalani.

Sedangkan pasien terapi hemodialisis < 1 tahun yaitu 32,4%

dimana 5,9% mengalami stress ringan, 41,7% mengalami stress sedang

dan 11,8% mengalami stress berat. Dari hasil yang diperoleh pasien

terapi hemodialisis < 1 tahun didominasi oleh tingkat stress sedang.

Peneliti berasumsi bahwa responden yang baru melakukan terapi

hemodialisis akan mengalami stress yang berat. Namun pada hasilnya

terdapat 41,7% yang mengalami stress sedang hal ini dikarenakan

beberapa faktor diantara responden telah melakukan terapi

hemodialisis beberapa bulan dan telah terbiasa dengan rutinitas baru

yang dijalani, serta adanya dukungan keluarga yang dapat memberikan


83

rasa aman. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang diperoleh

Salmawati (2010) dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Tingkat Kecemasan pada Pasien Hemodialisis di Rumah Sakit Dr.

Wahidin Sudirohusodo” menyatakan bahwa kecemasan akan lebih

berat dialami oleh pasien yang baru menjalani hemdialisis,

dibandingkan dengan pasien yang telah lama menjalani terapi

hemodialisis.

Dari hasil penelitian responden yang telah lama menjalani

hemodialisis dengan stress sedang lebih besar dari responden yang

baru menjalani terapi hemodialisis, begitu pula responden dengan

stress ringan. Menurut peneliti hal ini dimungkinkan karena jumlah

responden yang didapat didominasi oleh responden yang telah lama

menjalani terapi hemodialisis.

Pada penelitian ini didapatkan mayoritas pada pasien terapi

hemodilaisis ≥ 1 tahun dan < 1 tahun mengalami stress sedang. Dapat

dikatakan bahwa tidak ada perbedaan tingkat stress antara ≥ 1 tahun

dan < 1 tahun.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Margono (2001)

dalam Salmawati (2010) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang

berhubungan dengan tingkat stress pasien terapi hemodialisis yaitu

lama menjalani terapi hemodialisis, frekuensi hemodialisis, dan adanya

komplikasi selama menjalani hemodialisis.

f. Frekuensi hemodialisis
84

Dari hasil penelitian ini mayoritas responden menjalani terapi

hemodialisis sebanyak 3 kali/minggu yaitu 55,9% dimana 8,8%

mengalami stress ringan, 35,3% mengalami stress sedang, dan 11,8%

mengalami stress berat. Responden yang melakukan hemodialisis 2

kali/minggu sebanyak 41,2% dimana 11,8% mengalami stress ringan,

20,6% mengalami stress sedang, dan 8,8% mengalami stress berat, dan

2,9% yang melakukan hemodialisis 1 kali/minggu mengalami stress

sedang.

Dari hasil yang diperoleh pasien dengan frekuensi terapi 3 dan 2

kali/minggu lebih didominasi oleh stress sedang, hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Arzal (2012) dengan judul “gambaran

mekanisme koping pada pasien hemodalisis diruang hemodialisis

RSUD Labuang Baji Makassa” menyatakan bahwa responden yang

menjalani terapi sebanyak 3 kali/minggu mampu mengotrol pikiran

stress, artinya rata-rata responden menggunakan mekanisme koping

adaptif. Selain itu menurut Iskandarsya (2009) dalam Arzal (2012)

menyatakan bahwa penderita yang menjalani terapi hemodialisis yang

intervalnya 3 kali/minggu sudah dapat mencapai tahap accepted

(menerima). Walaupun terdapat 11,8% yang mengalami stress berat,

hal ini dikarenakan faktor psikologis individu yang berbeda-beda,

dimana responden akan kehilangan banyak waktu dengan keluarga,

pekerjaan, dan aktivitas sosial, serta adanya komplikasi dari terapi

hemodialisis yang dijalankan. Hal ini sejalan dalam penelitian yang


85

dilakukan oleh Wanner dkk (2002) dengan judul “Inflammation and

Cardiovascular Risk in Dialysis Patients” bahwa dari analisa data

Kidney Internationanl yang dilakukan selama 2 tahun didapatkan 123

dari 280 pasien (44%) telah meninggal yang disebabkan oleh

kardivaskular.

g. Jenis gagal ginjal pasien terapi hemodialisis

Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas jenis gagal ginjal pasien

terapi hemodialisis adalah gagal ginjal kronik yaitu 85,3% dimana

23,5% mengalami stress ringan, 44,1% mengalami stress sedang, dan

17,6% mengalami stress berat. Responden yang mengalami gagal

ginjal akut yaitu 14,7% dimana 11,8% mengalami stress sedang,

sedangkan 2,9% mengalami stress berat.

Pada penelitian ini didapatkan mayoritas gagal ginjal akut dan

kronik pasien hemodialisis mengalami stress sedang. Menurut

Ignatavicium (2006) dalam Suryarinilsih (2010), menyatakan bahwa

pada minggu pertama setelah pasien menjalani terapi hemodialisis,

mereka akan mengalami periode bulan madu yaitu perasaan yang

menyenangkan dan kesehatan yang lebih baik.

Namun terdapat 17,6% mengalami stress berat pada pasien gagal

ginjal kronik, menurut asumsi peneliti dikarenakan faktor usia pada

pasien hemodialisis yang telah usia lanjut, dengan adanya komplikasi

dari gagal ginjal yang diderita serta menurunnya sistem pertahanan

tubuh. Hal ini didukung oleh teori oleh Nugroho (2000) dalam Arzal
86

(2012) yang menyatakan semakin tua umur semakin besar

kemungkinan terkena serangan penyakit dan fungsi pertahanan tubuh

semakin menurun sehingga pertahanan akan stressor juga semakin

menurun.

Dari pembahasan diatas dari 7 karakteristik yang diteliti yaitu usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, lama hemodialisis, frekuensi

hemodialisis dan jenis gagal ginjal pada pasien hemodialisis rata-rata

mengalami stress sedang. Fakta lain yang ditemukan saat penelitian mayoritas

pasien memikirkan masalah kematian. Hal ini dikarenakan pasien harus

melakukan hemodialisis seumur hidup dan tidak menjamin pasien akan

bertahan hidup, karena hidup dan mati bukan manusia yang menentukan,

manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, dan siap menghadapi hal-hal yang

akan terjadi nantinya. Komplikasi yang dialami selama hemodialisis yaitu

kram otot yang nyeri, mual dan muntah kemungkinan ini adalah faktor lain

yang dapat mempengaruhi tingkat stress pasien, tapi seiring dengan

terbiasanya responden melakukan terapi hemodialisis maka responden akan

terbiasa dengan masalah yang dialami selama terapi hemodialisis. Mereka

hanya bisa pasrah kepada Allah SWT dengan kondisinya dan berusaha dengan

melakukan terapi secara teratur. Dari semua karakteristik mayoritas responden

mengalami stress sedang.

Pada hakekatnya stress, kegelisahan, dan ketakutan adalah jejaring yang

sengaja Allah SWT ciptakan untuk kita. Namun demikian, hanya diantara kita

yang tidak memahami makna stress dan kegelisahan tersebut. Kita bahkan
87

sering menilai kegelisahan, kecemasan dan ketakutan adalah sebuah penyakit

kronik. (Ruslan, 2014)

Stress, kegelisahan, dan ketakutan sebenarnya adalah nikmat dan karunia

dari Allah SWT bagi orang yang beriman. Artinya, kecemasan yang tengah

menggerogoti hati kita menunjukkan bukti sayangya Allah SWT kepada kita,

sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah, 155-156:

      


       
 
Terjemahnya:

Dan berilah berita gembiran kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-
orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innaa Lillahi
wa Inna Ilaihi Raaji’uun”.

Firman Allah Ta’ala dalam Al-Baqarah ayat 153:

    


      
Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman! Jadikanlah sabar dan shalat sebagai


penolongmu. Sesungguhnya, Allah beserta orang-orang yang sabar.
Stress adalah fitrah, karena fitrah maka dipastikan setiap orang akan

mengalaminya. Jika seseorang tengah mengalami gejala serupa cemas dan

stress, was-was, atau gelisa, maka tak ada pilihan lain kecuali meningkatkan

kesabaran dan menegakkan sholat serta tetap bertawakkal dengan berzikir

kepada Allah SWT sebagai upaya preventif dalam menanggulangi stress yang

dialami. (Ruslan, 2014)

Dalam ayat ini umat Muslim dianjurkan bersabar dan jangan berputus asa

serta terus berjuang mohon pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT.
88

dan yakinlah bahwa cukuplah Allah SWT sebagai penolong. Kita hendaknya

yakin bahwa Allah SWT senantiasa ada bersama hambanya, bila ditimpa

musibah, hadapilah segalanya dengan tabah dan ucapkanlah

“Innalillahiwainnailaihirajiun” yaitu sesungguhnya dari Allah kita datang, dan

kepada-Nya juga kita kembali. (Kasim, 2013)

2. Keterbatasan penulis

1. Instrument yang digunakan adalah kuesioner dengan pertanyaan tertutup

sehingga kurang bisa mengeksplorasi jawaban responden.

2. Tidak menjelaskan hubungan antara karakteristik pasien dengan tingkat

stress yang dihadapi.


89

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pemahasan diatas dapt dirumuskan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di rungan hemodialisis di tiga

rumah sakit Makassar yaitu RSUD Labuang Baji, Rumah Sakit Islam

Faisal dan Rumah Sakit Pelamonia didapatkan karakteristik pasien

hemodialisis didominasi oleh usia madya yaitu 64,7%, jenis kelamin laki-

laki sebanyak 52,9%, menikah dan memiliki anak sebanyak 88,2%,

pendidikan SMA/Perguruan Tinggi sebanyak 85,3%, lama hemodialisis

yaitu > 1 tahun sebanyak 64,7%, frekuensi hemodialisis yaitu 3x/minggu

sebanyak 55,9% dan jenis gagal ginjal yang diderita yaitu kronik sebanyak

85,3%.

2. Tingkat stress pada pasien hemodialisis yang diperoleh di rungan

hemodialisis di tiga rumah sakit Makassar yaitu RSUD Labuang Baji,

Rumah Sakit Islam Faisal dan Rumah Sakit Pelamonia didominasi oleh

tingkat stress sedang yaitu 55,9%.

3. Tingkat stress pada pasien hemodialisis yang diperoleh di rungan

hemodialisis di tiga rumah sakit Makassar yaitu RSUD Labuang Baji,


90

Rumah Sakit Islam Faisal dan Rumah Sakit Pelamonia berdasarkan

karakteristik responden rata-rata mengalami stress sedang dengan rata-rata

perolehan nilai kuesioner sebesar 20 yang merupakan kategori sedang

menurut HARS.

B. Saran

1. Dalam merawat pasien hemodialisis, kita tidak boleh hanya memantau dari

asek klins dan medis yang terkait dengan fisik klien saja, tetapi harus

melakukan perawatan secara holistic.

2. Perlu adanya perhatian dan kemampuan klinis bagi seorang perawat yang

bekerja di ruang hemodialisis dalam memenuhi kebutuhan pasien yang

menjalani hemodialisis secara holistic, khususnya dalam membantu

mengatasi stressor yang dirasakan pasie hemodialisis.

3. Untuk mendapatkan jenis stressor pasien perlu diadakan pendekatan

khusus dan pengkajian secara mendalam oleh perawat hemodialisis.

4. Bagi pendidikan dapat dijadikan sebagai masukan dan tambahan

pengetahuan tentang hemodialisis mengenai karakteristik pasien

hemodialisis dan tingkat stress yang dialami pasien hemodialisis.

Anda mungkin juga menyukai