Anda di halaman 1dari 18

BAB 4.

DEFEK SEPTUM VENTRIKEL


Embriologi dan anatomi
Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kiri dan kanan terjadi
antara minggu ke 4 dan minggu ke 8 kehidupan mudigah, bersamaan dengan
pembagian atrium tunggal menjadi atrium kiri dan kanan. Septum ventrikel yang
pertama terbentuk adalah pars membranasea, yang kemudian bergabung dengan
endocardial cushion dan bulbus kordis (bagian proksimal trunkus arteriosus). Pars
muskularis septum kemudian mulai terbentuk, bersama dengan pertumbuhan lebih
lanjut bulbus kordis dan endocardial cushion.1 Hasil akhir perkembangan ini
adalah terbentuknya septum ventrikel pars membranasea dan pars muskularis,
serta katup mitral yang mempunyai kontak jaringan dengan aorta, sedangkan
katup tricuspid dan katup pulmonal terpisah. Salah bentuk pada proses ini dapat
menyebabkan lubang pada septum ventrikel, yang dapat terletak tinggi di atas
krista supraventrikularis, di bawah krista supraventrikularis pada pars
membranasea, atau pada pars muskularis septum. 6

Gambar 8. Sirkulasi pada defek septum ventrikel 3

Epidemiologi
Defek septum ventrikel (DSV) merupakan salah satu jenis PJB yang
paling sering ditemukan yakni sekitar 20% dari seluruh PJB.3
Di RSCM Jakarta selama 10 tahun ditemukan DSV sebanyak 33% dari
semua PJB. Meskipun DSV sering ditemukan sebagai defek tersendiri (isolated)
namun tidak jarang ditemukan merupakan bagian dari PJB kompleks seperti pada
Tetralogi Fallot, transposisi arteri besar (TAB) atau PJB kompleks yang lain.9
Klasifikasi

Sampai sekarang klasifikasi defek septum bentrikel masih sering


diperdebatkan. Untuk tujuan penatalaksanaan medis dan bedah, berikut ini akan
diuraikan klasifikasi berdasarkan kelainan hemodinamik serta klasifikasi
anatomik.2
1. Berdasarkan kelainan hemodinamik (fisiologi):
1.1. Defek kecil dengan tahanan paru normal;
1.2. Defek sedang dengan tahanan vascular paru
normal/bervariasi;
1.3. Defek besar dengan resistensi vaskular paru ringan sampai
sedang;
1.4. Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskular paru
(resistensi vaskular paru yang tinggi).

Gambar 9. Klasifikasi hemodinamik DSV 4

2. Berdasarkan letak anatomis (letak defeknya):


Banyak klasifikasi yang telah dibuat. Salah satunya adalah
klasifikasi yang di buat oleh Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia
yang membuat klasifikasi DSV berdasarkan klasifikasi yang dibuat
oleh Soto dkk, yaitu:
2.1. Defek di daerah pars membranasea septum/infracristal,
yang disebut defek membrane atau lebih baik perimembran (karena
hampir selalu mengenai jaringan di sekitarnya). Merupakan defek
paling sering ditemukan (80%).Berdasarkan peluasan (ekstensi)
defeknya, defek perimembran ini dibagi lagi menjadi yang dengan
perluasan ke outlet (jalan keluar ventrikel), dengan perluasan ke
inlet (dekat katup atrioventrikular), dan defek perimembran dengan
perluasan ke daerah trabekular.
2.2. Defek muskular, yang dapat di bagi lagi menjadi defek
muscular inlet, defek muscular outlet, dan defek muscular
trabekular
2.3. Defek subarterial, terletak tepat di bawah kedua katup aorta
dan a.pulmonalis, karena itu disebut pula doubly commited
subarterual VSD. Defek ini dahulu disebut defek suprakristal,
karena letaknya diatas krista supraventrikularis. Beberapa penulis
menyebutnya pula sebagai defek subpulmonik, atau defek Oriental,
karena banyak terdapat di Jepang dan Negara-negara Timur jauh.
Yang penting pada defek ini adalah bahwa katup aorta dan katup
a.pulmonalis terletak pada ketinggian yang sama, dengan defek
septum ventrikel tepat berada di bawah katup tersebut (dalam
keadaan normal, katup pulmonal lebih tinggi daripada katup aorta,
sehingga pada defek perimembran lubang terletak tepat di bawah
katup aorta namun jauh dari katup pulmonal).

Gambar 10. Jenis letak defek pada DSV 2


Klasifikasi anatomik ini dapat dibuat dengan pemeriksaan
ekokardiografi yang teliti. Klasifikasi ini penting, selain untuk
member informasi prakateterisasi, juga membantu ahli bedah untuk
merencanakan terapi bedah. Di samping itu, pada defek subarterial
angka kejadian insufisiensi aorta akibat prolaps daun katup aorta
cukup tinggi.
Defek septum ventrikel biasanya bersifat tunggal, namun
dapat berupa defek multipel, khususnya defek yang terdapat pada
pars muskularis septum. Defek septum ventrikel muscular multipel
disebut pula sebagai Swiss cheese ventricular septal defects. Pirau
pada defek septum ventrikel pada umumnya terjadi dengan arah
dari ventrikel kiri ke kanan. Akan tetapi terdapat defek septum
ventrikel perimembran yang memiliki pirau dari ventrikel kiri ke
arah atrium kanan yang disebut Gerbode defect, suatu kelainan
yang jarang ditemukan.
Defek septum ventrikel dapat merupakan kelainan yang
berdiri sendiri atau defek septum ventrikel murni (isolated
ventricular septal defect), atau dapat pula ditemukan bersama
kelainan jantung bawaan lain, dari yang paling sedrehana misalnya
stenosis pulmonal, duktus arteriosus persisten, koarktasio aorta,
atau bagian dari kelainan yang kompleks seperti tetralogi Fallot,
atresia pulmonal, transposisi arteri besar. Pembahasan pada
makalah ini dibatasi pada defek septum ventrikel murni.

MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis defek septum ventrikel sangat bervariasi, dari yang
asimptomatis sampai gagal jantung yang berat disertai dengan gagal tumbuh
(failure to thrive). Manifestasi klinis ini sangat bergantung kepada besarnya defek,
derajat pirau dari kiri ke kanan serta status resistensi vaskularisasi paru. Letak
defek biasanya tidak mempengaruhi manifestasi klinis.
4.1. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL KECIL 2
Hemodinamik
Pada defek kecil ini terjadi pirau kiri ke kanan yang tidak bermakna,
sehingga tidak terjadi gangguan hemodinamik. Dengan perkataan lain status
kardiovaskular masih dalam batas normal.
Manifestasi klinis
Pasien asimtomatik. Pada hari-hari pertama pasca lahir tahanan vaskular
paru masih tinggi, sehingga belum ada perbedaan tekanan yang bermakna antara
ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Pada saat tersebut biasanya bising belum
terdengar. Setelah bayi berumur 2-6 minggu, dengan penurunan tahanan vaskular
paru terjadilah pirau kiri ke kanan, sehingga terdengar bising yang klasik, yaitu
bising pansistolik dengan pungtum maksimum di sela iga 3 dan 4 tepi kiri
sternum. Bising ini menjalar ke sepanjang tepi kiri sternum. Derajat bising dapat
mencapai 4/6, disertai getaran bising/thrill yang dapat diraba pada garis sternalis
kiri bawah. Bising berupa nada yang tinggi sehingga dapat didengar dengan
stetoskop diafragma. Pada defek yang sangat kecil dan letaknya di pars
muskularis, bising dapat terdengar hanya pada fase awal sistolik (early systolic
murmur) karena lubang defek tertutup saat kontraksi dari ventrikel. Pertumbuhan
pasien biasanya normal. kelainan ini dikenal pula dengan nama maladie de
Roger.5 Kira-kira 70% pasien dengan defek kecil menutup spontan dalam 10
tahun, sebagian besar dalam 2 tahun pertama.bila setelah 2 tahun defek tidak
menutup, maka kemungkinan menutup secara spontan adalah kecil.

Foto rontgen dada dan elektrokardiogram


Karena perubahan hemodinamik yang minimal, foto dada dan EKG
biasanya normal.

Ekokardiografi
Struktur jantung tampak normal pada ekokardiografi 2 dimensi. Kadang
dapat dilihat defek yang kecil, tetapi pada umumnya defek kecil sulit dipastikan
dengan ekokardiografi. Ruang jantung dan arteri besar normal. dengan Doppler
dan Doppler berwarna dapat diperlihatkan arus abnormal dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan.

Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung tidak dilakukan pada defek kecil. Bila dikerjakan
(misalnya ragu-ragu atau terdapat kelainan lain), dapat ditemukan peningkatan
saturasi oksigen setinggi ventrikel kanan, yang biasanya minimal sehingga tidak
dianggap bermakna. Adanya pirau kiri ke kanan sering baru dapat dibuktikan
dengan penembakan kontras dari ventrikel kiri. Tekanan dalam ruang jantung dan
pembuluh darah besar juga normal

Diagnosis banding
Defek septum ventrikel ini mungkin dapat dikacaukan dengan stenosis
pulmonal. Terdapatnya bising ejeksi sistolik, ejection click (pada stenosis
pulmonal valvular) dan gambaran EKG mudah menyingkirkan kelainan ini dari
defek septum ventrikel. Waktu dan kualitas bising defek septum ventrikel kecil
mirip dengan bising insufisiensi mitral. Lokasi pungtum maksimum dan
penjalaran bising biasanya dapat membedakan kedua kelainan ini.

4.2. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL SEDANG DENGAN TAHANAN


VASKULAR PARU NORMAL
Pada defek ini ukuran defek berdiameter kurang dari setengah diameter
orificium aorta dan adanya perbedaan tekanan sistolik antara kedua ventrikel.
Pada defek sedang ini terjadi pirau kiri ke kanan yang cukup besar. Pirau
yang cukup besar ini akan diteruskan ke a.pulmonalis, akibatnya terjadi
peningkatan aliran darah ke paru, demikian pula darah yang kembali ke atrium
kiri akan bertambah; akibatnya atrium kiri melebar dan ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan dilatasi. Dengan pertumbuhan pasien, maka dapat terjadi beberapa
kemungkinan, yakni: 8
1.defek mengecil, sehingga pirau kiri ke kanan berkurang. Pasien biasanya
tampak membaik.
2. defek menutup
3. terjadi stenosis infundibular sehingga pirau kiri ke kanan berkurang
4. defek tetap besar dengan pirau dari kiri ke kanan berlanjut,
menyebabkan tekanan yang selalu tinggi pada sirkulasi paru.

Manifestasi klinis
Pada saat lahir dan beberapa hari sesudahnya bayi masih tampak normal.
pirau kiri ke kanan mulai terjadi sekitar umur 2-6 minggu, sehingga gejala
umumnya terlihat setelah umur tersebut. Bayi menjadi takipne dengan toleransi
latihan menurun, yang dapat dilihat dengan berkurangnya kemampuan untuk
minum terus-menerus selama waktu tertentu. Setelah beberapa menit minum, bayi
menjadi capek, takipne, dispne dengan retraksi sela iga, suprasternal, dan
epigastrium dengan atau tanpa napas cuping hidung. Segera terlihat pula
pertumbuhan bayi terlambat. Dan pasien seringkali menderita infeksi paru yang
memerlukan waktu lebih lama untuk sembuh. 5
Pada pemeriksaan fisis tampak bayi dengan berat badan yang berkurang
untuk umurnya dengan takipne dan/tanpa dispne. Hiperaktivitas ventrikel kiri
dapat diraba. Getaran bising mungkin teraba seperti pada defek kecil.

Bunyi jantung II tidak teraba. Pada auskultasi bunyi jantung I dan II


normal. Terdengar bising pansistolik, kasar di sela iga bawah tepi kiri sternum,
yang menjalar ke sepanjang sternum bahkan mungkin sampai ke punggung.
Getaran bising/thrill dapat teraba dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV
garis parasternal kiri, yang menjalar ke seluruh prekordium. Bising pada defek
septum ventrikel sedang merupakan salah satu bising yang paling keras di bidang
kardiologi. Dapat terdengar pula diastolic flow murmur di apeks akibat banyaknya
darah dari atrium kiri yang melintasi katup mitral saat diastolic. Dapat terjadi
gagal jantung dengan irama derap, ronki basah di basal paru, dengan atau tanpa
tanda bendungan vena sistemik. Edema palpebra dapat terlihat, tetapi edema
tungkai biasanya tidak ada pada bayi kecil dengan gagal jantung.8

Foto rontgen dada


Tampak kardiomegali akibat hipertrofi ventrikel kiri. Dilatasi atrium kiri
sulit dilihat pada foto AP. Corakan vaskular paru jelas bertambah. Jantung kanan
relative normal.8

Elektrokardiografi
EKG hampir selalu memperlihatkan hipertrofi ventrikel kiri, tetapi
pembesaran atrium kiri lebih jarang ditemukan.

Ekokardiografi
Ekokardiografi 2D dapat mudah mendeteksi defek septum ventrikel
sedang. Disamping besarnya, lokasi defek juga dapat ditentukan dengan akurat.
Doppler memperlihatkan pirau kiri ke kanan melalui defek.

Kateterisasi jantung
Terdapatnya pirau kiri ke kanan yang besar dapat dibuktikan dengan
peningkatan saturasi oksigen di ventrikel kanan. Tekanan di ruang jantung
kebanyakan kasus masih normal, tetapi dapat pula terjadi peningkatan tekanan
diastolic akhir di ventrikel kiri terutama bila terdapat gagal jantung. Kateter
kadang dapat dimasukan ke ventrikel kiri atau aorta dari ventrikel kanan.
Angiografi ventrikel kiri dapat memebri informasi letak dan perkiraan besarnya
defek.

Diagnosis banding
Duktus arteriosus persisten dapat dikacaukan dengan defek septum
ventrikel sedang, terutama pada masa neonatus, saat tahanan vaskular paru masih
tinggi sehingga yang terdengar adalah bising sistolik. Bising kontinu yang khas
belum terdengar karena belum terdapat perbedaan tekanan yang bermakna antara
aorta dan a.pulmonalis pada saat diastol. Pada anak yang lebih besar, adanya
pulsus seler serta bising kontinu dapat cepat membedakan duktus arteriosus
persisten dari defek septum ventrikel. Defek atrioventrikularis yang sering
terdapat pada sindrom Down biasanya memberi gejala klinis mirip defek septum
ventrikel sedang atau besar. Elektrokardiografi pada sebagian besar kasus dapat
membedakan kedua kelainan tersebut; pada defek septum ventrikel sumbu QRS
biasanya yang bormal sedangkan pada defek atrioventrikularis murni terdapat
deviasi sumbuh QRS ke kiri. Pemeriksaan ekokardiografi dan Doppler dapat
memastikan diagnosis.

4.3. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL BESAR DENGAN HIPERTENSI


PULMONAL RINGAN SAMPAI SEDANG
Hemodinamik
Ukuran defek septum ventrikel kira-kira sebesar orificium aorta. Pasien
dengan defek besar mengalami pirau kiri ke kanan yang hebat, sedangkan tekanan
di ventrikel kanan dan a.pulmonalis mendekati tekanan sistemik. Di samping
beban volume, ventrikel kanan juga mengalami beban tekanan. Ini sering
merupakan stadium awal dari hipertensi pulmonal yang ireversibel.8
Manifestasi klinis
Gejala pasien golongan ini sama dengan golongan terdahulu, hanya lebih
berat. Toleransi latihan buruk, infeksi saluran pernapasan berulang lebih sering,
pertumbuhan lebih terganggu, dan gagal jantung sering dijumpai. Pada palpasi
teraba hiperaktivitas ventrikel kiri (karena adanya peningkatan volume overload
pada ventrikel kiri) dengan atau tanpa hiperaktivitas ventrikel kanan, pulmonary
tapping, dan pada 50% kasus teraba getaran bising. Pada bayi mungkin akan sulit
membedakan antara hiperaktivitas dari ventrikel kanan atau kiri. Auskultasi
serupa dengan defek sedang, hanya bunyi jantung II mengeras akibat tingginya
tekanan a.pulmonalis dan adanya splitting. Bising pada defek ventrikel besar ini
sering tidak memenuhi seluruh fase systole (pansistolik murmur), seperti pada
defek septum ventrikel sedang, tetapi melemah pada akhir fase sistole. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan tekanan ventrikel kanan akibat peningkatan
resistensi vaskular paru sehingga terjadi tekanan sistolik yang sama besarnya pada
kedua ventrikel pada akhir systole.2

Elektrokardiogram
Sering ditemukan hipertrofi biventrikular. Mungkin juga terlihat
pembesaran atrium kiri, sedangkan pembesaran atrium kanan lebih jarang
didapatkan.

Foto rontgen dada


Kardiomegali tampak lebih jelas. Pada foto AP dan lateral dapat dilihat
pelebaran ventrikel kiri, ventrikel kanan, atrium kiri, dan mungkin juga atrium
kanan. Segmen pulmonal jelas menonjol dengan corakan vaskular paru sangat
meningkat.

Kateterisasi jantung
Terdapat peningkatan saturasi oksigen yang mencolok di ventrikel kanan.
Kateter kadang mudah masuk dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri, bahkan ke
aorta. Tekanan a.pulmonalis meningkat, mendekat tekanan sistemik. Resistensi
vaskular paru biasanya masih rendah dengan rasio < 0.5 pada sebagian kasus;
sebagian kecil mempunyai rasio pulmonal: sistemik 0.5 0.75. sineangiografi
ventrikel kiri dalam posisi oblik anterior kiri memperlihatkan lokasi dan besarnya
defek. Injek aorta perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
duktus arteriosus persisten.

Diagnosis banding
Defek septum ventrikel besar harus dibedakan dengan defek dengan pirau
kiri ke kanan lain yang besar. Bila disertai gagal jantung, sering pembedaan secara
klinis sulit dan baru dipastikan setelah gagal jantungnya dapat diatasi.
Ekokardiografi dapat dengan mudah memastikan diagnosis.

4.4. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL BESAR DENGAN RESISTENSI


VASKULAR PARU TINGGI(OBSTRUKSI VASKULAR PARU)
Hemodinamik
Sebagian pasien defek septum ventrikel besar dengan hipertensi pulmonal
ringan-sedang akan menjadi resistensi vaskular paru yang tinggi sehingga menjadi
hipertensi pulmonal yang ireversibel. Jarang sekali pasien mengalami obstruksi
vaskular paru tanpa melalui fase hiperkinetik/ringan-sedang. Pirau kiri ke kanan
yang semula besar, dengan meningkatnya tekanan ventrikel kanan, akan
berkurang. Bila tekanan ventrikel sama dengan tekanan sistemik, maka tidak
terjadi pirau sama sekali, bahkan dapat terjadi pirau terbalik (sindrom
Eisenmenger).8

Manifestasi klinis
Biasanya pasien mengalami fase hipertensi pulmonal ringan-
sedang/hiperkinetik dengan toleransi latihan menurun, gangguan tumbuh
kembang, infeksi saluran napas berulang serta mungkin gagal jantung. Dengan
meningkatnya tahanan vaskular paru, tekanan a.pulmonalis meningkat sehingga
pirau kiri ke kanan berkurang. Keluhan pasien berkurangnya infeksi saluran napas
berkurang, demikian takipne dan dispne. Toleransi latihan menjadi lebih baik.
Dengan berlanjutnya kerusakan vaskular paru, akhirnya terjadi pirau terbalik, dari
kanan ke kiri, sehingga pasien sianotik. Dalam tahapan ini kembali pasien
memperlihatkan toleransi latihan yang menurun, batuk berulang, dan infeksi
saluran pernapasan berulang dan gangguan pertumbuhan yang makin berat. 8
Pada pemeriksaan klinis biasanya ditemukan pasien dengan gizi kurang,
sianotik, jari-jari tabuh, deformitas dada yang jelas akibat pembesaran ventrikel
kanan yang berat, dengan aktivitas ventrikel kiri yang tidak begitu hebat. Aktivitas
ventrikel kanan sangat meningkat yang teraba di tepi kiri bawah sternum atau di
sekitar xifoid. Pulmonary tapping teraba di tepi kiri sternum atas. Bunyi jantung I
dapat mengeras atau normal, sedangkan bunyi jantung II sangat mengeras atau
normal, sedangkan bunyi jantung II sangat mengaras dengan split sempit, bahkan
dapat terdengar tunggal. Bising yang terdengar adalah bising sistolik ejeksi di tepi
kiri sternum bawah atau tengah, dengan intensitas yang tidak begitu kuat (tanpa
getaran bising). Biasanya bising mid diastolic sudah tidak terdengar lagi, kecuali
pada obstruksi vaskular paru yang sangat berat dapat terdengar bising diastolik
dini akibat insufisiensi pulmonal (bising Graham-Steele).

Foto rontgen dada


Kardiomegali biasanya berkurang bila di bandingkan dengan defek besar
tanpa obstruksi vaskular paru, terutama akibat mengecilnya ventrikel kiri.
Sebaliknya, pembesaran jantung kanan lebih hebat, yang nyata pada foto lateral.
A.pulmonalis utama dan cabangnya mengalami dilatasi, tetapi pembuluh darah
perifer berkurang (pruning). 7

Elektrokardiogram
Rekaman elektrokardiogram menggambarkan perubahan akibatnya
berkurangnya pirau kiri ke kanan dan bertambahnya tekanan di jantung kanan.
Tampak hipertrofi ventrikel kanan yang dominan, sedangkan hipertrofi ventrikel
kiri berkurang di bandingkan pada saat fase hipertensi pulmonal hiperkinetik.
Pembesaran atrium kanan sering terlihat. Sumbu QRS cenderung untuk deviasi ke
kanan.

Kateterisasi jantung
Pada hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru ini tidak ada lagi
pirau kiri ke kanan, bahkan sudah terjadi sedikit pirau pirau kanan ke kiri. Besar
pirau bergantung pada tahanan paru dan tahanan sistemnik. Dengan angiografi
ventrikel kiri (jarang dilakukan bila tekanan ventrikel kiri) juga dapat dibuktikan
tidak adanya pirau yang bermakna ini.
Tekanan di ventrikel kanan dan a.pulmonalis meningkat, lebih kurang
sama dengan tekanan di ventrikel kiri. Pembuluh paru perifer tampak lebih kecil
dan berkelok-kelok. Bila terdapat hipertensi pulmonal dengan tahanan vaskular
meningkat harus dilakukan uji terhadap reaktivitas vaskular paru. Ini dapat
dilakukan dengan inhalasi oksigen 100% atau menyuntikan obat vasodilator
seperti tolazolin ke dalam a.pulmonalis. bila vaskular paru masih reaktif, maka
pembuluh tersebut melebar sehingga tahanan vaskular paru menurun dan
menyebabkan terjadinya pirau kiri ke kanan dan /akan terjadi penurunan tekanan
a.pulmonalis. bila perubahan pembuluh darah sudah ireversibel, maka uji
oksigen/tolazolin ini tidak menyebabkan penurunan tekanan a.pulmonalis atau
penambahan pirau kiri ke kanan.

Diagnosis banding
Setiap kelainnan pirau kiri ke kanan yang besar, pada masa anak dapat
menimbulkan hipertensi pulmonal. Termasuk dalam kelompok ini adalah duktus
arteriosus persisten, defek septum ventrikel, defek septum atrium, defek
atrioventrikular, trunkus arteriosus, ventrikel tunggal, transposisi arteri besar, dan
double outlet right ventrikel.
Sering tanda dan gejala kelainan primer pelbagai kelainan tersebut sudah
tidak jelas bila telah terjadi hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru.
Demikian pula gambaran EKG dan foto dada. Dalam hal ini, bila sebelumnya
pasien belum pernah diperiksa, diagnosis dapat ditegakkan dengan ekokardiografi.

4.5. PROGNOSIS
Defek septum ventrikel adalah kelainan yang cenderung untuk mengecil
dengan bertambahnya umur, bahkan sebagian akan menutup spontan. Lebih
kurang 75% pasien defek septum ventrikel kecil akan menutup spontan dalam
waktu 10 tahun. Sebagian besar penutupan terjadi pada 2 tahun pertama; bila tidak
terjadi penutupan setelah berumur 2 tahun pertama, kemungkinan menutup
spontan kecil. Seperti telah diterangkan, meskupin tidak menutup, defek septum
ventrikel kecil biasanya asimtomatik, dan pasien dapat diharapkan hidup normal.2
Pasien dengan defek sedang atau besar menunjukan gejala semasa bayi.
Bila dengan atau tanpa penanganan pasien dapat hidup lebih dalam 2 tahun, pada
umumya keluhan berkurang, mungkin akibat mengecilnya defek , timbulnya
hipertrofi infundibulum sehingga pirau kiri ke kanan, atau terjadi obstruksi
vaskular paru. Sebagian kecil pasien akan mengalami gagal jantung kronik dengan
hambatan tumbuh kembang yang berat. Kira-kira 50% pasien hipertensi pumonal
bervariasi ringan-sedang (hiperkinetik) akan menjadi hipertensi pulmonal berat,
tetapi hanya sebagian kecil (10%) terjadi pada masa bayi dan anak kecil.
Dikatakan dalam kepustakaan bahwa lebih kurang 1% pasien mengalami kelainan
obstruksi vaskular paru sejak lahir (hipertensi pulmonal primer) 8
Penyebab utama kematian pada defek septum ventrikel adalah gagal
jantung kronik dan hipertensi pulmonal ireversibel. Pneumonia sering
memperberat gagal jantung dan mempercepat kematian. Pasien dengan defek
kecil mempunyai risiko lebih tinggi unutk menderita endokarditis bakterialis
daripada pasien dengan defek besar. Angka kematian keseluruhan untuk defek
sedang dan besar, dengan penanganan medik dan bedah yang adekuat, adalah
sekitar 5%. 8

4.6. PENATALAKSANAAN
Beberapa sifat alamiah penyakit defek septum ventrikel perlu
dipertimbangkan dalam penanganan dalam penyakit ini: (1) Sebagian besar defek
kecil akan menutup spontan, sedangkan defek besar atau sedang cenderung untuk
mengecil dengan sendirinya; (2) defek besar dapat menyebabkan gagal jantung,
biasanya pada bulan kedua kehidupan. Pasien yang sampai umur 1 tahun tidak
mengalami gagal jantung biasanya tidak akan mengalaminya kemudian kecuali
bila terdapat faktor lain seperti anemia atau pneumonia; (3) Perubahan vaskular
paru sudah dapat mulai terjadi dalam 6-12 bulan pertama kehidupan. Pada defek
berat, pada umur 2-3 tahun sudahdapat terjadi hipertensi pulmonal yang
ireversibel. 2

Defek septum ventrikel kecil


Pasien defek septum ventrikel kecil tidak memerlukan penanganan medik
atau bedah apapun, kecuali pemberian antibiotic profilaksis untuk mencegah
endokarditis pada tindakan tertentu. Pasien harus terus diobservasi sampai
defeknya menutup. 8

Defek septum ventrikel sedang dengan tahanan vaskular paru normal


Terapi medik. Bila pasien dalam keadaan gagal jantung diberikan terapi
seperti biasa. Setelah gagal jantung dapat diatasi, biasanya diperlukan digitalis
(digoksin) dosis rumatan. Sebagian besar kasus dapat diatasi secara dini, dan bila
keadaan telah stabil dilakukan kateterisasi untuk menilai keadaan hemodinamik
dan kelainan pernyerta bila ada. Sebagian kecil golongan ini tidak dapat diatasi
dengan obat; anak tetap dalam keadaan gagal jantung kronik atau failure to thrive.
Pasien ini perlu koreksi bedah segera. 6
Terapi bedah. Pasien defek septum ventrikel sedang dengan tahanan
vaskular paru yang normal dengan tekanan a.pulmonalis kurang dari setengah
tekanan sistemik, kecil kemungkinannya untuk menderita obstruksi vaskular paru.
Mereka hanya memerlukan terapi medik, dan sebagian akan menjadi asimtomatik.
Terapi bedah dipertimbangkan bila setelah umur 4-5 tahun defek kelihatannya
tidak mengecil dengan pemeriksaan kateterisasi ulang.

Defek Septum Ventrikel Besar dengan tahanan paru ringan- sedang/hiperkinetik


Terapi medik untuk golongan ini sama dengan pasien defek sedang dengan
tahanan paru normal. bila gagal jantung dapat diatasi, maka pasien harus
diobservasi ketat untuk menilai apakah terjadi perburukan penyakit vaskular paru.
Kateterisasi diulang sekitar umur 2 tahun untuk menilai keadaan hemodinamik.
Bila tidak ada perbaikan atau malah memburuk, diperlukan koreksi bedah.

Defek Septum Ventrikel Besar dengan Hipertensi pulmonal


Pada pasien ini dilakukan uji oksigen atau tolazolin pada saat kateterisasi
jantung. Bila tahanan vaskular paru masih dapat menurun bermakna (ditandai
dengan kenaikan satirasi dan penurunan tekanan a.pulmonalis), maka perlu
dilakukan operasi dengan segera. Bila uji tersebut tidak menurunkan tahanan
vaskular paru, atau bila telah terjadi sindrom Eisenmenger, maka berarti pasien
tidak dapat dioperasi, dan terapi yang diberikan hanya bersifat suportif
simtomatik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Clark EB, Mierop LHS. Development of The Cardiovasvular System.


In: Moss and Adams: Heart Disease in Infants, Children, and
adolescents. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2008.p.2-23.
2. Graham TP, Brender H, Spach M. Ventricular Septal Defect. In: Moss
and Adams: Heart Disease in Infants, Children, and adolescents. 7 th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.p.189-209.
3. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson
Textbook Of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders; 2007.p.1851-
7; 1888-90.
4. Perloff JK. Clinical Recognition of Congenital Heart Disease. 15 th ed.
Philadelphia: Saunders; 2003.p.311-5.
5. Koenig P, Hijazi ZM, Zimmerman F. Essential Pediatric Cardiology.
United States: McGraw-Hill;2004.p.123-6.
6. Rudolph A. Congenital Disease of The Heart. 3rd ed.UK: Wiley-
Blackwell; 2009.p.148-51.
7. Hoffman JE. The Natural and Unnatural History of Congenital Heart
Disease. UK: Wiley-Blackwell; 2009.p.183-6.
8. Lisa C, Wahab SA. Dalam: Kardiologi Anak Penyakit Jantung
Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009.p.37-67.
9. Madiyono B. Rahayuningsih SE, Sukardi R. Penanganan Penyakit
Jantung pada Bayi dan Anak. UKK Kardiologi IDAI. Jakarta:Fakultas
Kedokteran Indonesia;2005.p.1-8.
10. Usman A. Kelainan Kardiovaskular. Dalam: Buku Ajar Neonatologi.
1st ed. Jakarta:Badan Penerbit IDAI;2008.p.31-9.

Anda mungkin juga menyukai