disusun oleh :
Pembimbing:
dr. Heni Fatmawati, Sp. Rad
2
PEMBAHASAN
Gambar 1. (A) Gambar dua sisi tulang temporal pada tulang tengkorak
manusia. (B) Dilihat dari sisi anterior, (C) dilihat dari inferior, (D)
Dilihat dari bagian dasar tulang tengkorak. ( Sumber: Alpen Patel,
M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010)
3
Pada trauma tulang temporal sangat rawan terjadi kerusakan organ-organ
intratemporal. Tulang temporal menutupi organ-organ penting seperti saraf
fasialis, saraf vestibulokoklearis, koklea dan labirin, tulang-tulang pendengaran,
membran timpani, kanalis akustikus eksternus, sendi temporomandibular, vena
jugularis serta arteri karotis. (Yan Edward, 2011).
Gambar 2. Gambar tulang temporal kiri dilihat dari sisi lateral. Tulang skuamosa, styloid, dan mastoid yang
terlihat. Garis bagian tympani, meatus akustikus eksternus dan tulang petrous adalah struktur
interior dan tidak terlihat dari pandangan lateral (Sumber: Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo,
M.D., 2010).
4
Tulang temporal terdiri dari satu pasang, terlentak antara os occipitale dan
os spheinodale, ikut membatasi fossa cranii media. Os temporale dapat dibagi
menjadi: pars petrosa, pars tympanica, pars mastoidea, dan squama temporalis.
1. Pars Petrosus
Pars Petrosus merupakan bagian dari tulang temporal yang
berbentuk piramid, terletak di dasar tulang tengkorak dan diantara tulang
sphenoid dan oksipital. Hal ini yang menyebabkan petrosus tidak terlihat
dari sisi lateral tulang temporal. Petrosus merupakan bagian terpenting dari
tulang temporal yang melindungi telinga tengah dan dalam serta bagian-
bagian dari saraf facialis (Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010).
Pada pemeriksaan tampak bagian-bagian dari pars petrosa yang
terdiri dari basis, apex, tiga permukaan ( permukaan anterior, posterior dan
inferior), dan berisi bagian dari organ pendengaran. Basis menyatu dengan
permukaan dalam dari skuama dan mastoid. Bagian apex dapat
digambarkan sebagai bangunan bersiku antara batas posterior dari sayap os
sphenoid dan bagian bawah dari os occipital. Pada bagian ini terdapat
orifisium internal dari canalis caroticus dan membentuk batas postero-
lateral dari foramen lacerum (Gray’s anatomy, 2012)
Permukaan pada tulang temporal:
A. Permukaan anterior
Permukaan anterior membentuk bagian posterior fossa kranial
tengah dari basis kranii, dan berlanjut pada bagian dalam pars squamosa
yang bersatu pada sutura petrosquamous. Bagian ini memiliki beberapa
struktur penting antara lain: merupakan kanalis sepanjang 1 cm yang
berjalan kearah lateral yang berisi nervus fasialis, nervus akustikus dan
cabang arteri basilaris. Permukaan inferior berbentuk tidak beraturan, yang
terbentuk dari bagian luar basis kranii (Gray’s anatomy, 2012).
5
Gambar 3. Permukaan Anterior Pars Petrosa Temporal Bone
6
2. tegmen tympani: terletak di depan dan sedikit lateral dari eminensia:
merupakan tempat rongga timpani, tegmen tympani merupakan lapisan
tulang yang memisahkan timpani dari rongga tengkorak sangat tipis.
Tegmen tympani dapat dilihat pada gambar
3. hiatus untuk saraf petrosal mayor
4. hiatus untuk saraf petrosal minor
5. orificium kanalis caroticum: dekat dengan apex tulang
6. Trigeminal impression
7
B. Permukaan posterior
Permukaan posterior terdiri dari bagian depan fossa posterior basis kranii dan
berlanjut pada bagian dalam mastoid. Pada daerah sentral terdapat orificium yang
disebut meatus akustikus internus. MAI merupakan kanalis sepanjang 1 cm yang
berjalan kearah lateral yang berisi nervus fasialis, nervus akustikus dan cabang
arteri basilaris. Permukaan inferior berbentuk tidak beraturan, yang terbentuk dari
bagian luar basis kranii (Gray’anatomy, 2012).
Gambar 5. Tampilan diagram dari fundus meatus akustik internal kanan. 1. Crista
falciformis. 2. Area facialis, dengan (2 ') internal opening of facial canal. 3. Ridge,
yang memisahkan area facialis dari area cribrosa superior. 4. Area cribrosa
superior, dengan (4 ') celah untuk filamen saraf. 5. Area kribriform inferior
anterior, dengan (5 ') tractus spiralis foraminosus, dan (5’') canalis centralis dari
koklea. 6. Ridge, memisahkan tractus spiralis foraminosus dari area cribrosa
8
media. 7. Area cribrosa media, dengan (7 ') lubang untuk saraf ke sakula. 8.
Foramen singulare.
Setiap bagian dibagi lagi oleh punggungan vertikal menjadi bagian depan dan
belakang. Di bagian bawah lambang falciform ada tiga set foramina; bukaan ini
bersama dengan kanal sentral ini mentransmisikan saraf ke koklea.
1. satu kelompok, tepat di bawah bagian crista falciformis, terdapat 3 set
foramen, kelompok pertama merupakan kelompok tepat dibawah crista
foramina, yang terletak di area cribrosa media, terdiri atas beberapa
lubang kecil untuk tempat berjalannya nervus yang mempersarafi
sacculus; dibawah dan di belakang area ini merupakan foramen singulare
(celah untuk nervus untuk ductus semisircularis posterior; di depan dan
belakang (yang pertama) adalah tractus spiralis foraminosus: terdiri atas
beberapa bukaan spiral, dimana bagian ini mengelilingi canalis centralis
cochleae. Bukaan ini bersamaan dengan central canal berfungsi untuk
mentransmisikan syaraf menuju koklea.
2. Bagian atas crista falciformis hadir di belakang, area cribrosa
superior, dilewati oleh serangkaian kanal kecil, untuk lewatnya saraf ke
utrikulus dan superior dan lateral semicircular ductus, dan; di depan, area
facian, dengan satu lubang besar, disini tempat dimulainya celah untuk
nervus facialis (aquæductus Fallopii).
Di belakang meatus akustik internal adalah celah kecil yang hampir
disembunyikan oleh lempengan tulang tipis, yang mengarah ke sebuah
kanal (aquæductus vestibuli), yang mentransmisikan ductus
endolymphaticus bersama dengan arteri dan vena kecil.
Di atas dan di antara dua kanal ini terdapat fossa subarcuate, yang
memanjang ke belakang yang memanjang ke belakang.
C. Permukaan Inferior
Permukaan ini membentuk bagian exterior dasar/basis cranii. Terdapat beberapa
struktur penting:
9
1. Perlekatan M. Levator Veli Palatini dan bagian kartilago dari auditory tube
dan bagian penghubung basillar dari tulang occipital, dihubungkan dengan
sabut-sabut jaringan ikat.
2. Apertura canalis caroticus yang dilewati oleh A Carotis Interna, dan plexus
carotis
3. Aqueductus cochleae
4. Fossa Jugularis yang dilewati oleh Vena Jugularis Interna
5. Canaliculus Timpani Inferior yang dilewati oleh cabang timpani dari
glossopharingeal nerve
6. Canaliculus mastoid yang dilewati oleh cabang auricular N. Vagus
7. Permukaan Jugular (jugular surface), suatu area segiempat yang dilapisi
oleh cartilago, bersendi dengan jugular process dari tulang occipital
8. Vaginal process, yaitu suatu selubung yang pipih, membagi menjadi dua
lamina, bagian lateral lamina menyatu dengan tympanic part, bagian
medial lamina menyatu dengan batas lateral dari jugular surface.
9. Styloid process, dengan panjang sekitar 2,5 cm
10. Stylomastoid foramen, antara processus styloid dan mastoid, merupakan
pangkal dari canalis facialis, dilewati oleh N Facialis dan Arteri
stylomastoid
11. fisura tympanomastoid, terletak di antara bagian timpani dan proses
mastoid untuk keluarnya cabang auricular dari N vagus.
10
Gambar Tulang temporal kiri. Permukaan inferior.
2. Pars tympanica
Pars tympanica terletak di bawah skuama dan di depan proses
mastoid. Membentuk dinding anterior inferior dan dorsal dari meatus
acusticus externus dan porus acusticus externus. Permukaan postero
superiornya cekung, dan membentuk dinding anterior, lantai, dan bagian
dari dinding posterior meatus akustikus eksternus. Pada bagian medial, ia
berupa alur sempit yang disebut sulkus timpani, tempat melekatnya
membran timpani. Permukaan antero-inferiornya berbentuk segiempat dan
sedikit cekung; itu merupakan batas posterior fossa mandibula, dan
bersinggungan dengan bagian retromandibular kelenjar parotis. Batas-
batas pars tympanica:
11
a. Batasan lateral : tulang rawan. Secara internal, bagian timpani menyatu
dengan bagian petrosa, dan bagian ini lebih terdesak ke dalam apabila
dibandingkan dengan squama.
b. Batas posterior: squama dan bagian mastoid, dan membentuk batas
anterior tympanomastoid fisura.
c. Batas atas: bagian belakang processus postglenoid, secara medial
bergabung dengan fisura petrotympanic.
d. Batas lateral: akar dari proses styloid, berbentuk membelah dan
karenanya dinamai processus vagina.
Bagian tengah dari bagian timpani tipis, dan terdapat foramen dari
Huschke. suprameatal spine : terletak di batas superior dan posterior MAE
dibentuk oleh akar posterior dari proses zygomatik.
Pars tympanica ini bersama-sama dengan facies anterior pyramis
membentuk fissura petrotympanica Glaseri yang dapat masuk ke cavum
tympani. Cavum tympani, batas-batas adalah sebagai berikut:
- Cranial: paries tegmentalis dibentuk oleh tegmen tympani
- Caudal: paries jugularis dibentuk oleh fossa jugularis
- Medial: paries labyrinthis dibentuk oleh promontorium, fenestra
ovalis (vestibuli), septum canalis musculo-tubarii, fenestra
rotunda (cochlea), dan sinus tympani (antara fenestra ovalis dan
fenestra rotunda)
- Lateral: paries membranaceus dibentuk oleh membran tympani
- Ventral: paries caroticus dibentuk oleh ostium tympanicum tubae
auditivae, lubang masuk kedalam canalis musculo-tubarius,
tulang tipis yang memisahkan cavum tympani dari canalis
caroticus ditembus oleh canaliculi carotico-tympanici
- Dorsal: paries mastoideus dibentuk oleh aditus ad antrum (lubang
masuk ke dalam antrum mastoideum), fossa incudis, eminentia
pyramidalis, apertura tympanica caliculi chordae.
12
3. Pars Mastoidea
Merupakan penebalan dari os temporale sebelah dorsal dan caudal,
batas-batasnya adalah:
- Margo occipitalis berbatasan dengan os occipitale pada sutura
occipito-mastoidea
- Margo parietalis berbatasan dengan os parietale pada sutura
parieto-mastoidea
Permukaan luarnya kasar, tempat melekat M Occipitalis dan Auricularis
posterior. Memiliki banyak foramina salah satunya, berukuran besar,
terletak di dekat perbatasan posterior, disebut foramen mastoid; yang
berfungsi mentransmisikan vena ke sinus transversal dan cabang dari arteri
oksipital ke dura mater. Posisi dan ukuran foramen ini sangat bervariasi.
processus mastoideus merupakan bagian bawah mastoid yang berbentuk
kerucut, ukuran dan bentuk pada pria lebih besar daripada pada wanita.
Processus ini berfungsi sebagai tempat perlekatan M
Sternocleidomastoideus, Splenius capitis, dan Longissimus capitis. Di sisi
medial dari processus adalah fosa digastrik, tempat perlekatan M.
Digastricus; medial dari fosa digastrik untuk ini adalah occipital groove,
yang dilewati arteri oksipital. Permukaan dalam dari bagian mastoid
adalah sigmoid sulcus, yang menampung bagian dari sinus transversal; di
dalamnya dapat dilihat kanal foramen mastoid.
13
4. Squama Temporalis
14
2.1.2 Radiological Anatomy
Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan plain
film atau plain radiography menggunakan sinar x-ray. Pemeriksaan foto x-ray
untuk tulang temporal dapat menggunakan beberapa posisi pemeriksaan
diantaranya, fronto-occipital 35 degrees caudad, submento-vertical, mastoid
lateral oblique 25 degree caudad, mastoid profile dan petrous bone: anterior
oblique (Stenver’s view)
Proyeksi dari tulang temporal menggunakan x-ray sulit dilakukan dan
merupakan jenis pemeriksaan yang tradisional selain itu juga sulit pula untuk
di interpretasikan khususnya jika pemeriksaan bukan merupakan kualitas
terbaik. Pemeriksaan ini ditinggalkan setelah adanya pemeriksaan CT dengan
modul software 3D.
Pada pemeriksaan fronto occipital 35 degree caudal anak diposisikan
supine dengan posisi dagu fleksi yang akan menyebabkan orbito-meatal
berada pada posisi sudut kanan dari meja ditunjukkan pada gambar 7.
15
Gambar 8. Proyeksi Submentovertical
16
Gambar 9. Proyeksi Mastoid-lateral oblique 25 degree caudal
17
Selanjutnya dapat juga dilakukan pencitraan x-ray menggunakan posisi
petrous-anterior oblique atau biasa disebut stenver’s view. Pemeriksaan ini
jarang dilakukan setelah munculnya metode pencitraan dengan CT 3D karena
kualitasnya yang terlampau jelek jika dibandingkan dengan CT. Pasien dapat
diposisikan dalam posisi prone atau jika lebih nyaman pasien diposisikan
dalam keadaan duduk dengan menoleh kekanan dan kekiri. Sentral dari
margin supra orbital menjadi pusat pada bucky/reseptor.
18
Keterlibatan telinga tengah, tulang petrosus, kapsul otic, dan saluran saraf
wajah merupakan penentu utama prognosis (Richard J Woodcock Jr, MD.,
2012).
19
Gambar Gambar CT Axial anatomi normal tulang temporal dari bagian inferior
(a) ke superior (b) LAC = internal auditory canal, ICA = internal
carotid artery, LSCC = lateral semicircular canal, n = nerve, PSCC =
posterior semicircular canal, SCC = superior semicircular canal.
20
Gambar X Gambar CT Coronal anatomi normal tulang temporal dari anterior (a)
ke posterior (f).
Gambar gambar CT pada bidang perpendicular pada axis panjang dari tulang
petrous menunjukkan anatomi normal dari tulang temporal dari
21
anteromedial (a) ke posterolateral (g). Bidang ini disebut juga Poschl
projection.
Gambar Gambar CT pada bidang paralel pada sumbu panjang tulang petrous
yang menunjukkan anatomi normal tulang temporal dari anterior
22
oblique (a) ke posterior oblique (g). Bidang ini disebut juga Stenvers
Projection.
Proyeksi Stenvers adalah bidang yang sejajar dengan sumbu panjang dari
tulang petrous dan proyeksi Poschl adalah bidang yang sejajar dengan sumbu
pendek dari tulang petrous. Bidang tambahan ini sangat berguna untuk
mengevaluasi struktur telinga tengah dan bagian dalam yang mungkin tidak
terlalu terlihat pada bidang aksial dan koronal standar.
23
Gambar CT Axial menunjukkan anatomi nornal tulang temporal dari inferior (a)
ke superior (g)
24
Gambar Gambar CT Coronal menunjukkan anatomi normal dari tulang
temporal dari anterior (a) ke posterior (f)
25
Gambar. Coronal T2 weighted MRI melalui vestibulum
26
karotis, tulang labirin, dan meatus akustikus eksternus sebaiknya diperhatikan
(Richard J Woodcock Jr, MD., 2012).
27
Gambar. Aksial noncontrast CT scan dengan tulang temporal
menunjukkan patah tulang kompleks dengan komponen transversal
(panah) dan komponen oblique (panah atas)
28
2.1.3. Embriologi Tulang Temporal
Tulang temporal mengeras dari delapan pusat: satu untuk skuama termasuk proses
zygomatik, satu untuk bagian timpani, empat untuk bagian petrous dan mastoid,
dan dua untuk proses styloid. Tepat sebelum penutupan kehidupan janin, tulang
temporal terdiri dari tiga bagian utama:
1. Skuama berasal dari nukleus tunggal, yang muncul di dekat akar processus
zygomatik sekitar bulan kedua.
2. Bagian petromastoid berasal dari empat nukleus, sekitar bulan kelima atau
keenam. Satu (proötic) muncul di sekitar eminentia arcuata, menyebar di
depan dan di atas meatus akustikus internal dan meluas ke puncak tulang;
itu membentuk bagian dari koklea, ruang depan, kanal semisirkular
superior, dan dinding medial rongga timpani. Yang kedua (opisthotic)
muncul di ujung di dinding medial rongga timpani dan mengelilingi
fenestra cochleæ; membentuk dasar rongga timpani dan ruang depan,
mengelilingi kanal karotis, membentuk koklea lateral dan bagian bawah,
dan menyebar secara medial di bawah meatus akustik internal. Atap ketiga
(pterotik) di rongga timpani dan antrum; sedangkan yang keempat
(epiotik) muncul di dekat kanalis semisirkularis posterior dan meluas
hingga membentuk proses mastoid (Vrolik).
3. Cincin timpani terdapat dalam sulkus timpani. Cincin ini mengembang
untuk membentuk bagian timpani, dan mengeras dalam membran dari
pusat tunggal yang muncul sekitar bulan ketiga. Proses styloid berasal dari
bagian proksimal tulang rawan lengkung hyoid kedua oleh dua pusat: satu
untuk bagian proksimal, tympanohyal, muncul sebelum kelahiran; yang
lain, yang terdiri dari sisa proses, dinamai stylohyal, dan tidak muncul
sampai setelah kelahiran. Cincin timpani bersatu dengan skuama sampai
dengan sebelum kelahiran; bagian petromastoid dan skuama bergabung
pada tahun pertama, dan bagian tympanohyal dari proses styloid pada
waktu yang sama. Stylohyal tidak bersatu dengan sisa tulang sampai
setelah pubertas, dan di beberapa tengkorak tidak pernah sama sekali.
29
Perubahan utama berikutnya pada tulang temporal selain dari peningkatan ukuran
adalah: (1) Cincin timpani memanjang ke luar dan ke belakang untuk membentuk
bagian timpani. Perluasan ini paling cepat pada bagian anterior dan posterior, dan
hasil ini bertemu dan berbaur di dasar meatus foramen Huschke; foramen ini
biasanya menutup sekitar tahun kelima, tetapi dapat bertahan sepanjang hidup. (2)
Fossa mandibula pada mulanya sangat dangkal, dan tampak ke samping dan ke
bawah; itu menjadi lebih dalam dan pada akhirnya diarahkan ke bawah. Bagian
dari skuama yang membentuk fossa terletak pada awalnya di bawah proses
zygomatik. Namun, karena pangkal tengkorak bertambah lebar, bagian bawah
skuama ini mengarah ke horizontal ke dalam pada fossa tengah tengkorak, dan
oleh karena itu arah permukaannya ke atas dan ke bawah; bagian processus
zygomatik juga menjadi terbalik. (3) Bagian mastoid pada awalnya cukup datar,
dan foramen stylomastoid dan proses styloid rudimenter terletak tepat di belakang
cincin timpani. Dengan perkembangan sel-sel udara bagian luar dari bagian
mastoid tumbuh ke bawah dan ke depan untuk membentuk proses mastoid, dan
proses styloid dan foramen stylomastoid di permukaan bawah. Turunnya foramen
harus disertai dengan pemanjangan kanal wajah yang sesuai. (4) Pertumbuhan
proses mastoid ke bawah dan ke depan juga mendorong bagian timpani, sehingga
bagian yang membentuk lantai asli meatus dan berisi foramen Huschke akhirnya
ditemukan di dinding anterior. (5) Fossa subarcuata menjadi terisi dan hampir
hilang.
30
2.2. Patologi pada Tulang Temporal
2.2.1 Kelainan kongenital
A. Stenosis External Auditory Canal
Bagian kartilaginosa External Auditory Canal (EAC) dapat
mengalami stenosis, bisa dikarena jalurnya yang abnormal atau pendek.
Tulang EAC dianggap stenotik apabila diameternya lebih kecil dari 4 mm.
Stenosis juga dapat dikaitkan dengan telinga tengah dan kelainan okular,
tetapi hubungan ini lebih sering terdapat pada kasus atresia. Debris epitel
dapat terperangkap di bagian tengah EAC apabila diameter EAC lebih
kecil dari 2–3 mm. Pasien-pasien ini cenderung mengalami kolesteatoma
EAC yang didapat (Cole dan Jarsdoerfer 1990; Benton dan Bellet 2000).
31
Gambar Stenosis dari External Auditory Canal (EAC), (a) coronal CBCT pada
sebelah kanan menunjukkan ukuran normal EAC (panah abu-abu),
(b) coronal CBCT pada sebelah kiri menunjukkan stenosis bagian
tulang AEC (panah hitam).
32
• Segmen timpani yang mengalami dehiscent dan / atau inferior saraf
wajah
• Perpindahan mastoid anterior dan lateral segmen saraf wajah.
33
Gambar Atresia membranous, abnormal course dari segmen mastoid n.facialis (a)
coronal CBCT melalui bagian anterior rongga telinga tengah
menunjukkan atresia membranous dari EAC (panah hitam), (b) CBCT
Coronal posterior ke (c) menunjukkan displacement anterolateral
segmen mastoid dari kanalis n.facialis (panah putih).
34
perkembangan baik cabang pertama dan kedua lengkungan tersebut tentu
saja dapat mengakibatkan tidak adanya satu pun atau lebih ossicles. Stapes
adalah yang paling sering ossikel yang terlibat dan spektrum yang luas dari
anomali bisa ditemukan: footplate fixation, hypoplasia of the stapes, subtle
abnormalities of the crura, monopodal stapes, dan tidak ada nya stapes.
D. Aplasia Labirin
Ini adalah kelainan bentuk telinga bagian dalam yang paling parah
dan juga demikian dikenal sebagai deformitas Michel. Dalam kasus yang
sangat langka ini koklea, vestibula, dan kanalis semisirkularis, kanalis
vestibular dan cochlear aqueduct tidak ada (Schuknecht, 1993).
Aplasia labirin dapat dikaitkan dengan aplasia tulang petrous dan
pada pasien ini, tidak ada saluran pendengaran. Ketika kanal pendengaran
internal ada, hanya berisi saraf wajah. Saraf VIII tidak ada pada pasien
dengan aplasia labirin dan karena itu implantasi koklea tidak
dimungkinkan
35
Gambar. Aplasia labirin. a-b Aplasia labirin pada pasien dengan apex petrous
yang berkembang. (a) dan pada pasien dengan aplasia apex petrous
(b) Apex petrous (panah putih) terdapat pada kedua sisi tetapi
cochlea dan vestibula tidak terdapat.
2.2.2 Trauma
Fraktur pada tulang temporal dibagi kedalam 2 kategori utama,
yaitu longitudinal dan transverse, pada dasarnya fraktur pada bagian plane
tulang temporal kecenderungan terjadi pada aksis panjang dari tulang
petrous.
Belakangan diketahui pada fraktur yang terjadi di tulang temporal
terdapat kemungkinan terjadinya kondisi yang kompleks dimana
terjadinya fraktur kedua jenis secara bersamaan yaitu terjadi fraktur
longitudinal dan transverse dalam satu waktu.
Komplikasi yang paling sering terjadi pada fraktur tulang temporal
adalah hilangnya pendengaran dengan berbagai tingkatan dan tingkat
keparahan. Jenis dari hilangnya pendengaran ini bervariasa pada kasus-
36
kasus yang ditemukan, ditemukan hilangnya penedengaran jenis sensori
neural, konduktif maupun campuran.
Komplikasi lain yang dapat berhubungan dengan fraktur tulang
temporal termasuk didalamnya:
- Facial nerve injury
- Perilyphatic fistula
- Vertigo
- Cerebrospinal fluid leak
- Meningitis
- Acquired cholesteatoma
Gambar . Fraktur longitudinal bilateral dari tulang temporal pada pasien laki-laki
usia 47 tahun. Gambaran axial CT menunjukkan garis fraktur paralel
terhadap aksis panjang dari tulang petrous. Abnormalitas
malleoincudal bilateral (disrupsi pada bagian kiri dan subluksasi
pada bagian kanan) dan hemotimpanum tampak dengan adanya
cairan pada sekeliling osikel. Udara tampak samar terlihat pada ICA
kanal petrius kiri.
37
Gambar . Fraktur transversal dari tulang temporal kiri dengan cedera osikular
pada pria usia 39 tahun. Axial (a) dan koronal (b) yang tampak pada
pencitraan CT menunjukkan garis fraktur pependikular pada aksis
panjang dari tulang petrous kiri, melewati IAC dan bony labyrinth.
Kerusakan malleoincudal dan hemotympanum dapat terlihat. Udara
tampak didalam koklea.
38
Gambar . Fraktur campuran (mixed) dari tulang temporal kanan pada anak laki-
laki usia 16 tahun. Foto axial CT menunjukkan adanya obliq,
longitudinal dan garis fraktur transversal. Fraktur obliq melewati
kavum telinga tengah, terdapat hubungan dengan subluksasi
malleoincudal dan hemotympanum. Fraktur transversal yang
termasuk didalamnya vestibuli dan vestibuar aqueduct. Fraktur
longitudinal memanjang hingga mencapai basal dari koklea.
Ditemukan pneumovestibule dan terdapatnya udara pada IAC.
2.2.3 Tumor
Untuk menilai tumor di daerah tulang temporal, akan membantu untuk
melokalisasi lesi ke salah satu area berikut, yang masing-masing memiliki
serangkaian kondisi patologis yang unik: (a) IAC / CPA, (b) telinga tengah, (c)
EAC dan mastoid, dan (d) puncak petrosa.
a. IAC / CPA
39
Massa yang paling umum di daerah ini adalah schwannomas vestibular,
meningioma, epidermoid, dan posterior fossa schwannomas (seperti
trigeminal, wajah, dan glossopharyngeal). Yang jarang terlihat adalah kista
araknoid, lipoma, dermoid, dan keganasan seperti limfoma, melanoma,
dan metastasis. Selain itu, tumor yang terkait dengan tulang petrous
(misalnya, chondrosarcoma) dan otak (misalnya, glioma) dapat meluas ke
IAC / CPA.
Schwannoma vestibular
Tumor yang paling umum di IAC / CPA adalah schwannoma
vestibular, yang menyumbang 60% -90% dari semua tumor di
wilayah ini. Ini juga dianggap sebagai tumor selubung saraf
intrakranial yang paling umum. Insiden tertinggi pada beberapa
dekade, meskipun mereka umumnya hadir dalam 2 dekade pertama
dalam pengaturan neurofibromatosis tipe II, phakomatosis yang
terkait dengan schwannomas vestibular bilateral, beberapa
schwannoma dari asal saraf kranial lainnya, meningioma, dan
ependymoma di otak dan tulang belakang. Pasien datang dengan
gangguan pendengaran sensorineural, tinnitis, dysequilibrium,
dan / atau penurunan kemampuan bicara, sekunder karena tekanan
oleh tumor pada divisi koklea dan vestibular saraf kranial VIII;
manifestasi saraf wajah relatif jarang. Tumor yang lebih besar
dapat menekan saraf trigeminal (menyebabkan mati rasa di wajah),
saraf kranial bagian bawah (menyebabkan tanda-tanda serebelar),
atau ventrikel keempat (menyebabkan hidrosefalus).
40
Gambar axial kontras MR dari schwannoma vestibular. Pria berusia 51 tahun ini
mengalami gangguan pendengaran sensorineural asimetris mendadak di sebelah kanan.
Gambar menunjukkan tumor yang meningkat tajam pada IAC yang memanjang melalui
akustikus porus yang diperluas (di antara panah) ke dalam CPA, di mana ia membentuk
sudut akut dengan punggung petrous posterior.
41
menekan ventrikel keempat. Sekuens T2 sangat membantu untuk
menguraikan tumor, karena sebagian besar struktur kecuali CSF
tampak cukup gelap. CSF karenanya memberikan kontras alami di
sekitar massa tumor gelap. Sekuens T2 juga dapat mengungkapkan
intensitas sinyal yang menurun dari cairan labirin ipsilateral ke
tumor, yang diduga terkait dengan kandungan protein yang lebih
tinggi dalam cairan, ini juga dapat dilihat sebagai peningkatan
intensitas sinyal pada gambar pemulihan inversi yang dilemahkan
cairan.
Meningioma
Berbeda dengan schwannomas vestibular, meningioma seringkali
eksentrik terhadap porus acousticus, yang berpusat di CPA; ketika
mereka meluas ke IAC, mereka jarang memperluas porus atau
IAC. Meningioma dapat meluas ke fossa kranial tengah dengan
cara herniasi, pertumbuhan melalui tentorium, atau pertumbuhan
melalui tulang temporal. Mereka juga dapat meluas ke telinga
tengah dan sinus kavernosa. Seperti disebutkan di atas,
meningioma cenderung berbasis luas di sepanjang dinding petrous
posterior, membentuk sudut tumpul pada antarmuka tumor-tulang,
42
muncul baik hemispherical atau mirip plak. Peningkatan dural yang
memanjang keluar dari tepi tumor sering terlihat.
Gambar MR meningioma T1- kontras aksial. (a) Gambar menunjukkan lesi memiliki
komponen berbasis luas terhadap permukaan petrous posterior (panah) dan komponen en
plak memanjang ke dalam IAC dan sepanjang permukaan posterior mastoid (panah). IAC
tidak diperluas. Ada ekstensi ke fossa kranial tengah (*). (B) Perpanjangan ke fossa
tengkorak tengah terlihat baik pada gambar ini dari urutan yang sama pada tingkat yang
lebih tengkorak (*), bersama dengan invasi mackel cave (panah) dan sinus kavernosa
(panah putih). Tumor mengelilingi arteri karotis internal, menyebabkan penyempitan
ringan. Perhatikan sudut tumpul antara tumor dan permukaan tulang (panah hitam).
43
Tumor adenomatosa juga disebut adenoma telinga tengah. Ini adalah
tumor jinak yang tidak menunjukkan invasi tulang. Pada CT, satu-satunya
temuan mungkin opacity di ruang telinga tengah, dan tumor ini mungkin
sulit untuk dibedakan dari otitis media..
.
Gambar coronal CT adenoma telinga tengah pada wanita 48 tahun dengan riwayat 6
bulan dengan sensasi tekanan di telinga kanan. Ada atenuasi jaringan lunak di telinga
tengah tanpa erosi tulang yang berdekatan (panah). Pasien menjalani timppanoplasti dan
biopsi massa dan reseksi total berikutnya.
Paraganglioma
Tumor sel paraganglia disebut paraganglioma, tetapi di daerah
kepala dan leher, istilah tumor glomus telah digunakan sejak
penemuan paraganglion pada tahun 1941, yang bernama glomus
jugularis. Paraganglioma adalah tumor paling umum kedua yang
melibatkan tulang temporal. Tumor Glomus di daerah tulang
temporal muncul dari paraganglia jugulotympanic sepanjang saraf
(cabang timpani dari saraf glossopharyngeal dan cabang auricular
dari saraf vagus, masing-masing). Glomus tympanicum mengacu
pada mereka yang terbatas pada rongga timpani dan glomus
jugulare mengacu pada tumor yang melibatkan jugularis dan
pangkal tengkorak. Glomus jugulotympanicum memiliki
komponen di telinga tengah dan foramen jugularis.
44
Paraganglioma jugulotimpanik terjadi tiga hingga empat kali lebih
sering pada wanita daripada pria. Hingga 10% dari pasien mungkin
memiliki paraganglioma multipel, sehingga diperlukan ahli
radiologi untuk melihat lesi tambahan saat penelitian, baik pada
tulang temporal, dasar tengkorak, atau leher. Paraganglioma
terlihat dalam bentuk familial pada multiple endocrine neoplasia.
Tumor ini tumbuh lambat dan masuk secara lokal, tumbuh di
sepanjang bidang dengan resistensi paling rendah di jalur yang ada
di tulang temporal, dan mereka jarang bermetastasis. Sebagian
besar pasien datang dengan masalah otologis (gangguan
pendengaran konduktif, tinnitis pulsatile, atau massa
retrotympanic).
45
memiliki riwayat otitis media kronis. Pada pemeriksaan otoskopik, massa eritematosa 2
mm dan secara klinis diduga mewakili glomus tympanicum.
Gambar CT aksial karsinoma sel skuamosa EAC dengan ekstensi ke mastoid. Pasien
adalah wanita berusia 64 tahun dengan infeksi telinga kiri berulang dan persisten yang
tidak membaik dengan antibiotik; biopsi mengungkapkan diagnosis. Gambar CT
menunjukkan kerusakan tulang yang luas yang melibatkan margin EAC dan mastoid
(panah hitam), meluas ke puncak petrous (panah besar). Kapsul otic padat relatif terhindar
(panah putih). Jaringan lunak abnormal mengisi EAC, telinga tengah, dan mastoid,
memanjang ke fossa kranial posterior (panah kecil). Daun telinga juga menebal, dengan
margin ulserasi.
46
Wegener granulomatosis. Infeksi agresif seperti otitis eksterna ganas dan
nekrosis radiasi adalah pertimbangan tambahan.
d. Petrous
Neoplasma dalam apeks petrosa termasuk chondrosarcoma, chordoma,
osteosarcoma, dan meningioma. Mieloma, limfoma, dan metastasis juga
dapat terjadi. Daerah petrous mungkin terlibat sekunder oleh tumor
regional seperti schwannoma trigeminal, paraganglioma jugularis, dan
karsinoma nasofaring. Biasanya terlihat sepanjang fisura petrooccipital
daripada fossa Rosenmüller. Tidak seperti lesi di IAC dan telinga tengah,
lesi di apeks petrous biasanya mencapai ukuran yang cukup sebelum
menyebabkan gejala.
Chondrosarcoma
Chondrosarcoma adalah keganasan primer yang paling umum.
Tumor ini cenderung terjadi di sepanjang synchondroses
petrosphenoidal dan petrooccipital, di luar garis tengah. Namun,
kadang-kadang chordoma yang timbul dari sisa-sisa notochordal
dan biasanya terlihat di garis tengah, dapat ditemukan di luar garis
47
tengah juga dan dapat menyerupai chondrosarcoma secara
radiologis. Selain itu, subtipe chondroid dari chordoma mungkin
sulit dibedakan dari varian myxoid dari chondrosarcoma secara
patologis.
48
Gambar endolympatic sac tumor pada pria berusia 46 tahun yang datang ke ruang gawat
darurat dengan serangan vertigo akut. (a) Gambar CT aksial menunjukkan lesi ekspansil
yang menyebabkan kerusakan tulang litik, berpusat di sekitar saluran air vestibular.
Spikula intratumoral dapat dilihat (panah). (B) Pada gambar MR T1 non-weighted, area
pemendekan T1 intrinsik cukup karakteristik dari tumor ini (panah). Tumor itu direseksi
dengan menggunakan pendekatan translabyrinthine.
Schwannoma wajah
Schwannoma saraf wajah dapat melibatkan segmen saraf apa saja
dan dapat menjangkau beberapa segmen. Ganglion geniculate
sering terlibat. Dari catatan, hanya sebagian kecil pasien yang
awalnya mengalami kelumpuhan wajah; banyak yang tidak
memiliki gejala saraf wajah sama sekali. Schwannoma saraf wajah
pada IAC / CPA biasanya bermanifestasi sebagai kehilangan
pendengaran sensorineural, mungkin karena serat sensorik
myelinated yang tipis dari saraf kranial VIII lebih sensitif terhadap
efek kompresi oleh tumor daripada serat motorik myelinated tebal
dari saraf wajah. Schwannoma wajah di daerah geniculate dapat
tumbuh ke fossa kranial tengah. Mereka di sepanjang segmen
49
timpani dapat membengkak ke telinga tengah dan menekan okular,
menyebabkan gangguan pendengaran konduktif. Mereka yang
berada di segmen mastoid lebih mungkin untuk mengalami
kelumpuhan wajah, karena kanal tulang sekitarnya yang sempit
memberikan tekanan pada tumor yang tumbuh. Mereka yang di
segmen parotis ada massa di leher biasanya tanpa rasa sakit.
Gambar 31a: Gambar MR dengan kontras T1-weighted schwannoma wajah pada pria
berusia 35 tahun yang mengalami kelumpuhan wajah kiri dengan onset akut. (a) Pada
gambar aksial, tumor yang dapat diperluas dan meningkatkan melibatkan labyrinthine
distal, geniculate, dan segmen timpani (panah) dari saraf wajah. (B) Gambar coronal
menunjukkan bahwa segmen posterior genu dan mastoid juga terlibat (panah).
Hemangioma
50
Dapat terlihat di sepanjang jalur intratemporal saraf wajah, paling
sering di daerah ganglion geniculate, diikuti oleh IAC, dan paling
jarang terlihat pada genu posterior. Tumor ini sering tumbuh di
antara trabekula; dalam kasus ini istilah pengerasan hemangioma
kadang-kadang digunakan. Literatur terbaru menunjukkan bahwa
lesi ini, pada kenyataannya, malformasi vena. Lesi-lesi ini secara
khas memiliki penampilan honeycomb yang ekspansil dan dapat
menunjukkan spikula tulang intratumoral pada gambar CT. Ini
mungkin sulit dibedakan dari meningioma dengan keterlibatan
intraoseus. Pada gambar MR, mungkin ada intensitas sinyal yang
heterogen dan peningkatan avid.
51
sekunder atau bermetastasis ke kelenjar parotis. Berat tumor dapat
bervariasi di sepanjang perjalanan saraf, menghasilkan berbagai
tingkat penebalan dan peningkatan; "skip lesions" dapat terlihat di
mana ada area saraf yang tidak terlibat antara segmen abnormal.
2.2.4 Inflammatory
2.2.4.1 External Auditory Canal
a. EAC cholesteatoma
EAC cholesteatoma meruakan lesi yang jarang terjadi dengan kejadian
sekitar 0,1% -0,5%. Sebagian besar kasus bersifat spontan atau idiopatik,
meskipun lesi ini juga dapat terjadi sekunder akibat trauma, pembedahan,
atau radiasi sebelumnya. Sebagian besar pasien berada dalam kelompok
usia yang lebih tua dan disetai nyeri tumpul kronis dan otorrhea, paling
sering secara unilateral. Secara patologis, ini ditandai dengan invasi lokal
epitel skuamosa lapisan EAC ke dalam tulang di bawahnya, menghasilkan
erosi dinding kanal dan periostitis. Pada gambar CT, lesi ditandai oleh
jaringan lunak dalam EAC (biasanya dinding inferior), dengan erosi
52
meluas ke tulang yang mendasarinya. Temuan gambaran biasanya tidak
spesifik, namun, dan dapat ditiru oleh entitas seperti karsinoma dan otitis
eksterna. Karena itu, korelasi dengan gejala klinis sangat penting.
Gambar : coronal CT dari EAC cholesteatoma pada pasien 73 tahun dengan riwayat erosi tulang
kronis EAC. Gambar menunjukkan jaringan lunak di sepanjang dinding inferior EAC,
menyebabkan erosi tulang (panah).
b. Keratosis obturan
Keratosis obturan merupakan akumulasi keratin debris yang dapat diperluas dalam
EAC. Berbeda dengan kolesteatoma EAC, ini terjadi pada pasien yang lebih muda
dan cenderung bilateral. Secara klinis, pasien-pasien ini memiliki rasa sakit yang
parah dan gangguan pendengaran konduktif, dengan otorrhea relatif jarang. Ada
hubungan entitas ini dengan sinusitis dan bronkiektasis. Pada gambar CT, ada
pelebaran EAC difus oleh sumbat epidermis, yang dapat menyebabkan scalloping
tulang halus di sekitarnya, tetapi tidak ada erosi atau periostitis.
Gambar : coronal CT dari keratosis obturan menunjukkan sumbat jaringan lunak di kanal
eksternal, dengan ekspansi kanal yang ringan tetapi tidak ada erosi tulang.
53
c. Otitis eksterna maligna
Otitis eksterna nekrotikan atau maligna paling sering terjadi pada pasien diabetes
lanjut usia dan pasien lain dalam keadaan immunocompromised. Para pasien
datang dengan otalgia parah dan otorrhea, dan ada tingkat kematian yang tinggi.
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Secara klinis kita
melihat jaringan granulasi di EAC inferior di persimpangan tulang-tulang rawan.
Infeksi kemudian dapat menyebar melalui celah-celah Santorini ke jaringan lunak
di bawah dasar tengkorak, yang mengarah ke osteomielitis basis tengkorak. Pada
gambar, penebalan jaringan lunak di kanal eksternal dicatat, seringkali dengan
kerusakan tulang dan perubahan inflamasi pada mastoid. Osteomielitis basis
tengkorak dihasilkan dari perluasan proses destruktif ke dalam clivus, foramen
jugularis, dan jaringan lunak prevertebralis. Abses dapat berkembang di ruang
epidural, parenkim otak, dan ruang prevertebral sebagai komplikasi. MR dan CT
adalah modalitas pelengkap untuk evaluasi entitas ini. Diagnosis diferensial
gambaran ini termasuk karsinoma nasofaring dengan obstruksi sekunder orifisi
tuba eustachius yang menyebabkan otomastoiditis sekunder
Gambar otitis eksterna ganas pada wanita diabetes 93 tahun. (a) Gambar aksial CT menunjukkan
kekeruhan sel udara mastoid kanan. Ada perubahan erosif di wilayah petroklival di sebelah kanan
(panah). (B) Gambar MR aksial- gadolinium aksial T1 pada pasien yang sama lebih baik
menunjukkan abses prevertebral. Ada trombosis sinus petrosus inferior dengan cacat pengisian di
dalam (panah). Perhatikan hipointensitas abnormal pada sel udara mastoid kanan, yang mewakili
perubahan inflamasi.
54
a. Otitis media akut
Otitis media akut terutama merupakan penyakit pada bayi dan anak kecil. Pasien
datang dengan demam, otalgia, dan membran timpani merah yang menonjol.
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh bakteri seperti spesies Streptococcus atau
Haemophilus influenza. Gambaran biasanya tidak diperlukan pada otitis media
akut tanpa komplikasi. Jika pengambilan gambaran dilakukan, maka akan terlihat
kekeruhan di telinga tengah dan mastoid, dengan tingkat cairan. Mastoiditis
dengan komplikasi disarankan secara klinis dengan adanya eritema postauricular,
nyeri tekan, dan edema. Dalam situasi klinis ini, gambaran sangat penting untuk
menyingkirkan komplikasi, yang mungkin intratemporal atau intrakranial.
Mastoiditis koalesen merupakan penghancuran trabekula mastoid, yang dapat
meluas ke korteks dalam atau luar baik dengan cara resorpsi enzimatik atau erosi
tekanan pada mukosa yang meradang. Jika ada kerusakan pada korteks luar
mastoid, abses subperiosteal dapat berkembang dalam jaringan lunak di atasnya
dan pasien dapat mengalami pengumpulan postauricular. Abses berkembang
ketika ada kerusakan tulang di ujung mastoid medial ke posterior otot digastrik.
Perubahan inflamasi kemudian diarahkan secara inferior ke dalam otot
sternokleidomastoid oleh bidang fasia.
Gambar aksial CT mastoiditis koalesen pada anak laki-laki berusia 7 tahun dengan otalgia kanan
dan demam menunjukkan erosi korteks dalam dan luar mastoid (panah), serta ditandai
demineralisasi dari septasi tulang di dalam. Perubahan inflamasi juga terlihat di telinga tengah.
Saat ini, sel-sel udara apeks petrous terhubung ke sel-sel udara mastoid melalui
berbagai saluran udara supra dan infralabyrinthine yang memfasilitasi penyebaran
55
infeksi dari sel-sel udara mastoid dan telinga tengah ke apeks petrous,
menghasilkan apicitis petrous. Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza,
dan Staphylococcus aureus adalah organisme penyebab yang paling umum.
Apicitis petros terjadi pada keadaan apeks petrous yang pneumatik (terdapat pada
30% populasi). Ini ditandai dengan destruksi septum dan kortikal, osteitis, dan
peradangan meningeal yang berdekatan. Karena kedekatan saraf kelima dan
keenam dengan apeks petrous, pasien dapat mengalami kelumpuhan saraf keenam
dan nyeri retroorbital dalam pada distribusi V1 yang berhubungan dengan
otomastoiditis dan apicitis petrosa. Konstelasi temuan ini disebut sindrom
Gradinego. Pada gambar MR, peningkatan meningeal lebih dilihat. Osteomielitis
dapat terjadi pada apeks petrous nonpneumatized melalui perluasan medial
langsung dari necrotizing otitis externa atau dengan penyebaran retrograde
tromboflebitis sepanjang pleksus vena dari kanal karotis carrous.
56
Gambar CT apicitis petros pada pria berusia 78 tahun dengan infeksi telinga kanan. (a) Gambar
aksial menunjukkan kekeruhan sel udara apeks petrous kanan dengan pelemahan jaringan lunak
(panah). Ada juga kekeruhan mastoid yang tersebar. Perhatikan sel-sel udara apeks petrous di
sebelah kiri. (B) Gambaran coronal lebih baik menunjukkan penghancuran tulang petrous (panah).
Komplikasi intrakranial dari mastoiditis akut termasuk trombosis sinus vena dural,
paling sering pada sinus sigmoid dan transversus, abses epidural, empiema
subdural, meningitis, dan abses otak.
c. Granuloma kolesterol
Dalam keadaan disfungsi tuba eustachius, mungkin ada penumpukan tekanan
negatif atau fenomena vakum di rongga telinga tengah, yang menyebabkan edema
mukosa dan pecahnya pembuluh darah. Kerusakan eritrosit dan elemen jaringan
melepaskan kolesterol, yang memicu reaksi sel raksasa tubuh asing yang
mengarah pada pembentukan granuloma kronis, disebut granuloma kolesterol.
Lesi ini juga disebut sebagai kista kolesterol, kista coklat, atau kista biru. Lokasi
umum untuk entitas ini termasuk telinga tengah dan apeks petrosa; juga jarang
57
terjadi di rongga mastoidektomi. Di telinga tengah, pasien akan mengalami
membran timpani biru, hemotympanum, atau gangguan pendengaran konduktif.
Pada apeks petrosa, lesi ini dapat asimptomatik atau pasien mungkin memiliki
gejala tidak spesifik seperti vertigo, pusing, atau neuropati kranial yang berkaitan
dengan saraf kranial V, VI, VII, dan VIII. Pada apeks petrosa, lesi ekspansil
dengan margin tulang yang tidak terlihat dapat terlihat pada CT scan. Pada gambar
MR, temuan karakteristik adalah adanya pemendekan T1 intrinsik
(hiperintensitas) karena adanya produk darah. Pada gambar MR T2-weighted,
intensitas sinyal biasanya heterogen hyperintense. Granuloma kolesterol tidak
meningkat. Diagnosis banding penting untuk entitas ini adalah cairan sederhana
yang terperangkap atau efusi apeks petrosa. Namun, meskipun efusi dapat meniru
granuloma kolesterol dengan karakteristik sinyal MR, itu tidak menyebabkan
ekspansi atau penghancuran sel udara apeks petrosa, perbedaan yang paling baik
dievaluasi dengan CT.
Gambar kolesterol granuloma. (a) Gambaran CT aksial pada seorang wanita 37 tahun dengan
diplopia dan sakit kepala menunjukkan massa yang ekspansil di apeks petrosa kiri dengan margin
tulang yang tidak terlihat (panah). (b) Gambaran MR aksial T1 pada pasien yang berbeda
menunjukkan karakteristik hiperintensitas T1 dalam lesi apeks petrous yang dapat diekspansikan
(*). (C) Pada gambar aksial T2-tertimbang (pada pasien yang sama seperti pada b), lesi heterogen
hiperintens, dengan tepi hipointensitas (panah).
58
Gambar kolesterol granuloma. (a) Gambaran CT aksial pada seorang wanita 37 tahun dengan
diplopia dan sakit kepala menunjukkan massa yang ekspansil di apeks petrosa kiri dengan margin
tulang yang tidak terlihat (panah). (b) Gambaran MR aksial T1 pada pasien yang berbeda
menunjukkan karakteristik hiperintensitas T1 dalam lesi apeks petrous yang dapat diekspansikan
(*). (C) Pada gambar aksial T2-tertimbang (pada pasien yang sama seperti pada b), lesi heterogen
hiperintens, dengan tepi hipointensitas (panah).
Gambar CT aksial dari efusi apeks petrosa pada pria berusia 36 tahun dengan gangguan
pendengaran sensorineural sisi kanan menunjukkan kekeruhan apeks petrous kanan petrous (*).
Tidak memiliki margin ekspansil, membedakannya dari mukokel apeks petrosa atau granuloma
kolesterol. Septasi internal dan korteks utuh, membedakannya dari apicitis petrosa
d.Cholesteatoma
Adalah komplikasi penting lain dari otitis media kronis. Ini ditandai dengan
akumulasi epitel keratin deskuamasi di rongga telinga tengah atau di bagian-
bagian lain dari tulang temporal. Secara histologis, choleasteatoma memiliki dua
komponen aselluler keratin debris, yang membentuk kandungan kantung, dan
matriks, yang merupakan komponen aktif secara biologis yang membentuk
59
lapisan kantung. Matriks terdiri dari lapisan dalam epitel skuamosa keratinisasi
dan lapisan luar jaringan ikat subepitel, juga dikenal sebagai perimatrix. Lapisan
epitel menghasilkan keratin, sedangkan perimatrix mengandung sel-sel
mesenkhim yang menghasilkan enzim proteolitik, yang dapat menyerap tulang.
Kolesteatoma dapat terinfeksi secara sekunder, menghasilkan keluarnya bau yang
tidak sedap. Sebagian besar kolesteatoma diperoleh (98%), dengan minoritas (2%)
bawaan. Teori pengembangan kolesteatoma yang didapat: Disfungsi tuba
eustachius kronis menghasilkan fenomena vakum di rongga telinga tengah, yang
mengarah pada pembentukan kantung retraksi pada pars flaccida yang dilapisi
oleh epitel permukaan membran timpani yang tumbuh seiring waktu. Teori invasi
epitel mengalami pertumbuhan epitel skuamosa bertingkat keratinisasi di telinga
tengah dengan cara perforasi membran timpani. Kira-kira 80% kolesteatoma yang
diperoleh berhubungan dengan pars flaccida, yang merupakan bagian yang lebih
longgar dari membran timpani yang membentuk superior seperdelapan dari
lingkar drum. Sekitar 20% berhubungan dengan pars tensa membran tympanic
yang lebih rapat. Kolesteatoma kongenital muncul dari epitel di telinga tengah
pada anak tanpa riwayat otorrhea, perforasi membran timpani, atau prosedur
otologis. Pada apeks petrosa, kolesteatoma bisa didapat atau bawaan.
Kolesteatoma kongenital dan didapat dapat dilihat sebagai lesi putih mutiara pada
otoscopy. Secara klinis, pasien dengan kolesteatoma yang didapat datang dengan
otorrhea yang berbau busuk kronis, perforasi membran timpani, dan kantong
retraksi pada pars flaccida. Kolesteatoma kongenital mungkin merupakan temuan
insidental pada pasien tanpa gejala, atau pasien mungkin mengalami gangguan
pendengaran konduktif.
60
Gambar coronal CT dari pars flaccida cholesteatoma pada wanita 56 tahun dengan kantong
retraksi dalam pada pemeriksaan klinis. Gambar menunjukkan jaringan lunak berlobus di ruang
Prussak (panah) dan loteng (*), menggeser tulang-tulang pendengaran secara medial dan mengikis
skutum (panah).
Gambar coronal CT dari pars tensa cholesteatoma pada pria berusia 31 tahun dengan gangguan
pendengaran sisi kiri dan kantong retraksi pada pemeriksaan klinis. Gambar menunjukkan massa
medial jaringan lunak berlobula ke ossicles (*), menggeser ossicles ke lateral. Skutum tetap tajam
(panah), berbeda dengan skarum flaccida kolesteatoma.
61
gambar T1-weighted, sedikit hiperintens pada gambar T2, dan tidak meningkat.
Reduksi difusivitas dapat dilihat pada gambar DW (difusi-weighted) pada
kolesteatoma. Teknik pencitraan DW non-echo-planar turbo spin-echo berbasis
dapat mencapai bagian yang lebih tipis (2 mm) dengan artefak kerentanan lebih
sedikit pada antarmuka udara-tulang bila dibandingkan dengan urutan gambaran
echo-planar. Gambran MR juga sangat berguna dalam mengevaluasi komplikasi
seperti meningoencephaloceles akibat erosi tegmen. Gambaran MR juga dapat
membantu membedakan kolesteatoma berulang dari granuloma kolesterol,
jaringan granulasi, atau bekas luka. Sensitivitas gambaran DW untuk deteksi
kolesteatoma menurun dalam pengaturan pasca operasi, meskipun spesifisitasnya
tetap tinggi.
Gambar CT aksial automastoidectomy pada pria berusia 51 tahun dengan riwayat otitis media
kronis yang sudah lama ada di sebelah kiri. Gambar menunjukkan rongga besar (*) di telinga
tengah dan antrum mastoid, dengan nonvisualisasi ossicles. Ada sejumlah kecil sisa jaringan lunak
inflamasi. Tidak ada riwayat operasi
62
Gambar MR kolesteatoma pada pasien pria berusia 15 tahun dengan riwayat pengeringan telinga.
(a) Gambar aksial T2-aksial menunjukkan lesi heterogen hiperintens di telinga tengah kiri /
mastoid (*). (B) Gambar aksial T1-dengan gadolinium aksial menunjukkan lesi menjadi tidak
meningkatkan (*). (c) Gambar DW koral menunjukkan penurunan difusivitas dalam lesi (panah).
Gambar MR Axial gadolinium T1-weighted yang ditingkatkan dari Bell palsy pada pria berusia
73 tahun dengan kelumpuhan wajah kiri dengan onset lambat. Gambar menunjukkan peningkatan
pada genu pertama dan segmen timpani proksimal saraf wajah kiri (panah).
63
atau penuaan. Secara klinis, pasien awalnya mengalami rasa sakit yang membakar
di telinga; ini diikuti 1 hari hingga 4 hari kemudian dengan erupsi vesikular,
kelumpuhan wajah, gangguan pendengaran, dan / atau vertigo. Pada gambar MR,
ada peningkatan saraf kranial VII dan VIII, labirin, dan / atau inti wajah pontine.
64
Gambar CT aksial dari labyrinthitis ossificans pada pasien dengan riwayat meningitis yang jauh.
Gambar menunjukkan pemusnahan koklea kiri (panah hitam) dan ruang depan (panah putih) oleh
tulang sklerotik. Perubahan serupa terlihat di kanan (tidak ditampilkan).
65
hiperplasia (Gacek et al. 1998). Setiap lesi EAC yang terkait dengan
kerusakan tulang harus dipertimbangkan.
66
tengah. Tumor ini biasanya muncul dari sel-sel glomus yang berasal dari Saraf
Jacobson atau saraf Arnold (mastoid atau auricular cabang saraf vagus).
Prevalensi terbanyak pada dekade kelima dan keenam dan dominan perempuan.
- Gejala: pulsatile tinnitus, Jika tumornya besar, itu bisa menyebabkan tuli
konduktif, palsy saraf wajah dan gangguan pendengaran sensorineural atau
vertigo dapat terjadi jika saraf wajah atau telinga bagian dalam terlibat.
Dapat terjadi kelumpuhan saraf kranialis lainnya dari ekstensi ke foramen
jugularis atau kanal hipoglosus. Kadang-kadang, tidak menunjukkan
gejala.
- klinis : massa retrotympanic vaskular terlihat. Tumor glomus tympanicum
dapat dibedakan dari glomus jugulotym-panicum, dilihat dari arteri karotis
internal yang menyimpang atau dehiscent.
Pada CT resolusi tinggi, nodular massa jaringan lunak biasanya terlihat di
hypotympanum dekat ujung koklea. Erosi tulang bukan merupakan gejala utama
bahkan pada tumor besar. Tumor mengisi epitympanum, attic dan antrum,
menghasilkan retensi cairan dalam mastoid.
67
c. Kolesteatoma kongenital
Kolesteatoma kongenital terlihat sebagai massa putih di belakang membran
timpani intak, berbeda dengan kolesteatoma yang didapat, yang timbul dari
kantong perforasi atau retraksi di membran timpani dan berhubungan dengan
riwayat Otorrhoea kronis dan infeksi telinga tengah berulang. Kolesteatoma
bawaan muncul ketika ada migrasi ektoderm kanal eksternal di luar cincin
timpani. Hasilnya, membran timpani masih utuh. Kedua bentuk kolesteatoma
bawaan dan didapat sebagai akibat dari akumulasi bahan keratin yang terkelupas
dalam kantung dilapisi oleh sel epitel skuamosa. Pada CT, kolesteatoma bawaan
muncul sebagai massa jaringan lunak nodular di hypo atau mesotympanum,
dengan atau tanpa erosi okular. Prussak space dan skutum biasanya normal.
Adenoma telinga tengah adalah tumor langka di tengah. Gejala adenoma telinga
tengah paling umum adalah gangguan pendengaran konduktif dan massa jaringan
lunak di balik membran timpani yang intak. Pada CT, mereka muncul sebagai
massa jaringan lunak yang mengelilingi ossicles, sulit dibedakan dari
kolesteatoma bawaan. Tumor yang lebih besar dapat menyebabkan erosi okular.
Pada MRI, mereka muncul sebagai massa tambahan yang tidak terbatas pada
ujung koklea dan mungkin meniru glomus tympanicum (Zan et al. 2009). Tumor
ganas pada telinga tengah jarang terjadi. Yang paling umum pada tumor telinga
tengah adalah SCC, yaitu diperkirakan timbul sekunder dari metaplasia skuamosa,
terutama otitis media kronis.
68
3. Tumor bagian dalam dan internal auditory canal
Telinga bagian dalam terdapat Membran labirin yang merupakan sistem tertutup
dari tabung dan endolimfe yang diisi ruang, yang meliputi ruang depan (utricle
dan saccule), saluran setengah lingkaran, saluran koklea (media skala koklea),
saluran dan kantung endolimfatik.
a. Schwannoma
Schwannoma adalah tumor enkapsulasi jinak yang timbul dari sel Schwann yang
membungkus saraf kranial. Secara histologis, mereka terdiri dari Schwann yang
berbeda sel yang membentuk Antoni A (area sel gelendong kompak) dan pola B
(bidang matriks yang tersusun longgar dengan sel lipid-laden dan kista).
Schwannoma ganas sangat jarang tetapi telah dilaporkan (Balasubramaniam
1999).
- Intracanalicular Schwannoma
Tumor ini paling sering berasal dari N. Vestibular, cabang dari N
Vestibulocochlearis, pada glial-Schwann junction, yang biasanya terletak pada
porus akustikus, dan presentasi paling sering adalah kombinasi cerebellopontine
angle (CPA-IAC). Usia kebanyakan yang terkena adalah antara 40-60 tahun.
Gejala gangguan pendengaran sensorineural progresif unilateral terkadang dengan
tinitus dan vertigo. Pada pencitraan MR, tumor ini muncul sebagai massa ‘‘ es
krim di atas kerucut ’ (intracanalicular schwannoma) atau (CPA-IAC
schwannoma).
69
Meskipun kista intramural jarang dijumpai pada schwannoma yang lebih besar (<
25%), tumor ini hampir tidak terlihat pada lesi intracanalicular yang lebih kecil.
Haemorrhagic-schwannoma jarang terjadi (0,5%). Nilai prognostik ditentukan jika
massa berukuran > 2 cm dan keterlibatan pada IAC fundus atau cochlear aperture.
IAC facial nerve schwannoma menyerupai vestibular schwannoma secara klinis,
meskipun kelumpuhan N7 biasanya terdapat pada facial nerve schwannoma
(Ulkuet al. 2004). Jika tumor mirip dengan IAC, tumor tersebut tidak dapat
dibedakan dari vestibular schwannoma pada pencitraan. Diagnosis pencitraan
schwannoma N7 adalah tercapai ketika tumor terlihat memanjang ke labirin
segmen saraf wajah, sehingga menimbulkan labirynthine tail‘‘ terdeteksi pada
MRI kontras.
- Schwannoma Intralabyrinthine
Schwannoma intalabyrinthine berasal dari perineural Sel Schwann dari cabang
intralabyrinthine dari CN8. Sekitar 80% dari tumor ini terbatas pada koklea,
sering terletak di anterior antara basal dan belokan kedua (Tieleman et al. 2008).
Schwannoma intalabyrinthine dapat tumbuh dari koklea ke ruang depan, dan
sebaliknya. dapat juga meluas dari koklea (Transmodiolar) atau ruang depan
(transmacular) ke fundus dari IAC. Gejala utama adalah gangguan pendengaran
progresif sensorineural unilateral, sering dikaitkan dengan tinitus dan vertigo.
Schwannoma intalabyrinthine sedikit lebih hiper intens daripada endolymph dan
70
sekitarnya di perilymph. Pencitraan MR T1-weighted, dan menunjukkan
peningkatan signifikan setelah diinjeksikan kontras intravena. tidak terlihat ada
massa hypointense intralabirinth pada pencitraan T2. Ketika peningkatan
intralabyrinthine terdeteksi, diagnosis banding yang paling penting untuk
dipertimbangkan adalah labirinitis, yang biasanya memiliki onset klinis akut. Pada
labirinitis, peningkatannya cenderung melibatkan sebagian besar atau semua
labirin membran dan pada T2 resolusi tinggi.
71
terlihat pada tumor yang lebih besar hypervascular. Peningkatan heterogen juga
ditunjukkan berikut kontras intravena (Gbr. 9).
Apex petrosa
a. Pseudolession
Sumsum lemak asimetris, cairan yang terperangkap dari petrosa puncak dan
petrous apex cephalocoele. Sumsum lemak diploic dalam asimetris non-
pneumatised atau petrous kurang puncak dapat terlihat pada 5-10% individu.
b. Benign lession
Granuloma kolesterol adalah dari respon inflamasi terhadap adanya kolesterol
kristal, produk degradasi perdarahan mikro dalam sel-sel udara apeks petrous
(Jackler dan Cho 2003). dicirikan oleh massa ekspansil T1 tinggi dan Sinyal T2-
weighted, dengan hypointense rim (karena deposisi haemosiderin). Mucocoele
72
dari petrous apex adalah lesi yang langka, terbentuk dari hasil sekresi lendir terus
menerus yang menghambat sel udara. Sinyal MR dari lesi ekspansil ini bervariasi
sesuai dengan tingkat hidrasi atau inspirasi dari isi (Larson dan Wong 1992).
c. Malignant tumor
Apex petrosa merupakan tempat tersering terjadinya metastasis. Pada anak anak,
biasanya adalah rhabdomyosarcoma, dan Langerhans cell histiocitosis. Kira kira
30% rhabdomyosarcoma tempat predileksinya terdapat di leher dan kepala, tulang
temporal jarang menjadi tempat predileksinya. Sering menyerupai otitis media,
perlu dicurigai apabila terdapat infeksi telinga kronis yang tidak sembuh dengan
antibiotik, massa preauricular lymphadenopathy, atau cranial nueropathy.
Langerhans cell histiocitosis bisa juga menyerang petrous apex, meskipun tempat
terseringnya adalah mastoid air cells. Apex petrosa bisa juga menjadi tempat
chondrosarkoma dan kondroma, yang biasanya berasal dari struktur yang
berdekatan. Basis tengkorak berkembang oleh ossifikasi endochondral. Tengkorak
chondrosarcomas berkembang dari sisa-sisa tulang rawan embrionik, paling sering
di petro-occipital fissure. CT menunjukkan lesi tulang litik dengan margin transisi
tajam, dan kalsifikasi kondroid erlihat pada 50% kasus. Lesi tampak hypointense
menuju isointense pada gambar T1-weighted dan hyperintense pada gambar T2-
weighted, dengan peningkatan post-contrast heterogen (Schmidinger et al. 2002).
73
DAFTAR PUSTAKA
74
Moffat DA, Wagstaff SA, Hardy DG (2005) The outcome of radical surgery and
postoperative radiotherapy for squamous cell carcinoma of the temporal
bone. Laryngoscope 115:341–347
Myrian Marajó Dal Secchi, Juliana Furno Simões Moraes, Fabrício Barbosa de
Castro. 2011. Fracture of the temporal bone in patients with traumatic
brain injury, Brotherhood of Santa Casa of Mercy of Santos. Santos / SP -
Brazil.
Nager G. 1993. Dysplasia of the external and middle ear. In: Nager G (ed)
Pathology of the ear and temporal bone. Williams & Wilkins, Baltimore, pp
83–118
Ong CK, Pua U, Chong VF (2008) Imaging of carcinoma of the external
auditory canal: a pictorial essay. ICIS Cancer Imaging 20:191–198
Richard J Woodcock Jr, MD. 2012. Temporal Bone Fracture Imaging.
Consulting Radiologist, Atlanta Radiology Consultants, LLC; Consulting
Radiologist and MRI Director, St Joseph's Hospital. Coauthor Sarah
Connell, MD., Peter C Belafsky, MD, MPH, PhD Assistant Professor,
Department of Otolaryngology, Head and Neck Surgery, University of
Miami, Jackson Memorial Hospital
Sando I, Shibahara Y, Takagi A et al. 1988. Frequency and localization of
congenital anomalies of the middle and inner ears: a human temporal
bone histopathological study. Int J Pediatr Otorhinolaryngol 16:1–22
Schuknecht HF. 1993. Pathology of the ear. Lea and Febiger, Philadelphia
Stewart C. Little, MD; Bradley W. Kesser, MD. 2006. Original Article:
Radiographic Classification of Temporal Bone Fracture, Arch
Otolaryngol Head Neck Surg. 2006;132(12):1300-1304.
doi:10.1001/archotol.132.12.1300
Swartz JD, Faerber EN. 1985. Congenital malformations of the external and
middle ear: high resolution CT findings of surgical importance. AJR
144:501–506
Tieleman A, Casselman JW, Somers T et al (2008) Imaging of intralabyrinthine
schwannomas: a retrospective study of 52 cases with emphasis on lesion
growth. Am J Neuroradiol 29:898–905
75
Tomoko Makishima, MD, PhD. 2010. Temporal Bone Fracture. Grand Rounds
Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology
Yan Edward, Al Hafiz. 2008. Terapi Dekompresi pada Parese Saraf Fasialis
Akibat Fraktur Tulang Temporal, Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas - RSUP
Dr. M. Djamil Padang
Zamzil Amin Asha’ari. 2008. Original article: Head Injury with Temporal Bone
Fracture: One Year Review of Case Incidence, Causes, Clinical Features
and Outcome, Department of Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery,
Kulliyyah of Medicine, International Islamic University Malaysia, Jalan
Hospital, 25100 Kuantan, Pahang, Malaysia.
76