Anda di halaman 1dari 76

REFERAT

ANATOMI TULANG TEMPORAL

disusun oleh :

Alief Ilman Zaelany 132011101054


Verantika Indra Susetiyo 142011101036
Izza Mumtazati 152010101085
Arma Zuticha T.T.D.S 18710107

Pembimbing:
dr. Heni Fatmawati, Sp. Rad

KSM/LAB RADIOLOGI RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
PENDAHULUAN

Tulang temporal adalah struktur kompleks dengan benda bertulang kecil


seperti stapes dan kanalis vestibularis yang berdiameter kurang dari 1 mm.
Struktur ini dekat dengan batas resolusi pada pencitraan. Resolusi sangat penting
dan diskriminasi dari 24 pasangan garis per cm dapat dicapai CT-scan terbaru.
Tambahin konbgenital, keganasan, inflamatory
Cedera pada tulang temporal terjadi pada 30 sampai 70% kasus yang
melibatkan trauma tumpul kepala. Meskipun langkah-langkah keamanan seperti
sabuk pengaman, airbags, dan helm sepeda dapat membantu mengurangi jumlah
kecelakaan kendaraan yang mengakibatkan trauma kepala, kecelakaan tetap yang
paling umum menjadi penyebab cedera tulang temporal. Luka tembakan pada
kepala merupakan penyebab yang tidak sering tetapi meningkatkan frekuensi
kejadian trauma kepala, dan lebih dari setengah pasien ini menderita trauma
intrakanial. Luka pada arteri karotis lebih sering meningkatkan angka kematian
dibandingkan pada trauma tumpul (Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D.,
2010).
Fraktur tulang temporal berpotensi mengakibatkan cedera serius pada saraf
wajah, telinga tengah, telinga bagian dalam dan berisiko pada intrakranial.
Namun, fraktur tulang temporal mungkin dapat tidak terdeteksi pada pasien yang
asimtomatik atau tidak melaporkan gejala mereka kepada dokter (Zamzil Amin,
2008).
Trauma tulang temporal sering dikaitkan dengan trauma cedera otak berat.
Sekitar 4% pasien dengan cedera kepala mengalami fraktur, dan 14-22% dari
pasien tersebut menderita fraktur tulang temporal. Tiga penyebab tersering adalah
kecelakaan dengan kendaraan dan sepeda motor 45%, jatuh 32%, dan perampokan
11% (Myrian Marajo DS, Juliano Furno SM, Fabricio Barbosa DC, 2011).
Dari uraian diatas maka penulis ingin membahas tentang anatomi tulang
temporal, selain bertujuan untuk memenuhi tugas sebagai dokter muda di KSM
Radiologi RSD dr. Soebandi, referat ini bertujuan untuk memberikan tambahan
pengetahuan bagi seluruh pembaca.

2
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Tulang Temporal


Temporal Bone atau tulang temporal adalah salah satu tulang dasar
calvarial dan tengkorak yang paling penting. Tulang temporal terletak di sisi
pangkal cranium dan lateral ke lobus temporal cerebrum. Tulang ini yang
berkontribusi pada dinding lateral bawah tengkorak. Ini berisi bagian tengah dan
dalam telinga, dan dilintasi oleh sebagian saraf kranial. Bagian bawah tulang
berartikulasi dengan mandibular, membentuk sendi rahang temporamandibular.

2.1.1 Gross Anatomy


Tulang temporal terdiri dari lima komponen yaitu pars petrosa, pars
tympanica, pars mastoidea, squama temporalis, dan styloid process (Alpen Patel,
M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010). Tulang temporal bersama dengan tulang
oksipital, parietal, sfenoid, dan zigomatikum membentuk dinding lateral dasar
tengkorak atau bagian tengah dan posterior dari fossa kranialis (Yan Edward,
2011).

Gambar 1. (A) Gambar dua sisi tulang temporal pada tulang tengkorak
manusia. (B) Dilihat dari sisi anterior, (C) dilihat dari inferior, (D)
Dilihat dari bagian dasar tulang tengkorak. ( Sumber: Alpen Patel,
M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010)

3
Pada trauma tulang temporal sangat rawan terjadi kerusakan organ-organ
intratemporal. Tulang temporal menutupi organ-organ penting seperti saraf
fasialis, saraf vestibulokoklearis, koklea dan labirin, tulang-tulang pendengaran,
membran timpani, kanalis akustikus eksternus, sendi temporomandibular, vena
jugularis serta arteri karotis. (Yan Edward, 2011).

Gambar 2. Gambar tulang temporal kiri dilihat dari sisi lateral. Tulang skuamosa, styloid, dan mastoid yang
terlihat. Garis bagian tympani, meatus akustikus eksternus dan tulang petrous adalah struktur
interior dan tidak terlihat dari pandangan lateral (Sumber: Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo,
M.D., 2010).

4
Tulang temporal terdiri dari satu pasang, terlentak antara os occipitale dan
os spheinodale, ikut membatasi fossa cranii media. Os temporale dapat dibagi
menjadi: pars petrosa, pars tympanica, pars mastoidea, dan squama temporalis.
1. Pars Petrosus
Pars Petrosus merupakan bagian dari tulang temporal yang
berbentuk piramid, terletak di dasar tulang tengkorak dan diantara tulang
sphenoid dan oksipital. Hal ini yang menyebabkan petrosus tidak terlihat
dari sisi lateral tulang temporal. Petrosus merupakan bagian terpenting dari
tulang temporal yang melindungi telinga tengah dan dalam serta bagian-
bagian dari saraf facialis (Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010).
Pada pemeriksaan tampak bagian-bagian dari pars petrosa yang
terdiri dari basis, apex, tiga permukaan ( permukaan anterior, posterior dan
inferior), dan berisi bagian dari organ pendengaran. Basis menyatu dengan
permukaan dalam dari skuama dan mastoid. Bagian apex dapat
digambarkan sebagai bangunan bersiku antara batas posterior dari sayap os
sphenoid dan bagian bawah dari os occipital. Pada bagian ini terdapat
orifisium internal dari canalis caroticus dan membentuk batas postero-
lateral dari foramen lacerum (Gray’s anatomy, 2012)
Permukaan pada tulang temporal:
A. Permukaan anterior
Permukaan anterior membentuk bagian posterior fossa kranial
tengah dari basis kranii, dan berlanjut pada bagian dalam pars squamosa
yang bersatu pada sutura petrosquamous. Bagian ini memiliki beberapa
struktur penting antara lain: merupakan kanalis sepanjang 1 cm yang
berjalan kearah lateral yang berisi nervus fasialis, nervus akustikus dan
cabang arteri basilaris. Permukaan inferior berbentuk tidak beraturan, yang
terbentuk dari bagian luar basis kranii (Gray’s anatomy, 2012).

5
Gambar 3. Permukaan Anterior Pars Petrosa Temporal Bone

1. eminentia arcuata: disana terdapat kanal setengah lingkaran superior.

6
2. tegmen tympani: terletak di depan dan sedikit lateral dari eminensia:
merupakan tempat rongga timpani, tegmen tympani merupakan lapisan
tulang yang memisahkan timpani dari rongga tengkorak sangat tipis.
Tegmen tympani dapat dilihat pada gambar
3. hiatus untuk saraf petrosal mayor
4. hiatus untuk saraf petrosal minor
5. orificium kanalis caroticum: dekat dengan apex tulang
6. Trigeminal impression

Gambar 4. Struktur penting pada Pars Petrosa Temporal Bone

7
B. Permukaan posterior
Permukaan posterior terdiri dari bagian depan fossa posterior basis kranii dan
berlanjut pada bagian dalam mastoid. Pada daerah sentral terdapat orificium yang
disebut meatus akustikus internus. MAI merupakan kanalis sepanjang 1 cm yang
berjalan kearah lateral yang berisi nervus fasialis, nervus akustikus dan cabang
arteri basilaris. Permukaan inferior berbentuk tidak beraturan, yang terbentuk dari
bagian luar basis kranii (Gray’anatomy, 2012).

Gambar 5. Tampilan diagram dari fundus meatus akustik internal kanan. 1. Crista
falciformis. 2. Area facialis, dengan (2 ') internal opening of facial canal. 3. Ridge,
yang memisahkan area facialis dari area cribrosa superior. 4. Area cribrosa
superior, dengan (4 ') celah untuk filamen saraf. 5. Area kribriform inferior
anterior, dengan (5 ') tractus spiralis foraminosus, dan (5’') canalis centralis dari
koklea. 6. Ridge, memisahkan tractus spiralis foraminosus dari area cribrosa

8
media. 7. Area cribrosa media, dengan (7 ') lubang untuk saraf ke sakula. 8.
Foramen singulare.

Setiap bagian dibagi lagi oleh punggungan vertikal menjadi bagian depan dan
belakang. Di bagian bawah lambang falciform ada tiga set foramina; bukaan ini
bersama dengan kanal sentral ini mentransmisikan saraf ke koklea.
1. satu kelompok, tepat di bawah bagian crista falciformis, terdapat 3 set
foramen, kelompok pertama merupakan kelompok tepat dibawah crista
foramina, yang terletak di area cribrosa media, terdiri atas beberapa
lubang kecil untuk tempat berjalannya nervus yang mempersarafi
sacculus; dibawah dan di belakang area ini merupakan foramen singulare
(celah untuk nervus untuk ductus semisircularis posterior; di depan dan
belakang (yang pertama) adalah tractus spiralis foraminosus: terdiri atas
beberapa bukaan spiral, dimana bagian ini mengelilingi canalis centralis
cochleae. Bukaan ini bersamaan dengan central canal berfungsi untuk
mentransmisikan syaraf menuju koklea.
2. Bagian atas crista falciformis hadir di belakang, area cribrosa
superior, dilewati oleh serangkaian kanal kecil, untuk lewatnya saraf ke
utrikulus dan superior dan lateral semicircular ductus, dan; di depan, area
facian, dengan satu lubang besar, disini tempat dimulainya celah untuk
nervus facialis (aquæductus Fallopii).
Di belakang meatus akustik internal adalah celah kecil yang hampir
disembunyikan oleh lempengan tulang tipis, yang mengarah ke sebuah
kanal (aquæductus vestibuli), yang mentransmisikan ductus
endolymphaticus bersama dengan arteri dan vena kecil.
Di atas dan di antara dua kanal ini terdapat fossa subarcuate, yang
memanjang ke belakang yang memanjang ke belakang.

C. Permukaan Inferior
Permukaan ini membentuk bagian exterior dasar/basis cranii. Terdapat beberapa
struktur penting:

9
1. Perlekatan M. Levator Veli Palatini dan bagian kartilago dari auditory tube
dan bagian penghubung basillar dari tulang occipital, dihubungkan dengan
sabut-sabut jaringan ikat.
2. Apertura canalis caroticus yang dilewati oleh A Carotis Interna, dan plexus
carotis
3. Aqueductus cochleae
4. Fossa Jugularis yang dilewati oleh Vena Jugularis Interna
5. Canaliculus Timpani Inferior yang dilewati oleh cabang timpani dari
glossopharingeal nerve
6. Canaliculus mastoid yang dilewati oleh cabang auricular N. Vagus
7. Permukaan Jugular (jugular surface), suatu area segiempat yang dilapisi
oleh cartilago, bersendi dengan jugular process dari tulang occipital
8. Vaginal process, yaitu suatu selubung yang pipih, membagi menjadi dua
lamina, bagian lateral lamina menyatu dengan tympanic part, bagian
medial lamina menyatu dengan batas lateral dari jugular surface.
9. Styloid process, dengan panjang sekitar 2,5 cm
10. Stylomastoid foramen, antara processus styloid dan mastoid, merupakan
pangkal dari canalis facialis, dilewati oleh N Facialis dan Arteri
stylomastoid
11. fisura tympanomastoid, terletak di antara bagian timpani dan proses
mastoid untuk keluarnya cabang auricular dari N vagus.

10
Gambar Tulang temporal kiri. Permukaan inferior.

2. Pars tympanica
Pars tympanica terletak di bawah skuama dan di depan proses
mastoid. Membentuk dinding anterior inferior dan dorsal dari meatus
acusticus externus dan porus acusticus externus. Permukaan postero
superiornya cekung, dan membentuk dinding anterior, lantai, dan bagian
dari dinding posterior meatus akustikus eksternus. Pada bagian medial, ia
berupa alur sempit yang disebut sulkus timpani, tempat melekatnya
membran timpani. Permukaan antero-inferiornya berbentuk segiempat dan
sedikit cekung; itu merupakan batas posterior fossa mandibula, dan
bersinggungan dengan bagian retromandibular kelenjar parotis. Batas-
batas pars tympanica:

11
a. Batasan lateral : tulang rawan. Secara internal, bagian timpani menyatu
dengan bagian petrosa, dan bagian ini lebih terdesak ke dalam apabila
dibandingkan dengan squama.
b. Batas posterior: squama dan bagian mastoid, dan membentuk batas
anterior tympanomastoid fisura.
c. Batas atas: bagian belakang processus postglenoid, secara medial
bergabung dengan fisura petrotympanic.
d. Batas lateral: akar dari proses styloid, berbentuk membelah dan
karenanya dinamai processus vagina.
Bagian tengah dari bagian timpani tipis, dan terdapat foramen dari
Huschke. suprameatal spine : terletak di batas superior dan posterior MAE
dibentuk oleh akar posterior dari proses zygomatik.
Pars tympanica ini bersama-sama dengan facies anterior pyramis
membentuk fissura petrotympanica Glaseri yang dapat masuk ke cavum
tympani. Cavum tympani, batas-batas adalah sebagai berikut:
- Cranial: paries tegmentalis dibentuk oleh tegmen tympani
- Caudal: paries jugularis dibentuk oleh fossa jugularis
- Medial: paries labyrinthis dibentuk oleh promontorium, fenestra
ovalis (vestibuli), septum canalis musculo-tubarii, fenestra
rotunda (cochlea), dan sinus tympani (antara fenestra ovalis dan
fenestra rotunda)
- Lateral: paries membranaceus dibentuk oleh membran tympani
- Ventral: paries caroticus dibentuk oleh ostium tympanicum tubae
auditivae, lubang masuk kedalam canalis musculo-tubarius,
tulang tipis yang memisahkan cavum tympani dari canalis
caroticus ditembus oleh canaliculi carotico-tympanici
- Dorsal: paries mastoideus dibentuk oleh aditus ad antrum (lubang
masuk ke dalam antrum mastoideum), fossa incudis, eminentia
pyramidalis, apertura tympanica caliculi chordae.

12
3. Pars Mastoidea
Merupakan penebalan dari os temporale sebelah dorsal dan caudal,
batas-batasnya adalah:
- Margo occipitalis berbatasan dengan os occipitale pada sutura
occipito-mastoidea
- Margo parietalis berbatasan dengan os parietale pada sutura
parieto-mastoidea
Permukaan luarnya kasar, tempat melekat M Occipitalis dan Auricularis
posterior. Memiliki banyak foramina salah satunya, berukuran besar,
terletak di dekat perbatasan posterior, disebut foramen mastoid; yang
berfungsi mentransmisikan vena ke sinus transversal dan cabang dari arteri
oksipital ke dura mater. Posisi dan ukuran foramen ini sangat bervariasi.
processus mastoideus merupakan bagian bawah mastoid yang berbentuk
kerucut, ukuran dan bentuk pada pria lebih besar daripada pada wanita.
Processus ini berfungsi sebagai tempat perlekatan M
Sternocleidomastoideus, Splenius capitis, dan Longissimus capitis. Di sisi
medial dari processus adalah fosa digastrik, tempat perlekatan M.
Digastricus; medial dari fosa digastrik untuk ini adalah occipital groove,
yang dilewati arteri oksipital. Permukaan dalam dari bagian mastoid
adalah sigmoid sulcus, yang menampung bagian dari sinus transversal; di
dalamnya dapat dilihat kanal foramen mastoid.

Gambar 5. Mastoid part

13
4. Squama Temporalis

Squama Temporalis terdiri dari tulang yang tegak dengan batas


sirkuler, yaitu margo sphenoidalis yang bergabung dengan ala magna ossis
sphenoidalis – membentuk sutura spheno-squamosa. Margo parietalis
dengan os parietale membentuk sutura squamalis.
Facies lateralis = facies temporalis licin, mempunya tonjolan ke
arah ventral = processus zygomaticus yang membentuk arcus zygomaticus
dengan arcus zygomaticus dengan procesusu ossis zygomaticus. Dorsal
dan dan caudal dari processus zygomaticus terletak di fossa mandibularis
dengan facies articularis. Ventral dari fossa mandibularis ini terdapat
tonjolan = tuberculum articulare. Pada facies temporalis terdapat sulcus
arteria temporalis mediae, sedangkan pada facies cerebralis terdapat sulcus
arteriosus.

14
2.1.2 Radiological Anatomy
Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan plain
film atau plain radiography menggunakan sinar x-ray. Pemeriksaan foto x-ray
untuk tulang temporal dapat menggunakan beberapa posisi pemeriksaan
diantaranya, fronto-occipital 35 degrees caudad, submento-vertical, mastoid
lateral oblique 25 degree caudad, mastoid profile dan petrous bone: anterior
oblique (Stenver’s view)
Proyeksi dari tulang temporal menggunakan x-ray sulit dilakukan dan
merupakan jenis pemeriksaan yang tradisional selain itu juga sulit pula untuk
di interpretasikan khususnya jika pemeriksaan bukan merupakan kualitas
terbaik. Pemeriksaan ini ditinggalkan setelah adanya pemeriksaan CT dengan
modul software 3D.
Pada pemeriksaan fronto occipital 35 degree caudal anak diposisikan
supine dengan posisi dagu fleksi yang akan menyebabkan orbito-meatal
berada pada posisi sudut kanan dari meja ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar 7. Frontooccipital 35 degree caudad

Pemeriksaan menggunakan posisi submentovertical view digunakan


sebagai alternatif dari pemeriksaan proyeksi yang hanya memfokuskan bagian
petrous dan mastoid dari tulang temporal. Pada pemeriksaan ini dapat
dipastikan semua mastoid aircell dapat dicitrakan. Bagian dari struktur ini
bervariasi pada masing masing orang.

15
Gambar 8. Proyeksi Submentovertical

Pemeriksaan menggunakan posisi mastoid-lateral oblique 25 degree


caudal memfokuskan pencitraan daerah mastoid dengan meletakkan bagian
mastoid pada pusat pencitraan. Pemeriksaan dilakukan dengan pasien dalam
posisi duduk dan kepala menoleh kesamping sehinga median sagittal plane
sejajar dengan bucky atau reseptor.

16
Gambar 9. Proyeksi Mastoid-lateral oblique 25 degree caudal

Selanjutnya pemeriksaan dengan posisi Mastoid-profile yang


umumnya dilakukan untuk membandingkan pencitraan dari kedua sisi (kanan
dan kiri) untuk mempermudah pemeriksaan dapat digunakan small side
marker yang diletakkan dalam colimated field.

Gambar 10. Proyeksi Mastoid-profile

17
Selanjutnya dapat juga dilakukan pencitraan x-ray menggunakan posisi
petrous-anterior oblique atau biasa disebut stenver’s view. Pemeriksaan ini
jarang dilakukan setelah munculnya metode pencitraan dengan CT 3D karena
kualitasnya yang terlampau jelek jika dibandingkan dengan CT. Pasien dapat
diposisikan dalam posisi prone atau jika lebih nyaman pasien diposisikan
dalam keadaan duduk dengan menoleh kekanan dan kekiri. Sentral dari
margin supra orbital menjadi pusat pada bucky/reseptor.

Gambar 11. Proyeksi petrous-anterior oblique (stenver’s view)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis


tulang temporal antara lain: Radiografi foto polos dari skull menunjukkan
bagian yang opaq dari air sel mastoid, udara pada intrakranial, atau namun
jarang terjadi terdapat lusensi (garis fraktur). Umumnya, diagnosis untuk
tulang temporal dengan radiografi foto polos sulit dilakukan dan
membutuhkan konfirmasi dengan CT-scan. Tingkat negatif palsu untuk
radiografi foto polos sangat tinggi (Richard J Woodcock Jr, MD., 2012).
CT-Scan ( Computed Tomography Scanning). Potongan tipis (1 mm)
CT-scan dapat menunjukkan lusensi yang melewati tulang temporal.

18
Keterlibatan telinga tengah, tulang petrosus, kapsul otic, dan saluran saraf
wajah merupakan penentu utama prognosis (Richard J Woodcock Jr, MD.,
2012).

19
Gambar Gambar CT Axial anatomi normal tulang temporal dari bagian inferior
(a) ke superior (b) LAC = internal auditory canal, ICA = internal
carotid artery, LSCC = lateral semicircular canal, n = nerve, PSCC =
posterior semicircular canal, SCC = superior semicircular canal.

20
Gambar X Gambar CT Coronal anatomi normal tulang temporal dari anterior (a)
ke posterior (f).

Gambar gambar CT pada bidang perpendicular pada axis panjang dari tulang
petrous menunjukkan anatomi normal dari tulang temporal dari

21
anteromedial (a) ke posterolateral (g). Bidang ini disebut juga Poschl
projection.

Gambar Gambar CT pada bidang paralel pada sumbu panjang tulang petrous
yang menunjukkan anatomi normal tulang temporal dari anterior

22
oblique (a) ke posterior oblique (g). Bidang ini disebut juga Stenvers
Projection.

Proyeksi Stenvers adalah bidang yang sejajar dengan sumbu panjang dari
tulang petrous dan proyeksi Poschl adalah bidang yang sejajar dengan sumbu
pendek dari tulang petrous. Bidang tambahan ini sangat berguna untuk
mengevaluasi struktur telinga tengah dan bagian dalam yang mungkin tidak
terlalu terlihat pada bidang aksial dan koronal standar.

23
Gambar CT Axial menunjukkan anatomi nornal tulang temporal dari inferior (a)
ke superior (g)

24
Gambar Gambar CT Coronal menunjukkan anatomi normal dari tulang
temporal dari anterior (a) ke posterior (f)

MRI memberikan informasi dalam bentuk high resolution CT dengan


visualisasi saraf-saraf kranial dan struktur-struktur telinga tengah khususnya
yang mengandung cairan. Pada prinsipnya terdapat 2 jenis dari MRI sequences
yang baik digunakan untuk pencitraan dengan resolusi tinggi. Pencitraan
resolusi tinggi pada telinga tengah dengan heavily T2 weighted 3D sequences
dapat menunjukkan hasil gambaran yang optimal dari nervus facialis dan
nervus vestibulokoklear serta labirin.

Gambar. Coronal T2 weighted MRI melalui koklea

25
Gambar. Coronal T2 weighted MRI melalui vestibulum

Gambar. Axial T2 weighted MRI menunjukkan nervus fasialis dan


nervus vestibulokoklear dalam meatus auditori internus

Pencitraan menggunakan MRI menjadi modalitas yang bermanfaat


khususnya untuk mengetahui berbagai kelainan atau lesi pada jaringan lunak
disekitar tulang temporal. Seperti kelainan cerebellopontine angle, tumor
vestibular schwannoma, meningioma, gangguan pada membran labirin seperti
labirinitis, penyakit inflamasi seperti kolesterol granuloma dan lain sebagainya.
Pencitraan menggunakan MRI memberikan informasi penting khususnya
untuk otologis. Pencitraan ini memberikan gambaran multiplanar dan non
invasif dengan kualitas gambar tinggi tanpa menyebabkan radiasi ionisasi.

Fraktur longitudinal (ditunjukkan pada gambar di bawah) sejajar


dengan sumbu panjang tulang petrosus. Keterlibatan telinga tengah, kanalis

26
karotis, tulang labirin, dan meatus akustikus eksternus sebaiknya diperhatikan
(Richard J Woodcock Jr, MD., 2012).

Gambar. Aksial noncontrast CT scan pada patah tulang longitudinal tulang


temporal (panah)

Fraktur transversal (dilihat di bawah) tegak lurus terhadap sumbu


panjang tulang petrosus. Keterlibatan struktur telinga bagian dalam dan nervus
fasialis harus diperhatikan.

Gambar. Aksial noncontrast CT scan patah tulang transversal pada tulang


temporal (panah)

Fraktur oblique (ditampilkan di bawah) memiliki unsur tranversal dan


longitudinal.

27
Gambar. Aksial noncontrast CT scan dengan tulang temporal
menunjukkan patah tulang kompleks dengan komponen transversal
(panah) dan komponen oblique (panah atas)

Nuclear Imaging. Studi kedokteran nuklir tidak digunakan dalam


mendiagnosis trauma akut. Namun, cisternography nuklir dapat digunakan
sebagai tambahan pada CT scan untuk diagnosis trauma yang berhubungan
dengan kebocoran Cerebro Spinal Fluid (CSF). Dalam pemakaiannya,
cisternography nuklir merupakan cara yang sensitif untuk mendeteksi
kebocoran CSF tetapi tidak akurat dalam menggambarkan lokasi kebocoran
(Richard J Woodcock Jr, MD., 2012).
Angiography. Angiography bukan merupakan pemeriksaan penunjang
dalam diagnosis atau manajemen fraktur tulang temporal, namun bila fraktur
mengenai kanalis arteri karotis internal dapat terjadi kerusakan arteri karotis
sehingga diperlukan pemeriksaan angiography. Dalam sebuah penelitian
retrospektif terhadap penggunaan angiografi untuk evaluasi fraktur tulang
temporal, Ahmed et al menemukan bahwa angka kematian secara signifikan
lebih tinggi terjadi pada pasien dengan CT abnormal tanpa dilakukan
angiogram daripada pada pasien dengan CT abnormal dan angiogram yang
abnormal. Para peneliti saat ini menyimpulkan bahwa diperlukan pedoman
penggunaan angiografi yang luas untuk mencakup semua pasien yang memiliki
bukti CT cedera neurocranial, sehingga dapat mendeteksi cedera vaskular yang
perlu manajemen yang agresif dan untuk menurunkan angka kematian secara
keseluruhan (Richard J Woodcock Jr, MD., 2012).

28
2.1.3. Embriologi Tulang Temporal

Tulang temporal mengeras dari delapan pusat: satu untuk skuama termasuk proses
zygomatik, satu untuk bagian timpani, empat untuk bagian petrous dan mastoid,
dan dua untuk proses styloid. Tepat sebelum penutupan kehidupan janin, tulang
temporal terdiri dari tiga bagian utama:
1. Skuama berasal dari nukleus tunggal, yang muncul di dekat akar processus
zygomatik sekitar bulan kedua.
2. Bagian petromastoid berasal dari empat nukleus, sekitar bulan kelima atau
keenam. Satu (proötic) muncul di sekitar eminentia arcuata, menyebar di
depan dan di atas meatus akustikus internal dan meluas ke puncak tulang;
itu membentuk bagian dari koklea, ruang depan, kanal semisirkular
superior, dan dinding medial rongga timpani. Yang kedua (opisthotic)
muncul di ujung di dinding medial rongga timpani dan mengelilingi
fenestra cochleæ; membentuk dasar rongga timpani dan ruang depan,
mengelilingi kanal karotis, membentuk koklea lateral dan bagian bawah,
dan menyebar secara medial di bawah meatus akustik internal. Atap ketiga
(pterotik) di rongga timpani dan antrum; sedangkan yang keempat
(epiotik) muncul di dekat kanalis semisirkularis posterior dan meluas
hingga membentuk proses mastoid (Vrolik).
3. Cincin timpani terdapat dalam sulkus timpani. Cincin ini mengembang
untuk membentuk bagian timpani, dan mengeras dalam membran dari
pusat tunggal yang muncul sekitar bulan ketiga. Proses styloid berasal dari
bagian proksimal tulang rawan lengkung hyoid kedua oleh dua pusat: satu
untuk bagian proksimal, tympanohyal, muncul sebelum kelahiran; yang
lain, yang terdiri dari sisa proses, dinamai stylohyal, dan tidak muncul
sampai setelah kelahiran. Cincin timpani bersatu dengan skuama sampai
dengan sebelum kelahiran; bagian petromastoid dan skuama bergabung
pada tahun pertama, dan bagian tympanohyal dari proses styloid pada
waktu yang sama. Stylohyal tidak bersatu dengan sisa tulang sampai
setelah pubertas, dan di beberapa tengkorak tidak pernah sama sekali.

29
Perubahan utama berikutnya pada tulang temporal selain dari peningkatan ukuran
adalah: (1) Cincin timpani memanjang ke luar dan ke belakang untuk membentuk
bagian timpani. Perluasan ini paling cepat pada bagian anterior dan posterior, dan
hasil ini bertemu dan berbaur di dasar meatus foramen Huschke; foramen ini
biasanya menutup sekitar tahun kelima, tetapi dapat bertahan sepanjang hidup. (2)
Fossa mandibula pada mulanya sangat dangkal, dan tampak ke samping dan ke
bawah; itu menjadi lebih dalam dan pada akhirnya diarahkan ke bawah. Bagian
dari skuama yang membentuk fossa terletak pada awalnya di bawah proses
zygomatik. Namun, karena pangkal tengkorak bertambah lebar, bagian bawah
skuama ini mengarah ke horizontal ke dalam pada fossa tengah tengkorak, dan
oleh karena itu arah permukaannya ke atas dan ke bawah; bagian processus
zygomatik juga menjadi terbalik. (3) Bagian mastoid pada awalnya cukup datar,
dan foramen stylomastoid dan proses styloid rudimenter terletak tepat di belakang
cincin timpani. Dengan perkembangan sel-sel udara bagian luar dari bagian
mastoid tumbuh ke bawah dan ke depan untuk membentuk proses mastoid, dan
proses styloid dan foramen stylomastoid di permukaan bawah. Turunnya foramen
harus disertai dengan pemanjangan kanal wajah yang sesuai. (4) Pertumbuhan
proses mastoid ke bawah dan ke depan juga mendorong bagian timpani, sehingga
bagian yang membentuk lantai asli meatus dan berisi foramen Huschke akhirnya
ditemukan di dinding anterior. (5) Fossa subarcuata menjadi terisi dan hampir
hilang.

30
2.2. Patologi pada Tulang Temporal
2.2.1 Kelainan kongenital
A. Stenosis External Auditory Canal
Bagian kartilaginosa External Auditory Canal (EAC) dapat
mengalami stenosis, bisa dikarena jalurnya yang abnormal atau pendek.
Tulang EAC dianggap stenotik apabila diameternya lebih kecil dari 4 mm.
Stenosis juga dapat dikaitkan dengan telinga tengah dan kelainan okular,
tetapi hubungan ini lebih sering terdapat pada kasus atresia. Debris epitel
dapat terperangkap di bagian tengah EAC apabila diameter EAC lebih
kecil dari 2–3 mm. Pasien-pasien ini cenderung mengalami kolesteatoma
EAC yang didapat (Cole dan Jarsdoerfer 1990; Benton dan Bellet 2000).

31
Gambar Stenosis dari External Auditory Canal (EAC), (a) coronal CBCT pada
sebelah kanan menunjukkan ukuran normal EAC (panah abu-abu),
(b) coronal CBCT pada sebelah kiri menunjukkan stenosis bagian
tulang AEC (panah hitam).

B. Atresia External Auditory Canal


Atresia EAC dapat berupa membran atau tulang. Pada membranous
atresia, tulang EAC biasanya stenotic dan massa jaringan lunak menempati
wilayah di mana membran timpani biasanya terletak. Malformasi terkait
ossicles dan telinga tengah lebih jarang terjadi dalam kasus atresia
membran.
Pada bony atresia, membran timpani digantikan oleh bony plate
dengan ketebalan bervariasi, memanjang masuk ke dalam EAC. Pada
complete bony atresia, EAC tidak ada dan bony atresial plate menutup
dinding lateral telinga tengah. Struktur dasar tengkorak di sekitarnya
menunjukkan centripetal bergeser ke arah area di mana EAC seharusnya
berada (Benton dan Bellet, 2000). Complete bony atresia sering dikaitkan
dengan:
• Fossa condylar yang lebih tinggi dan bergeser posterior
• Proses mastoid anterior bergeser
• Pergeseran kondilus menuju proses mastoid dan berlokasi ke lateral
rongga telinga tengah
• Tidak ramus mandibula ascending

32
• Segmen timpani yang mengalami dehiscent dan / atau inferior saraf
wajah
• Perpindahan mastoid anterior dan lateral segmen saraf wajah.

Gambar. Gambar CT Axial dan Coronal dari atresia tulang EAC

Atresia tulang EAC inkomplit dengan abnormal course dari


n.facialis dan m.tensor tympani (a) gambar CBCT axial pada level
m.tensor tympani menujukkan otot ini mengikuti abnormal course
melewati rongga telinga tengah (panah abu-abu) dan berakhir pada atresia
tulang (panah hitam) (b) CBCT axial pada level venestra ovalis
menunjukkan posisi normal dan perkembangan stapes tetapi malleus dan
incus mengalami malformasi dan menjadi satu (panah). (c) CBCT Axial
pada level segmen tympani pada kanalis n.fasilialis (panah hitam).
(d) coronal CBCT melalui bagian anterior dari telinga tengah
menunjukkan atresia AEC inkomplit (panah hitam), malleus dan incus
yang bergabung (panah abu-abu). (e) CBCT coronal melalui bagian
posterior dari rongga telinga tengah menunjukkan pergesaran lateral
oblique dari segmen mastoid kanalis nervus facialis.

33
Gambar Atresia membranous, abnormal course dari segmen mastoid n.facialis (a)
coronal CBCT melalui bagian anterior rongga telinga tengah
menunjukkan atresia membranous dari EAC (panah hitam), (b) CBCT
Coronal posterior ke (c) menunjukkan displacement anterolateral
segmen mastoid dari kanalis n.facialis (panah putih).

C. Isolated Ossicular Deformities


Isolated Ossicular Deformities terjadi pada 38% dari bawaan
malformasi eksternal dan / atau telinga tengah dan bilateral dalam setengah
dari kasus (Anson dan Donaldson 1981; Swartz dan Faerber 1985; Sando
et al. 1988; Nager 1993). Anomali telinga tengah dan tulang pendengaran
tanpa Stenosis EAC dan atresia EAC jauh lebih jarang terjadi anomali
telinga luar. Stapes dan incus merupakan tulang pendengaran yang sering
terkena. Anomali ossicular ini bisa diwariskan tetapi dikaitkan dengan
sindrom, terutama dengan Sindrom Goldenhar dan Treacher Collins.
Isolated maldevelopment of the first branchial arch (Meckel's kartilago)
akan menyebabkan anomali pada leher dan kepala malleus, dan tubuh dan
prosesus pendek dari incus.
Mandibula juga dibentuk oleh tulang rawan Meckel, oleh karena
itu malformasi ossicular lengkung mandibula dan cabang pertama sering
dikaitkan. Kerusakan lengkungan cabang kedua (tulang rawan Reichert)
akan menyebabkan anomali dari manubrium of the malleus, long process
of the incus, stapes superstructure and lateral surface of the footplate of
the stapes, styloid process, dan facial nerve canal. Kesalahan

34
perkembangan baik cabang pertama dan kedua lengkungan tersebut tentu
saja dapat mengakibatkan tidak adanya satu pun atau lebih ossicles. Stapes
adalah yang paling sering ossikel yang terlibat dan spektrum yang luas dari
anomali bisa ditemukan: footplate fixation, hypoplasia of the stapes, subtle
abnormalities of the crura, monopodal stapes, dan tidak ada nya stapes.

Gambar Isolated Congenital Stapes Deformities.

D. Aplasia Labirin
Ini adalah kelainan bentuk telinga bagian dalam yang paling parah
dan juga demikian dikenal sebagai deformitas Michel. Dalam kasus yang
sangat langka ini koklea, vestibula, dan kanalis semisirkularis, kanalis
vestibular dan cochlear aqueduct tidak ada (Schuknecht, 1993).
Aplasia labirin dapat dikaitkan dengan aplasia tulang petrous dan
pada pasien ini, tidak ada saluran pendengaran. Ketika kanal pendengaran
internal ada, hanya berisi saraf wajah. Saraf VIII tidak ada pada pasien
dengan aplasia labirin dan karena itu implantasi koklea tidak
dimungkinkan

35
Gambar. Aplasia labirin. a-b Aplasia labirin pada pasien dengan apex petrous
yang berkembang. (a) dan pada pasien dengan aplasia apex petrous
(b) Apex petrous (panah putih) terdapat pada kedua sisi tetapi
cochlea dan vestibula tidak terdapat.

2.2.2 Trauma
Fraktur pada tulang temporal dibagi kedalam 2 kategori utama,
yaitu longitudinal dan transverse, pada dasarnya fraktur pada bagian plane
tulang temporal kecenderungan terjadi pada aksis panjang dari tulang
petrous.
Belakangan diketahui pada fraktur yang terjadi di tulang temporal
terdapat kemungkinan terjadinya kondisi yang kompleks dimana
terjadinya fraktur kedua jenis secara bersamaan yaitu terjadi fraktur
longitudinal dan transverse dalam satu waktu.
Komplikasi yang paling sering terjadi pada fraktur tulang temporal
adalah hilangnya pendengaran dengan berbagai tingkatan dan tingkat
keparahan. Jenis dari hilangnya pendengaran ini bervariasa pada kasus-

36
kasus yang ditemukan, ditemukan hilangnya penedengaran jenis sensori
neural, konduktif maupun campuran.
Komplikasi lain yang dapat berhubungan dengan fraktur tulang
temporal termasuk didalamnya:
- Facial nerve injury
- Perilyphatic fistula
- Vertigo
- Cerebrospinal fluid leak
- Meningitis
- Acquired cholesteatoma

Gambar . Fraktur longitudinal bilateral dari tulang temporal pada pasien laki-laki
usia 47 tahun. Gambaran axial CT menunjukkan garis fraktur paralel
terhadap aksis panjang dari tulang petrous. Abnormalitas
malleoincudal bilateral (disrupsi pada bagian kiri dan subluksasi
pada bagian kanan) dan hemotimpanum tampak dengan adanya
cairan pada sekeliling osikel. Udara tampak samar terlihat pada ICA
kanal petrius kiri.

37
Gambar . Fraktur transversal dari tulang temporal kiri dengan cedera osikular
pada pria usia 39 tahun. Axial (a) dan koronal (b) yang tampak pada
pencitraan CT menunjukkan garis fraktur pependikular pada aksis
panjang dari tulang petrous kiri, melewati IAC dan bony labyrinth.
Kerusakan malleoincudal dan hemotympanum dapat terlihat. Udara
tampak didalam koklea.

38
Gambar . Fraktur campuran (mixed) dari tulang temporal kanan pada anak laki-
laki usia 16 tahun. Foto axial CT menunjukkan adanya obliq,
longitudinal dan garis fraktur transversal. Fraktur obliq melewati
kavum telinga tengah, terdapat hubungan dengan subluksasi
malleoincudal dan hemotympanum. Fraktur transversal yang
termasuk didalamnya vestibuli dan vestibuar aqueduct. Fraktur
longitudinal memanjang hingga mencapai basal dari koklea.
Ditemukan pneumovestibule dan terdapatnya udara pada IAC.

2.2.3 Tumor
Untuk menilai tumor di daerah tulang temporal, akan membantu untuk
melokalisasi lesi ke salah satu area berikut, yang masing-masing memiliki
serangkaian kondisi patologis yang unik: (a) IAC / CPA, (b) telinga tengah, (c)
EAC dan mastoid, dan (d) puncak petrosa.
a. IAC / CPA

39
Massa yang paling umum di daerah ini adalah schwannomas vestibular,
meningioma, epidermoid, dan posterior fossa schwannomas (seperti
trigeminal, wajah, dan glossopharyngeal). Yang jarang terlihat adalah kista
araknoid, lipoma, dermoid, dan keganasan seperti limfoma, melanoma,
dan metastasis. Selain itu, tumor yang terkait dengan tulang petrous
(misalnya, chondrosarcoma) dan otak (misalnya, glioma) dapat meluas ke
IAC / CPA.

 Schwannoma vestibular
Tumor yang paling umum di IAC / CPA adalah schwannoma
vestibular, yang menyumbang 60% -90% dari semua tumor di
wilayah ini. Ini juga dianggap sebagai tumor selubung saraf
intrakranial yang paling umum. Insiden tertinggi pada beberapa
dekade, meskipun mereka umumnya hadir dalam 2 dekade pertama
dalam pengaturan neurofibromatosis tipe II, phakomatosis yang
terkait dengan schwannomas vestibular bilateral, beberapa
schwannoma dari asal saraf kranial lainnya, meningioma, dan
ependymoma di otak dan tulang belakang. Pasien datang dengan
gangguan pendengaran sensorineural, tinnitis, dysequilibrium,
dan / atau penurunan kemampuan bicara, sekunder karena tekanan
oleh tumor pada divisi koklea dan vestibular saraf kranial VIII;
manifestasi saraf wajah relatif jarang. Tumor yang lebih besar
dapat menekan saraf trigeminal (menyebabkan mati rasa di wajah),
saraf kranial bagian bawah (menyebabkan tanda-tanda serebelar),
atau ventrikel keempat (menyebabkan hidrosefalus).

Saat schwannomas vestibular membesar, mereka dapat


berkembang secara medial ke dalam CPA dan lateral menuju
fundus dan / atau ke dalam aperture koklea. Ketika schwannoma
vestibular meluas ke aperture koklea, tumor disebut impaksi;
Temuan ini berkorelasi dengan perubahan pendengaran setelah
operasi.

40
Gambar axial kontras MR dari schwannoma vestibular. Pria berusia 51 tahun ini
mengalami gangguan pendengaran sensorineural asimetris mendadak di sebelah kanan.
Gambar menunjukkan tumor yang meningkat tajam pada IAC yang memanjang melalui
akustikus porus yang diperluas (di antara panah) ke dalam CPA, di mana ia membentuk
sudut akut dengan punggung petrous posterior.

Kebanyakan schwannoma vestibular tumbuh lambat,


dengan tingkat pertumbuhan mulai dari 0,2 mm hingga beberapa
milimeter per tahun, meskipun beberapa mungkin membesar lebih
dari 10 mm per tahun, kapan saja memungkinkan. Ada tiga
pendekatan utama - retrosigmoid / suboksipital, fossa tengah, dan
translabyrinthine. Yang terakhir mengarah pada penurunan
pendengaran oleh karena itu umumnya diperuntukkan bagi pasien
dengan pendengaran yang buruk atau tumor besar. Atau,
radiosurgery stereotactic dapat dipertimbangkan, terutama pada
pasien berisiko tinggi, mereka yang memiliki tumor bilateral, dan
mereka yang memiliki tumor residual setelah perawatan awal .

Pada gambar MR, schwannoma biasanya iso atau midly


hypointense ke parenkim otak dan hiperintens ke cairan
serebrospinal (CSF) pada gambar T1, midly hiperintense ringan ke
parenkim otak dan iso to hypointense ke CSF pada gambar T2,
dan meningkatkan secara jelas . Tumor besar mungkin heterogen,
dengan komponen kistik intra atau ekstramural, dan dapat merusak
dan menggeser batang otak, menyebabkan edema parenkim, dan

41
menekan ventrikel keempat. Sekuens T2 sangat membantu untuk
menguraikan tumor, karena sebagian besar struktur kecuali CSF
tampak cukup gelap. CSF karenanya memberikan kontras alami di
sekitar massa tumor gelap. Sekuens T2 juga dapat mengungkapkan
intensitas sinyal yang menurun dari cairan labirin ipsilateral ke
tumor, yang diduga terkait dengan kandungan protein yang lebih
tinggi dalam cairan, ini juga dapat dilihat sebagai peningkatan
intensitas sinyal pada gambar pemulihan inversi yang dilemahkan
cairan.

Gambar MR axial T2 menunjukkan schwannoma vestibular besar dengan kista internal


(panah panjang). Ini menekan batang serebelum tengah dan otak kecil (panah pendek),
dengan efek massa pada ventrikel keempat. Lateral, ada ekstensi ke pergantian dasar
koklea (panah), digambarkan dengan baik pada gambar ini yang menguraikan massa dari
cairan di sekitarnya.

 Meningioma
Berbeda dengan schwannomas vestibular, meningioma seringkali
eksentrik terhadap porus acousticus, yang berpusat di CPA; ketika
mereka meluas ke IAC, mereka jarang memperluas porus atau
IAC. Meningioma dapat meluas ke fossa kranial tengah dengan
cara herniasi, pertumbuhan melalui tentorium, atau pertumbuhan
melalui tulang temporal. Mereka juga dapat meluas ke telinga
tengah dan sinus kavernosa. Seperti disebutkan di atas,
meningioma cenderung berbasis luas di sepanjang dinding petrous
posterior, membentuk sudut tumpul pada antarmuka tumor-tulang,

42
muncul baik hemispherical atau mirip plak. Peningkatan dural yang
memanjang keluar dari tepi tumor sering terlihat.

Gambar MR meningioma T1- kontras aksial. (a) Gambar menunjukkan lesi memiliki
komponen berbasis luas terhadap permukaan petrous posterior (panah) dan komponen en
plak memanjang ke dalam IAC dan sepanjang permukaan posterior mastoid (panah). IAC
tidak diperluas. Ada ekstensi ke fossa kranial tengah (*). (B) Perpanjangan ke fossa
tengkorak tengah terlihat baik pada gambar ini dari urutan yang sama pada tingkat yang
lebih tengkorak (*), bersama dengan invasi mackel cave (panah) dan sinus kavernosa
(panah putih). Tumor mengelilingi arteri karotis internal, menyebabkan penyempitan
ringan. Perhatikan sudut tumpul antara tumor dan permukaan tulang (panah hitam).

b. Telinga Tengah/middle ear


Ketika massa jaringan lunak terlihat di telinga tengah, struktur pembuluh
darah harus dikeluarkan. Ini termasuk arteri stapedial persisten, arteri
karotis yang ditempatkan secara lateral atau menyimpang, aneurisma arteri
karotis yang terbuka. Neoplasma termasuk paraganglioma (paling umum);
lesi saraf wajah memanjang ke telinga tengah, seperti schwannoma dan
hemangioma daerah geniculate, choristoma, dan penyebaran tumor
perineural; meningioma; tumor adenomatosa dari tipe campuran; dan
keganasan seperti karsinoma dan metastasis (jarang).

Sebagian besar koristoma di telinga tengah terdiri dari jaringan kelenjar


saliva, dan mereka mungkin berhubungan dengan kelainan saraf wajah.

43
Tumor adenomatosa juga disebut adenoma telinga tengah. Ini adalah
tumor jinak yang tidak menunjukkan invasi tulang. Pada CT, satu-satunya
temuan mungkin opacity di ruang telinga tengah, dan tumor ini mungkin
sulit untuk dibedakan dari otitis media..

.
Gambar coronal CT adenoma telinga tengah pada wanita 48 tahun dengan riwayat 6
bulan dengan sensasi tekanan di telinga kanan. Ada atenuasi jaringan lunak di telinga
tengah tanpa erosi tulang yang berdekatan (panah). Pasien menjalani timppanoplasti dan
biopsi massa dan reseksi total berikutnya.

 Paraganglioma
Tumor sel paraganglia disebut paraganglioma, tetapi di daerah
kepala dan leher, istilah tumor glomus telah digunakan sejak
penemuan paraganglion pada tahun 1941, yang bernama glomus
jugularis. Paraganglioma adalah tumor paling umum kedua yang
melibatkan tulang temporal. Tumor Glomus di daerah tulang
temporal muncul dari paraganglia jugulotympanic sepanjang saraf
(cabang timpani dari saraf glossopharyngeal dan cabang auricular
dari saraf vagus, masing-masing). Glomus tympanicum mengacu
pada mereka yang terbatas pada rongga timpani dan glomus
jugulare mengacu pada tumor yang melibatkan jugularis dan
pangkal tengkorak. Glomus jugulotympanicum memiliki
komponen di telinga tengah dan foramen jugularis.

44
Paraganglioma jugulotimpanik terjadi tiga hingga empat kali lebih
sering pada wanita daripada pria. Hingga 10% dari pasien mungkin
memiliki paraganglioma multipel, sehingga diperlukan ahli
radiologi untuk melihat lesi tambahan saat penelitian, baik pada
tulang temporal, dasar tengkorak, atau leher. Paraganglioma
terlihat dalam bentuk familial pada multiple endocrine neoplasia.
Tumor ini tumbuh lambat dan masuk secara lokal, tumbuh di
sepanjang bidang dengan resistensi paling rendah di jalur yang ada
di tulang temporal, dan mereka jarang bermetastasis. Sebagian
besar pasien datang dengan masalah otologis (gangguan
pendengaran konduktif, tinnitis pulsatile, atau massa
retrotympanic).

Paraganglioma sangat vaskular dan karenanya meningkat dengan


tajam. Glomus tympanicum paraganglioma ditemukan di cochlear
promontory dan biasanya kecil karena mereka menyebabkan gejala
otologis sejak dini. Penting untuk memeriksa margin foramen
jugularis untuk mengeluarkan glomus jugulotympanicum;
kerusakan tulang litik atau permeatif yang terlokalisasi adalah
karakteristik dari tumor glomus yang melibatkan foramen
jugularis, dan terlihat dengan baik pada CT scan.

Gambar coronal CT glomus tympanicum menunjukkan nodul bulat kecil di telinga


tengah berbatasan dengan cochlear promontory(panah). Wanita berusia 50 tahun ini

45
memiliki riwayat otitis media kronis. Pada pemeriksaan otoskopik, massa eritematosa 2
mm dan secara klinis diduga mewakili glomus tympanicum.

c. EAC dan Mastoid


Tumor di daerah EAC dan mastoid sering ganas, dengan karsinoma sel
skuamosa menjadi yang paling umum. Pasien dengan karsinoma sel
skuamosa EAC sering memiliki riwayat infeksi telinga kronis yang
panjang. Ada kerusakan tulang yang agresif, dan mungkin ada invasi
jaringan lunak di sekitarnya termasuk intrakranial, inframastoid, telinga
tengah, parotis, karotis, dan keterlibatan sendi temporomandibular.
Keganasan lain seperti karsinoma sel basal, melanoma, limfoma, mieloma,
metastasis, kondrosarkoma, dan osteosarkoma terjadi jauh lebih jarang.

Gambar CT aksial karsinoma sel skuamosa EAC dengan ekstensi ke mastoid. Pasien
adalah wanita berusia 64 tahun dengan infeksi telinga kiri berulang dan persisten yang
tidak membaik dengan antibiotik; biopsi mengungkapkan diagnosis. Gambar CT
menunjukkan kerusakan tulang yang luas yang melibatkan margin EAC dan mastoid
(panah hitam), meluas ke puncak petrous (panah besar). Kapsul otic padat relatif terhindar
(panah putih). Jaringan lunak abnormal mengisi EAC, telinga tengah, dan mastoid,
memanjang ke fossa kranial posterior (panah kecil). Daun telinga juga menebal, dengan
margin ulserasi.

Penghancuran tulang yang agresif dapat dilihat dengan beberapa proses


jinak dan harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding. Ini termasuk
penyakit granulomatosa seperti histiositosis sel Langerhans, TBC, dan

46
Wegener granulomatosis. Infeksi agresif seperti otitis eksterna ganas dan
nekrosis radiasi adalah pertimbangan tambahan.

Gambar MR-T1-weighted MR dengan kontras dari Langherhans cell histiocytosis


menunjukkan peningkatan jaringan padat yang melibatkan EAC dan mastoid (panah
hitam). Ada juga keterlibatan telinga tengah (panah putih) dan sinus sigmoid (panah).
Pasien adalah seorang anak laki-laki berusia 2 tahun dengan otitis media yang dimulai
pada usia 8 bulan, sekarang dengan nanah dan cairan berdarah dan pembengkakan difus
di daerah telinga. Biopsi mengungkapkan histiositosis sel Langherhans.

d. Petrous
Neoplasma dalam apeks petrosa termasuk chondrosarcoma, chordoma,
osteosarcoma, dan meningioma. Mieloma, limfoma, dan metastasis juga
dapat terjadi. Daerah petrous mungkin terlibat sekunder oleh tumor
regional seperti schwannoma trigeminal, paraganglioma jugularis, dan
karsinoma nasofaring. Biasanya terlihat sepanjang fisura petrooccipital
daripada fossa Rosenmüller. Tidak seperti lesi di IAC dan telinga tengah,
lesi di apeks petrous biasanya mencapai ukuran yang cukup sebelum
menyebabkan gejala.
 Chondrosarcoma
Chondrosarcoma adalah keganasan primer yang paling umum.
Tumor ini cenderung terjadi di sepanjang synchondroses
petrosphenoidal dan petrooccipital, di luar garis tengah. Namun,
kadang-kadang chordoma yang timbul dari sisa-sisa notochordal
dan biasanya terlihat di garis tengah, dapat ditemukan di luar garis

47
tengah juga dan dapat menyerupai chondrosarcoma secara
radiologis. Selain itu, subtipe chondroid dari chordoma mungkin
sulit dibedakan dari varian myxoid dari chondrosarcoma secara
patologis.

Pada gambaran MR, lesi-lesi tersebut adalah hipointense pada


gambar-gambar T1 dan hyperintense pada gambar-gambar T2,
meskipun penampilannya mungkin sangat heterogen. Peningkatan
ditandai tetapi mungkin juga heterogen.

Gambar MR dengan axial kontras T1 dari chondrosarcoma apeks. Gambar menunjukkan


massa tumor di apeks petrous yang menyebabkan perpindahan arteri karotis (panah)
petrous.

 Endolympatic sac tumor


Adalah tumor cystadenomatous papiler invasif lokal. Sebagian
besar kasus bersifat sporadis. Tumor menyebabkan kerusakan
tulang lokal di daerah saluran air vestibular di tulang petros
retrolabyrinthine.

Pada CT, tulang yang diserang oleh tumor memiliki penampilan


litik dengan spikula tulang intratumoral yang sering terlihat. Pada
gambaran MR, area T1 intrinsik umumnya terlihat, mencerminkan
produksi darah. Area intensitas sinyal rendah dapat mewakili
hemosiderin. Peningkatan biasanya heterogen

48
Gambar endolympatic sac tumor pada pria berusia 46 tahun yang datang ke ruang gawat
darurat dengan serangan vertigo akut. (a) Gambar CT aksial menunjukkan lesi ekspansil
yang menyebabkan kerusakan tulang litik, berpusat di sekitar saluran air vestibular.
Spikula intratumoral dapat dilihat (panah). (B) Pada gambar MR T1 non-weighted, area
pemendekan T1 intrinsik cukup karakteristik dari tumor ini (panah). Tumor itu direseksi
dengan menggunakan pendekatan translabyrinthine.

E. Saraf Wajah/facial nerve


Tumor jinak yang paling umum dari saraf wajah adalah schwannoma dan
hemangioma. Pertimbangan terpenting dalam kategori ganas adalah
penyebaran tumor perineural di sepanjang saraf wajah.

 Schwannoma wajah
Schwannoma saraf wajah dapat melibatkan segmen saraf apa saja
dan dapat menjangkau beberapa segmen. Ganglion geniculate
sering terlibat. Dari catatan, hanya sebagian kecil pasien yang
awalnya mengalami kelumpuhan wajah; banyak yang tidak
memiliki gejala saraf wajah sama sekali. Schwannoma saraf wajah
pada IAC / CPA biasanya bermanifestasi sebagai kehilangan
pendengaran sensorineural, mungkin karena serat sensorik
myelinated yang tipis dari saraf kranial VIII lebih sensitif terhadap
efek kompresi oleh tumor daripada serat motorik myelinated tebal
dari saraf wajah. Schwannoma wajah di daerah geniculate dapat
tumbuh ke fossa kranial tengah. Mereka di sepanjang segmen

49
timpani dapat membengkak ke telinga tengah dan menekan okular,
menyebabkan gangguan pendengaran konduktif. Mereka yang
berada di segmen mastoid lebih mungkin untuk mengalami
kelumpuhan wajah, karena kanal tulang sekitarnya yang sempit
memberikan tekanan pada tumor yang tumbuh. Mereka yang di
segmen parotis ada massa di leher biasanya tanpa rasa sakit.

Pada CT, tumor dapat terlihat menyebabkan remodeling halus


ekspansil dari kanal tulang sekitarnya. Pada gambaran MR, massa
ekspansil dan peningkat dapat dilihat. Ini mungkin memiliki
penampilan tubular, dapat menjangkau beberapa segmen dengan
area yang relatif lebih sempit di antara "tautan" yang dapat dilipat.
Dalam IAC, mereka mungkin tidak dapat dibedakan dari
schwannomas vestibular. Di daerah ganglion geniculate,
pertimbangan diagnostik diferensial termasuk hemangioma dan
meningioma, meskipun lesi ini cenderung menunjukkan spikula
tulang intratumoral.

Gambar 31a: Gambar MR dengan kontras T1-weighted schwannoma wajah pada pria
berusia 35 tahun yang mengalami kelumpuhan wajah kiri dengan onset akut. (a) Pada
gambar aksial, tumor yang dapat diperluas dan meningkatkan melibatkan labyrinthine
distal, geniculate, dan segmen timpani (panah) dari saraf wajah. (B) Gambar coronal
menunjukkan bahwa segmen posterior genu dan mastoid juga terlibat (panah).

 Hemangioma

50
Dapat terlihat di sepanjang jalur intratemporal saraf wajah, paling
sering di daerah ganglion geniculate, diikuti oleh IAC, dan paling
jarang terlihat pada genu posterior. Tumor ini sering tumbuh di
antara trabekula; dalam kasus ini istilah pengerasan hemangioma
kadang-kadang digunakan. Literatur terbaru menunjukkan bahwa
lesi ini, pada kenyataannya, malformasi vena. Lesi-lesi ini secara
khas memiliki penampilan honeycomb yang ekspansil dan dapat
menunjukkan spikula tulang intratumoral pada gambar CT. Ini
mungkin sulit dibedakan dari meningioma dengan keterlibatan
intraoseus. Pada gambar MR, mungkin ada intensitas sinyal yang
heterogen dan peningkatan avid.

Gambar hemangioma di daerah geniculate pada wanita berusia 48 tahun dengan


fasikulasi wajah kanan baru di daerah mata kanan, berkembang ke wajah bawah, dan
kemudian kelemahan wajah kanan dengan sinkinesis. (a) Gambar aksial CT menunjukkan
massa ekspansil dengan spikula tulang intratumoral (panah) di daerah ganglion
geniculate. (B) Pada gambar MR aksial T1dengan kontras ditingkatkan, peningkatan avid
dapat dilihat (panah).

 Penyebaran tumor perineural


Dengan penebalan dan peningkatan saraf wajah, proses ganas yang
penting untuk dipertimbangkan adalah penyebaran tumor
perineural. Sumber keganasan biasanya adalah kelenjar parotis,
misalnya, karsinoma kistik adenoid atau karsinoma
mucoepidermoid, atau keganasan kulit terdekat yang menginvasi

51
sekunder atau bermetastasis ke kelenjar parotis. Berat tumor dapat
bervariasi di sepanjang perjalanan saraf, menghasilkan berbagai
tingkat penebalan dan peningkatan; "skip lesions" dapat terlihat di
mana ada area saraf yang tidak terlibat antara segmen abnormal.

Gambar MR aksial T1 menunjukkan penyebaran perineural tumor di sepanjang saraf


wajah pada wanita 58 tahun dengan mati rasa dan kelemahan bibir bawah sementara. (a)
Gambar kontras ditingkatkan menunjukkan peningkatan ekspansi yang melibatkan
ganglion genikulat dan segmen timpani dari saraf wajah (panah). Segmen mastoid juga
terlibat (tidak ditampilkan). (B) Gambar nonenhanced lebih kaudal mengungkapkan
karsinoma kistik adenoid di kelenjar parotis kanan yang meluas ke foramen stylomastoid
(panah)

2.2.4 Inflammatory
2.2.4.1 External Auditory Canal
a. EAC cholesteatoma
EAC cholesteatoma meruakan lesi yang jarang terjadi dengan kejadian
sekitar 0,1% -0,5%. Sebagian besar kasus bersifat spontan atau idiopatik,
meskipun lesi ini juga dapat terjadi sekunder akibat trauma, pembedahan,
atau radiasi sebelumnya. Sebagian besar pasien berada dalam kelompok
usia yang lebih tua dan disetai nyeri tumpul kronis dan otorrhea, paling
sering secara unilateral. Secara patologis, ini ditandai dengan invasi lokal
epitel skuamosa lapisan EAC ke dalam tulang di bawahnya, menghasilkan
erosi dinding kanal dan periostitis. Pada gambar CT, lesi ditandai oleh
jaringan lunak dalam EAC (biasanya dinding inferior), dengan erosi

52
meluas ke tulang yang mendasarinya. Temuan gambaran biasanya tidak
spesifik, namun, dan dapat ditiru oleh entitas seperti karsinoma dan otitis
eksterna. Karena itu, korelasi dengan gejala klinis sangat penting.

Gambar : coronal CT dari EAC cholesteatoma pada pasien 73 tahun dengan riwayat erosi tulang
kronis EAC. Gambar menunjukkan jaringan lunak di sepanjang dinding inferior EAC,
menyebabkan erosi tulang (panah).

b. Keratosis obturan
Keratosis obturan merupakan akumulasi keratin debris yang dapat diperluas dalam
EAC. Berbeda dengan kolesteatoma EAC, ini terjadi pada pasien yang lebih muda
dan cenderung bilateral. Secara klinis, pasien-pasien ini memiliki rasa sakit yang
parah dan gangguan pendengaran konduktif, dengan otorrhea relatif jarang. Ada
hubungan entitas ini dengan sinusitis dan bronkiektasis. Pada gambar CT, ada
pelebaran EAC difus oleh sumbat epidermis, yang dapat menyebabkan scalloping
tulang halus di sekitarnya, tetapi tidak ada erosi atau periostitis.

Gambar : coronal CT dari keratosis obturan menunjukkan sumbat jaringan lunak di kanal
eksternal, dengan ekspansi kanal yang ringan tetapi tidak ada erosi tulang.

53
c. Otitis eksterna maligna
Otitis eksterna nekrotikan atau maligna paling sering terjadi pada pasien diabetes
lanjut usia dan pasien lain dalam keadaan immunocompromised. Para pasien
datang dengan otalgia parah dan otorrhea, dan ada tingkat kematian yang tinggi.
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Secara klinis kita
melihat jaringan granulasi di EAC inferior di persimpangan tulang-tulang rawan.
Infeksi kemudian dapat menyebar melalui celah-celah Santorini ke jaringan lunak
di bawah dasar tengkorak, yang mengarah ke osteomielitis basis tengkorak. Pada
gambar, penebalan jaringan lunak di kanal eksternal dicatat, seringkali dengan
kerusakan tulang dan perubahan inflamasi pada mastoid. Osteomielitis basis
tengkorak dihasilkan dari perluasan proses destruktif ke dalam clivus, foramen
jugularis, dan jaringan lunak prevertebralis. Abses dapat berkembang di ruang
epidural, parenkim otak, dan ruang prevertebral sebagai komplikasi. MR dan CT
adalah modalitas pelengkap untuk evaluasi entitas ini. Diagnosis diferensial
gambaran ini termasuk karsinoma nasofaring dengan obstruksi sekunder orifisi
tuba eustachius yang menyebabkan otomastoiditis sekunder

Gambar otitis eksterna ganas pada wanita diabetes 93 tahun. (a) Gambar aksial CT menunjukkan
kekeruhan sel udara mastoid kanan. Ada perubahan erosif di wilayah petroklival di sebelah kanan
(panah). (B) Gambar MR aksial- gadolinium aksial T1 pada pasien yang sama lebih baik
menunjukkan abses prevertebral. Ada trombosis sinus petrosus inferior dengan cacat pengisian di
dalam (panah). Perhatikan hipointensitas abnormal pada sel udara mastoid kanan, yang mewakili
perubahan inflamasi.

2.2.4.2 Telinga Tengah/middle ear

54
a. Otitis media akut
Otitis media akut terutama merupakan penyakit pada bayi dan anak kecil. Pasien
datang dengan demam, otalgia, dan membran timpani merah yang menonjol.
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh bakteri seperti spesies Streptococcus atau
Haemophilus influenza. Gambaran biasanya tidak diperlukan pada otitis media
akut tanpa komplikasi. Jika pengambilan gambaran dilakukan, maka akan terlihat
kekeruhan di telinga tengah dan mastoid, dengan tingkat cairan. Mastoiditis
dengan komplikasi disarankan secara klinis dengan adanya eritema postauricular,
nyeri tekan, dan edema. Dalam situasi klinis ini, gambaran sangat penting untuk
menyingkirkan komplikasi, yang mungkin intratemporal atau intrakranial.
Mastoiditis koalesen merupakan penghancuran trabekula mastoid, yang dapat
meluas ke korteks dalam atau luar baik dengan cara resorpsi enzimatik atau erosi
tekanan pada mukosa yang meradang. Jika ada kerusakan pada korteks luar
mastoid, abses subperiosteal dapat berkembang dalam jaringan lunak di atasnya
dan pasien dapat mengalami pengumpulan postauricular. Abses berkembang
ketika ada kerusakan tulang di ujung mastoid medial ke posterior otot digastrik.
Perubahan inflamasi kemudian diarahkan secara inferior ke dalam otot
sternokleidomastoid oleh bidang fasia.

Gambar aksial CT mastoiditis koalesen pada anak laki-laki berusia 7 tahun dengan otalgia kanan
dan demam menunjukkan erosi korteks dalam dan luar mastoid (panah), serta ditandai
demineralisasi dari septasi tulang di dalam. Perubahan inflamasi juga terlihat di telinga tengah.

Saat ini, sel-sel udara apeks petrous terhubung ke sel-sel udara mastoid melalui
berbagai saluran udara supra dan infralabyrinthine yang memfasilitasi penyebaran

55
infeksi dari sel-sel udara mastoid dan telinga tengah ke apeks petrous,
menghasilkan apicitis petrous. Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza,
dan Staphylococcus aureus adalah organisme penyebab yang paling umum.
Apicitis petros terjadi pada keadaan apeks petrous yang pneumatik (terdapat pada
30% populasi). Ini ditandai dengan destruksi septum dan kortikal, osteitis, dan
peradangan meningeal yang berdekatan. Karena kedekatan saraf kelima dan
keenam dengan apeks petrous, pasien dapat mengalami kelumpuhan saraf keenam
dan nyeri retroorbital dalam pada distribusi V1 yang berhubungan dengan
otomastoiditis dan apicitis petrosa. Konstelasi temuan ini disebut sindrom
Gradinego. Pada gambar MR, peningkatan meningeal lebih dilihat. Osteomielitis
dapat terjadi pada apeks petrous nonpneumatized melalui perluasan medial
langsung dari necrotizing otitis externa atau dengan penyebaran retrograde
tromboflebitis sepanjang pleksus vena dari kanal karotis carrous.

56
Gambar CT apicitis petros pada pria berusia 78 tahun dengan infeksi telinga kanan. (a) Gambar
aksial menunjukkan kekeruhan sel udara apeks petrous kanan dengan pelemahan jaringan lunak
(panah). Ada juga kekeruhan mastoid yang tersebar. Perhatikan sel-sel udara apeks petrous di
sebelah kiri. (B) Gambaran coronal lebih baik menunjukkan penghancuran tulang petrous (panah).

Komplikasi intrakranial dari mastoiditis akut termasuk trombosis sinus vena dural,
paling sering pada sinus sigmoid dan transversus, abses epidural, empiema
subdural, meningitis, dan abses otak.

b. Otitis media kronis


Peradangan kronis pada telinga tengah dikenal sebagai otitis media kronis, atau
otomastoiditis kronis jika ada keterlibatan mastoid. Ini ditandai dengan berbagai
tanda, gejala, dan temuan fisik yang dihasilkan dari kerusakan jangka panjang
pada telinga tengah oleh infeksi dan peradangan. Mekanisme umum untuk
mengembangkan otitis media kronis termasuk disfungsi tuba eustachius yang
mendasarinya dan perforasi membran timpani. Beberapa gejala sisa penting dari
otitis media kronis yang mungkin terlihat saat ada gambaran termasuk efusi
telinga tengah, jaringan granulasi, granuloma kolesterol, dan kolesteatoma. Pada
gambar CT, semua lesi ini mungkin memiliki penampilan yang sangat mirip.
Jaringan granulasi adalah bagian dari peradangan telinga tengah dan mastoid. Ini
membungkus struktur telinga tengah tetapi tidak menghancurkan atau tidak ada
efek massa. Jaringan granulasi sangat meningkat karena vaskularisasi. Pada
gambar MR yang disempurnakan dengan gadolinium, ini mudah terlihat. Namun,
peningkatan mungkin sulit untuk dilihat pada gambar CT.

c. Granuloma kolesterol
Dalam keadaan disfungsi tuba eustachius, mungkin ada penumpukan tekanan
negatif atau fenomena vakum di rongga telinga tengah, yang menyebabkan edema
mukosa dan pecahnya pembuluh darah. Kerusakan eritrosit dan elemen jaringan
melepaskan kolesterol, yang memicu reaksi sel raksasa tubuh asing yang
mengarah pada pembentukan granuloma kronis, disebut granuloma kolesterol.
Lesi ini juga disebut sebagai kista kolesterol, kista coklat, atau kista biru. Lokasi
umum untuk entitas ini termasuk telinga tengah dan apeks petrosa; juga jarang

57
terjadi di rongga mastoidektomi. Di telinga tengah, pasien akan mengalami
membran timpani biru, hemotympanum, atau gangguan pendengaran konduktif.
Pada apeks petrosa, lesi ini dapat asimptomatik atau pasien mungkin memiliki
gejala tidak spesifik seperti vertigo, pusing, atau neuropati kranial yang berkaitan
dengan saraf kranial V, VI, VII, dan VIII. Pada apeks petrosa, lesi ekspansil
dengan margin tulang yang tidak terlihat dapat terlihat pada CT scan. Pada gambar
MR, temuan karakteristik adalah adanya pemendekan T1 intrinsik
(hiperintensitas) karena adanya produk darah. Pada gambar MR T2-weighted,
intensitas sinyal biasanya heterogen hyperintense. Granuloma kolesterol tidak
meningkat. Diagnosis banding penting untuk entitas ini adalah cairan sederhana
yang terperangkap atau efusi apeks petrosa. Namun, meskipun efusi dapat meniru
granuloma kolesterol dengan karakteristik sinyal MR, itu tidak menyebabkan
ekspansi atau penghancuran sel udara apeks petrosa, perbedaan yang paling baik
dievaluasi dengan CT.

Gambar kolesterol granuloma. (a) Gambaran CT aksial pada seorang wanita 37 tahun dengan
diplopia dan sakit kepala menunjukkan massa yang ekspansil di apeks petrosa kiri dengan margin
tulang yang tidak terlihat (panah). (b) Gambaran MR aksial T1 pada pasien yang berbeda
menunjukkan karakteristik hiperintensitas T1 dalam lesi apeks petrous yang dapat diekspansikan
(*). (C) Pada gambar aksial T2-tertimbang (pada pasien yang sama seperti pada b), lesi heterogen
hiperintens, dengan tepi hipointensitas (panah).

58
Gambar kolesterol granuloma. (a) Gambaran CT aksial pada seorang wanita 37 tahun dengan
diplopia dan sakit kepala menunjukkan massa yang ekspansil di apeks petrosa kiri dengan margin
tulang yang tidak terlihat (panah). (b) Gambaran MR aksial T1 pada pasien yang berbeda
menunjukkan karakteristik hiperintensitas T1 dalam lesi apeks petrous yang dapat diekspansikan
(*). (C) Pada gambar aksial T2-tertimbang (pada pasien yang sama seperti pada b), lesi heterogen
hiperintens, dengan tepi hipointensitas (panah).

Gambar CT aksial dari efusi apeks petrosa pada pria berusia 36 tahun dengan gangguan
pendengaran sensorineural sisi kanan menunjukkan kekeruhan apeks petrous kanan petrous (*).
Tidak memiliki margin ekspansil, membedakannya dari mukokel apeks petrosa atau granuloma
kolesterol. Septasi internal dan korteks utuh, membedakannya dari apicitis petrosa

d.Cholesteatoma
Adalah komplikasi penting lain dari otitis media kronis. Ini ditandai dengan
akumulasi epitel keratin deskuamasi di rongga telinga tengah atau di bagian-
bagian lain dari tulang temporal. Secara histologis, choleasteatoma memiliki dua
komponen aselluler keratin debris, yang membentuk kandungan kantung, dan
matriks, yang merupakan komponen aktif secara biologis yang membentuk

59
lapisan kantung. Matriks terdiri dari lapisan dalam epitel skuamosa keratinisasi
dan lapisan luar jaringan ikat subepitel, juga dikenal sebagai perimatrix. Lapisan
epitel menghasilkan keratin, sedangkan perimatrix mengandung sel-sel
mesenkhim yang menghasilkan enzim proteolitik, yang dapat menyerap tulang.
Kolesteatoma dapat terinfeksi secara sekunder, menghasilkan keluarnya bau yang
tidak sedap. Sebagian besar kolesteatoma diperoleh (98%), dengan minoritas (2%)
bawaan. Teori pengembangan kolesteatoma yang didapat: Disfungsi tuba
eustachius kronis menghasilkan fenomena vakum di rongga telinga tengah, yang
mengarah pada pembentukan kantung retraksi pada pars flaccida yang dilapisi
oleh epitel permukaan membran timpani yang tumbuh seiring waktu. Teori invasi
epitel mengalami pertumbuhan epitel skuamosa bertingkat keratinisasi di telinga
tengah dengan cara perforasi membran timpani. Kira-kira 80% kolesteatoma yang
diperoleh berhubungan dengan pars flaccida, yang merupakan bagian yang lebih
longgar dari membran timpani yang membentuk superior seperdelapan dari
lingkar drum. Sekitar 20% berhubungan dengan pars tensa membran tympanic
yang lebih rapat. Kolesteatoma kongenital muncul dari epitel di telinga tengah
pada anak tanpa riwayat otorrhea, perforasi membran timpani, atau prosedur
otologis. Pada apeks petrosa, kolesteatoma bisa didapat atau bawaan.
Kolesteatoma kongenital dan didapat dapat dilihat sebagai lesi putih mutiara pada
otoscopy. Secara klinis, pasien dengan kolesteatoma yang didapat datang dengan
otorrhea yang berbau busuk kronis, perforasi membran timpani, dan kantong
retraksi pada pars flaccida. Kolesteatoma kongenital mungkin merupakan temuan
insidental pada pasien tanpa gejala, atau pasien mungkin mengalami gangguan
pendengaran konduktif.

CT adalah gambaran andalan peradangan tulang temporal. Pars flaccida


cholesteatoma terlihat sebagai lesi berlobus ekspansil bulat di ruang Prussak yang
mengikis skutum, dengan perpindahan medial dan erosi ossicles. Lesi dapat
meluas , dan ke sel udara mastoid melalui aditus ad antrum. Sebaliknya, pars
tensa cholesteatoma cenderung terjadi medial ke ossicles dan memindahkannya ke
lateral. Kolesteatoma kongenital umumnya terletak di kuadran superior anterior
rongga telinga tengah tepat di atas pembukaan tuba eustachius.

60
Gambar coronal CT dari pars flaccida cholesteatoma pada wanita 56 tahun dengan kantong
retraksi dalam pada pemeriksaan klinis. Gambar menunjukkan jaringan lunak berlobus di ruang
Prussak (panah) dan loteng (*), menggeser tulang-tulang pendengaran secara medial dan mengikis
skutum (panah).

Gambar coronal CT dari pars tensa cholesteatoma pada pria berusia 31 tahun dengan gangguan
pendengaran sisi kiri dan kantong retraksi pada pemeriksaan klinis. Gambar menunjukkan massa
medial jaringan lunak berlobula ke ossicles (*), menggeser ossicles ke lateral. Skutum tetap tajam
(panah), berbeda dengan skarum flaccida kolesteatoma.

Beberapa komplikasi umum kolesteatoma termasuk erosi atas telinga tengah


(tegmen tympani), dengan atau tanpa pembentukan meningoencephalocele; erosi
kanal wajah pada bagian timpani atau mastoid; dan erosi yang menutupi tulang di
atas kanal setengah lingkaran lateral, yang dapat menghasilkan pembentukan
antara telinga tengah dan telinga bagian dalam, juga dikenal sebagai labirin atau
fistula perilymphatic. Mural kolesteatoma mengalirkan isi kistiknya melalui
membran timpani ke EAC, dengan hanya lapisan matriks yang tersisa. Ini
menghasilkan penampilan "automastoidectomy" yang khas, dengan proses
destruktif tulang yang luas di telinga tengah / mastoid menyerupai rongga
mastoidektomi bedah. Pada pgambaran MR, kolesteatoma adalah hipointens pada

61
gambar T1-weighted, sedikit hiperintens pada gambar T2, dan tidak meningkat.
Reduksi difusivitas dapat dilihat pada gambar DW (difusi-weighted) pada
kolesteatoma. Teknik pencitraan DW non-echo-planar turbo spin-echo berbasis
dapat mencapai bagian yang lebih tipis (2 mm) dengan artefak kerentanan lebih
sedikit pada antarmuka udara-tulang bila dibandingkan dengan urutan gambaran
echo-planar. Gambran MR juga sangat berguna dalam mengevaluasi komplikasi
seperti meningoencephaloceles akibat erosi tegmen. Gambaran MR juga dapat
membantu membedakan kolesteatoma berulang dari granuloma kolesterol,
jaringan granulasi, atau bekas luka. Sensitivitas gambaran DW untuk deteksi
kolesteatoma menurun dalam pengaturan pasca operasi, meskipun spesifisitasnya
tetap tinggi.

Gambar CT aksial automastoidectomy pada pria berusia 51 tahun dengan riwayat otitis media
kronis yang sudah lama ada di sebelah kiri. Gambar menunjukkan rongga besar (*) di telinga
tengah dan antrum mastoid, dengan nonvisualisasi ossicles. Ada sejumlah kecil sisa jaringan lunak
inflamasi. Tidak ada riwayat operasi

62
Gambar MR kolesteatoma pada pasien pria berusia 15 tahun dengan riwayat pengeringan telinga.
(a) Gambar aksial T2-aksial menunjukkan lesi heterogen hiperintens di telinga tengah kiri /
mastoid (*). (B) Gambar aksial T1-dengan gadolinium aksial menunjukkan lesi menjadi tidak
meningkatkan (*). (c) Gambar DW koral menunjukkan penurunan difusivitas dalam lesi (panah).

2.2.4.3 Saraf Wajah/facial nerve


a. Bell palsy
Bell palsy mengacu pada kelumpuhan saraf wajah tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi. Peradangan virus, mungkin sebelum infeksi virus herpes simpleks,
telah terlibat. Hal ini ditandai dengan timbulnya kelumpuhan saraf wajah yang
sangat cepat, yang berlangsung selama beberapa jam hingga 3 minggu. Pada 80%
pasien, gejala membaik secara spontan; jika gejalanya menetap selama lebih dari 3
minggu, penyebab yang lebih tidak menyenangkan seperti neoplasma harus
diselidiki, dan investigasi harus mencakup penggunaan gambaran MR. Pada
gambaran biasanya, ada peningkatan bagian kanalikuli, labirin, dan geniculate dari
saraf wajah.

Gambar MR Axial gadolinium T1-weighted yang ditingkatkan dari Bell palsy pada pria berusia
73 tahun dengan kelumpuhan wajah kiri dengan onset lambat. Gambar menunjukkan peningkatan
pada genu pertama dan segmen timpani proksimal saraf wajah kiri (panah).

b. Sindrom Ramsay Hun


Sindrom Ramsay Hunt juga disebut sebagai herpes zoster oticus. Diperkirakan
mewakili reaktivasi virus varicella zoster laten di ganglion geniculate. Reaktivasi
dapat terjadi dalam pengaturan keadaan immunocompromised, penyakit sistemik,

63
atau penuaan. Secara klinis, pasien awalnya mengalami rasa sakit yang membakar
di telinga; ini diikuti 1 hari hingga 4 hari kemudian dengan erupsi vesikular,
kelumpuhan wajah, gangguan pendengaran, dan / atau vertigo. Pada gambar MR,
ada peningkatan saraf kranial VII dan VIII, labirin, dan / atau inti wajah pontine.

2.2.4.4 Bagian dalam telinga/inner ear


Peradangan telinga bagian dalam atau labyrinthitis dapat terjadi sebagai akibat
dari infeksi (virus atau bakteri) atau mungkin autoimun atau posttraumatic.
Labyrinthitis ossificans adalah tahap akhir dari labyrinthitis, di mana ada osifikasi
patologis ruang di dalam lumen labirin bertulang (terdiri dari koklea dan sistem
vestibular). Daerah osifikasi koklea yang paling umum terjadi pada skala tympani
pada perubahan basal, dan kasus yang paling luas dilihat sebagai komplikasi
meningitis. Evolusi labyrinthitis ditandai oleh tiga tahap: akut, fibrosa, dan
osifikasi (labyrinthitis ossificans). Pada tahap akut, peningkatan telinga bagian
dalam dicatat pada gambaran MR, tetapi CT scan mungkin tampak normal. Pada
tahap fibrosa menengah labirinitis, terdapat kehilangan intensitas sinyal cairan
pada gambar sekuens T2 (misalnya, gangguan konstruktif tiga dimensi dalam
keadaan stabil [CISS] atau gambaran cepat menggunakan akuisisi kondisi-stabil
[FIESTA]), sementara CT scan mungkin masih tampak normal. Pada tahap akhir
ossific, seseorang melihat penggantian koklea normal, ruang depan, dan / atau
kanal setengah lingkaran dengan redaman tulang pada CT scan. CT tertinggal dari
gambaran MR dalam pendeteksian labyrinthitis ossificans.

64
Gambar CT aksial dari labyrinthitis ossificans pada pasien dengan riwayat meningitis yang jauh.
Gambar menunjukkan pemusnahan koklea kiri (panah hitam) dan ruang depan (panah putih) oleh
tulang sklerotik. Perubahan serupa terlihat di kanan (tidak ditampilkan).

2.2.5. Tumor Tulang Temporal


Tumor tulang temporal dapat digolongkan menjadi :
1. EAC ( external auditory canal)
2. Bagian tengah (mastoid complex )
3. Bagian dalam (apex petrous)

1. EAC ( external auditory canal)


Karsinoma EAC biasanya adalah penyakit pada orang tua, sering didiagnosis
pada usia 60-an atau 70-an, merupakan keganasan paling sering dari EAC,
kira-kira empat kali lebih umum daripada sel basal karsinoma (Lobo et al.
2008). Gambaran radiologis tampak sebagai soft tissue mass. perubahan
destruktif menjadi jelas dan tumor berinfiltrasi ke jaringan lunak di sekitarnya
(Ong et al. 2008). Karsinoma EAC paling sering menyebar melalui fisures of
Santorini sepanjang lantai tulang rawan EAC. Node parotid adalah node
eselon pertama (Choi et al. 2003). Pre-dan post-auricular limfadenopati juga
sering terlihat. faktor prognostik yang penting adalah melihat apakah sudah
terdapat metastasis KGB servikal dan adanya kelumpuhan wajah (Moffat et al.
2005; Yin et al. 2006). Gejala awal karsinoma EAC menunjukkan gejala
otorrhoea dan otalgia sering salah diagnosis sebagai otitis eksterna. Selain itu,
sampel histologis kadang-kadang mirip dengan pseudoepitheliomatous

65
hiperplasia (Gacek et al. 1998). Setiap lesi EAC yang terkait dengan
kerusakan tulang harus dipertimbangkan.

Gambar MRI dan CT karsinoma EAC

2. Bagian tengah (mastoid complex )


Telinga tengah terhubung ke mastoid melalui aditus ad antrum. Tumor telinga
tengah bisa tumbuh bebas ruang udara telinga tengah dan mastoid. Metastasis
melalui jendela oval dan jendela bundar serta melalui membran timpani. Jalur
potensial lainnya di luar mastoid telinga tengah kompleks termasuk tuba
eustachius dan sepanjang neurovaskular struktur ke dalam nasofaring, fossa
infratemporal atau leher. Tumor yang agresif dapat langsung melalui tulang,
terutama melalui tegmen tympani tipis atau sigmoid ke fossa kranialis tengah atau
posterior dan sigmoid sinus.
a. Glomus tympanicum paraganglioma
Paraganglioma adalah tumor neuroendokrin, berasal dari sel kromafin di
paraganglia atau kromafin negatif sel glomus berasal dari embrionik neural crest.
Di telinga tengah, sel-sel ini ditemukan di mana saja sepanjang saraf Jacobson
(timpani cabang saraf glossofaringeal). Saraf ini memasuki telinga tengah melalui
kanalikuli dan bentuk timpani pleksus timpani, yang meratakan pada permukaan
ujung koklea dan dinding medial telinga tengah. glomus jugulotympanicum
mengacu pada paraganglioma yang melibatkan foramen jugularis dan telinga

66
tengah. Tumor ini biasanya muncul dari sel-sel glomus yang berasal dari Saraf
Jacobson atau saraf Arnold (mastoid atau auricular cabang saraf vagus).
Prevalensi terbanyak pada dekade kelima dan keenam dan dominan perempuan.
- Gejala: pulsatile tinnitus, Jika tumornya besar, itu bisa menyebabkan tuli
konduktif, palsy saraf wajah dan gangguan pendengaran sensorineural atau
vertigo dapat terjadi jika saraf wajah atau telinga bagian dalam terlibat.
Dapat terjadi kelumpuhan saraf kranialis lainnya dari ekstensi ke foramen
jugularis atau kanal hipoglosus. Kadang-kadang, tidak menunjukkan
gejala.
- klinis : massa retrotympanic vaskular terlihat. Tumor glomus tympanicum
dapat dibedakan dari glomus jugulotym-panicum, dilihat dari arteri karotis
internal yang menyimpang atau dehiscent.
Pada CT resolusi tinggi, nodular massa jaringan lunak biasanya terlihat di
hypotympanum dekat ujung koklea. Erosi tulang bukan merupakan gejala utama
bahkan pada tumor besar. Tumor mengisi epitympanum, attic dan antrum,
menghasilkan retensi cairan dalam mastoid.

Gambar CT Glomus tympanicum paraganglioma

b. Middle ear schwannoma


Schwannoma terbanyak berasal dari telinga tengah muncul dari N facialis. (Aydin
et al. 2000; Wiet et al.1985). Pada pemeriksaan klinis, schwannoma dapat muncul
sebagai massa putih berbulu di belakang membran timpani yang intak. Pada
pencitraan, didapatkan massa berlobus yang berbatas tegas yang terlihat timbul
dari segmen timpani atau mastoid saraf wajah atau terpisah dari saraf wajah.
Setelah kontras T1 MRI menunjukkan peningkatan massa.

67
c. Kolesteatoma kongenital
Kolesteatoma kongenital terlihat sebagai massa putih di belakang membran
timpani intak, berbeda dengan kolesteatoma yang didapat, yang timbul dari
kantong perforasi atau retraksi di membran timpani dan berhubungan dengan
riwayat Otorrhoea kronis dan infeksi telinga tengah berulang. Kolesteatoma
bawaan muncul ketika ada migrasi ektoderm kanal eksternal di luar cincin
timpani. Hasilnya, membran timpani masih utuh. Kedua bentuk kolesteatoma
bawaan dan didapat sebagai akibat dari akumulasi bahan keratin yang terkelupas
dalam kantung dilapisi oleh sel epitel skuamosa. Pada CT, kolesteatoma bawaan
muncul sebagai massa jaringan lunak nodular di hypo atau mesotympanum,
dengan atau tanpa erosi okular. Prussak space dan skutum biasanya normal.
Adenoma telinga tengah adalah tumor langka di tengah. Gejala adenoma telinga
tengah paling umum adalah gangguan pendengaran konduktif dan massa jaringan
lunak di balik membran timpani yang intak. Pada CT, mereka muncul sebagai
massa jaringan lunak yang mengelilingi ossicles, sulit dibedakan dari
kolesteatoma bawaan. Tumor yang lebih besar dapat menyebabkan erosi okular.
Pada MRI, mereka muncul sebagai massa tambahan yang tidak terbatas pada
ujung koklea dan mungkin meniru glomus tympanicum (Zan et al. 2009). Tumor
ganas pada telinga tengah jarang terjadi. Yang paling umum pada tumor telinga
tengah adalah SCC, yaitu diperkirakan timbul sekunder dari metaplasia skuamosa,
terutama otitis media kronis.

Gambar CT Middle ear schwannoma

68
3. Tumor bagian dalam dan internal auditory canal
Telinga bagian dalam terdapat Membran labirin yang merupakan sistem tertutup
dari tabung dan endolimfe yang diisi ruang, yang meliputi ruang depan (utricle
dan saccule), saluran setengah lingkaran, saluran koklea (media skala koklea),
saluran dan kantung endolimfatik.
a. Schwannoma
Schwannoma adalah tumor enkapsulasi jinak yang timbul dari sel Schwann yang
membungkus saraf kranial. Secara histologis, mereka terdiri dari Schwann yang
berbeda sel yang membentuk Antoni A (area sel gelendong kompak) dan pola B
(bidang matriks yang tersusun longgar dengan sel lipid-laden dan kista).
Schwannoma ganas sangat jarang tetapi telah dilaporkan (Balasubramaniam
1999).
- Intracanalicular Schwannoma
Tumor ini paling sering berasal dari N. Vestibular, cabang dari N
Vestibulocochlearis, pada glial-Schwann junction, yang biasanya terletak pada
porus akustikus, dan presentasi paling sering adalah kombinasi cerebellopontine
angle (CPA-IAC). Usia kebanyakan yang terkena adalah antara 40-60 tahun.
Gejala gangguan pendengaran sensorineural progresif unilateral terkadang dengan
tinitus dan vertigo. Pada pencitraan MR, tumor ini muncul sebagai massa ‘‘ es
krim di atas kerucut ’ (intracanalicular schwannoma) atau (CPA-IAC
schwannoma).

Gambar Intracanalicular Schwannoma

69
Meskipun kista intramural jarang dijumpai pada schwannoma yang lebih besar (<
25%), tumor ini hampir tidak terlihat pada lesi intracanalicular yang lebih kecil.
Haemorrhagic-schwannoma jarang terjadi (0,5%). Nilai prognostik ditentukan jika
massa berukuran > 2 cm dan keterlibatan pada IAC fundus atau cochlear aperture.
IAC facial nerve schwannoma menyerupai vestibular schwannoma secara klinis,
meskipun kelumpuhan N7 biasanya terdapat pada facial nerve schwannoma
(Ulkuet al. 2004). Jika tumor mirip dengan IAC, tumor tersebut tidak dapat
dibedakan dari vestibular schwannoma pada pencitraan. Diagnosis pencitraan
schwannoma N7 adalah tercapai ketika tumor terlihat memanjang ke labirin
segmen saraf wajah, sehingga menimbulkan labirynthine tail‘‘ terdeteksi pada
MRI kontras.

Presentasi klinis dari intracanalicular meningioma mirip dengan vestibular


schwanno-mas (hingga 80% dengan sensorineural progresif unilateral) gangguan
pendengaran dan 50% dengan tinitus), meskipun mereka cenderung muncul gejala
lebih cepat. (Laudadio et al. 2004). hasil pencitraan sering dikaitkan dengan
meningioma intrakranial lainnya, seperti kalsifikasi intramural, dural tail,
hiperostosis tulang. mereka tampak mirip dengan schwannomas vestibular IAC.
Lipoma intracanalicular adalah lesi kongenital yang jarang timbul dari
maldifferentiation meningeal precussor tissue (meninx primitiva). Lipoma
intracanalicular sebagai non enhancing IAC lession dengan hiperintens homogen
pada T1 weighted MRI imaging.

- Schwannoma Intralabyrinthine
Schwannoma intalabyrinthine berasal dari perineural Sel Schwann dari cabang
intralabyrinthine dari CN8. Sekitar 80% dari tumor ini terbatas pada koklea,
sering terletak di anterior antara basal dan belokan kedua (Tieleman et al. 2008).
Schwannoma intalabyrinthine dapat tumbuh dari koklea ke ruang depan, dan
sebaliknya. dapat juga meluas dari koklea (Transmodiolar) atau ruang depan
(transmacular) ke fundus dari IAC. Gejala utama adalah gangguan pendengaran
progresif sensorineural unilateral, sering dikaitkan dengan tinitus dan vertigo.
Schwannoma intalabyrinthine sedikit lebih hiper intens daripada endolymph dan

70
sekitarnya di perilymph. Pencitraan MR T1-weighted, dan menunjukkan
peningkatan signifikan setelah diinjeksikan kontras intravena. tidak terlihat ada
massa hypointense intralabirinth pada pencitraan T2. Ketika peningkatan
intralabyrinthine terdeteksi, diagnosis banding yang paling penting untuk
dipertimbangkan adalah labirinitis, yang biasanya memiliki onset klinis akut. Pada
labirinitis, peningkatannya cenderung melibatkan sebagian besar atau semua
labirin membran dan pada T2 resolusi tinggi.

b. Endolymphatic Sac Tumour


Tumor kantung endolimfatik adalah adenokarsinoma papiler derajat rendah,
sering berpusat di fovea endolimfatik kantung di sepanjang permukaan posterior
tulang temporal petrous. Tumor berasal dari turunan neuroectodermal epitel
(Heffner 1989). Kebanyakan kantung endolimfatik Tumor bersifat sporadis tetapi
beberapa (terutama bilateral Tumor) dikaitkan dengan penyakit von Hippel-
Lindau. Tumor ini umumnya menyerang orang dewasa dengan insidensi puncak
dalam dekade ketiga dan keempat (Devaney et al. 2003). Gejala penyajian yang
paling umum termasuk sensorineural tuli, vertigo, dan tinitus. Fitur penting dari
tumor ini adalah perbedaan antara penampilan histologis tingkat rendah dan
erilaku infiltratif yang agresif (Devaney et al. 2005). CT menunjukkan massa
jaringan lunak yang destruktif dengan intratumoural spikula tulang residual yang
timbul dari retrolabyrinthine tulang temporal petrous (Mukherji et al. 1997;
Stendel et al.1998). Pada MRI, fokus hiperintens sering terlihat di dalam T1, yang
menggambarkan perdarahan subakut (methaemoglobin ekstraseluler) atau kista
intramural dengan kandungan protein tinggi (Ho et al. 1996). Void aliran mungkin

71
terlihat pada tumor yang lebih besar hypervascular. Peningkatan heterogen juga
ditunjukkan berikut kontras intravena (Gbr. 9).

Apex petrosa
a. Pseudolession
Sumsum lemak asimetris, cairan yang terperangkap dari petrosa puncak dan
petrous apex cephalocoele. Sumsum lemak diploic dalam asimetris non-
pneumatised atau petrous kurang puncak dapat terlihat pada 5-10% individu.

b. Benign lession
Granuloma kolesterol adalah dari respon inflamasi terhadap adanya kolesterol
kristal, produk degradasi perdarahan mikro dalam sel-sel udara apeks petrous
(Jackler dan Cho 2003). dicirikan oleh massa ekspansil T1 tinggi dan Sinyal T2-
weighted, dengan hypointense rim (karena deposisi haemosiderin). Mucocoele

72
dari petrous apex adalah lesi yang langka, terbentuk dari hasil sekresi lendir terus
menerus yang menghambat sel udara. Sinyal MR dari lesi ekspansil ini bervariasi
sesuai dengan tingkat hidrasi atau inspirasi dari isi (Larson dan Wong 1992).

c. Malignant tumor
Apex petrosa merupakan tempat tersering terjadinya metastasis. Pada anak anak,
biasanya adalah rhabdomyosarcoma, dan Langerhans cell histiocitosis. Kira kira
30% rhabdomyosarcoma tempat predileksinya terdapat di leher dan kepala, tulang
temporal jarang menjadi tempat predileksinya. Sering menyerupai otitis media,
perlu dicurigai apabila terdapat infeksi telinga kronis yang tidak sembuh dengan
antibiotik, massa preauricular lymphadenopathy, atau cranial nueropathy.
Langerhans cell histiocitosis bisa juga menyerang petrous apex, meskipun tempat
terseringnya adalah mastoid air cells. Apex petrosa bisa juga menjadi tempat
chondrosarkoma dan kondroma, yang biasanya berasal dari struktur yang
berdekatan. Basis tengkorak berkembang oleh ossifikasi endochondral. Tengkorak
chondrosarcomas berkembang dari sisa-sisa tulang rawan embrionik, paling sering
di petro-occipital fissure. CT menunjukkan lesi tulang litik dengan margin transisi
tajam, dan kalsifikasi kondroid erlihat pada 50% kasus. Lesi tampak hypointense
menuju isointense pada gambar T1-weighted dan hyperintense pada gambar T2-
weighted, dengan peningkatan post-contrast heterogen (Schmidinger et al. 2002).

73
DAFTAR PUSTAKA

Alpen Patel,M.D. 2010. Management of Temporal Bone Trauma,


Craniomaxillofac Trauma Reconstruction Volume 3:105–113. Copyright#
2010 by Thieme Medical Publishers, Inc., 333 Seventh Avenue, New York, ,
USA.Department of Otolaryngology–Head and Neck Surgery, Towson
Medical Center
Amy F Juliano. 2013. Imaging Review of Temporal Bone Part I: Anatomy and
Inflammatory and Neoplastic Processes. Vol. 269, No. 1
Anson B, Donaldson J. 1981. Auditory ossicles of aberrant form encountered in
malformation of the middle ear. In: Anson B, Donaldson J (eds) Surgical
anatomy of the temoral bone. Saunders, Philadelphia, pp 398–399
Antonio Riera March, MD, FAC. 2012. Temporal Bone Fracture Treatment &
Management, Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery,
University of Puerto Rico School of Medicine
Antonio Riera March, MD, FAC., 2012. Temporal Bone Fracture, Department of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery, University of Puerto Rico School
of Medicine
Benton C, Bellet PS. 2000. Imaging of congenital anomalies of the temporal
bone. Neuroimaging Clin North Am 10:35–53
Choi JY, Choi EC, Lee HK et al (2003) Mode of parotid involvement in external
auditory canal carcinoma. J Laryngol Otol 117:951–954
Cole RR, Jahrsdoerfer RA. 1990. The risk of cholesteatoma in congenital aural
atresia. Laryngoscope 100:576–578
Gray’s anatomy of the Human Body. 2012. The Temporal Bone.
Lobo D, Llorente JL, Suarez C (2008) Squamous cell carcinoma of the external
auditory canal. Skull Base 18:167–172
Mariam I. Saadia-Redleaf. 2011. Bilateral Clinical Pathology of The temporal.
Department of Otolaryngology–Head and Neck Surgery. The University of
illinois at Chicago.

74
Moffat DA, Wagstaff SA, Hardy DG (2005) The outcome of radical surgery and
postoperative radiotherapy for squamous cell carcinoma of the temporal
bone. Laryngoscope 115:341–347
Myrian Marajó Dal Secchi, Juliana Furno Simões Moraes, Fabrício Barbosa de
Castro. 2011. Fracture of the temporal bone in patients with traumatic
brain injury, Brotherhood of Santa Casa of Mercy of Santos. Santos / SP -
Brazil.
Nager G. 1993. Dysplasia of the external and middle ear. In: Nager G (ed)
Pathology of the ear and temporal bone. Williams & Wilkins, Baltimore, pp
83–118
Ong CK, Pua U, Chong VF (2008) Imaging of carcinoma of the external
auditory canal: a pictorial essay. ICIS Cancer Imaging 20:191–198
Richard J Woodcock Jr, MD. 2012. Temporal Bone Fracture Imaging.
Consulting Radiologist, Atlanta Radiology Consultants, LLC; Consulting
Radiologist and MRI Director, St Joseph's Hospital. Coauthor Sarah
Connell, MD., Peter C Belafsky, MD, MPH, PhD Assistant Professor,
Department of Otolaryngology, Head and Neck Surgery, University of
Miami, Jackson Memorial Hospital
Sando I, Shibahara Y, Takagi A et al. 1988. Frequency and localization of
congenital anomalies of the middle and inner ears: a human temporal
bone histopathological study. Int J Pediatr Otorhinolaryngol 16:1–22
Schuknecht HF. 1993. Pathology of the ear. Lea and Febiger, Philadelphia
Stewart C. Little, MD; Bradley W. Kesser, MD. 2006. Original Article:
Radiographic Classification of Temporal Bone Fracture, Arch
Otolaryngol Head Neck Surg. 2006;132(12):1300-1304.
doi:10.1001/archotol.132.12.1300
Swartz JD, Faerber EN. 1985. Congenital malformations of the external and
middle ear: high resolution CT findings of surgical importance. AJR
144:501–506
Tieleman A, Casselman JW, Somers T et al (2008) Imaging of intralabyrinthine
schwannomas: a retrospective study of 52 cases with emphasis on lesion
growth. Am J Neuroradiol 29:898–905

75
Tomoko Makishima, MD, PhD. 2010. Temporal Bone Fracture. Grand Rounds
Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology
Yan Edward, Al Hafiz. 2008. Terapi Dekompresi pada Parese Saraf Fasialis
Akibat Fraktur Tulang Temporal, Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas - RSUP
Dr. M. Djamil Padang
Zamzil Amin Asha’ari. 2008. Original article: Head Injury with Temporal Bone
Fracture: One Year Review of Case Incidence, Causes, Clinical Features
and Outcome, Department of Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery,
Kulliyyah of Medicine, International Islamic University Malaysia, Jalan
Hospital, 25100 Kuantan, Pahang, Malaysia.

76

Anda mungkin juga menyukai