Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER


DENGAN HIPERTERMIA

Oleh:
I GEDE DWI YASA SUGIHARTA
NIM: P07120017091

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
DEPASAR
2020
A. Konsep Dasar Dengue Hemorrhagic Fever
1. Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan
masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
(betina). DHF terutama menyerang anak remaja dan dewasa dan seringkali
menyebabkan kematian bagi penderita (Christantie Effendi, 1995).

2. Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF
dengan masa inkubasi antara 13 – 15 hari. Penderita biasanya mengalami
demam akut (suhu meningkat tiba-tiba) sering disertai menggigil, saat
demam pasien composmentis. (Nelson. 1997)
Gejala klinis lain yang timbul dan sangat menonjol adalah
terjadinya perdarahan pada saat demam dan jarang pula dijumpai saat
penderita mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa :
1. Perdarahan pada kulit (ptekie, ekimosis, hematom)
2. Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.
Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DHF, gambaran
klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah :
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu
menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, tidak nafsu makan
(Anoreksia), diare, konstipasi.
c. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi, (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit,
kemerahan (fushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata,
kakrimasi dan fotophobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan
pergerakan bola mata terasa pegal. (Mansjoer, A. 2000)
3. Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara
klinis dibagi menjadi (WHO, 1986) :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji
torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat
lain.
c. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan
ujung jari (tanda-tanda dini renjatan).
d. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur.

4. Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan
terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal pertama yang
terjadi setelah masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik merah pada kulit
(ptekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan
pembesaran limpha (splenomegali). (Tjokronegoro Arjatmo, Utama
Hendra, 1996)
5. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa DHF, perlu dilakukan berbagai
pemeriksaan Lab, antara lain pemeriksaan darah dan urine serta
pemeriksaan serologi. Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai:
a. Ig G dengue positif
b. Trombositopenia
c. Hemoglobin meningkat > 20%
d. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia.
(Mansjoer, A. 2000)

6. Masalah Keperawatan Pada DHF


Masalah keperawatan yang umum terjadi dan dialami pasien
adalah demam tinggi (hipertermia) terus menerus selama 2-7 hari,
pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan
jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan
permeabilitas pembuluh (Candra, 2010). Diantara masalah tersebut, yang
menjadi prioritas dialami oleh pasien adalah hipertermia.

7. PATHWAY
8. PENATALAKSANAAN
a. Tirah baring
b. Diet makan lunak
c. Minum banyak (2 - 2,5 liter/24 jam) dapat berupa susu, teh manis,
sirup dan beri penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang
paling penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali).
Ringer Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering
digunakan, mengandung Na+ 130 mEg/l, K+ 4 mEg/l, korektor basa 28
mEg/l, Cl- 109 mEg/l, dan Ca++ 3 mEg/l.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan).
Jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan Trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen,
eukinin, dan dipiron (kolaborasi dengan dokter).
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotika bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder
(kolaborasi dengan dokter).
j. monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan laboratorium yang
memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan
dokter).

B. Konsep Dasar Hipertermi Pada DHF

1. Pengertian Hipertermia Pada DHF

Hipertermia adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas rentang


normal tubuh, dimana salah satu penyebabnya karena proses penyakit
(infeksi virus dengue) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Hipertermia
merupakan keadaan di mana individu mengalami atau berisiko mengalami
kenaikan suhu tubuh >37,8oC (100oF) per oral atau 38,8oC (101oF) per
rektal yang sifatnya menetap karena faktor eksternal (Carpenito, 2012). Jadi
hipertermia merupakan salah satu gejala klinis yang ditemukan pada DHF
sehingga dimungkinkan bahwa hipertermi juga berpengaruh terhadap derajat
keparahan penyakit DHF.
2. Etiologi Hipertermia Pada DHF

Hipertermia dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pada pasien DHF,


hipertermia disebabkan oleh karena adanya proses penyakit (infeksi virus
dengue (viremia)) di dalam tubuh yang disebarkan oleh nyamuk aedes
aegypti (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
3. Gejala dan Tanda Hipertermia Pada DHF

Hipertermia terdiri dari gejala dan tanda mayor serta gejala dan tanda minor.
Adapun gejala dan tanda mayor, dan gejala dan tanda minor, yaitu :
a. Gejala dan Tanda Mayor
Suhu tubuh di atas nilai normal, yaitu >37,8oC (100oF) per oral atau
38,8oC (101oF) per rektal (Carpenito, 2012)
b. Gejala dan Tanda Minor
1) Kulit merah dan terdapat bintik-bintik merah (ptikie).

2) Kejang
Kejang merupakan suatu kondisi di mana otot-otot tubuh berkontraksi
secara tidak terkendali akibat dari adanya peningkatan temperatur yang
tinggi.
3) Takikardia
Takikardia adalah suatu kondisi yang menggambarkan di mana denyut
jantung yang lebih cepat dari pada denyut jantung normal.
4) Takipnea
Takipnea adalah suatu kondisi yang mengambarkan di mana pernapasan
yang cepat dan dangkal.
5) Kulit terasa hangat
Kulit dapat terasa hangat terjadi karena adanya vasodilatasi pembuluh
darah sehingga kulit menjadi hangat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
4. Patofisiologis Hipertermi pada DHF

Arbovirus masuk melalui gigitan nyamuk aedes aegypti pada tubuh


manusia yang beredar dalam aliran darah, kemudian terjadi infeksi virus
dengue (viremia) yang menyebabkan pengaktifan sistem komplemen (zat
anafilatoksin) yang 14
membentuk dan melepaskan zat C3a, C5a dan merangsang PGE2
(prostaglandin2) yang selanjutnya akan meningkatkan seting point suhu di
hipotalamus. Kenaikan seting point ini yang akan menyebabkan perbedaan
antara suhu seting point dengan suhu tubuh, dimana suhu seting point lebih
tinggi dari pada suhu tubuh. Untuk menyamakan perbedaan ini, suhu tubuh
akan meningkat sehingga akan terjadi hipertermia.
Hipertermia menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ dan H2O sehingga
permeabilitas membran meningkat. Meningkatnya permeabilitas membran
menyebabkan cairan dari intravaskuler berpindah ke ektravaskuler sehingga
terjadi kebocoran plasma. Kebocoran plasma akan mengakibatkan
berkurangnya volume plasma sehingga terjadi hipotensi dan kemungkinan
akan berakibat terjadinya syok hipovolemik (Nurarif & Kusuma, 2015).
5. Kondisi Klinis Terkait Hipertermia

Beberapa kondisi klinis yang terkait dengan terjadinya hipertermia di


antaranya adalah : proses infeksi (viremia), hipertiroid (kondisi dimana
jumlah hormon tiroid dalam tubuh sangat tinggi), stroke, dehidrasi (kondisi
ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan dari pada yang didapatkan),
trauma, prematuritas (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
6. Penatalaksanaan Hipertermia Pada DHF

a. Penatalaksanaan Medik DHF tanpa renjatan

a 1) Beri minum banyak (11/2-2 liter/hari).

b 2) Obat anti piretik untuk menurunkan panas.

c 3) Jika kejang, maka dapat diberi luminal (antionvulsan).

d 4) Berikan iinfus jika terus muntah dan hematokrit meningkat.


b. Penatalaksanaan Medik DHF dengan renjatan

a 1) Pasang infus RL.

b 2) Jika dengan infus tidak ada respon, maka berikan plasma expander
(20-30 ml/kg BB).

c 3) Transfusi jika Hb dan Ht turun.

c. Penatalaksanaan Keperawatan

d 1) Observasi intake output.

e 2) Pada pasien DHF derajat I : pasien diistirahatkan, observasi tanda


vital tiap 3 jam, periksa Hb, Ht, trombosit tiap 4 jam, beri minum 11/2-
2 liter/hari, beri kompres.

f 3) Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan


Hb, Ht, trombosit, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.

g 4) Pada pasien DHF derajat III : infus guyur, posisi semi fowler, beri
O2, pengawasan tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, observasi
produksi urine tiap jam, periksa Hb, Ht, trombosit.

h 5) Pada pasien DHF dengan resiko perdarahan : observasi perdarahan


(pteckie, epistaksis, hematemesis, dan melena), catat banyak dan
warna dari perdarahan, pasang NGT pada pasien dengan perdarahan
tractus gastrointestinal.

i 6) Penatalaksanaan pada peningkatan suhu tubuh : observasi/ukur suhu


tubuh secara periodik, beri banyak minum dan berikan kompres
(Padila, 2013) .
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasein DHF dengan Masalah
Keperawatan Hipertermia
Asuhan Keperawatan adalah segala bentuk tindakan atau kegiatan pada
praktek keperawatan yang diberikan kepada klien yang sesuai dengan standar
operasional prosedur (SOP) (Carpenito, 2009).
Ada beberapa tahapan dalam melakukan asuhan keperawatan, yaitu :
1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan pengumpulan informasi subjektif dan objektif, dan


peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medik. Informasi subjektif,
misalnya dengan wawancara pasien/ keluarga. Sedangkan informasi objektif,
misalnya dengan pengukuran tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik (Herdman,
2015) . Data yang perlu dikaji yaitu :

a. Keluhan Pasien
Yang perlu dikaji meliputi nama, nomor rekam medik, umur, jenis
kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan, agama, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian.

b. Keluhan Utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien DHF dengan masalah
keperawatan hipertermia adalah pasien mengeluh badannya demam atau
panas.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat kesehatan dahulu meliputi pernah menderita DHF atau tidak,


riwayat kurang gizi, riwayat aktivitas sehari-hari, pola hidup (life style).

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


a
Riwayat kesehaatan sekarang yangdikaji meliputi suhu tubuh meningkat,
mukosa mulut kering, terdapat ruam pada kulit ( kemerahan)

3) Riwayat kesehatan keluarga


Riwayat adanyapenyakit DHF pada anggota keluarga
d. Fisiologis
Hipertermia terdiri dari gejala dan tanda mayor, gejala dan tanda minpr.
Adapun gejala dan tanda mayor, gejala dan tanda minor yaitu :
1). Gejala dan Tanda Mayor
Suhu tubuh diatas nilai normal
2). Gejala dan Tanda Minor
a) Kulit meeah
b) Kejang
c) Takikardia
d) Takipneu
e) Kulit teraba hangat ( Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon


pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung actual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016).
Sesuai dengan perumusan diagnosa keperawatan melalui PES yaitu
: P: Hipertermia, E: Proses penyakit (infeksi virus dengue/viremia) dan S:
suhu tubuh diatas normal, kulit merah, kejang, takikardia, takipnea. Jadi,
diagnosa keperawatan pada penelitian ini adalah Hipertermia berhubungan
dengan proses penyakit (infeksi virus dengue/viremia) ditandai dengan
suhu tubuh diatas normal, kulit merah, kejang, takikardia, takipnea (Ti m
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) .
3. Rencana Keperawatan hipertermia

Hipertermia Setelah dilakukan Regulasi Temperatur


Definisi intervensi keperawatan Observasi :
Suhu tubuh meningkat di atas rentang selama ....x... jam,  Monitor suhu tubuh
normal tubuh makaTermoregulasi sampai stabil
Penyebab : membaik dengan
 Monitor suhu tubuh
 Dehidrasi kriteria hasil :
anak tiap dua jam,
 Menggigil
 Terpapar lingkungan panas jika perlu
menurun (5)
 Proses penyakit (mis: infeksi,  Monitor tekanan
 Kulit
kanker) darah, frekuensi
kemerahan
pernafasan dan nadi
 Ketidaksesuaian pakaian menurun (5)
dengan suhu lingkungan  Monitor warna dan
 Kejang
suhu kulit
 Peningkatan laju metabolisme menurun (5)
 Monitor dan catat
 Respon trauma  Pucat menurun
tanda dan gejala
(5)
hipertermia
 Aktivitas berlebihan
 Takikardi
Terapeutik :
 Penggunaan incubator menurun (5)
 Pasang alat
Gejala dan Tanda Mayor :  Takipnea pemantauan suhu
Subjektif menurun (5) kontinu, jika perlu
-
 Bradikardi  Tingkatkan asupan
Objektif
menurun (5) cairan dan nutrisi
 Suhu tubuh diatas nilai normal
yang adekuat
 Suhu tubuh
Gejalan dan Tanda Minor :
membaik (5)
Subjektif Kolaborasi :
-  Suhu kulit  Kolaborasi
Objektif membaik (5) pemberian
 Kulit merah  Tekanan darah antipiretik, jika
membaik (5) perlu
 Kejang

 Takikardi

 Takipnea

 Kulit terasa hangat

Kondisi Klinis Terkait


 Proses infeksi

 Hipertiroid

 Stroke

 Dehidrasi

 Trauma

 Prameturitas
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC
Effendi, Christantie. (1995). Ensiklopedia Demam Berdarah. Edisi Revisi.
Jakarta : Insan Utama.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jakarta : EGC

Nelson. (1997). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. Jakarta : EGC

Tjokronegoro Arjatmo, Utama Hendra. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : FKUI

Carpenito, L. J. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Ed 13. (dkk Anisa


Mardella, Eka, Ed.) (13th ed.). Jakarta: EGC

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


(4th ed.). Jakarta: Salem

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Jakarta: Nuha Medika. ba


Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai